MAKNA DAN HIKMAH HARI RAYA IDUL FITRI
BAGI UMMAT MUSLIM DAN KEDAMAIAN DUNIA
Oleh: A. Faisal Marzuki
Mari kita pegang teguh
nilai dan spirit Shaum Ramadhan
untuk 11 bulan berikutnya
untuk 11 bulan berikutnya
PENDAHULUAN
K
|
alender Hijriyah dihitung berdasarkan
tanggalan bulan (lunar, tanggalan Qomariyah),
Jadi kenapa pada tanggal 3 Juni 2019 waktu Isya tidak lagi melakukan shalat
taraweh seperti sehari sebelumnya, tidak lain adalah karena begitu waktu
Maghrib tiba di situlah 1 Syawal 2019 Hijriyah dimulai dan berakhirnya pada
waktu Maghrib tanggal 3 Juni 2019, malam takbiran. Namun shalat Idul Fitrinya
pada siang hari tanggal 4 Juni 2019. [1] Berlainan dengan tanggal Gregorian,
tanggalan matahari (tanggalan Syamsiyah)
hari barunya dihitung mulai tengah malam 12:00 PM (24:00 atau waktu 00:00).
Ketika kita tidak melakukan sholat
taraweh lagi, maka umat Islam dari segala penjuru dunia mengumandangkan alunan
suara takbir, tasbih, tahmid dan tahlil menurut masing-masing zona waktu
setempat. Praktis secara global (kelima benua dunia - Asia, Afrika, Eropah,
Amerika dan Australia) Umat Islam ketika itu tidak henti-hentinya
sambung-bersambung dari satu zona ke zona berikutnya bertakbir (bermalam
takbiran). Hal ini sungguh merupakan manifestasi kebahagiaan setelah berhasil
memenangi ibadah puasa Ramadhan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kita kepada
Allah Subhāna Wa Ta’ālā atas
kemenangan besar yang telah kita peroleh dari menjalankan ibadah puasa Ramadhan
selama satu bulan penuh. Sebagaimana firman Allah Subhāna Wa Ta’ālā yang artinya:
●“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Dan Rasulullah Shalalallāhu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya:
●“Hiasilah hari rayamu dengan takbir.”
Takbir yang dilakukan itu adalah
sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah ‘Azza wa Jalla. Kalimat tasbih kita tujukan untuk mensucikan atas
kesempurnaan segala sesuatu yang diciptakan-Nya dan yang ditetapkan-Nya.
Ditambah lagi kalimat tahmid sebagai puji syukur yang kita tujukan atas
ke-Rahman-an dan ke-Rahim-an-Nya yang tidak pernah pilih kasih kepada seluruh
hamba-Nya. Sementara tahlil kita lantunkan untuk memperkokoh keimanan kita
bahwa Dialah Dzat Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa.
MAKNA HARI RAYA IDUL FITRI
H
|
ari raya Idul Fitri adalah puncak dari
pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan. Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan
erat dengan tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa itu sendiri yaitu
menjadi manusia yang bertaqwa. Secara etymology
(ilmu bahasa) kata Id berdasar dari akar kata āda –
yaūdu
yang artinya kembali. Sedangkan Fitri bisa berarti buka puasa untuk makan, dan juga berarti suci. Adapun Fitri yang berarti buka puasa, pengertian ini
diambil dari akar kata ifthar (sighat mashdar dari aftharo - yufthiru). Hal ini bersesuaian
hadits Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi
Wasallam yang artinya, “Dari Anas bin Malik: “Tidak sekali pun Nabi
Muhammad Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam
pergi (untuk shalat) pada Hari Raya Idul Fitri tanpa makan beberapa kurma
sebelumnya." Dalam Riwayat lain, "Nabi Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam makan kurma dalam jumlah ganjil."
[HR Al-Bukhari].
Dengan demikian, makna Idul Fitri
berdasarkan uraian di atas adalah Hari Raya dimana umat Islam dalam keadaan suci
atau bersih, setelah melakukan amalan-amalan ibadah selama bulan Ramadhan disamping
bermakna pula kembali berbuka atau makan seperti biasa sebelum bulan Ramadhan.
