Friday, January 11, 2019

Siapa Kita? Telaah Qur’anik 2

 

Kelebihan dan Kekurangan Manusia

M
anusia disamping mempunyai kelebihan (daya akal, daya kognitif juga) bersamaan dengan itu mempunyai kelemahan (dhaif). Dalam kedhaifannya itu sering termakan dengan rayuan-rayuan atau imajinasi yang menggiurkan yang notabene adalah ulah dan memperturutkan hawa nafsu (nafsu negatif) manusia. Kecenderungan negatif itu diperhebat lagi oleh bisikan syeitan atau iblis yang pekerjaannya selalu menggoda atau menyesatkan manusia. Kalau inisiatif jahat tidak timbul dari diri sendiri, maka iblis membisikkannya. Begitu mengancamnya perbuatan iblis itu (simak kisah Adam dan Hawa di Surga pada surat Al-A’rāf 7:19-25).

Untuk keselamatan hidup manusia di planet bumi ini, kelak juga di hari-kemudian, maka Tuhan telah melengkapi pada diri manusia peralatan yang kita tidak sadari sangat canggih (malah menurut psikologi-eksperimen melebihi kemampuan otak) berupa komponen ‘bio-spiritual’ yang tidak terdapat pada makhluk-makhluk lain yaitu berupa consciousness (kesadaran) atau dalam istilah agama disebut ‘hati’ atau boleh juga disebut ‘hati-nurani’ atau ‘qalbu’ (’kalbu’). Manifestasi dari hati-nurani atau qalbu ini keluar dalam bentuk adanya kesadaran tentang moral, integritas, kesadaran baik, menimbang mana yang baik dan mana yang buruk kemudian mengikuti yang baiknya, inilah yang disebut akhlak. Dengan kesadaran akhlak ini manusia selalu terbimbing dengan baik.

Hati atau kalbu adalah indera dari ‘akal-batin’. Yaitu suatu visi yang mampu menangkap kebenaran, rasa keadilan dan nilai-nilai baik atau hakikat-hakikat yang baik dan benar. Tahu diri itu datangnya dari sini. Sesuatu yang terbaik dan benar inilah motivasinya dalam bekerja. Motivasinya massif, melebihi kemampuan akal-otak. Kalau kita menyebutkan hati atau hati-nurani atau kalbu, maka para psikolog menyebutnya ‘EI’ (baca i-ai). Yaitu kependekan dari ‘Emotional Intelligence’ yang lebih ampuh dari ‘IQ’ (baca ai-kyuw) yaitu kependekan dari ‘Intelligence Quotient’ artinya derajat kecerdasan. Jadi para pakar psikologi modern kini beralih dari kekagumannya kepada ‘ai-kyuw’ kini beralih kepada ‘i-ai’, makna mana bersesuaian dengan al-Qur’an. Kalbu mampu membedakan mana yang moral dan a-moral, jujur dan curang, korupsi dan yang jujur, kriminal dan budi baik. Akal-Otak, tidak tahu nilai.  Sedang Akal-Hati, tahu.

Ketika Tuhan hendak mencipta manusia dengan teknologi ‘bio-ruh’ yang super super super canggih, berkatalah para malaikat kepada Tuhan: “Kenapa hendak Engkau jadikan lagi makhluk di muka bumi? Pertanyaan yang sangat esensial ini dijawab-Nya dengan pasti dan mantap serta penuh wibawa kebesaran-Nya yang artinya:

“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” [21]

Pertanyaan para malaikat itu timbul berdasarkan pengalaman selama ini menyaksikan makhluk Tuhan yang lainnya, dimana sering terjadi pertumpahan darah. Jelas disini ketika itu adalah bukan ‘manusia’ yang sedang Tuhan akan ciptakan. Ada yang menyebutkan makhluk jin. Tapi boleh jadi makhluk Homo sebelum Sapiens dan Homo Sapiens yang sudah punah pula. Namun ditemukan dalam bentuk ‘fossil’ oleh para arkeologi. Sementara manusia yang sekarang ini adalah “Homo Deus” lebih tepatnya Manusia Khalifah dari pada Manusia (yang menyerupai) Tuhan.

Adapun kemudiannya ada seperti yang disinyalir oleh malaikat, itu berarti nafsu-khewan homo sebelum sapiens dan homo sapiens telah ditirunya baik sadar atau tidak. Nilai-nilai kekhewanan homo sapiens telah menjadi panutannya, sedangkan nilai-nilai manusia-khalifah yang pada dirinya ada kalbu telah tidak disadarinya atau mungkin disadari tapi diabaikan (simak pertikaian anak Adam AS antara Habil dan Qabil, suatu peristiwa tragis kali pertama dalam sejarah manusia terjadi pembunuhan yang membawa korban kematian. [22] Padahal Tuhan telah memberikan fasilitas perangkat keras kepada manusia berupa kalbu-hatinurani. Seandainya itu digunakan dengan baik dalam mengendalikan atau memerangi ‘hawanafsu’. Hawanafsu negatif yang perlu dibersihkan. Caranya, membersihkan ‘kalbu’ melalui ‘Tazkiyatun Nafs” - Membersihkan Jiwa/Kalbu. [23] [24] Maka ia betul-betul akan mampu mengemban amanahnya itu sebagai ‘manusia khalifah’. Pada diri manusia ada kekuatan akal-otak (rasio, intelligence quotient) dan akal-rohani (kalbu, emotional intelligence). Kalau saja otak-rohani yang bersumber dari ruh (buatan langsung dari) Tuhan digunakan untuk mengontrol akal-otak, maka jadilah manusia berkekuatan tinggi (human super power, insanul kamil) sebagaimana firman-Nya menyebutkan yang artinya:

