Wednesday, February 20, 2019

Interaksi Sosial




Kami adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah Azza wa Jalla dengan Islam, maka bila kami mencari kemuliaan dengan selain cara-cara Islam maka Allah akan menghinakan kami.” [Umar bin al-Khatthab ra]


KATA PENGANTAR

S
etiap manusia adalah makhluk sosial, seseorang tidak bisa lepas dari interaksi dengan sesamanya. Bahkan seringkali dia harus dibantu atau bantu membantu diantara satu dengan yang lain. Ini dapat dilakukan dalam berorganisasi dan bermasyarakat serta bernegara. Atas dasar inilah, anak bangsa dan kaum muslimin diperintahkan untuk saling bekerjasama dalam semangat saling menghormati, saling memahami kondisi dan perasaan, saling mengasihi dan membantu, saling memberi kebaikan, dan saling berterima kasih.

Dengan moral seperti itu akan menghasilkan sinergi yang powerful. Yaitu, saling melengkapi dari kekurangan masing-masing dengan saling isi mengisi kelebihan masing-masing. Sikap yang seperti itulah yang akan mengantarkan kita kepada nikmat-nikmat-Nya dalam berinteraksi sosial yang hasilnya akan menjadi berlipat-lipat ganda. Yaitu bangunan peradaban bangsa dan umat menjadi hidup, sehat, berkembang, maju, dan berjaya. Demikianlah tujuan dari cita-cita bangsa Indonesia merdeka.

Selanjutnya yang perlu dijelaskan disini, bahkan sangat relevan sekali pada saat ini, dan bulan-bulan berikutnya, terutama dalam menghadapi tahun politik. Mari hindari caci-mencaci, ejek-mengejek, tuduh-menuduh, hal-hal seperti itu tidak perlu dilakukan, waste energy, tidak bermanfaat sama sekali. Apalagi menganggap diri paling benar, yang lain salah. Sering pula berlaku: “Tiba di diri dikecil-kecilkan, tiba di orang dibesar-besarkan” dalam hal kejelekannya. Kebalikannya: “Tiba di diri dibesar-besarkan, tiba di orang dikecil-kecil” dalam hal kebaikannya. Malah ada lagi tukang kipasnya. Naudzubillah min dzalik!

Cara-cara seperti tersebut tidak produktif dan melemahkan kehidupan berbangsa dalam bernegara. Perlu diperhatikan bahwa hubungan sosial antar sesama ini merupakan kehendak Allah swt yang kesemuanya dalam bentuk, cara, dan peraturan yang diatur sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri. Yaitu masyarakat yang harmonis, dipenuhi rasa kebersamaan dan kekeluargaan. Inilah yang menjadi harapan kita yang disepakati oleh perintis dan pendiri bangsa dari kemerdekaan Indonesia. Sudahlah pasti pula bahwa hanyalah dengan aturan Allah dan Rasul-Nya dalam ajaran Islam akan terwujud ikatan hubungan masyarakat yang kuat dalam jalinan kasih sayang di antara anak bangsa dan umat, sebagaimana yang telah dicatat sejarah dengan tinta emas dari interaksi sosial antara Anshar dan Muhajirin serta Umat Lain yang hidup di Madinah. □



INTERAKSI SOSIAL
Oleh: A. Faisal Marzuki


  • Dalam hidup bermasyarakat potensi terjadinya gesekan-gesakan tidak bisa dihindari, sebagai manusia yang "dhaif". Akan tetapi tidak boleh sampai menjadi retak dan pecah berkeping-keping.
  • Perbedaan adalah suatu keniscayaan, namun sebagai anak bangsa dan umat mesti bersatu. "Bangsa yang kuat adalah bangsa dan umat yang bersatu". Kalau tidak, "serigala" siap menerkam kita.


I
nteraksi sosial kita dalam hidup bermasyarakat hendaklah sesuai dengan cara-cara dan adab Islam yang diajarkan Rasulullah saw. Adapun pokok-pokok Ajaran Islam dalam bermasyarakat dan bernegara adalah sebagaimana firman Allah swt menyebutkan yang artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”, QS Al-Ma'idah 5: 2.