Oleh karena itulah salah satu sunah sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri
adalah makan atau minum walaupun sedikit. Hal ini untuk menunjukkan bahwa Hari
Raya Idul Fitri 1 Syawal itu waktunya berbuka dan haram untuk berpuasa.
Sedangkan kata Fitri yang berarti suci,
bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, keburukan berdasarkan dari akar
kata fathoro - yafthiru. Hal ini bersesuaian hadits Rasulullah
Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam yang
artinya “Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan
semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni segala dosa-dosanya
yang telah lalu." (Muttafaq ‘Alaih). Barang siapa yang shalat malam di
bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho
Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq ‘Alaih). Dari
penjelasan ini dapat disimpulkan pula bahwa Idul Fitri bisa berarti kembalinya
kita kepada keadaan suci, atau keterbebasan dari segala dosa dan noda sehingga
berada dalam kesucian (fitrah).
Jadi yang dimaksud dengan Idul Fitri dalam konteks ini berarti kembali kepada asal kejadiannya yang suci dan mengikuti petunjuk Islam yang benar. Bagi umat Islam yang telah lulus melaksanakan Ibadah puasa di bulan Ramadhan akan diampuni dosanya sehingga menjadi suci kembali seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan Ibunya. Sebagaimana Sabda Nabi Shalallāhu 'Alaihi Wasallam yang Artinya: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci.”
Dari uraian diatas dapat kita lihat
bahwa makna Idul Fitri itu di kalangan para ulama ada tiga pengertiannya
sebagai berikut:
●Ada
yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada kesucian. Artinya setelah
selama bulan Ramadhan umat Islam melatih diri menyucikan jasmani dan ruhaninya,
dan dengan harapan pula dosa-dosanya diampuni oleh Allah Subhāna Wa Ta’ālā, maka memasuki hari Raya 1 Syawal mereka telah menjadi suci lahir dan batin.
●Ada
yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada fitrah atau naluri religius.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 183, bahwa tujuan puasa
adalah agar orang yang melakukannya menjadi orang yang taqwa atau meningkat
kualitas religiusitasnya.
●Ada
pula yang mengartikan bahwa Idul Fitri yaitu kembali kepada keadaan dimana umat
Islam diperbolehkan lagi makan dan minum di siang hari seperti biasa - diluar
bulan Ramadhan.
Dari ketiga makna tersebut dapat
disimpulkan bahwa dalam memasuki Idul Fitri umat Islam diharapkan mencapai
kesucian lahir batin dan meningkat kualitas religiusitasnya. Salah satu ciri
manusia religius adalah memiliki kepedulian terhadap nasib kaum yang sengsara
(tidak atau belum dapat memenuhi kebutuhan hidup sebagaimana mestinya). Dalam
surah Al-Ma’un ayat 1 sampai 3 disebutkan bahwa, “Tahukah kamu (orang) yang
mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak
mendorong mereka memberi makan orang miskin.”
Penyebutan anak yatim dalam ayat ini
merupakan representasi dari kaum (anak atau orang yang masih perlu diasuh –
karena belum dapat mandiri) yang sengsara (karena tidak ada yang menanggungnya
dan belum mampu menanggung dirinya sendiri).
Oleh karena itu dapat kita pahami,
bahwa umat Islam yang mampu, wajib memberikan zakat fitrah kepada kaum fakir
miskin, pemberian zakat tersebut paling lambat sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri.
Aturan ini dimaksudkan agar pada waktu umat Islam yang mampu bergembira ria
merayakan Idul Fitri, orang-orang miskin pun dapat merasakan hal yang sama.
Agama Islam sangat menekankan
harmonisasi hubungan antara si kaya dan si miskin. Orang-orang kaya diwajibkan
mengeluarkan zakat mal (harta) untuk dibagikan kepada kaum fakir miskin. Dan
dapat dilihat dari ayat di atas bagaimana penekanan untuk menghindari adanya
kesenjangan sosial, dimana ketika menyebutkan anak yatim dan orang miskin.
Dapat dilihat bahwa anak yatim dan orang miskin tidak hanya untuk orang Islam
tapi seluruh manusia yang menyandang yatim dan kemiskinan.
