Friday, December 6, 2019

Memahami Garis Edar Alam Semesta





MEMAHAMI GARIS EDAR

‘BENDA-BENDA’ ALAM SEMESTA
Oleh: A. Fasial Marzuki



“kullun fī falakin”- Semua (bergerak) dalam garis edarnya. [QS Anbiyā’21:33]

“inna fī khalqis-samāwāti wal-ardhi wakhtilāfil-laili wan-nahāri la āyātil li ‘ulil-albāb” - Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat kebesaran Allah) bagi ulul albab (bagi orang yang berakal). [QS Āli ‘Imrān 3:190]



MEMAHAMI ALAM SEMESTA

B
enda-benda yang berada di angkasa alam semesta  beredar menurut garis edar masing-masing demikian para ahli astronomi dan kosmologi mengatakan. Semua bergerak dalam garis edarnya. Dalam bahasa al-Qur’an menyebutkan “kullun fī falakin”- Semua (bergerak) dalam garis edarnya, sebagaimana firman-Nya dalam Qur’an Surah Al-Anbiyā’ ayat 33 menyatakan:

wa-huwa lladhī khalaqa l-layla wa-n-nahāra wa-sh-shamsa wa-l-qamara “kullun fī falaki(n)” y-yasbahūn, QS Anbiyā’21:33

Artinya:  

Dan Dia-lah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya.

Dalam ayat lain Allāh Subhānahu Wa Ta’ālā (SWT) [1] berfirman sebagaimana yang terdapat dalam Surah Yā Sīn ayat 40:

la(a) sy-syamsu yan(m)baghī lahā antudrikal qamara wa lallaylu sabiqun nahāri wa kullun fī falaki(n) y-yasbahūn, QS Yā Sīn 36:40.

Artinya:

Tidaklah mungkin matahari mengejar bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya.

Ayat tersebut menjelaskan kondisi fisik sistem Bumi, Bulan, dan Matahari. Walau Matahari dan Bulan tampak sama-sama di langit, sesungguhnya orbitnya berbeda. Bulan mengorbit Bumi, sedangkan Matahari mengorbit pusat galaksi, yaitu galaksi Bima Sakti (Milky Way). Orbit yang berbeda itu menjelaskan “tidak mungkin Matahari mengejar Bulan” sampai kapan pun. Malam dan siang pun silih berganti secara teratur, tidak mungkin tiba-tiba malam karena malam mendahului siang. Itu disebabkan karena keteraturan Bumi berotasi sambil mengorbit Matahari. Bumi juga berbeda garis edarnya dengan Matahari dan Bulan. Semuanya beredar (yasbahun) di ruang alam semesta, tidak ada yang diam. Demikian keterangan dari Dr. T. Djamaluddin - seorang ahli Astronomi Indonesia.


Urutan Tulisan كُلٌّ فِي فَلَكٍ

Menarik dikaji pula disini bahwa urutan dari tulisan huruf-huruf dari ayat al-Qur’an yang mengatakan  “Kullun fī Falakin” - كُلٌّ فِي فَلَكٍ dimana urutan-urutan huruf al-Qur’an ini dimulai dari sebelah kanan dengan susunannya: k-l-f-y-f-l-k. Dari urutan-urutan tersebut susunannya sangat menakjubkan diman huruf k sama-sama dalam garis edarnya. Begitu pula l dan f. Yang menarik juga adalah huruf y terletak ditengah-tengah, lihat Gambar Kullun Fii Falakin. Sungguh sangat unik seni dari susunan huruf al-Qur’an ini dalam menggambarkannya persis sama seperti garis edar benda-benda di alam semesta, māsyā Allāh. [2]


Gambar Kullun Fii Falakin



Tafsir كُلٌّ فِي فَلَكٍ

Dalam tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram كُلٌّ فِى فَلَكٍ يَسْبَحُونَ - Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. Yakni masing-masing dari matahari, bulan, dan bintang beredar di angkasa pada orbitnya tersendiri. Orbit adalah garis edar yang berbentuk lingkaran; benda-benda tersebut beredar pada orbit itu seperti orang yang berenang dalam air.

Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam buku Tafsir Al-Wajiz-nya mengatakan: Allah lalu mengarahkan perhatian manusia agar memperhatikan kekuasaan-Nya dalam menciptakan waktu malam dan siang. Dan Dia-lah, yang telah menciptakan malam untuk istirahat, dan siang untuk mencari penghidupan; dan Allah telah menciptakan matahari yang bersinar di waktu siang dan bulan yang bercahaya di waktu malam. Masing-masing beredar pada garis edarnya dengan setia, patuh dan tunduk kepada hukum alam ciptaan Allah.