Diingatkan pula oleh Rasulullah Nabi Muhammad saw dalam sabdanya yang artinya: “Hendaklah kalian bertaqwa kepada Allah dan memperbaiki hubungan di antara sesama kalian, karena sesungguhnya Allah memperbaiki hubungan di antara orang-orang yang beriman pada hari kiamat”, HR Hakim dari Anas bin Malik ra.



Berikut ini adalah pembahasan "Interaksi Sosial" sebagai pedoman untuk menghindari yang telah sedikit disinggung seperti tersebut diatas yang tidak pada tempatnya sebagai negara muslim terbesar di dunia. Untuk itu dalam ajaran Islam telah mengatur dengan suatu akhlak sebagai pedoman, yaitu: mana yang tidak baik, “don’t do it” - jangan kerjakan. Selanjutnya mana yang baik, do it - kerjakan.

Dengan prinsip seperti tersebut diatas, maka selamatlah kita dalam "berlalu lintas" dalam bermasyarakat. Terutama dalam suasana tahun politik ini. Karena bermasyarakat itu layaknya seperti berada di jalan raya besar yang banyak simpang dan belokannya, dan diisi dengan berbagai macam kendaraan dan pejalan kaki. Maka dari itu perhatikan tanda-tanda dan rambu-rambunya. Tanda-tanda dan rambu-rambu "lalulintas dalam bermasyarakat dan bernegara" inilah yang dibahas berikut ini.


JANGAN MARAH!
TINGGALKAN DENDAM DAN HASUD

D
ari Abu Hurairah ra bahwasanya ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi saw, "Ya Rasulullah, Berikanlah wasiat padaku!" Nabi saw menjawab: "Janganlah engkau marah", Orang itu mengulang-ulangi lagi permintaan wasiatnya sampai beberapa kali, tetapi Beliau saw tetap menjawab: "Janganlah engkau marah." [HR Muslim].

Dengan itu kita jangan mengunakan kata-kata atau cara-cara yang mengakibatkan orang lain menjadi marah. Hadits riwayat Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda yang artinya: "Bukanlah orang kuat itu dengan menang bergulat, tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah". Shahih Muslim #4723.

Cabang iman 43-44 disebutkan dalam bait: "Tinggalkan dan cegahlah olehmu setiap dendam dan hasud, haramkan bagi kehormatan orang-orang muslim, maka engkau akan selamat".

Dendam adalah buah dari kemarahan, sedangkan letak dari kekuatan marah adalah “hati”. Marah adalah mendidihnya darah “hati” untuk menuntut hukuman. Arti dendam ialah apabila hati selalu merasa berat dan benci, sedangkan perasaan tersebut langgeng dan tetap. Rasulullah saw bersabda yang artinya: "Orang mukmin itu bukanlah pendendam".

Definisi dari dendam adalah benci terhadap kenikmatan (kesuksesan, keberhasilan) yang ada pada orang lain dan senang apabila kenikmatan (kesuksesan, keberhasilan) lenyap dari orang tersebut.

Sayyidina Hasan bin Ali ra meriwayatkan, dari Rasulullah bersabda yang artinya: "Dendam dan hasud memakan amal kebajikan, sebagaimana api memakan kayu bakar".

Hasud (menghasud) adalah buah dari dendam, sedangkan dendam adalah buah dari marah. Jadi hasud adalah cabang dari cabang, sedangkan marah adalah asal dari asal. Rasulullah saw bersabda yang artinya: "Janganlah kamu sekalian saling berbuat hasud. Janganlah saling menambah penawaran. Janganlah saling membenci. Janganlah bercerai-berai. Janganlah salah seorang dari kamu sekalian saling berebut pembeli. Dan jadilah kamu sekalian para hamba Allah yang bersaudara. Orang muslim adalah saudara orang muslim".