Dari uraian di muka dapat disimpulkan,
bahwa Idul Fitri (yang sebelumnya didahului melakukan shaum – puasa Ramadhan)
merupakan puncak dari suatu metode pendidikan mental yang berlangsung selama
satu bulan Ramadhan untuk mewujudkan profil manusia yang suci lahir dan batin,
memiliki kualitas keberagamaan yang tinggi, dan memelihara hubungan sosial yang
harmonis.
Begitulah pentingnya silaturahim (social relationship within care each other)
sebagaimana Sabda Rasulullah Shalallāhu
‘Alaihi Wasallam yang artinya:
“Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan melainkan
keduanya akan diampuni (dosanya) sebelum mereka berpisah.” [HR Daud, Tirmidzi dan
Ibnu Majah].
Kini kita dengan rasa suka cita dan
senang karena kita menyambut hari kemenangan. Bersamaan dengan itu pula kita
merasakan sedih yang bercampur dengan linangan air mata bahagia. Last but
not lease, kita kemudiannya di tinggalkan bulan Ramadhan yang penuh Berkah, Maghfiroh dan Rahmat Allah Subhāna Wa Ta’ala.
Banyak pelajaran dan hikmah, faedah dan fadhilah yang kita dapatkan.
Kini bulan Ramadhan telah
berlalu, tapi satu hal yang tidak boleh meninggalkan kita dan harus tetap
bersama kita yaitu spirit dan akhlakiyah puasa Ramadhan, sehingga 1 Syawal
harus menjadi imtidad lanjutan Ramadhan dengan tetap mempertahankan kebiasaan
baik dalam ibadah dan kebiasaan interaksi dalam bermasyarakat dalam bingkai
kesalehan sosial. Sebab Kata Syawwal itu sendiri artinya peningkatan.
Inilah yang harus mengisi sebelas bulan ke depan dalam perjalanan hidup kita
nantinya.
HIKMAH HARI RAYA IDUL FITRI
S
|
eorang muslim yang kembali kepada
fitrahnya dia akan memiliki beberapa sikap atau perilaku (attitude):
Pertama:
Dia tetap istiqomah memegang agama tauhid yaitu Islam, dia tetap akan
berkeyakinan bahwa Allah itu Maha Esa dan hanya kepada-Nya kita memohon. Kedua:
Dalam kehidupan sehari-hari dia akan selalu berbuat dan berkata yang benar, walau kāna murron
meskipun perkataan itu pahit. Ketiga: Dia tetap berlaku sebagai abid, yaitu hamba Allah yang selalu taatdan patuh
kepada perintah-Nya sebagai contoh kita harus menghormati kedua orang tua kita
baik orang tua kandung maupun mertua, jikalau sudah meninggal berziarahlah
ketempat makam mereka untuk mendoakan agar dilapangkan kuburannya dan diampuni
segala dosanya.
Selanjutnya, dalam bersosial
kemasyaraktan mesti berlaku adil kepada
siapapun; Amanah dalam menjalankan tugas
yang dibebankan; Memenuhi janji apabila berjanji dan bersumpah akan hal itu; Bertanggung Jawab dan Jujur
dalam melaksanakan tugas; Tidak melakukan perbuatan
keji, mungkar dan permusuhan. Hal-hal yang disebutkan itu berdasarkan
panduan kehidupan bersosial kemasyarakatan yang telah digariskan dengan sangat
jelas oleh Allah ‘Azza Wa Jalla
sebagai berikut:
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu): ●Berlaku adil dan ●Berbuat kebajikan, ●Memberi bantuan kepada
kerabat, Dia melarang (melakukan): ●Perbuatan keji, ●Kemungkaran, dan ●Permusuhan. Dia memberi: ●Pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran." [QS An-Nahl 16:90]
"●Dan tepatilah janji dengan
Allah apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah
diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah
itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. [QS An-Nahl 16:91]
Mudah-mudahan berkat ibadah kita selama
bulan Ramadhan yang dilengkapi dengan menunaikan Zakat Fitrah, Insya Allah kita
termasuk orang-orang yang kembali kepada fitrahnya, karena ibadah puasa
Ramadhan berfungsi sebagai tazkiyatun nafs. yaitu
mensucikan jiwa. Sedangkan Zakat
Fitrah berfungsi sebagai tazkiyatul badan,
yaitu mensucikan badan. Maka setelah selesai
ibadah puasa dan menunaikan zakat, seorang muslim akan kembali kepada fitrah,
yaitu suci jiwanya dan suci badannya.