Demikian takjubnya kita akan ciptaan-Nya baik dalam bentuk fisik, sistim kerja dan manfaatnya, sampai susunan huruf kalimatullah كُلٌّ فِي فَلَكٍ bagi manusia, subhānallāh, [3].


“Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya”, dari Qur’an Surah Āli ‘Imrān ayat 190-191.

Berkaitan dengan pembahasan tema tersebut diatas, penulis teringat kepada sebuah Hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiallahu Anha (RA), [4] bahwa Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam (SAW) [5] berkata yang artinya:

Wahai ‘Aisyah saya pada malam ini beribadah kepada Allah Subhānahu wa Ta’ālā”. Jawab Aisyah Radhiallahu Anha: “Sesungguhnya saya senang jika Rasulullah berada di sampingku. Saya senang melayani kemauan dan kehendaknya” Tetapi baiklah! Saya tidak keberatan. Maka bangunlah Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam dari tempat tidurnya lalu mengambil air wudu’, tidak jauh dari tempatnya itu lalu shalat.

Di waktu shalat beliau menangis sampai-sampai air matanya membasahi kainnya, karena merenungkan ayat Al-Qur’an yang dibacanya. Setelah shalat beliau duduk memuji-muji Allah dan kembali menangis tersedu-sedu. Kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya berdo’a dan menangis lagi dan air matanya membasahi tanah.

Setelah Bilal Radhiallahu Anhu datang untuk adzan subuh dan melihat Nabi Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam menangis ia bertanya: “Wahai Rasulullah! Mengapakah Rasulullah menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang terdahulu maupun yang akan datang”. Nabi menjawab: “Apakah saya ini bukan seorang hamba yang pantas dan layak bersyukur kepada Allah? Dan bagaimana saya tidak menangis? Pada malam ini Allahtelah menurunkan ayat kepadaku.

Selanjutnya beliau berkata: “Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya”, dari Qur’an Surah Āli ‘Imrān ayat 190-191:

inna fī khalqis-samāwāti wal-ardhi wakhtilāfil-laili wan-nahāri la āyātil li ‘ulil-albāb; alladzīna yadzkurūnallāha qiyāmaw wa qu’ūdaw wa 'alā junūbihim wa yatafakkarūna fī khalqis-samāwāti wal-ardh, rabbanā mā khalaqta hādzā bāthilā, sub-hānaka fa qinā 'adzāban-nār, QS Āli ‘Imrān 3: 190-191

artinya:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat kebesaran Allah) bagi Ulul Albab (bagi orang yang berakal); Yaitu orang - orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi sambil berkata, “Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.


Tanda Kekuasaan Allah

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat kebesaran Allah) bagi Ulul Albab (bagi orang yang berakal), QS Āli ‘Imrān 3:190

Surah Āli ‘Imrān ayat 190 ini menjelaskan bahwa dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi Ulul Albab. Yakni orang-orang yang berakal. Orang-orang yang mau berpikir. Orang-orang yang mau memperhatikan alam. Orang-orang yang kritis mengkaji sesuatu yang ingin dipahaminya.

“Al-Qur’an mengarahkan hati dan pandangan manusia secara berulang-ulang dan intens untuk memperhatikan kitab yang terbuka (alam semesta, ayat kauniyah) ini, yang tidak pernah berhenti halaman-halamannya berbolak-balik,” kata Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran. “Maka dalam setiap halamannya tampaklah ayat yang mengesankan dan mengkonsentrasikan dalam fitrah yang sehat perasaan terhadap kebenaran dari disain alam ini.”

Ibnu Katsir menjelaskan, Surah Āli ‘Imrān ayat 190 ini memotivasi untuk memperhatikan ketinggian langit dan keluasan bumi, tata letak dan semua yang ada padanya mulai gunung hingga lautan. Mulai padang pasir hingga hutan. Mulai hewan hingga tumbuhan dan pepohonan. Juga bintang-bintang di langit.

“Renungkanlah alam, langit dan bumi. Langit yang melindungimu dan bumi yang terhampar tempat kamu hidup,” kata Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar. “Pergunakanlah pikiranmu dan tiliklah pergantian antara siang dan malam. Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah.”

Ulul albab menurut Ibnu Katsir adalah orang yang memiliki akal sempurna lagi memiliki kecerdasan. Sedangkan menurut Sayyid Qutb, Ulul Albab adalah orang-orang yang memiliki pemikiran dan pemahaman yang benar.

