Wednesday, June 5, 2019

Makna Dan Hikmah Hari Raya BUMSKD




MAKNA DAN HIKMAH HARI RAYA IDUL FITRI
BAGI UMMAT MUSLIM DAN KEDAMAIAN DUNIA
Oleh: A. Faisal Marzuki


Mari kita pegang teguh
nilai dan spirit Shaum Ramadhan
untuk 11 bulan berikutnya


PENDAHULUAN

K
alender Hijriyah dihitung berdasarkan tanggalan bulan (lunar, tanggalan Qomariyah), Jadi kenapa pada tanggal 3 Juni 2019 waktu Isya tidak lagi melakukan shalat taraweh seperti sehari sebelumnya, tidak lain adalah karena begitu waktu Maghrib tiba di situlah 1 Syawal 2019 Hijriyah dimulai dan berakhirnya pada waktu Maghrib tanggal 3 Juni 2019, malam takbiran. Namun shalat Idul Fitrinya pada siang hari tanggal 4 Juni 2019. [1] Berlainan dengan tanggal Gregorian, tanggalan matahari (tanggalan Syamsiyah) hari barunya dihitung mulai tengah malam 12:00 PM (24:00 atau waktu 00:00).

Ketika kita tidak melakukan sholat taraweh lagi, maka umat Islam dari segala penjuru dunia mengumandangkan alunan suara takbir, tasbih, tahmid dan tahlil menurut masing-masing zona waktu setempat. Praktis secara global (kelima benua dunia - Asia, Afrika, Eropah, Amerika dan Australia) Umat Islam ketika itu tidak henti-hentinya sambung-bersambung dari satu zona ke zona berikutnya bertakbir (bermalam takbiran). Hal ini sungguh merupakan manifestasi kebahagiaan setelah berhasil memenangi ibadah puasa Ramadhan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kita kepada Allah Subhāna Wa Ta’ālā atas kemenangan besar yang telah kita peroleh dari menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Sebagaimana firman Allah Subhāna Wa Ta’ālā yang artinya:

●“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”

Dan Rasulullah Shalalallāhu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya:

●“Hiasilah hari rayamu dengan takbir.”


Takbir yang dilakukan itu adalah sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah ‘Azza wa Jalla. Kalimat tasbih kita tujukan untuk mensucikan atas kesempurnaan segala sesuatu yang diciptakan-Nya dan yang ditetapkan-Nya. Ditambah lagi kalimat tahmid sebagai puji syukur yang kita tujukan atas ke-Rahman-an dan ke-Rahim-an-Nya yang tidak pernah pilih kasih kepada seluruh hamba-Nya. Sementara tahlil kita lantunkan untuk memperkokoh keimanan kita bahwa Dialah Dzat Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa.


MAKNA HARI RAYA IDUL FITRI

H
ari raya Idul Fitri adalah puncak dari pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan. Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa itu sendiri yaitu menjadi manusia yang bertaqwa. Secara etymology (ilmu bahasa) kata Id berdasar dari akar kata ādayaūdu yang artinya kembali. Sedangkan Fitri bisa berarti buka puasa untuk makan, dan juga berarti suci. Adapun Fitri yang berarti buka puasa, pengertian ini diambil dari akar kata ifthar (sighat mashdar dari aftharo - yufthiru). Hal ini bersesuaian hadits Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam yang artinya, “Dari Anas bin Malik: “Tidak sekali pun Nabi Muhammad Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam pergi (untuk shalat) pada Hari Raya Idul Fitri tanpa makan beberapa kurma sebelumnya." Dalam Riwayat lain, "Nabi Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam makan kurma dalam jumlah ganjil." [HR Al-Bukhari].

Dengan demikian, makna Idul Fitri berdasarkan uraian di atas adalah Hari Raya dimana umat Islam dalam keadaan suci atau bersih, setelah melakukan amalan-amalan ibadah selama bulan Ramadhan disamping bermakna pula kembali berbuka atau makan seperti biasa sebelum bulan Ramadhan. Oleh karena itulah salah satu sunah sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri adalah makan atau minum walaupun sedikit. Hal ini untuk menunjukkan bahwa Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal itu waktunya berbuka dan haram untuk berpuasa.