Di antara hikmah dari hadits di atas ialah agar kita sekalian jangan saling mengangan-angankan nikmat (kesuksesan, keberhasilan) yang ada pada orang lain hilang. Kita hendaknya menyibukkan diri untuk melaksanakan ajaran agama Islam seolah-olah kita sekalian adalah berasal anak-anak dari satu orang, sebagaimana sesungguhnya kita adalah para hamba Allah swt. Hal tersebut didasarkan dari kalimat ini, “Bahwa sesungguhnya orang muslim adalah saudara dari orang muslim lainnya dalam agama”.

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw  bersabda yang artinya: “Janganlah kalian saling membenci, janganlah saling mendengki dan janganlah kalian saling membelakangi dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, dan tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan (tidak berbaikan, tidak bertegur sapa) saudaranya melebihi tiga malam”, Shahih Bukhari #5612.


LARANGAN MENCELA
DAN MENGADU DOMBA



J
angan meremehkan orang lain, karena masing-masing manusia sudah diberikan kelebihan dan kekurangan. Tidak mutlak seseorang yang berpenampilan menarik, akan berhati baik. Dan jangan mengira yang berpakaian compang-camping atau terlihat sederhana, berhati buruk, padahal dia baik di sisi Allah, lantas engkau hinakan orang tersebut. Manusia menjadi mulia karena takwanya bukan karena faktor dunia, pakaian, pangkat jabatan atau lainnya. Allah swt berfirman yang artinya: "Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa", QS Al Hujurāt 49:13.


MENGATASI GESEKAN-GESEKAN
DALAM  BERINTERAKSI  SOSIAL



G
esekan-gesekan dalam hidup bermasyarakat bisa saja terjadi. Gesekan-gesekan itu timbul bila ada orang terhadap orang lain melakukannya, seperti: mencaci; menghina; mempermalukan; mencela; ghibah; mengejek; mengumpat; mengutuk; berkata keji; dan berkata kotor; mengadu domba dst.

Jika terjadi gesekan dalam kehidupan bermasyarakat, maka diantara satu dengan yang lain haruslah menghindari terjadinya caci makian, apalagi dilanjutkan menjadi baku hantam, yaitu perkelahian dari mereka yang bersengketa. Oleh sebab itu hindarilah. Perbuatan seperti itu akan memperburuk dan merusak hubungan masing-masing. Itulah sebabnya mengapa dosa akibat dari cacian itu dipikul oleh orang yang lebih dahulu memulai. Sebagaimana pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasul saw bersabda yang artinya: “Apabila dua orang terlibat saling mencaci, dosa cacian itu dipikul oleh yang memulai, selama yang dicaci tidak membalas melampaui batas”, HR Muslim.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya: “Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk, biarlah ia yang menanggungnya”, HR Tirmidzi #2722.

Ketahuilah, bahwa seseorang itu dianggap cukup melakukan kejahatan apabila dia menghina saudaranya sesama muslim, semisal sebab kemelaratannya atau lainnya. Seorang muslim seharusnya memuliakan dan menghormati sesama muslim lainnya, semua perbuatan yang menyakitkan orang muslim lain adalah haram (terlarang keras), seperti menumpahkan darahnya, mengambil hartanya dan mencelanya, baik di hadapannya (menghina) maupun pada saat dia tidak hadir (ghibah).

Sabda Rasulullah saw yang artinya: “Seseorang dianggap berbuat jahat bila ia menghina saudaranya sesama muslim. Setiap orang muslim atas orang muslim yang lain haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya”.

Dalam sebuah hadits disebutkan yang artinya: “Barangsiapa yang mati dalam keadaan bertaubat dari ghibah, maka dia adalah orang yang terakhir masuk surga. Dan Barangsiapa yang mati dalam keadaan terus menerus (membandel, tidak peduli) berbuat ghibah, maka ia adalah orang pertama yang masuk neraka dalam keadaan menangis”. Tahukah kamu apa ghibah itu? Para Sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau saw bersabda: “Menyebut-nyebut sesuatu tentang saudaramu hal-hal yang dia tidak sukainya”, HR Muslim.

Imam Qurtubi memberikan penjelasan tentang firman Allah swt: “Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati”, QS Al-Hujurāt 49: 12.