Seorang muslim yang
kembali kepada fitrahnya selain sebagai abid (hamba Allah)
yang bertaqwa, dia juga akan memiliki kepekaan sosial yang tinggi seperti
peduli kepada lingkungannya sebagaimana yang digariskan-Nya. Itulah beberapa
indikator dari gambaran seorang yang kembali kepada fitrahnya setelah selesai
menunaikan ibadah shaum Ramadhan sebulan lamanya, dan itu akan tampak pada
dirinya setelah selesai puasa Ramadhan, mulai satu Shawwal dan seterusnya
sampai bulan Ramadhan berikutnya.
Namun sebaliknya (mudah-mudahan
tidak demikian), bila ketiga ciri fitrah tersebut tidak tampak pada diri
seorang muslim mulai hari ini dan hari-hari berikutnya, maka berarti latihan
dan pendidikan puasa Ramadhan yang telah dilakukannya selama sebulan tidak
berhasil, karena dia tidak mampu kembali kepada fitrahnya.
Semoga semua warga
masyarakat muslim di negara tempat tinggal masing-masing ini kembali kepada
Fitrahnya, maka cita-cita Negara dalam berbangsa dan berantar
bangsa dapat menjadi Negara (dan Negara Global) yang Adil dan Makmur dibawah
ridha Allah ‘Azza wa Jalla dalam ungkapan firman-Nya “Baldatun
Toyyibatun Warobbun Ghoffur”.
KESIMPULAN
U
|
ntuk itu, dalam kesempatan Hari Raya
Idul Fitri yang suci ini, mari kita satukan niat tulus ikhlas dalam sanubari
kita, kita hilangkan rasa benci, rasa dengki, rasa iri
hati, rasa dendam, rasa sombong dan rasa bangga dengan apa yang kita miliki
hari ini. Mari kita ganti semua itu dengan
rasa kasih sayang dan rasa persaudaraan. Dengan hati terbuka, wajah yang
berseri-seri serta senyum yang manis kita ulurkan tangan kita untuk saling
bermaaf-maafan. Kita buka lembaran baru yang masih putih, dan kita tutup
halaman yang lama yang mungkin banyak terdapat kotoran dan noda seraya
mengucapkan Minal ‘Āidīn wal Faizīn - [2] Semoga kita
termasuk orang-orang yang kembali pada fitrah sejati manusia dan mendapatkan
kebahagian dunia dan akhirat.
Oleh karena itu marilah kita jadikan
Idul Fitri tahun 2019 ini lebih baik dari Idul Fitri di tahun-tahun sebelumnya.
Mari kita perkuat rajutan sebelumnya menjadi tumbuh dan berkembang maju dengan
penuh vitalitas, dan mampu memaksimalkan dalam bersilaturahim. Untuk itu mari
meminta maaf, memberi maaf dan menjadi seorang pemaaf - karena kita tidak luput
dari berbuat kesalahan. Jangan biarkan kedengkian dan kebencian merasuk kembali
ke dalam jiwa kita yang telah suci di Hari nan Fitri ini.
"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu
lupakan bagianmu di dunia, dan berbuat baiklah
(kepada semua orang dan lingkungan hidup) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak
menyukai orang yang berbuat kerusakan." [QS Al-Qashash 28:77]
Dengan tumbuh dan kuatnya paradigma
hidup semacam itu. Insya Allah kedepan - di mellinnium ketiga ini umat manusia
umumnya dan muslim khususnya dapat menjadikan kehidupan di muka bumi ini damai,
selamat dan sejahtera. Damai, selamat dan sejahtera di dunia, dan mendapatkani
surga jannatu
na’im bagi yang beriman kepada-Nya dan melakukan kebajikan semasih
hidup di dunia. Amīn Ya Rabb Al-‘Ālamīn.
تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ - Taqabbalallāhu minnā waminkum. [3] Artinya:
“Semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadhan) kami dan engkau.” Billāhit Taufiq wal-Hidāyah.