Sedangkan kata Fitri yang berarti suci, bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, keburukan berdasarkan dari akar kata fathoro - yafthiru. Hal ini bersesuaian hadits Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam yang artinya “Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni segala dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaq ‘Alaih). Barang siapa yang shalat malam di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq ‘Alaih). Dari penjelasan ini dapat disimpulkan pula bahwa Idul Fitri bisa berarti kembalinya kita kepada keadaan suci, atau keterbebasan dari segala dosa dan noda sehingga berada dalam kesucian (fitrah).

Jadi yang dimaksud dengan Idul Fitri dalam konteks ini berarti kembali kepada asal kejadiannya yang suci dan mengikuti petunjuk Islam yang benar. Bagi umat Islam yang telah lulus melaksanakan Ibadah puasa di bulan Ramadhan akan diampuni dosanya sehingga menjadi suci kembali seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan Ibunya. Sebagaimana Sabda Nabi Shalallāhu 'Alaihi Wasallam yang Artinya: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci.”

Dari uraian diatas dapat kita lihat bahwa makna Idul Fitri itu di kalangan para ulama ada tiga pengertiannya sebagai berikut:

●Ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada kesucian. Artinya setelah selama bulan Ramadhan umat Islam melatih diri menyucikan jasmani dan ruhaninya, dan dengan harapan pula dosa-dosanya diampuni oleh Allah Subhāna Wa Ta’ālā, maka memasuki hari Raya 1 Syawal  mereka telah menjadi suci lahir dan batin.

●Ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada fitrah atau naluri religius. Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 183, bahwa tujuan puasa adalah agar orang yang melakukannya menjadi orang yang taqwa atau meningkat kualitas religiusitasnya.

●Ada pula yang mengartikan bahwa Idul Fitri yaitu kembali kepada keadaan dimana umat Islam diperbolehkan lagi makan dan minum di siang hari seperti biasa - diluar bulan Ramadhan.

Dari ketiga makna tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam memasuki Idul Fitri umat Islam diharapkan mencapai kesucian lahir batin dan meningkat kualitas religiusitasnya. Salah satu ciri manusia religius adalah memiliki kepedulian terhadap nasib kaum yang sengsara (tidak atau belum dapat memenuhi kebutuhan hidup sebagaimana mestinya). Dalam surah Al-Ma’un ayat 1 sampai 3 disebutkan bahwa, “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong mereka memberi makan orang miskin.”

Penyebutan anak yatim dalam ayat ini merupakan representasi dari kaum (anak atau orang yang masih perlu diasuh – karena belum dapat mandiri) yang sengsara (karena tidak ada yang menanggungnya dan belum mampu menanggung dirinya sendiri).

Oleh karena itu dapat kita pahami, bahwa umat Islam yang mampu, wajib memberikan zakat fitrah kepada kaum fakir miskin, pemberian zakat tersebut paling lambat sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri. Aturan ini dimaksudkan agar pada waktu umat Islam yang mampu bergembira ria merayakan Idul Fitri, orang-orang miskin pun dapat merasakan hal yang sama.

Agama Islam sangat menekankan harmonisasi hubungan antara si kaya dan si miskin. Orang-orang kaya diwajibkan mengeluarkan zakat mal (harta) untuk dibagikan kepada kaum fakir miskin. Dan dapat dilihat dari ayat di atas bagaimana penekanan untuk menghindari adanya kesenjangan sosial, dimana ketika menyebutkan anak yatim dan orang miskin. Dapat dilihat bahwa anak yatim dan orang miskin tidak hanya untuk orang Islam tapi seluruh manusia yang menyandang yatim dan kemiskinan.