“Setelah Aku sempurnakan bentuknya (jasad yang berasal dari saripati tanah di bumi yang dilengkapi dengan instink, nafsu, panca indra, akal-otak) dan Aku tiupkan kepadanya ruh-Ku (buatan Allah yang sangat istimewa yang berasal dari langit berupa ruh-jiwa yang mengandung pula akal-ruhani”. [25]

Artian dari ayat diatas didukung dari firman-Nya juga yang artinya:

“Kemudian dibentuk-Nya dan ditiupkan ke dalam (cangkang badan, casing) sebagian dari ruh-Nya. Dan dijadikanya untuk kamu pendengaran, penglihatan dan hati [26].” [27]

Kehidupan manusia penuh misteri itu, mengundang banyak tanya dari rasa keingintahuannya, malah mengundang perdebatan sengit dikalangan ahli filsafat manusia (mencari kebenaran dengan akal otak semata terutama kalangan sekuler/barat) dan ahli ilmu biologi dan ahli-ahli yang bertalian dengan life sciences. Padahal YANG MAHA TAHU telah menurunkan KITAB-NYA sebagi rujukan yang lengkap dan menyeluruh - comprehensive dalam mengarungi lautan kehidupan agar selamat dari pangkalan dunia menuju pelabuhan akhirat.


Penutup

D
ari uraian dengan pengungkapan seperti tersebut diatas, jelaslah kini siapakah kita sebenarnya? Oleh karena peranan manusia itu tidak main-main. Juga ada tantangan, rintangan dan musuh, ‘the matter of life and dead’. Sukses atau tidaknya kita dalam hidup ini. Baik diri sendiri, keluarga dan masyarakat, bahkan negara dan dunia, disamping kita telah diciptakan dengan sempurna dengan adanya akal-otak (IQ, ai-kyuw) dan akal-rohani (EI, i-ai) sebagi perangkat keras kita. Tuhan, Rabbin Nās, secara tidak tanggung-tanggung dalam membina dan memelihara manusia [28] telah pula menurunkan piranti lunak (software) berupa al-Quran (dan Al-Hadits), malah tidak jarang Tuhan telah memberikan petunjuk berupa hidayah atau ilham. Tidak jarang pula setelah orang membaca al-Qur’an memohon kepada-Nya diberi petunjuk dan hidayah agar mengetahui makna yang dikandung al-Qur’an.

Tilka āyātul kitābil hakīm
Inilah ayat-ayat [29] dalam Kita yang penuh hikmah [30]

Hudaw wa rahmatal lil mukhsinīn
Menjadikan (Kitab itu sebagai) pimpinan [31] dan rahmat [32] untuk mukhsinin [33]. [34]

Demikian Tuhan telah menciptakan manusia dengan tujuan sebagai khalifah di muka bumi. Manusia memperolehnya tergantung dari usaha manusia sendiri [35] Berusaha yang terbaik itu adalah usaha berjamaah dalam organisasi [36] [37] dengan berbekal ilmu dan teknologi. [38]

Last but not least, Dr. George Sarton (1884-1956) seorang chemist dan historian of science mengatakan:

Greek Civilisation end in failure, not because of the lack of intelligence. But because of the lack of morality, of character.”

“Berakhirnya peradaban Yunani karena suatu kesalahan yang bukan karena tidak adanya akal dari orang-orang pandainya - akal-otak. Tetapi karena tidak adanya moral integritas - akal-rohani.

Dengan uraian yang sangat padat ini kiranya cukup menjadi terang bagi kita kini - ‘Siapa Kita’. Allāhu A’lam bish-Shawab, billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM


Serial ke:    1     2



Catatan Kaki:
[1] Dan berpegang eratlah kamu dengan hublillāh (tali Allah, Al-Qur’an). (QS Āli ‘Imrān 3:103). Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah, dan tali (perjanjian) dengan manusia. (QS Āli ‘Imrān 3:112) 
[2] Tidak ada paksaan dalam agama, (karena) sesunggunya telah jelas jalan yang benar dan jalan yang salah, dan siapa yang tidak percaya kepada ‘tahagut’, [3] dan percaya kepada Allah, sesungguhnya dia telah berpegang kepada tali Allah yang teguh dan tidak akan putus. (QS Al-Baqarah 2:256)
[3] Thagut artinya berhala, syeithan dan juga penganjur-penganjur kejahatan dan kesesatan.
[4] Frederich Nietzsche (1844-1900), filsuf Jerman, seorang pemikir yang sangat mempengaruhi alam pikiran moderen. Kritik terhadap alam masyarakat barat tempat dimana dia berasal dan hidup banyak dilakukannya, terutama terhadap kebudayaan, agama Kristen, konformisme, nasionalisme dan rasa dendam mewarnai isi renungannya.
[5] Albert Camus (1913-1960), pengarang Perancis berhaluan eksistensialis. Kesia-siaan hidup (absurditas) menjadi inspirasi penulisan novel-novelnya. Tahun 1957 mendapat hadiah Nobel untuk kesusasteraan.
[6] Manusia Multi Dimensional, sebuah renungan filsafat, M. Sastrapratedja, editor, PT Gramedia, Jakarta, 1982. Halaman xi.
[7] “Dan Kami lebihkan mereka (anak-anak keturunan Adam AS) dari kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan, dengan kelebihan yang sempurna.” [QS Al-Isrā’ 17:70]
[8] Dan ketika Tuhan menyatakan kepada malaikat: Aku menempatkan khalifah di muka bumi. (QS Al-Baqarah 2:30]
[9] Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi,…[QS An-Nūr 24:55]
[10]”…Dia menciptakan kamu dari bumi, dan meramaikan di dalamnya..” Dalam tafsir Buya Hamka Juz 12 mengenai surah Hūd halaman 82 disebutkan bahwa kata meramaikan (was-ta’marakum) yaitu menyubur-makmurkan bumi. [QS Hūd 11:61]
[11] Yaitu konsep ta’aruf dalam ajaran Islam sebagai berikut:
   “Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu ta’aruf (saling kenal mengenal). [QS Al-Hujurāt 49:13]
   Ta’aruf, artinya kemauan orang yang siap hidup bersama dengan orang atau bangsa lain dalam ‘perbedaan’. Perbedaan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, kalau mengerti akan konsep ta’aruf.
   Lebih jelas lagi dalam penjabaran prinsip ta’ruf ini meliputi: Ta’aruf; Tafahum; Ta’awun dan Itsar. Maknanya adalah (T) Ta’aruf yakni saling mengenal; (T) Tafahum yakni saling memaklumi latar belakang hidup, keyakinan dan pandangan hidup; namun dapat melakukan (T) Ta’awun yakni kerja sama dalam masalah hubungan sesama manusia; (I) Itsar yakni tidak saling bertengkar, tidak saling memusuhi, tidak saling memerangi melainkan pacifist - damai.
[12] https://rumaysho.com/13101-ilmu-dunia-engkau-lebih-paham.html
[13] Abu al-Qasim Abbas ibn Firnas ibn Wirdas al-Takurini, juga dikenal sebagai Abbas ibn Firnas, adalah seorang polymath Andalusia: seorang penemu, dokter, ahli kimia, insinyur, musisi Andalusia, dan penyair berbahasa Arab.  [14]
[14] https://en.wikipedia.org/wiki/Abbas_ibn_Firnas
[15] Wright Bersaudara yang terdiri dari dua orang kakak beradik, Orville Wright (19 Agustus 1871 - 30 Januari 1948) dan Wilbur Wright (16 April 1867 - 30 Mei 1912), secara umum dihargai atas desain dan perancangan pesawat terbang efektif pertama, dan membuat penerbangan terkendali pertama menggunakan pesawat terbang bermesin yang lebih berat daripada udara, bersama dengan pendirian tonggak sejarah lainnya dalam bidang era dirgantara.
   Pada pukul 10:35 pagi (10:35 WIB malam) dalam cuaca dingin yang mendung pada tanggal 17 Desember 1903, Wright Bersaudara menerbangkan untuk pertama kalinya pesawat udara berkendali sejauh empat mil di dekat wilayah berbukit pasir di Kitty Hawk, North Carolina. Mereka menyaksikan pesawat Wright Flyer dikemudikan oleh Orville, mengangkasa selama 12 detik. Kemudian pesawat tersebut turun kembali setelah mencapai 37 meter dari tanah. Penerbangan tersebut merupakan penerbangan pesawat yang pertama dalam sejarah. Pesawat tersebut pada awalnya dinamai Wright Flyer, tetapi sekarang lebih populer dengan nama "Kitty Hawk". Pesawat Flyer yang asli kini terdapat di Museum Dirgantara di Washington. D.C., Amerika Serikat. [16]
[16] https://en.wikipedia.org/wiki/Wright-brothers
[17] QS Al-Ahzāb 33:72
[18] QS Al-Baqarah 2:30
[19] Homo Deus, A Brief History of Tomorrow. Buku itu ditulis oleh Prof. Dr. Yuval Noah Harari, Guru Besar di Israel, aslinya dalam bahasa Ibrani, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Sebelumnya, Profesor ini menulis buku lain berjudul, Homo Sapiens, A Brief History of Human Kind. Dalam Homo Sapiens ia melukiskan bagaimana manusia berusaha menguasai planet ini dengan kemampuan otaknya. Otak dan kemampuan manusia katanya, terus berkembang tanpa batas.
   Ia malah menyebutkan Homo Sapiens sebagai makhluk yang mengalami revolusi kognitip (the cognitive revolution). Sebagaimana kita tahu, setidak-tidaknya menurut teori  evolusi Darwin, manusia sekarang (“modern”) adalah perkembangan maha panjang dari jenis-jenis spesis manusia dari “sederhana” hingga ke “modern”. Kita mengenal misalnya “Pithecontropus Erectus” yaitu monyet yang berdiri di atas kedua kakinya, ditengarai sebagai nenek-buyut paling purba dari makhluk manusia. Lalu ada makhluk “Homo Neanderthalensis” yang merupakan saingan makhluk “Homo Sapiens”. Dalam persaingan itu “Homo Sapiens” unggul. Tentu saja proses perkembangan ini memakan waktu jutaan tahun. Begitulah teorinya.
   Menurut Hariri, dalam sejarahnya manusia mengalami tiga tantangan yang bisa membinasakannya yaitu kelaparan, penyakit dan peperangan. Ketiga persoalan fundamental ini, katanya sudah dapat diatasi. Dalam hal kelaparan misalnya, manusia mati justru karena terlalu banyak makan, kegemukan.
   Kalau semuanya sudah diatasi, lalu apa target manusia selanjutnya? Menurut Hariri, “…the next targets are likely to be immortality, happiness and divinity.” - “target selanjutnya adalah keabadian, kebahagiaan dan keilahian.” Maka sekarang katanya, manusia berusaha mengatasi usia tua dan bahkan kematian itu sendiri. Bahkan ada kecenderungan manusia “mengupgrade” dirinya sebagai tuhan. Dari “Homo Sapiens” manusia beralih menjadi “Homo Deus”- Manusia (yang menyerupai) Tuhan.
   Sebagai Homo Sapiens, manusia dengan segala kemampuan Ipteknya telah berhasil menaklukkan tiga persoalan utama tadi. Sebagai Homo Deus, manusia akan makin bersandar pada ilmu dan teknologi dengan cara lebih eksplisit dan lebih rinci. Khususnya ilmu biologi dan ilmu komputer akan makin mendapat perhatian, termasuk cabang-cabang dan ranting-rantingnya seperti ilmu syaraf, ilmu-ilmu pengetahuan tentang kehidupan (life sciences), dan intelijensi buatan (artificial intelligence). Maka semakin berkembang ilmu-ilmu ini, maka makin disingkapkan tabir yang selama ini penuh rahasia, yaitu cara kerja otak manusia, proses berpikir dan mekanisme subyektivisme manusia yang meliputi perasaan, jiwa, dan kesadaran. Ini disebutnya, “sapiens black box” - “kotak hitam sapiens” .
