Friday, May 30, 2014

Tatanan Masyarakat Dalam Al-Qur'an (III)






TATANAN MASYARAKAT
DALAM AL-QUR’AN (III)
- Adil, Ihsan, dan Bantuan -
Oleh: A. Faisal Marzuki


ADIL, IHSAN, BANTUAN

F
irman Allah swt dalam penggal pertama dari Surah ke-16, An-Nahl ayat 90 berisi tiga perintah Allah yang mesti dikerjakan oleh orang yang mengaku beriman kepada-Nya, yaitu: innal lāha ya’-muru bil-’adli wal ihsāni wa ītā-i dzil qurbā. Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (memerintahkan kamu): ● Berlaku adil (adli) dan ● Berbuat ihsan (kebajikan), ● Memberi bantuan kepada kerabat (dzil qurbā, keluarga terdekat).”


Tiga hal yang diperintahkan Allah swt supaya dilakukan oleh umat Islam sepanjang masa (selagi masih hidup di dunia) dimanapun dia berada - baik ditengah (bersama) kaum muslimin, ataupun ditengah (bersama) umat lain, sebagai ciri-ciri atau tanda dari taat kepada Allah.


Berbuat Adil

Jalan Adil, yaitu menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah, membenarkan yang benar, mengembalikan hak kepada yang sebenar pemiliknya, dan jangan berlaku zalim (aniaya).

Lawan dari Adil ialah Zalim, yaitu memungkiri kebenaran karena hendak mencari keuntungan bagi diri sendiri, mempertahankan perbuatan yang salah, sebab yang bersalah itu ialah diri sendiri atau keluarga atau kelompok sendiri. Maka jika selama keadilan itu masih terdapat pada diri (masyarakat) dalam pergaulan hidup manusia, selama itu pula pergaulan dalam tatanan hidupnya akan harmonis, aman, damai. Dengan keadaan itu timbul amanat dan percaya mempercai sesamanya. Dengan itu dapat dipetiklah buah dari keadilan itu, yaitu: family bonds, universal brotherhood of humankind, truthfulness, kindness, caring each other.


Berbuat Ihsan

Sesudah berlaku Adil seperti tersebut diatas diperintahkan pula berbuat dan melatih diri agar berbuat Ihsan. Kandungan maksud arti dari kata Ihsan ialah:

Pertama, selalu mempertinggi mutu amalan. Dengan selalu berbuat lebih baik lagi dari yang sudah-sudah, sehingga kian lama tingkat iman itu kian naik. Di dalam hadits Rasul Allah saw yang shahih disebutkan:

al-ihsānu an ta’budallāha ka-annaka tarāhu fai(n)lam takun tarāhu fainnahu yarāka.

“Al-Ihsan, ialah bahwa engkau sembah Allah: ● Seakan-akan engkau melihat Allah. ● Maka jika engkau tidak melihat Dia, namun Dia tetap melihat engkau.


Kedua, mengenai Ihsan. Maksud Ihsan itu ialah kepada sesama makhluk, yaitu berbuat lebih tinggi lagi dari Adil (keadilan). Sebagai contoh memberi upah kepada seseorang mengerjakan sesuatu pekerjaan. Kita beri upahnya itu setimpal dengan ‘rate’ upah yang berlaku (atau disepakati). Pembayaran upah yang sesuai dengan rate upah yang disepakati itu adalah sikap yang Adil. Tetapi jika dilebihkan bayarannya dari yang semestinya - sehingga hatinya besar dan dia gembira, maka pemberian yang lebih itu dinamai Ihsan. Oleh sebab itu, maka Ihsan adalah latihan (pekerjaan) budi yang lebih tinggi tingkatnya daripada Adil. Contoh yang lain lagi ialah seorang berhutang kepada kita, maka suatu sikap yang Adil jika hutangnya itu kita tagih. Tetapi dia menjadi Ihsan kalau hutang itu kita maafkan.


Bantu

Ketiga, memberi kepada keluarga terdekat. Perbuatan ini pun adalah lanjutan daripada Ihsan. Karena kadang-kadang orang yang berasal dari satu ayah dan satu ibu sendiri pun tidak sama nasibnya. Ada yang murah rezekinya, lalu menjadi kaya raya. Ada pula hidupnya yang pas-pasan malah kurang dari itu. Maka orang yang mampu itu dianjurkan berbuat Ihsan kepada keluarganya yang terdekat, sebelum dia memberikan bantuan kepada orang lain.

Berbuat Ihsan seperti itu bukan saja kepada kerabat yang terdekat saja, namun juga yang bukan kerabat seperti Al-Qurthubi menulis dalam Tafsirnya sebagai berikut yang artinya:

“Maka sesungguhnya Tuhan Allah suka sekali hamba-Nya berbuat Ihsan sesama makhluk, sampai pun kepada burung yang engkau pelihara dalam sangkarnya, dan kucing di dalam rumah. Jangan sampai mereka itu tidak merasakan Ihsan dari engkau.”