Dari uraian di muka dapat disimpulkan, bahwa Idul Fitri (yang sebelumnya didahului melakukan shaum – puasa Ramadhan) merupakan puncak dari suatu metode pendidikan mental yang berlangsung selama satu bulan Ramadhan untuk mewujudkan profil manusia yang suci lahir dan batin, memiliki kualitas keberagamaan yang tinggi, dan memelihara hubungan sosial yang harmonis.

Begitulah pentingnya silaturahim (social relationship within care each other) sebagaimana Sabda Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam yang artinya:

“Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan melainkan keduanya akan diampuni (dosanya) sebelum mereka berpisah.” [HR Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah].

Kini kita dengan rasa suka cita dan senang karena kita menyambut hari kemenangan. Bersamaan dengan itu pula kita merasakan sedih yang bercampur dengan linangan air mata bahagia. Last but not lease, kita kemudiannya di tinggalkan bulan Ramadhan yang penuh Berkah, Maghfiroh dan Rahmat Allah Subhāna Wa Ta’ala. Banyak pelajaran dan hikmah, faedah dan fadhilah yang kita dapatkan.

Kini bulan Ramadhan telah berlalu, tapi satu hal yang tidak boleh meninggalkan kita dan harus tetap bersama kita yaitu spirit dan akhlakiyah puasa Ramadhan, sehingga 1 Syawal harus menjadi imtidad lanjutan Ramadhan dengan tetap mempertahankan kebiasaan baik dalam ibadah dan kebiasaan interaksi dalam bermasyarakat dalam bingkai kesalehan sosial. Sebab Kata Syawwal itu sendiri artinya peningkatan. Inilah yang harus mengisi sebelas bulan ke depan dalam perjalanan hidup kita nantinya.


HIKMAH HARI RAYA IDUL FITRI

S
eorang muslim yang kembali kepada fitrahnya dia akan memiliki beberapa sikap atau perilaku (attitude): Pertama: Dia tetap istiqomah memegang agama tauhid yaitu Islam, dia tetap akan berkeyakinan bahwa Allah itu Maha Esa dan hanya kepada-Nya kita memohon. Kedua: Dalam kehidupan sehari-hari dia akan selalu berbuat dan berkata yang benar, walau kāna murron meskipun perkataan itu pahit. Ketiga: Dia tetap berlaku sebagai abid, yaitu hamba Allah yang selalu taatdan patuh kepada perintah-Nya sebagai contoh kita harus menghormati kedua orang tua kita baik orang tua kandung maupun mertua, jikalau sudah meninggal berziarahlah ketempat makam mereka untuk mendoakan agar dilapangkan kuburannya dan diampuni segala dosanya.

Selanjutnya, dalam bersosial kemasyaraktan mesti berlaku adil kepada siapapun; Amanah dalam menjalankan tugas yang dibebankan; Memenuhi janji apabila berjanji dan bersumpah akan hal itu; Bertanggung Jawab dan Jujur dalam melaksanakan tugas; Tidak melakukan perbuatan keji, mungkar dan permusuhan. Hal-hal yang disebutkan itu berdasarkan panduan kehidupan bersosial kemasyarakatan yang telah digariskan dengan sangat jelas oleh Allah ‘Azza Wa Jalla sebagai berikut:

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu): Berlaku adil dan Berbuat kebajikan, Memberi bantuan kepada kerabat, Dia melarang (melakukan): Perbuatan keji, Kemungkaran, dan Permusuhan. Dia memberi: Pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." [QS An-Nahl 16:90]

"●Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. [QS An-Nahl 16:91]

Mudah-mudahan berkat ibadah kita selama bulan Ramadhan yang dilengkapi dengan menunaikan Zakat Fitrah, Insya Allah kita termasuk orang-orang yang kembali kepada fitrahnya, karena ibadah puasa Ramadhan berfungsi sebagai tazkiyatun nafs. yaitu mensucikan jiwa. Sedangkan  Zakat Fitrah berfungsi sebagai tazkiyatul badan, yaitu mensucikan badan. Maka setelah selesai ibadah puasa dan menunaikan zakat, seorang muslim akan kembali kepada fitrah, yaitu suci jiwanya dan suci badannya.