♥
□ AFM
Catatan Kaki
[1] Di Amerika Serikat 1 Syawal 1440 Hijriah
jatuh bertepatan tanggal 4 Juni 2019 Masehi berdasarkan Fiqh Council of North
American Calendar USA
[2]
Ucapan
minal 'āidin wal-faidzīn ini menurut
seorang ulama tidaklah berdasarkan dari generasi para sahabat ataupun para
ulama setelahnya (Salafus Salih).
Kalimat minal 'āidīn wal-fāidzīn ini
mulanya berasal dari seorang penyair pada masa Al-Andalus, yang bernama
Shafiyuddin Al-Huli, ketika dia membawakan syair yang konteksnya mengisahkan
dendang wanita di hari raya.
Kalimat
minal 'āidīn wal-fāidzīn diterjemahkan
menjadi "semoga kita semua tergolong orang yang kembali dan
berhasil". jadi arti minal 'āidīn
wal-fāidzīn yang diucapkan saat Idul Ftri adalah do’a dan harapan agar kita
semua menjadi golongan orang yang kembali ke fitrah atau suci.
Fitrah
yang sejati itu mengandung kebaikan, kemuliaan, kejujuran, dan persaudaraan.
Bererhasil memiliki makna dalam berpuasa kita berhasil atau mampu menahan hawa
nafsu.
“minal 'āidīn wal-fāidzīn” lebih
menyimpan arti pencapaian seorang mukmin setelah berpuasa penuh dan melawan
hawa nafsunya dengan beribadah kepada Tuhannya di bulan Ramadan.
[3]
Tradisi
yang kerap dilakukan para sahabat ketika merayakan Idul Fitri. Mereka biasa
mengucapkan selamat kepada para Muslim yang berhasil menjalankan puasa selama
sebulan penuh.
Lafal
ucapan tersebut yaitu, "Taqabbalallāhi minnā wa minkum." Artinya: Semoga
Allah menerima (amal ibadah Ramadan) kami dan engkau."
Ucapan
di atas ada yang menambahkan dengan " Taqabbal yā karīm, wa ja'alanāllāhu
wa iyyākum minal 'āidīn wal fāidzīn." Ada juga yang menambahi dengan
"Wal maqbūlin kullu 'ammin wa antum bi khair."
Jika
dirangkai, maka lafalnya berbunyi:
"Taqabbalallāhi
minnā wa minkum taqabbal yā karīm, wa ja'alanāllāhu wa iyyākum minal 'āidīn wal
fāidzīn wal maqbūlin kullu 'ammin wa antum bi khair."
Artinya,
"Semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadhan) kami dan kamu. Wahai Allah
Yang Maha Mulia, terimalah! Dan semoga Allah menjadikan kami dan kamu termasuk
orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang serta diterima (amal
ibadah). Setiap tahun semoga kamu senantiasa dalam kebaikan." Jika terlalu
panjang, cukup menggunakan kalimat 'Taqabbalallāhu minna wa minkum.'
"Jika Para sahabat Rasulullah saling
bertemu di hari raya, sebagiannya mengucapkan kepada sebagian lainnya,
'Taqabbalallāhu minnā wa minkum'." “taqabbalallāhu minnā wa minkum” adalah
bacaan yang telah sempurna struktur kalimatnya. Selain itu, bacaan ini adalah
paling populer di kalangan sahabat Nabi Muhammad Shalallāhu
'Alaihi Wasallam.
Bahan Bacaan
●pustaka.abatasa.co.id, makna idul
fitri
●buletinmitsal,wordpress,com, idul
fitri
●rumahfiqih.com, Ahmad Sarwat, Lc., MA
●berjibaku.com, pengertian idul fitri
serta makna hari
●facebook.com, muhasabah dan doa
●nu.or.id, makna dan hikmah idul firi,
Hadi Mulyanto S, Pd, I
●kalenderindonesia2015.blogspot.com,makna
dan hikmah hari raya idul fitri 2015
●https://www.liputan6.com/ramadan/read/3976286/arti-minal-aidin-wal-faidzin-yang-sesungguhnya-ketahui-maknanya
●afaisalmarzuki.blogspot.com, tatanan
masyarakat dalam al quran □□