Perbuatan Ihsan Lainnya

Firman Allah swt dalam Surat ke-4 An-Nisā’ ayat 36 menyebutkan pula berbuat Ihsan itu adalah sebagai berikut dibawah ini:

wabil wā lidayni ihsānaw wa bidzil qurbā wal yatāmā wal masākīna wal jāri dzilqurbā wal jāril junubi wash shāhibi bil ju(n)mbi wabnis sabīli.

Dan berbuat baiklah kepada: ●Dua orang ibu-bapak, ●Karib-kerabat, ●Anak-anak yatim, ● Orang-orang miskin, ●Tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, ●Teman sejawat, ●Ibnu sabil (orang dalam perjalanan). [QS An-Nisā’ 4:36]

Macam-macam daripada berbuat baik itu yang bersifat Ihsan itu adalah kepada:

Dua orang ibu-bapak (wabil wā lidayni). Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orangnya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai 40 tahun (disamping menaruh rasa hormat, juga membantu yang patut dibantunya) mendo’akannya. [QS Al-Ahqāf 45:15]

● Karib-kerabat (wa bidzil qurbā). Saudara sekandung; Keluarga-keluarga dari bapak; Keluarga-keluarga dari ibu. Perlu menjaga hubungan baik dan saling membantu sama lain.

●Anak-anak yatim (wal yatāmā). Anak-anak yang ditinggalkan (karena wafat dan tidak mewarisi bekal hidup yang cukup) oleh orang tuanya. Maka perlu dibantu kehidupannya seperti keperluan hidup sehari-hari, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan agama dan umum.

● Orang-orang miskin (wal masākīna). Disebabkan oleh belum ada pekerjaan,  (kehilangan pekerjaan; sudah berusaha belum ada yang menerimanya); bekerja namun pendapatanya kurang (low income). Maka perlu dibantu.

●Tetangga yang dekat (wal jāri dzilqurbā). Saling menyapa, menolong atau membantu jika diperlukan, walaupun lain aqidah (ajaran muamalah Islam).

 Dan tetangga yang jauh (wal jāril junubi). Saling menyapa, menolong atau membantu jika diperlukan, walaupun lain aqidah (ajaran muamalah Islam).

●Teman sejawat (wash shāhibi bil ju(n)mbi). Saling menyapa, menolong atau membantu jika diperlukan, walaupun lain aqidah (ajaran muamalah Islam). Seperti teman sekerja, seorganisasi, seasal.

 Ibnu sabil - orang dalam perjalanan (wabnis sabīli).
Orang dalam perjalanan yang bukan maksiat dalam kehabisan bekal hidupnya, perlu dibantu. Seperti makanan dan tempat tinggal. Misalnya seorang mahasiswa belajar ke luar daerah (negri) kehabisan bekal biaya kuliah,  maka perlu dibantu.


PERBUATAN YANG DILARANG
  
F
irman Allah swt dalam penggal berikutnya (penggal bagian tengah)  dari surat An-Nahl ayat 90 yang berisi tiga larangan Allah yang mesti dijauhi oleh orang yang mengaku beriman kepada Allah yaitu: wa yanhā ‘anil fahsyā-i wal munkari wal bagh-yī. Artinya: Dia melarang (melakukan): ● Perbuatan keji (fahsyā-i), ● Kemungkaran (munkari, yang dibenci), dan ● Permusuhan (bagh-yī, aniaya).

  
Perbuatan keji (fahsyā-i), Allah melarang  segala perbuatan yang keji-keji, yaitu dosa yang amat merusak pergaulan dan keturunan. Biasa di  dalam Al-Qur’an, kalau disebutkan kata Al-Fahsyā’ yang dimaksud ialah segala yang berhubungan dengan zina. Segala pintu yang menjurus kepada zina, seperti berhubungan dengan pakaian yang membukakan aurat, atau cara-cara lain yang menimbulkan nafsu syahwat yang menuju kesana, seyogyanya ditutup mati.

Perbuatan mungkar (munkari, perbuatan yang dibenci), mungkar atau yang dibenci. Ialah segala perbuatan yang tidak dapat diterima baik oleh masyarakat yang berbudi luhur (moral dan integritas), dan segala perbuatan dan tingkah laku yang membawa pelanggaran atau aturan agama.

Permusuhan (bagh-yī, aniaya), perbuatan aniaya yaitu segala perbuatan yang sikapnya menimbulkan permusuhan terhadap sesama manusia, karena mengganggu hak, dan kepunyaan orang lain.