Orang yang memahami bahwa penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah, mereka itulah Ulul Albab. Sedangkan orang-orang bodoh, meskipun ia melihat langit dan bumi serta melihat pergantian siang dan malam setiap hari, mereka tidak sampai pada kebenaran itu. Meskipun secara akademis dikenal pandai. Karena itulah, Amr bin Hisyam yang oleh kaumnya diberi gelar Abul Hakam, dalam Islam diberi gelar Abu Jahal.


Ciri Ulul Albab

Yaitu orang – orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi sambil berkata, “Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. [QS Āli ‘Imrān 3:191]

Siapakah Ulul Albab yang disebutkan dalam Surah Āli ‘Imrān ayat 190? Jawabannya ada di ayat 191 dalam Surah yang sama ini menjelaskannya. Yaitu Ulul Albab adalah orang yang banyak berdzikir dan bertafakkur. Ia berdzikir dalam segala kondisi baik saat berdiri, duduk ataupun berbaring. Ia juga mentafakuri (memikirkan) penciptaan alam ini hingga sampai pada kesimpulan bahwa Allah menciptakan alam tidak ada yang sia-sia. Maka ia pun berdo’a kepada Allah, memohon perlindungan dari siksa neraka.

“Di sini bertemulah dua hal yang tidak terpisahkan yakni dzikir dan pikir,” kata Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar. “Mereka tidak pernah terputus dari berdzikir mengingat-Nya dalam semua keadaan mereka,” tulis Ibnu Katsir saat menafsirkan Surah Āli ‘Imrān ayat 191. “Lisan, hati dan jiwa mereka semuanya selalu mengingat Allah Subhānahu wa Taālā.”

“Wayatafakkarūna fī khalqis samāwāti wal ardh” menurut Ibnu Katsir maknanya adalah, mereka memahami semua hikmah yang terkandung di dalamnya yang menunjukkan kepada kebesaran Penciptanya, kekuasaan-Nya, pengetahuan-Nya, pilihan-Nya dan rahmat-Nya.

Maka Hasan Al Basri mengatakan, “berpikir selama sesaat  lebih baik daripada berdiri shalat semalam (tanpa mengetahui makna dari dikerjakannya shalat).” Umar bin Abdul Aziz mengatakan, “Berbicara untuk berdzikir kepada Allah Subhānahu wa Ta’ālā adalah baik dan berpikir tentang nikmat-nikmat Allah lebih utama daripada ibadah (tanpa mengetahui makna ibadah yang sebenarnya).”

Sayyid Qutb menjelaskan, memikirkan kekuasaan Allah dalam penciptaan makhluk ini merupakan ibadah kepada Allah dan juga bentuk dzikir kepada-Nya. Dan ayat-ayat Allah di alam semesta ini tidak menampakkan hakikatnya yang mengesankan kecuali kepada hati (dari orang) yang selalu berdzikir dan beribadah (kepada-Nya).

Hasil yang kemudian diperoleh dari tafakkur ini, adalah suasana berhubungan dengan Allah Subhānahu wa Taālā. Sehingga ia pun berdoa: “rabbanā mā khalaqta hādzā bāthilā, sub-hānaka fa qinā 'adzāban-nār” - Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

“Ucapan doa ini adalah lanjutan perasaan sesudah dzikir dan pikir, yaitu tawakkal dan ridha, menyerah dan mengakui kelemahan diri,” kata Buya Hamka.


Kesimpulan Surah Āli ‘Imrān Ayat 190-191

Kesimpulan dari kandungan Surah Āli ‘Imrān Ayat 190-191 adalah: Pertama, Penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang merupakan tanda kekuasaan Allah; Kedua,  Tanda kekuasaan Allah di alam semesta ini hanya diketahui oleh muslim yang mempunyai kualitas Ulul Albab; Ketiga, Ulul Albab adalah orang yang berdzikir dan berpikir. Ia selalu ingat kepada Allah dalam segala kondisi dan ia juga mempergunakan akalnya untuk memikirkan penciptaan alam semesta.

Tafakkur atau berpikir yang benar akan mengantarkan pada kesimpulan bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ālā menciptakan sesuatu tidak ada yang sia-sia. Semuanya benar, semuanya bermanfaat.

Tafakkur atau berpikir yang benar juga melahirkan kedekatan kepada Allah Subhānahu wa Ta’ālā dan memperbanyak do’a kepada-Nya.