Allah memberikan perumpamaan mengenai kejelekan ghibah dengan memakan daging orang mati. Orang mati tidak mungkin mengetahui kalau dagingnya sedang dimakan, seperti saat ia hidup tidak mengetahui bahwa dirinya sedang digunjingkan (membicarakan - yang biasanya membicarakan keburukannya tidak dihadapannya).

Baginda Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Mengejek seorang mu'min adalah perbuatan ‘fasik’ sedangkan membunuhnya termasuk kekafiran.

Pengertian fasik secara bahasa berarti keluar dari sesuatu. Sedangkan menurut istilah fasik berarti seseorang yang telah "bersaksi" (beriman, tetapi tidak melakukan ketaatannya sepenuhnya) melainkan sebagian saja yang dilakukannya, sebagian lagi tidak. Dalam agama Islam orang yang fasik adalah orang yang telah keluar atau menyimpang dari ketaatan "penuh" kepada Allah swt dan Rasul-Nya serta cenderung kepada melaksanakan suatu kemaksiatan.

Sedang maksiat bisa disebut sayyi'ah, bisa disebut khathi'ah, bisa disebut itsmun, bisa juga disebut dzanbun.  Semua sinonimnya, memiliki makna yang berdekatan. Yang wajib dilakukan adalah mewaspadainya. Perbuatan maksiat seperti ghibah, bisa disebut dzanbun, bisa disebut maksiat, bisa juga disebut khathi'ah.

Arti ‘ghibah’ adalah membicarakan kejelekan orang lain tidak didepannya. Penjelasannya: Dari Abu Hurairah ra, Rasulullulah saw bersabda: "Tahukah engkau apa itu ghibah?" Mereka menjawab: "Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu." Ia berkata: "Engkau menyebut kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain." Beliau ditanya: "Bagaimana jika yang ia sebutkan sesuai kenyataan?" Jawab Nabi saw: Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya", HR Muslim #2589. Sedang fitnah adalah "lebih berbahaya (kejam) dari pembunuhan", QS Al-Baqarah 2:191.

Dengan demikian, setiap mukmin wajib menjauhi segala yang Allah haramkan baginya. Baik dia sebut dosa, itsmun, khathi'ah, atau maksiat. Menghindari semua perbuatan buruk yang Allah haramkan. Baik dinamakan khathi'ah, sayyi'ah, maksiat, atau itsmun. Semua harus diwaspadai atau dijauhi, karena semua itu adalah nama untuk segala yang Allah larang.

Dalam ayat-ayat Al-Qur'an telah banyak disebutkan tentang fasik ini. Adapun ciri ciri orang fasik dalam Al-Qur'an ialah: "Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar kepadanya (kepada Rasul saw dan ajaran Islam yang dibawanya), melainkan orang-orang yang fasik", QS Al-Baqarah 2:99.


WASIAT-WASIAT RASULULLAH SAW LAINNYA

D
i antara wasiat-wasiat Rasulullah saw adalah janganlah menghina orang lain. Suatu ketika Abu Jurayy berkata kepada Rasulullah saw, “Berilah wasiat kepadaku, Ya Rasulullah”, Nabi saw pun memberi wasiat yang artinya: “Janganlah engkau menghina seorang pun.

Setelah Rasul saw menyampaikan wasiat ini, sahabat ini tidak pernah lagi menghina seorang pun, walau pada seorang budak bahkan hewan, Abu Jurayy berkata: “Aku tidak pernah lagi menghina seorangpun setelah itu, baik kepada orang yang merdeka, seorang budak, seekor unta maupun domba.

Allah swt memberikan kita petunjuk dalam berakhlak yang baik: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lainnya, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk”, QS Al-Hujurāt 49:11.


MENJAGA LISAN
DAN MENJAGA HATI

B
erhati-hatilah dalam mengucapan sesuatu, jaga lisan. Begitu pula "hati". Hati (perasaan) ini mesti dijaga dari suka menghina atau melecehkan orang lain. Terkadang apa yang kita benci malah, itu baik untuk kita. Begitu pula sebaliknya, sesuatu yang kita suka, padahal itu tidak ada kebaikannya untuk kita. Belajarlah "hidup sehat dan islami" dengan tidak menyakiti pada sesama jamaah, tetangga, organisasi, sesama anak bangsa, melainkan saling menghormati, rukun dan damai.