PENUTUP

F
irman Allah swt dalam penggal terakhir (ujung) dari Surat An-Nahl ayat 90 yang berisi untuk memperhatikan, memahami dan mengambil pelajaran atas 3 perintah Allah yang mesti dikerjakan dan 3 larangan Allah yang mesti dijauhi (jangan dikerjakan) oleh orang yang mengaku beriman kepada Allah seperti telah disebutkan diatas yaitu: Ya’idzukum la’allakum tazakkarūna. Artinya: Dia memberi: ● Pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Yaitu ketiga perintah Allah yang wajib dikerjakan itu, dan ketiga larangan Allah yang wajib dijauhi (jangan dikerjakan) oleh orang yang mengaku beriman kepada Allah seperti telah disebutkan diatas adalah untuk kebaikan, keselamatan dan kedamaian bagi manusia dalam peradabannya.

Pengajaran dan nasihat itu adalah langsung datang dari Allah sendiri. Kalau kamu - Wahai orang yang beriman! Kerjakan tiga yang disuruhkan, kamu pun akan selamat dan sejahtera. Kalau kamu - Wahai orang yang beriman! Jauhi tiga yang dilarang, hidupmu dalam bermasyarakat akan bahagia dan damai. [Bersambung]. □ AFM



Tatanan Masyarakat Dalam Al-Qur’an
(klik->)   (I)   (II)   (III)   (IV)   (V)   (VI)   (VII)



Bahan Bacaan:
1. Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur'an (Di Bawah Naungan Al-Qur'an), Jilid 7, Gema Insani Press,  Jakarta, 2003.
2. Prof. Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (HAMKA), Juz 14, Penerbit Pustaka Panjimas, Jakarta 1987.
3. Rasul Muhammad saw, Tokoh Besar Peringkat Pertama Yang Mempengarui Dunia, A. Faisal Marzuki.
4. Kutipan Ayat Al-Qur’an Dalam Masalah Keadilan Hukum Terbesar Dalam Sejarah, A. Faisal Marzuki.
5. Islam dan Kemanusiaan, A. Faisal Marzuki □□

Tuesday, May 27, 2014

Tatanan Masyarakat Dalam Al-Qur'an (II)







TATANAN MASYARAKAT
DALAM AL-QUR’AN (II)
-----  Perubahan Sosial  -----
Oleh: A. Faisal Marzuki


PERUBAHAN SOSIAL


R
asul Allah Muhammad saw ketika menerima wahyu yang perintah atau larangan beliau terapkan, karena firman Allah ‘Azza wa Jalla itu sudah sangat dipastikan berguna bagi manusia. Dia pencipta manusia, tentu Dia amat mengetahui apa yang diperlukan bagi manusia. Aisyah radhiallahu anhu, istri Rasul saw menyebutkan bahwa Rasul saw adalah Al-Qur’an berjalan. Kepercayaan Rasul saw kepada firman Allah tidak terperikan. Buahnya adalah kurang dari dua decade  berhasil membangun bangsa di Jazirah Arab menjadi bangsa yang berperadaban (civilized nation) sebagaimana yang disebutkan oleh Thomas Carlyle.

Sebelumnya bangsa Arab itu adalah bangsa yang jahiliyah (bangsa yang tiada beradab, uncivilized) seperti:  ● membunuh bayi perempuan, ● meminjamkan uang dengan bunga yang mencekik leher, ● melakukan tuna susila (adultery) hal yang biasa dimana-mana, ● rasialis dalam kekabilahan, ● yang kuat memangsa yang lemah, ● menyembah berhala, ● tidak menghargai wanita dan orang tua dan orang lanjut usia, ● mabuk-mabukan yang tingkahnya membahayakan keamanan dan ketertiban masyarakat lingkungannya, ● berbangga-bangga akan kabilahnya. Hal-hal tersebut adalah biasa dilakukan pada zaman sebelum Rasul Allah Muhammad saw menanganinya.

Sifat-sifat negatif yang merusak itu diganti dengan sifat-sifat positif dan membangun seperti: ● menganjurkan dan memberikan santunan (bantuan) kepada orang yang membutuhkan),  ● keeratan hubungan keluarga, ● persaudaraan sesama manusia, ●saling mempercayai, ● menghargai orang tua dan orang lanjut usia, ● menyantuni fakir miskin, ● berdakwah dalam semangat tidak ada paksaan dalam beragama, ● tiada menista sekalipun dengan binatang (peliharaan), ● harga menghargai dalam bermasyarakat. Inilah yang disebut masyarakat yang berperadaban itu (civilized). 