Seorang muslim yang kembali kepada fitrahnya selain sebagai abid (hamba Allah) yang bertaqwa, dia juga akan memiliki kepekaan sosial yang tinggi seperti peduli kepada lingkungannya sebagaimana yang digariskan-Nya. Itulah beberapa indikator dari gambaran seorang yang kembali kepada fitrahnya setelah selesai menunaikan ibadah shaum Ramadhan sebulan lamanya, dan itu akan tampak pada dirinya setelah selesai puasa Ramadhan, mulai satu Shawwal dan seterusnya sampai bulan Ramadhan berikutnya.

Namun sebaliknya (mudah-mudahan tidak demikian), bila ketiga ciri fitrah tersebut tidak tampak pada diri seorang muslim mulai hari ini dan hari-hari berikutnya, maka berarti latihan dan pendidikan puasa Ramadhan yang telah dilakukannya selama sebulan tidak berhasil, karena dia tidak mampu kembali kepada fitrahnya.

Semoga semua warga masyarakat muslim di negara tempat tinggal masing-masing ini kembali kepada Fitrahnya, maka cita-cita Negara dalam berbangsa dan berantar bangsa dapat menjadi Negara (dan Negara Global) yang Adil dan Makmur dibawah ridha Allah ‘Azza wa Jalla dalam ungkapan firman-Nya Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghoffur”.




KESIMPULAN

U
ntuk itu, dalam kesempatan Hari Raya Idul Fitri yang suci ini, mari kita satukan niat tulus ikhlas dalam sanubari kita, kita hilangkan rasa benci, rasa dengki, rasa iri hati, rasa dendam, rasa sombong dan rasa bangga dengan apa yang kita miliki hari ini. Mari kita ganti semua itu dengan rasa kasih sayang dan rasa persaudaraan. Dengan hati terbuka, wajah yang berseri-seri serta senyum yang manis kita ulurkan tangan kita untuk saling bermaaf-maafan. Kita buka lembaran baru yang masih putih, dan kita tutup halaman yang lama yang mungkin banyak terdapat kotoran dan noda seraya mengucapkan Minal ‘Āidīn wal Faizīn - [2] Semoga kita termasuk orang-orang yang kembali pada fitrah sejati manusia dan mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat.

Oleh karena itu marilah kita jadikan Idul Fitri tahun 2019 ini lebih baik dari Idul Fitri di tahun-tahun sebelumnya. Mari kita perkuat rajutan sebelumnya menjadi tumbuh dan berkembang maju dengan penuh vitalitas, dan mampu memaksimalkan dalam bersilaturahim. Untuk itu mari meminta maaf, memberi maaf dan menjadi seorang pemaaf - karena kita tidak luput dari berbuat kesalahan. Jangan biarkan kedengkian dan kebencian merasuk kembali ke dalam jiwa kita yang telah suci di Hari nan Fitri ini.

"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia, dan berbuat baiklah (kepada semua orang dan lingkungan hidup) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan." [QS Al-Qashash 28:77]

Dengan tumbuh dan kuatnya paradigma hidup semacam itu. Insya Allah kedepan - di mellinnium ketiga ini umat manusia umumnya dan muslim khususnya dapat menjadikan kehidupan di muka bumi ini damai, selamat dan sejahtera. Damai, selamat dan sejahtera di dunia, dan mendapatkani surga jannatu na’im bagi yang beriman kepada-Nya dan melakukan kebajikan semasih hidup di dunia. Amīn Ya Rabb Al-‘Ālamīn.

تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ - Taqabbalallāhu minnā waminkum. [3] Artinya: “Semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadhan) kami dan engkau.” Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. □ AFM



Catatan Kaki
[1]  Di Amerika Serikat 1 Syawal 1440 Hijriah jatuh bertepatan tanggal 4 Juni 2019 Masehi berdasarkan Fiqh Council of North American Calendar USA
[2] Ucapan minal 'āidin wal-faidzīn ini menurut seorang ulama tidaklah berdasarkan dari generasi para sahabat ataupun para ulama setelahnya (Salafus Salih). Kalimat minal 'āidīn wal-fāidzīn ini mulanya berasal dari seorang penyair pada masa Al-Andalus, yang bernama Shafiyuddin Al-Huli, ketika dia membawakan syair yang konteksnya mengisahkan dendang wanita di hari raya.
Kalimat minal 'āidīn wal-fāidzīn diterjemahkan menjadi "semoga kita semua tergolong orang yang kembali dan berhasil". jadi arti minal 'āidīn wal-fāidzīn yang diucapkan saat Idul Ftri adalah do’a dan harapan agar kita semua menjadi golongan orang yang kembali ke fitrah atau suci.
Fitrah yang sejati itu mengandung kebaikan, kemuliaan, kejujuran, dan persaudaraan. Bererhasil memiliki makna dalam berpuasa kita berhasil atau mampu menahan hawa nafsu.
minal 'āidīn wal-fāidzīn” lebih menyimpan arti pencapaian seorang mukmin setelah berpuasa penuh dan melawan hawa nafsunya dengan beribadah kepada Tuhannya di bulan Ramadan.
[3] Tradisi yang kerap dilakukan para sahabat ketika merayakan Idul Fitri. Mereka biasa mengucapkan selamat kepada para Muslim yang berhasil menjalankan puasa selama sebulan penuh.
Lafal ucapan tersebut yaitu, "Taqabbalallāhi minnā wa minkum." Artinya: Semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadan) kami dan engkau."
Ucapan di atas ada yang menambahkan dengan " Taqabbal yā karīm, wa ja'alanāllāhu wa iyyākum minal 'āidīn wal fāidzīn." Ada juga yang menambahi dengan "Wal maqbūlin kullu 'ammin wa antum bi khair."
Jika dirangkai, maka lafalnya berbunyi:
"Taqabbalallāhi minnā wa minkum taqabbal yā karīm, wa ja'alanāllāhu wa iyyākum minal 'āidīn wal fāidzīn wal maqbūlin kullu 'ammin wa antum bi khair."
Artinya, "Semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadhan) kami dan kamu. Wahai Allah Yang Maha Mulia, terimalah! Dan semoga Allah menjadikan kami dan kamu termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang serta diterima (amal ibadah). Setiap tahun semoga kamu senantiasa dalam kebaikan." Jika terlalu panjang, cukup menggunakan kalimat 'Taqabbalallāhu minna wa minkum.'
"Jika Para sahabat Rasulullah saling bertemu di hari raya, sebagiannya mengucapkan kepada sebagian lainnya, 'Taqabbalallāhu minnā wa minkum'." “taqabbalallāhu minnā wa minkum” adalah bacaan yang telah sempurna struktur kalimatnya. Selain itu, bacaan ini adalah paling populer di kalangan sahabat Nabi Muhammad Shalallāhu 'Alaihi Wasallam.


Bahan Bacaan
●pustaka.abatasa.co.id, makna idul fitri
●buletinmitsal,wordpress,com, idul fitri
●rumahfiqih.com, Ahmad Sarwat, Lc., MA
●berjibaku.com, pengertian idul fitri serta makna hari
●facebook.com, muhasabah dan doa
●nu.or.id, makna dan hikmah idul firi, Hadi Mulyanto S, Pd, I
●kalenderindonesia2015.blogspot.com,makna dan hikmah hari raya idul fitri 2015
●https://www.liputan6.com/ramadan/read/3976286/arti-minal-aidin-wal-faidzin-yang-sesungguhnya-ketahui-maknanya
●afaisalmarzuki.blogspot.com, tatanan masyarakat dalam al quran □□

Blog Archive