   Manusia, kata Hariri telah menemukan, bukan jiwa, atau kehendak bebas, bahkan diri, melainkan hanyalah gen-gen, hormon, dan jaringan-jaringan syaraf yang tunduk kepada hukum-hukum/kaidah-kaidah fisika dan kimia yang selama ini juga mengatur realitas-realitas di sekitar kita.
 Kira-kira begitu pandangan dalam buku Hariri ini. Apakah itu pendapatnya sendiri? Atau ia mengkonstatirnya saja? Tentu kita harus membaca buku ini dengan teliti. Tetapi yang jelas kita mendapat kesan, bahwa soal kehidupan tidak lebih dari persoalan teknis semata-mata. Kita mendapat kesan, bahwa yang disebutnya kemampuan algoritma dalam komputer dan ilmu-ilmu tentang kehidupan (life sciences) bakal berkembang begitu rupa sehingga bahkan melampaui kemampuan kognisi manusia dalam setiap bidang kehidupan.
  Pertanyaan yang muncul tentu, kalau jaringan algoritma pada komputer berkembang begitu rupa pada satu pihak, dan pada pihak lain berkembang juga ilmu-ilmu tentang kehidupan dan jaringan syaraf, apakah yang terjadi ketika keduanya bertemu?
  Hariri menjawab, keduanya akan bergabung untuk pada akhirnya tercapailah kesatuan sistem kognitip yang sama. Pada titik ini katanya, Homo Sapiens “will disintegrate from within” - akan hancur dari dalam”, dan bukannya musnah seperti halnya Homo Neanderthalensis. Pada saat inilah, kata dia Homo Sapiens bermetamorfosis (berubah bentuk atu bertranformasi) menjadi Homo Deus, Manusia (yang menyerupai) Tuhan.
  Demikian jalan pikiran singkat Sang Guru Besar ini. Mungkin pandangan ini mengejutkan bagi sebahagian. Mungkin juga bagi sebahagian dianggap sebagai perkembangan yang tidak terhindarkan sejalan dengan “makin dewasa”nya makhluk manusia. Hariri sendiri mengingatkan bahwa yang ditulisnya ini bukan prediksi, apalagi nubuat. Ini adalah probabilitas, katanya. Sebagai demikian, ia bisa terjadi, tetapi bisa juga tidak. [20]
[20] https://www.suarakristen.com/2018/05/03/homo-deus-ketika-manusia-bermain-sebagai-tuhan/
[21] QS Al-Baqarah 2:30
[22] QS Al-Mā’idah 5:27-32
[23] Tazkiyatun nafs terdiri dari dua kata: ‘at-tazkiyah dan an-nafs’. At-tazkiyah bermakna ‘at-tath-hīr, yaitu penyucian atau pembersihan. Karena itulah zakat, yang satu akar dengan kata at-tazkiyah disebut zakat karena ia kita tunaikan untuk membersihkan/menyucikan harta dan jiwa kita. Adapun kata an-nafs (bentuk jamaknya: anfus dan nufus) berarti jiwa atau nafsu. Dengan demikian tazkiyatun nafs berarti penyucian jiwa atau nafsu kita.
   Namun at-tazkiyah tidak hanya memiliki makna penyucian. At-tazkiyah juga memiliki makna an-numuww, yaitu tumbuh. Maksudnya, tazkiyatun nafs itu juga berarti menumbuhkan jiwa kita agar bisa tumbuh sehat dengan memiliki sifat-sifat yang baik/terpuji.
   Dari tinjauan bahasa diatas, bisa kita simpulkan bahwa tazkiyatun nafs itu pada dasarnya melakukan dua hal. Pertama, menyucikan jiwa kita dari sifat-sifat (akhlaq) yang buruk/tercela (disebut pula takhalliy – pakai kha’), seperti kufur, nifaq, riya’, hasad, ujub, sombong, pemarah, rakus, suka memperturutkan hawa nafsu, dan sebagainya. Kedua, menghiasinya jiwa yang telah kita sucikan tersebut dengan sifat-sifat (akhlaq) yang baik/terpuji (disebut pula tahalliy – pakai ha’), seperti ikhlas, jujur, zuhud, tawakkal, cinta dan kasih sayang, syukur, sabar, ridha, dan sebagainya.
  Pentingnya tazkiyatun nafs adalah, karena perumpamaan tazkiyatun nafs adalah seperti membersihkan dan mengisi gelas. Jika gelas kita kotor, meskipun diisi dengan air yang bening, airnya akan berubah menjadi kotor. Dan meskipun diisi dengan minuman yang lezat, tidak akan ada yang mau minum karena (gelasnya) kotor. Tetapi jika gelasnya bersih, diisi dengan air yang bening akan tetap bening. Bahkan bisa diisi dengan minuman apa saja yang baik-baik: teh, sirup, jus, dan sebagainya.
   Demikian pula dengan jiwa kita. Jika jiwa kita bersih, siap menampung kebaikan-kebaikan. Tetapi jika jiwa kita kotor, tidak siap menampung kebaikan-kebaikan sebagaimana gelas kotor yang tidak siap disi dengan minuman yang baik dan lezat. [24]
[24] http://menaraislam.com/akhlaq/makna-dan-pentingnya-tazkiyatun-nafs
[25] QS Al-Hijr 15:29
[26] Hati yang dimaksudkan disini boleh jadi sama dengan apa yang disebutkan para akhli psikologis sebagai ESP. ESP abbrev. for Extra Sensory Perception; knowledge or feeling about outside, past or future things, obtained without the use of ordinary five sense. Yaitu pengetahuan atau perasaan, mengenai hal-hal yang lalu, masa datang yang didapat tanpa menggunakan pancaindra yang biasa. Jadi adanya ESP adalah sebagai extra alat kelengkapan manusia dari karunia Allah disamping pancaindra yang sehari-hari biasa kita gunakan. [27]
[27] QS As-Sajdah 32:29
[28] QS An-Nās 114:1
[29] Ayat-ayat: Nash-nash / teks al-Qur’an yang tertulis
[30] Hikmah dalam bahasa Inggrisnya disebut ‘wisdom’, artinya pelajaran (learning), pengetahuan (knowledge). Juga berarti pengajaran yang dalam (wise discourse or teaching). Juga berarti penilaian dan mengambil kebijakan - setelah mempelajari dulu keadaan yang ada maka atas dasar pengetahuan, pengalaman, dan pengertian yang ada dan tujuan yang hendak dicapai dari kebijakan yang diambil (the quality being wise; the power of judging rightly and the following the soundest course of action, base of knowledge, experience, understanding, etc. Lihat Webster’s New World Dictionary of the American Language, The World Publishing Company, College Editiom, Cleveland and New York, 1955.
[31] Huda artinya petunjuk, pedoman, tempat merujuk, operating manual, reference.
[32] Rahmat artinya: Karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan kepada kehidupan manusia.
[33] Muhsinin artinya orang yang berbuat kebajikan. Orang yang berkarya (achieve) atau orang yang melakukan pekerjaan yang berfaedah (ada nilai tambahnya, added value)
[34] QS Luqmān 31:2-3
[35] “…...mereka memperoleh apa yang mereka usahakan, dan kamu memperoleh apa yang kamu usahakan, ...” [QS Al-Baqarah 2:134]
“Sesungguhnya Kami ciptakan manusia dalam perjuangan bersusah payah” (QS Al-Balad 90:4)
[36] Sesungguhnya Allah itu mencintai (sangat suka) orang-orang yang berperang (berjuang, bekerja keras) di jalan Allah, dalam ‘barisan yang teratur bagai bangunan yang teguh. (QS Ash-Shaff 61:4) [37]
[37] Sama maksudnya dengan dimenej yaitu: terencana, terorganisir, terlaksana, terkoordinasi (team work) dan terkendali (disiplin, dan dimonitor teus menerus agar berjalan seperti yang dimaksudkan atau direncanakan atau sesuai dengan tujuan - feedback system)
[38] Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tidak ada yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu. (QS Al- Ankabūt 29:43)
   Niscaya  Allah  akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS Al-Mujādilah 58:11)
   Wahai golongan jin dan manusia! jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah.Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (memiliki ilmu dan teknologi). (QS Ar-Rahmān 55:33) □□