PENUTUP

D
emikianlah bahwa mulai dari tulisan Arab yang menakjubkan susunannya seperti yang terdapat dalam Surah Anbiyā’ ayat 33 dan Surah Yā Sīn ayat - “kullun fī falakin” sampai tafsir dan isi kandungan maknanya dari Surah Āli ‘Imrān ayat 190-191 - inna fī khalqis-samāwāti wal-ardhi wakhtilāfil-laili wan-nahāri la āyātil li ‘ulil-albāb; alladzīna yadzkurūnallāha qiyāmaw wa qu’ūdaw wa 'alā junūbihim wa yatafakkarūna fī khalqis-samāwāti wal-ardh, rabbanā mā khalaqta hādzā bāthilā, sub-hānaka fa qinā 'adzāban-nār, QS Āli ‘Imrān 3: 190-191, sebagaimana yang di dikatakan oleh junjungan kita Nabi Muhammad Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam “Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya”, dari Qur’an Surah Āli ‘Imrān ayat 190-191 yang mesti kita pahami dan amalkan dengan baik.

Mengingat kandungan Surah Āli ‘Imrān Ayat 190-191 adalah: Pertama, Penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang merupakan tanda kekuasaan Allah; Kedua,  Tanda kekuasaan Allah di alam semesta ini hanya diketahui oleh muslim yang mempunyai kualitas Ulul Albab; Ketiga, Ulul Albab adalah orang yang berdzikir dan berpikir. Ia selalu ingat kepada Allah dalam segala kondisi dan ia juga mempergunakan akalnya untuk memikirkan penciptaan alam semesta.

Dalam Islam, mempelajari ayat-ayat Kauniyah (alam semesta, univers, langit dan bumi serta pergantian malam dan siang) bukan saja untuk kepentingan intelektual menjawab keingintahuan manusia dan menjadi dasar pengembangan teknologi yang memudahkan aktivitas keseharian. Memahami ayat-ayat Kauniyah yang telah dipelajari ini kemudian menjadi sains (ilmu pengetahuan), juga bisa kita gunakan membantu menyempurnakan kualitas iman dan ibadah kita.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan memotivasi kita untuk senantiasa berdzikir dan berpikir yaitu berusaha mempelajari, mengerti dan memahami serta mengamalkan apa-apa yang terkandung dalam ajaran Islam baik ayat-ayat Qauliyah maupun Kauniyah

Ayat-ayat Qauliyah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah Subhānahu wa Ta’ālā di dalam Al-Qur’an, ayat-ayat ini menyentuh berbagai aspek, termasuk tentang cara mengenal Allah.

Ayat-ayat Kauniyahnya adalah ayat atau tanda yang wujudnya ada di sekeliling kita yang diciptakan oleh Allah. Ayat-ayat Kaniyyah ini berbentuk benda, kejadian, peristiwa dan sebagainya yang ada di alam semesta ini. Objek dari alam semesta tersebut hanya mampu dilaksanakan oleh Allah dengan segala sistem dan peraturan dan sunatullah-Nya yang unik, maka ia menjadi tanda kehebatan dan keagungan Penciptanya. Billāhi Taufiq wal Hidāyah. □ AFM



CATATAN KAKI
[1] Subhānahu wa Ta’ālā, artinya: “Engkau yang Maha Suci (Maha Sempurna) Ya Allah lagi Maha Tinggi”
[2] Māsyā Allāh adalah ungkapan ketakjuban pada hal-hal yang indah; dan memang hal indah itu dicinta dan dikehendaki oleh Allah.
[3] Subhānallāh. Imam Ali berkata," Subhanallāh artinya mengagungkan kedudukan Allah yang Mahatinggi dan Mahamulia serta menyucikan zat-Nya dari sifat-sifat makhluk yang diyakini orang-orang musyrik. Ketika seorang hamba mengucapkan kalimat ini, seluruh malaikat mendo’akan keselamatan baginya." Subhanallāh terjemahannya ialah Maha Suci Allah. Bermakna Allāh Ta'ālā maha bersih dan suci dari segala kekurangan dan kelemahan. Allah Ta'ālā MAHA SEMPURNA, tiada sedikit pun kekurangan dan kelemahan.
[4] Radhiallahu Anha (Anhu) Semoga Allah ridha kepadanya - sebutan ini hanya digunakan bagi sahabat Nabi Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam. Anha bagi perempuan, Anhu bagi laki-laki
[5] Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam, artinya: “Semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya”. Dalam sebuah hadits menyebutkan bahwa: “Barang siapa yang bershalawat atasku satu kali, maka Allah akan bershalawat atasnya sepuluh kali.” (HR Muslim) □□


DAFTAR KEPUSTAKAAN
Dokumentasi Dr. T. Djamaluddin
https://tafsirweb.com/5545-surat-al-anbiya-ayat-33.html
https://bersamadakwah.net/surat-ali-imran-ayat-190-191/ https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/03/kedudukan-ulul-albab-i.html   □□□

Blog Archive