Rasulullah saw bersabda yang artinya: "Barangsiapa yang menjaga kehormatan saudaranya muslim di dunia, niscaya Allah Ta'ala akan mengutus malaikat pada hari kiamat untuk menjaganya dari api neraka".

Seorang sahabat bertanya pada Rasulullah saw yang artinya: “Wahai Rasulullah, si fulanah sering shalat malam dan puasa, namun lisannya pernah (atau sering) menyakiti tetangganya”. Rasulullah saw bersabda: ‘Tidak ada kebaikan padanya, ia di neraka’”, HR Al-Hakim. Orang beriman itu melakukan kewajiban ibadahnya, juga mesti melakukan amal shaleh (pekerjaan dan perilaku yang baik).

Imam al-Ghazali ra menasehatkan: “Jika engkau melihat orang jahat, jangan anggap kita lebih mulia, karena mungkin satu hari nanti dia akan insyaf dan bertaubat atas kesalahannya.” Sesungguhnya, jika kita benar-benar takut kepada Allah, maka "hati" dan "lisan" ini akan selalu terjaga dari mengotori dengan cacimakian kepada orang lain, bahkan kepada orang yang belum insyaf sekalipun.

Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Seorang mukmin bukanlah seorang pengumpat, pengutuk, yang suka berkata keji dan berkata kotor”, HR Turmudzi.


JANGAN MENGADU DOMBA
(DAN MENGIPAS-MENGIPASNYA)

J
anganlah merusak hubungan di antara sesama dengan mengadu domba, membicarakan keburukannya dan hal-hal lain yang menyebabkan perpecahan, karena hal itu termasuk dosa yang amat besar di sisi Allah swt. Nabi saw bersabda yang artinya: “Orang yang paling dibenci oleh Allah di antara kalian adalah yang selalu mengadu domba di antara orang-orang (yang mestinya saling kasih sayang) yang membuat perpecahan di antara saudara-saudaranya.

Di dalam Islam, telah dijelaskan mengenai haramnya mengadu domba, yaitu memindahkan kata-kata antara para manusia dengan tujuan hendak membuat perpecahan di antara mereka, membuat mereka saling bermusuhan, merusak (hubungan kedekatan atau persaudaraan) dan dengan memfitnah mereka. Sabda Rasulullah saw yang artinya: “Tidak akan masuk surga seorang pengadu domba.

Dari Hudzaifah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Tidak dapat masuk syurga seorang yang gemar mengadu domba”, Muttafaq 'alaih.

Hadits riwayat Abdullah bin Masud ra: Sesungguhnya Nabi Muhammad saw pernah bersabda yang artinya: "Maukah kamu sekalian aku beritahukan tentang apa itu adh'hu? Adh'hu adalah perkataan adu-domba yang selalu diucapkan di antara orang banyak".

Dan sesungguhnya Nabi Muhammad saw juga pernah bersabda: "Sesungguhnya seseorang selalu berkata jujur sehingga dia tercatat sebagai orang jujur dan seseorang selalu berdusta sehingga dia dicatat sebagai seorang pendusta", Shahih Muslim #4718.

Dari Ibnu Mas'ud ra, bahwasanya Nabi saw bersabda: "Tahukah engkau semua, apakah kedustaan besar itu? Yaitu ‘namimah atau banyak bicara adu domba antara para manusia", Hadits Riwayat Muslim.


PENUTUP

A
pa yang telah diterangkan diatas jauhilah sejauh-jauhnya segala sifat-sifat yang negatif itu, karena merugikan kita semua. Merugikan persatuan yang tidak mudah memeliharanya. Untuk itu mari berpegang denga sifat-sifat “akhlakul karimah” (segala sesuatu yang baik-baik) yang di ajarkan oleh ajaran Islam. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM



Sumber:
https://jendelailmu-faisal.blogspot.com/2017/07/hidup-bermasyarakat-dalam-ajaran-islam-2.html□□

Blog Archive