Siapa Kita? Telaah Qur’anik 1




Greek Civilisation end in failure, not because of the lack of intelligence. But because of the lack of morality, of character.” [Dr. George Sarton]

“Berakhirnya peradaban Yunani karena suatu kesalahan yang bukan karena tidak adanya akal dari orang-orang pandainya, akal-otak. Tetapi karena tidak adanya moral integritas, akal-rohani. [Dr. George Sarton]


Kata Pengantar

J
udul tulisan “Siapa Kita?” boleh dibilang tidak baru lagi. Namun soalnya bukan baru atau tidak. Mana kala manusia ada dalam ‘situasi perbatasan’ seperti mengalami peristiwa tragis atas kematian dari orang yang kita cintai. Atau menghadapi kegagalan dalam hidup. Atau menghadapi musibah yang tak terperikan akibat bencana alam, perang atau kecelakaan pesawat terbang atau kendaraan lainnya, maka disitulah mulai dihujani pertanyaan-pertanyaan yang mendasar.

Maka kehadiran tulisan ini dibuat lebih kurang mencoba menjawab pertanyaan tentang kehadiran manusia di muka bumi ini berdasarkan telaah Qur’anik yang tersimpul dalam kalimat “Siapakah Kita?

Tulisan ini dibuat oleh penulis bulan April tahun 1998 dalam bentuk booklet yang masih relevan untuk ditelaah sampai hari ini. Tentunya diperlukan editing dan tambahan deskripsi seperlunya. Mari kita baca dan simak, mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita, āmīn. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM



SIAPA KITA?

Oleh: A. Faisal Marzuki


Fadhdhalnāhum ‘alā katsīri-m-mimman khalaqnā tafdhīlān

Kami lebihkan mereka (manusia) dari kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna (QS Al-Isrā’ 17:70)


Homo Homini Lupus

A
pakah persepsi kita tentang ‘kita’, manusia. Apakah senyum, sebagai tanda senang. Atau tertawa, tanda gembira. Atau menangis, karena sedih. Atau berwajah masam, karena kecewa. Atau berwajah ‘Dracula’ yang siap memangsa sesama, demi kepuasan dirinya. Atau kini kita telah tidak mengenal diri kita lagi, “siapa kita?”

Ketika pertanyaan-pertanyaan itu timbul, berarti kita ingin mencari maknanya. Atau pula mungkin kita sedang bingung menghadapi hingar-bingar kehidupan zaman kini. Tidak ada pegangan yang pasti yang mana sebenarnya yang baik. Mana sebenarnya yang benar. Menemui kebenaran itu adalah penting, karena dengan itu kita berpegang kepada tali yang kuat, [1] sehingga pada suatu ketika tali inilah [2][3] yang dapat menolong kita, dari lubang sangat dalam. Menganga lebar, siap menelan habis siapa saja yang terjerembab kelubang itu.