Nilai-nilai ini dikalangan peradaban barat disebut sebagai secular realms (ranah dunia). Dalam bahasa peradaban Al-Qur’an disebut kesalehan sosial di dunia yang merupakan buah dari kesalehan kepada Allah (yang dikenal oleh bangsa Barat sebagai religious). Bagi ajaran Islam tiada ada pemisahan antara masalah-masalah keduniaan (kesalehan sosial, ajaran horizontal Islam) dengan masalah-masalah keakhiratan (kesalehan dalam beribadat mahdah, ajaran vertical Islam, religious dalam terminology Barat). Kedua hal itu bagai sisi-sisi seperti mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Karena pelaksanaan ajaran Islam di dunia adalah jembatan (intermediate goal) munuju hidup ke akhirat (ultimate goal).


DASAR-DASAR PERUBAHAN SOSIAL

D
asar-dasar perubahan sosial diambil dari Firman Allah swt surah [QS Surat ke-16, An-Nahl ayat 90sampai dengan ayat 93 sebagai berikut yang artinya:

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu): Berlaku adil dan Berbuat kebajikan, Memberi bantuan kepada kerabat, Dia melarang (melakukan): Perbuatan keji, Kemungkaran, dan Permusuhan. Dia memberi: Pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. [90]

Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. [91]

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali. Kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. [92]

Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Tetapi kamu pasti akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan. [93]

Al-Qur’an yang merupakan firman Allah. Diturunkan untuk membangun umat. Dalam wadah tatanan sebuah masyarakat. Yakni, membangun dunia dengan menegakkan nizham (tatanan, sistim bangunan peradaban masyarakat). Al-Qur’an yang datang sebagai ajaran dakwah (seruan, panggil, ajakkan) kepada umat manusia. Bersifat alamiyyah (universal) dan insaniyyah (kemanusiaan).

Artinya tidak mengkhususkan hanya kepada golongan warna kulit, atau status sosial seperti kabilah (marga dan suku) dan asal bangsa. Melainkan berdasarkan keyakinan dalam ikatan kemanusiaan yang universal (yaitu anak cucu keturunan Adam as), dan ashabiyya (fanatisma, kokoh dan kekeh dalam keyakinan itu) sebagai firman Allah Yang Maha Kasih, lagi Maha sayang menyebutkan yang artinya:

Dan berbuat baiklah (kepada semua orang dan lingkungan hidup), sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. [QS Al-Qashash 28:77]

Wahai Manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (lita'aarafuu) satu sama lainnya. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. [QS Al-Hujuraat 49:13]

Dari titik tolak seperti ayat tersebut diatas itu, Al-Qur’an datang dengan membawa mabadi (prinsip-prinsip) yang akan menguatkan tali-tali hubungan jamaah dari sebuah jamaah yang ada. Dengan demikian Al-Qur’an menjadi penenang setiap individu, masyarakat dan bangsa. Dengan tsiqoh (kepercayaan penuh) dalam hubungan positif dan membangun mu’amalah (sistim sosial), dalam tekad yang di ikat dalam janji (dan semua perjanjian).

Disebutkan pada kata adl (adil) yang menjadi penopang setiap individu, masyarakat dan bangsa sebagai kaidah yang baku dalam pergaulan sehari-hari. Sedikitpun tidak boleh dirasuki hawa-nafsu. Tidak terpengaruh oleh belas kasihan dan rasa benci. Tidak akan tertukar dengan keturunan dan nasab. Tidak berdasarkan kaya atau miskin, kuat atau lemah. Akan tetapi, semua berjalan di atas relnya berdasarkan satu neraca untuk semuanya. Dan timbang dengan satu timbangan yang satu pula, untuk semua. Pisau bukan hanya satu sisi yang tajam kebawah saja, akan tetapi juga tajam ke atas. Itulah disebut adil sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam Surah ke-4, An-Nisā' ayat 135 menyebutkan yang artinya:

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah engkau mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Jika kamu memutar balikkan (kata-kata dalam kesaksian) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.
 
Dilanjut ketulisan berikutnya. [Bersambung]. □ AFM



Tatanan Masyarakat Dalam Al-Qur’an
(klik->)   (I)   (II)   (III)   (IV)   (V)   (VI)   (VII)



Bahan Bacaan:
1. Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur'an (Di Bawah Naungan Al-Qur'an), Jilid 7, Gema Insani Press,  Jakarta, 2003.
2. Prof. Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (HAMKA), Juz 14, Penerbit Pustaka Panjimas, Jakarta 1987.
3. Rasul Muhammad saw, Tokoh Besar Peringkat Pertama Yang Mempengarui Dunia, A. Faisal Marzuki.
4. Kutipan Ayat Al-Qur’an Dalam Masalah Keadilan Hukum Terbesar Dalam Sejarah, A. Faisal Marzuki. □□

Blog Archive