Informasi yang bebas hambatan. Simpang siur dilingkungan kita, telah memenuhi otak kita. Ini menjadikan kita bingung. Apakah itu bersumber dari tivi, radio, majalah, surat kabar, buku dan media-media lainnya. Berita-berita tentang kejadian di Bosnia santer diberitakan. Peristiwa ‘holocaust’, yaitu pembantaian satu golongan etnik. Peristiwa ini dikutuk oleh manusia yang beradab, telah terjadi kembali. Peledakan bom di Aklohoma City, mengakibatkan luluh lantaknya bangunan beton bertingkat. Menelan korban jiwa manusia dewasa dan kanak-kanak yang tak bersalah. Atau seorang ibu yang membunuh anaknya dengan cara menenggelamkan mobil yang ditumpanginya kedua anaknya ke dalam air. Atau seorang remaja yang membunuh ibunya.

Gara-gara Mr. Soros ‘bandit’ bisnis spekulan mata-uang. Ia di Amerika terkenal sebagai ‘philanthropy’. Ia membagi-bagi uang kepada orang-orang yang susah. Ia memborong uang dolar di Indonesia. Indonesia yang telah dibangun 32 tahun ‘jatuh tape’ begitu saja dalam 3 bulan, ulah ketamakan Soros. Atau kita masih lemah, mengaku kuat? Akibatnya sangat tragis, menyengsarakan rakyat Indonesia. Terutama golongan kebanyakan yang tak berpunya, kini tambah tak berdaya lagi. Dan sebagainya dan sebagainya kejadian-kejadian yang menimpa rakyat jelata, papa dan tak berdaya. Tak jarang akibat desakan perut yang sangat lapar dan keroncongan, tibalah jalan singkat, yaitu mencuri. Bahkan menjarah makanan dari orang yang sedang berbelanja di pasar. Sementara itu dunia tidak mengutuk Soros kecuali Mahathir, Perdana Menteri Malaysia. Bagaimana etika perdagangan valuta asing. Kelihatannya ‘sengaja’ belum ada yang mau mengaturnya, kecuali barang dagangan konvensional melalui GATT dan aturan-aturan lain yang ‘memproteksi’ ekonomi nasional suatu negara.

Paparan diatas adalah suatu kejadian-kejadian yang menakutkan, memilukan hati. Membuat kita merasa tidak aman. Manusia telah menjadi mangsa manusia lainnya (homo homini lupus). Dimana lagi letaknya masyarakat yang beradab kini? Jengak hati kita menyaksikannya, apalagi pada zaman teknologi sangat maju seperti sekarang ini. Padahal sepentasnyalah sudah tidak terjadi lagi dalam memasuki abad ke-21 yang katanya merupakan super highway information? Dimana letak duduk soalnya?


Tanyakan Kepada Pendapat Manusia

K
alau kita tanyakan kepada filsuf Nietzsche, [4] maka menurut pendapatnya ‘dunia ini tak bermakna’. Paham mana disebut sebagai paham ‘nihilisma’. Katanya: “Dunia merupakan tempat kematian, keterasingan, kesepian berkuasa”. Katanya: “Untuk itu kita harus menjadi manusia ‘superman’”. Lebih kurang begitu pula dengan filsuf Camus [5], hanya saja jalan keluarnya melakukan ‘pemberontakan’. [6]

Saya tidak mau mendakwa bahwa itu terjadi karena dunia kini didominasi paham sekularisma. Atau paham nihilisma. Atau paham materialisma, dimana ‘kedudukan’ - kekuasaan dan ‘duit’ sudah menjadi tuhannya, dalam paham mana, keagamaan (ad-dīn) sudah tidak diperdulikan. Bahkan tidak diperlukan lagi?

Dalam keadaan dilema yang demikian itu, perlu kita cari tahu dengan jalan menengok ke diri kita sendiri. Siapakah kita? Apa pula peranan kita di sini? Dan bagaimana perilaku-peran-tindakan-perbuatan kita seharusnya?


Divine-Supernatural

T
iada disadari sama sekali bahwa kita semua, umat manusia, adalah bagian dari pagelaran ‘drama’ jagat raya. Manusia itu datang belakangan, setelah yang lain sudah ada.  Tumbuhan dan khewan telah eksis. Selum itu ada lagi bintang, gugus bintang beserta matahari, bumi dan planet-planet lainnya. Bersamaan dengan itu ada pula ruang dan waktu, baca juga (klik--->) Memahami Penciptaan Alam Semesta; baca juga (klik--->) Dahsyatnya Penciptaan Alam Semesta.

Sebagian besar para pakar ilmu astronomi, fisika, geologi sepakat bahwa asal ‘semuanya’ itu ada dimulai pada saat kejadian ‘bang’ (baca beng, ‘e’nya diucapkan seperti menyebut ekor). Suatau teori letusan, gelegar yang maha-maha dahsyat menurut ukuran kita. Kemudian menjelma menjadi gumpalan materi dan ruang yang menggelembung besar dan membesar dan membesar bersamaan dengan perjalanan waktu. Dalam Al-Qur’an peristiwa gelegar ‘bang’ ini disebut:  Kun Fayakūn’, artinya: Jadilah! Lalu jadi. Kejadian ini direkam dalam surat ke-36, Yā Sīn, ayat 82 yang artinya sebagai berikut:

“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ Maka jadilah sesuatu itu”.

Pada momen itu terciptalah dunia jagat raya, semua itu secara fission, spillting apart, pecah menjadi bagian-bagian dan berantai. Kemudian dilanjutkan secara evolusi yang panjang dan memakan waktu yang amat lama - menurut ukuran kita. Pada akhirnya, diciptakanlah ‘species’ kita - manusia - di planet bumi ini, baca juga (klik--->)  Penciptaan Alam Semesta Dalam Enam Masa.


Manusia

M
anusia, penciptaannya sangat unik, berbeda dengan makhluk-makhluk jasad hidup lainnya.  Manusia dijadikan Tuhan tidak secara insidental, melainkan terlebih dahulu direkayasa - bukan dalam konotasi politik, yang artinya jelek - dengan cermat. Manusia dipersiapkan untuk mengemban tugas di muka bumi. Oleh sebab itu manusia dilengkapi dengan sistim piranti keras (hardware) yang lebih dari makhluk-makhluk lainnya. [7]

Pada makhluk tumbuh-tumbuhan untuk dapat hidup Tuhan memberikan instink dan nafsu. Dimana dia tumbuh dan akarnya berada, disitulah dia berdiri atau merambat selama hayatnya, sampai mati. Namun demikian sangat berguna bagi manusia. Hembusan nafasnya dihirup manusia sebagai sumber oksigen yang baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sedang hembusan nafas manusia berupa karbon dioksida diambilnya sebagai sumber kehidupannya.

Teknologi kendaraan bermotor mempunyai aspek negatif, asap yang dikeluarkannya mengandung racun. Karbon dioksida dan lain-lainnya yang mengotori udara, tapi sebaliknya pepohonan menolong manusia dengan cara menghirupnya bagi keperluan hidupnya. Kota tempat saya tinggal banyak pepohonan. Pepohonan ini berfungsi sebagai paru-paru kota. Dengan demikian ekosistimnya berjalan dengan sehat, harmonis, saling menguntungkan.

Pada makhluk khewan diciptakan lebih maju lagi ketimbang tumbuh-tumbuhan. Dia tidak statis, tapi mampu bergerak dan berpindah-pindah dengan cara melata atau berjalan dengan kaki atau tangan dan kaki. Atau mengepak-ngepakkan sayapnya untuk dapat terbang di udara bebas. Atau mengibas-ngibaskan siripnya untuk berenang di air. Pada khewan untuk mempertahankan hidupnya, Tuhan member instink dan nafsu seperti layaknya pada makhluk tumbuhan. Namun karena dia moveavle, dia diberi mata untuk melihat parit dimukanya, sehingga tidak mudah terjerembab masuk ke dalamnya. Untuk merasakan sedap atau tidaknya makanan yang disukainya, dia diberi hidung. Untuk mendengarkan suara lingkungan atau bahaya yang mengancam, diberi telinga. Kesemua dinamakan panca indra. Satu lagi agar tidak salah melakukan penilaian diberi otak untuk menilai situasi.

Bagaimana halnya dengan manusia? Sepintas mirip dengan makhluk pendahulunya, namun kualitas dan kapasitasnya jauh berbeda. Misalnya dalam melihat bukan untuk melihat saja, tapi punya visi ke depan. Punya otak bukan saja untuk proses mengolah informasi tapi berkemampuan cognitive. Ia mampu berfikir kompleks, analitis, menilai dan berkreasi. Oleh karena itu manusia disebut sebagai makhluk yang berintelegensi tinggi. Sebagai contoh: Manusia tidak dapat terbang, tapi peralatan yang dibuatnya mampu menerbangkannya. Dalam kemampuan semacam itu manusia juga disebut “homo faber”. Kalau khewan mencari kebutuhan hidupnya cukup sehari, besoknya di cari lagi. Namun manusia mampu memilikinya lebih dari yang diperlukan. Bahkan ada yang sampai tujuh keturunan pun tidak akan habis. Kata orang arif-bijaksana: “Nafsu khewan sebatas kebutuhannya, nafsu manusia hampir tak terbatas”. Dengan konotasi negatif, sering disebut tamak atau serakah.

Disamping ia mampu berkomunikasi dengan kosa kata yang lebih banyak dan kompleks. Mampu menjelaskan sesuatu secara lebih baik, analitis, perbandingan, menggunakan data, menyanggah, mengakui kekeliruan dan memperbaiki. Bahkan manusia bisa dan mampu pula memanipulasi data sebagai membenarkan keinginan yang hendak dicapainya. Hukum tidak membenarkan perbuatan demikian, karena tatanan peradaban tidak akan bangun dengan baik kalau perbuatan amoral seperti itu dibiarkan.

Makhluk khewan, instink, nafsu, panca indra dan otak dipergunakan sebatas untuk mempertahankan hidup dan melanjutkan keturunan. Secara simplistis orang sering menyebut bahwa hidupnya untuk makan, tidur, membuang tinja atau urin dan bersenggama. Sering kita lihat kerjanya hanya mengunyah rumput dalam mulut yang membuatnya menjadi gemuk, lihat saja sapi. Oleh karena itu sapi pantas disembelih, kemudian dagingnya diambil sebagai sumber protein khewani bagi manusia.


Homo Deus atau Manusia Khalifah

L
ain halnya dengan manusia. Penciptaan manusia untuk mengemban suatu tugas tersendiri, yaitu sebagai khalifah di muka bumi. [8] Tuhan menjanjikan bahwa barang siapa diantara kamu yang percaya (beriman) kepada-Nya dan berkarya baik (achievement) yaitu mempunyai karsa, kreasi dan karya, maka akan mewarisi kekuasaan (mengurus, memimpin, memenej) di bumi. [9]

Khalifah artinya pemimpin yang memimpin baik bagi dirinya sendiri, keluarga, atau paguyubannya, atau pula patembayannya. Tergantung posisi dimana dia berada. Bahkan disebut juga sebagai “wakil Tuhan” di muka bumi dengan tugas memakmurkan bumi, [10] artinya mengelola bumi sehingga dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi keberlangsungan kesejahteraan, kenikmatan, kebahagiaan umat manusia. Bukan membuat kemudaratan dan kerusakan, melainkan menjaga kelestarian alam. Khususnya dalam hubungan sesama manusia saling mengenal, toleransi, dan tolong menolong. [11]


Perkembangan Kemampuan Manusia

S
ebagai pemimpin di muka bumi diperlukan improvisasi menjalankan tugasnya. Sesuai dengan gaya hidup lingkungan keberadaan manusia dan preferensinya, sejauh tidak keluar dari batasan yang dibenarkan oleh syar’i, sebagai hadits Rasul SAW yang diriwayatkan dari Anas “Antum A’lamu Biumūri  dun-yākum” - Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.” (HR Muslim, n0. 2363). [12]

Dalam hal ini sejarah telah menunjukkan bahwa hanya bangsa-bangsa yang bebas merdeka lah, bukan budak atau dijajah yang dapat mengembangkan potensi kemajuan. Amerika contohnya, dengan penduduk kulit hitamnya, ketika masih diperlakukan sebagai budak di abad ke-18 dan kemudian dimerdekakan, jelas sekali bedanya. Lihat sekarang yang kayanya banyak, kaum intelektual juga. Tokoh-tokoh politik, penyiar, olahragawan, musik, filem bahkan serdadunya sudah dapat menjadi jendral. Bangsa Israel, ketika zaman Fir’aun, tertindas sebagai budak. Kemudian datang nabi Musa AS untuk membebaskannya. Kini menguasai bisnis dan keuangan dunia, media cetak, penerbitan, sehingga dapat mempengaruhi opini dunia, terutama Amerika Serikat.

Sulit dibayangkan pula Abbas Ibnu Firnas (809-887) perintis penerbangan tanpa mesin [13] [14] dan Wright Bersaudara [15] [16] perancang pesawat terbang bermesin pertama, dan membuat penerbangan terkendali pada tanggal 17 Desember 1903. Sekarang berkembang lebih maju, baik kapasitas angkut, kenyamanan, keindahan bentuk dan jangkauan terbang serta kecepatan terbang sudah ribuan kali dari penciptaan pertama.

Sulit pula dibayangkan pada ketika itu transaksi jual beli manusia dahulu dengan sistim barter. Kemudiannya berkembang dengan sistim mata-uang, bahkan cek. Kini memakai kartu plastik bermaknit, disebut kartu kredit. Malah kartu debit. Bedanya kartu kredit berarti berutang, kartu debit diambil dari uangnya sendiri melalui media elektronik.

Komputer dulu sebesar rumah, kini dengan kecepatan tinggi dan kapasitas lebih besar, hanya sebesar buku catatan. Dulu untuk melakukan perjalan luar kota atau dalam kota yang belum pernah ditempuh sebelumnya, menggunakan peta yang bergambar. Kini menggunakan GPS. Alat petunjuk perjalanannya  GPS-nya menggunakan ‘smartphone’ yang berfungsi bukan hanya untuk menelepon tapi juga teks, gambar, video, melihat filem.


Kemerdekaan Memilih

P
ada manusia diberikan kemerdekaan memilih, karena sifat khalifah itu koheren dengan kemerdekaan ini. Dia bisa mengapresiasikan potensi teknologinya, gaya hidupnya, dirinya, komunalnya, citanya, imajinasinya sampai kepada menentukan jalan hidupnya (self determination).

Hal mana tidak dimiliki oleh makhluk tumbuhan, makhluk khewan dan makhluk-makhluk lainnya. Sampai detik ini kita hanya tahu itu hanya pada ras makhluk manusia.

Sebenarnya kemerdekaan itu bertujuan mulia yaitu memudahkan menjalankan kepemimpinannya dan merupakan amanah yang otonom yang hanya dimiliki ras manusia. Namun dibalik itu dituntut tanggung jawab dan ini manusia mau menerimanya dan memikulnya. Hal ini kita tahu sebagaimana disebutkan Al-Qur’an yang artinya:

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan ‘amanah’ kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi mereka enggan untuk memikulnya dan takut terhadap tanggungjawabnya, sedang manusia mau memikulnya”. [17]

Apa arti kata ‘amanah’ tersebut, tidak lain adalah jabatan ‘khalifah’. Khalifah penyambung kekuasaan Tuhan di dunia, [18] yang oleh Yuval Noah Harari penulis buku ‘Homo Deus’ menyebutkan manusia ‘homo deus’ [19] [20] yang artinya lebih tepatnya - dalam tinjauan Qur’anik - adalah Manusia Khalifah.

Demikian terhormatnya posisi yang diberikan Tuhan kepada kita. Tanggungjawab itu sebenarnya berat sekali, karena pada proses berikutnya berkonsekuensi kepada ‘ganjaran’ berupa ‘pahala’ (reward) dan hukuman (punish). Yaitu jika dilakukan dengan baik (amal soleh) mendapat ganjaran pahala surga. Dilakukan dengan buruk (dosa) mendapat ganjaran hukuman neraka. Jadi adanya surga dan neraka adalah konsekuensi dari perolehan hak kemerdekaan tadi. Hal ini wajar saja adanya. Sebagai contoh yang nyaris kita tidak sadari yaitu: Seorang murid sekolah yang sungguh-sunggih belajar dan bisa menjawab pertanyaan dalam ujian di sekolah, maka dia mendapat kenaikan kelas sebagai ganjarannya. Atau pegawai yang melakukan pekerjaannya dengan baik, maka ia akan mendapat kenaikan pangkat atau jabatan. Sebaliknya jika menjawab soal ujian atau melakukan pekerjaannya di kantor-paberik-toko dengan sembarangan, maka tidak akan ada kenaikan kelas bagi murid sekolah tersebut, atau tidak ada kenaikan pangkat atau jabatan bagi pegawai-pekerja tersebut, sebagi hukumannya. Contoh yang lainnya adalah: Sebagai pengemudi kendaraan, kita bebas menggunakan jalan raya kemana yang mau kita tuju. Tapi sekali kita melanggar peraturan lalu lintas yang dibuat untuk kelancaran dan keselamatan semua pengguna jalan-umum, maka kita akan mendapat tiket (tilang) dari polisi sebagai hukuman dari pelanggarannya. Malah di Amerika hukumannya itu keras yaitu disamping bayar denda juga diberi poin kesalahan. Begitu pula premi asuransinya naik. Jika poin kesalahannya melebihi dari yang ditentukan, izin mengemudinya dicabut, artinya tidak boleh mengemudi lagi. [Bersambung ke serial 2]


Serial ke:    1     2


Blog Archive