Friday, December 6, 2019

Memahami Garis Edar Alam Semesta





MEMAHAMI GARIS EDAR

‘BENDA-BENDA’ ALAM SEMESTA
Oleh: A. Fasial Marzuki



“kullun fī falakin”- Semua (bergerak) dalam garis edarnya. [QS Anbiyā’21:33]

“inna fī khalqis-samāwāti wal-ardhi wakhtilāfil-laili wan-nahāri la āyātil li ‘ulil-albāb” - Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat kebesaran Allah) bagi ulul albab (bagi orang yang berakal). [QS Āli ‘Imrān 3:190]



MEMAHAMI ALAM SEMESTA

B
enda-benda yang berada di angkasa alam semesta  beredar menurut garis edar masing-masing demikian para ahli astronomi dan kosmologi mengatakan. Semua bergerak dalam garis edarnya. Dalam bahasa al-Qur’an menyebutkan “kullun fī falakin”- Semua (bergerak) dalam garis edarnya, sebagaimana firman-Nya dalam Qur’an Surah Al-Anbiyā’ ayat 33 menyatakan:

wa-huwa lladhī khalaqa l-layla wa-n-nahāra wa-sh-shamsa wa-l-qamara “kullun fī falaki(n)” y-yasbahūn, QS Anbiyā’21:33

Artinya:  

Dan Dia-lah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya.

Dalam ayat lain Allāh Subhānahu Wa Ta’ālā (SWT) [1] berfirman sebagaimana yang terdapat dalam Surah Yā Sīn ayat 40:

la(a) sy-syamsu yan(m)baghī lahā antudrikal qamara wa lallaylu sabiqun nahāri wa kullun fī falaki(n) y-yasbahūn, QS Yā Sīn 36:40.

Artinya:

Tidaklah mungkin matahari mengejar bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya.

Ayat tersebut menjelaskan kondisi fisik sistem Bumi, Bulan, dan Matahari. Walau Matahari dan Bulan tampak sama-sama di langit, sesungguhnya orbitnya berbeda. Bulan mengorbit Bumi, sedangkan Matahari mengorbit pusat galaksi, yaitu galaksi Bima Sakti (Milky Way). Orbit yang berbeda itu menjelaskan “tidak mungkin Matahari mengejar Bulan” sampai kapan pun. Malam dan siang pun silih berganti secara teratur, tidak mungkin tiba-tiba malam karena malam mendahului siang. Itu disebabkan karena keteraturan Bumi berotasi sambil mengorbit Matahari. Bumi juga berbeda garis edarnya dengan Matahari dan Bulan. Semuanya beredar (yasbahun) di ruang alam semesta, tidak ada yang diam. Demikian keterangan dari Dr. T. Djamaluddin - seorang ahli Astronomi Indonesia.


Urutan Tulisan كُلٌّ فِي فَلَكٍ

Menarik dikaji pula disini bahwa urutan dari tulisan huruf-huruf dari ayat al-Qur’an yang mengatakan  “Kullun fī Falakin” - كُلٌّ فِي فَلَكٍ dimana urutan-urutan huruf al-Qur’an ini dimulai dari sebelah kanan dengan susunannya: k-l-f-y-f-l-k. Dari urutan-urutan tersebut susunannya sangat menakjubkan diman huruf k sama-sama dalam garis edarnya. Begitu pula l dan f. Yang menarik juga adalah huruf y terletak ditengah-tengah, lihat Gambar Kullun Fii Falakin. Sungguh sangat unik seni dari susunan huruf al-Qur’an ini dalam menggambarkannya persis sama seperti garis edar benda-benda di alam semesta, māsyā Allāh. [2]


Gambar Kullun Fii Falakin



Tafsir كُلٌّ فِي فَلَكٍ

Dalam tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram كُلٌّ فِى فَلَكٍ يَسْبَحُونَ - Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. Yakni masing-masing dari matahari, bulan, dan bintang beredar di angkasa pada orbitnya tersendiri. Orbit adalah garis edar yang berbentuk lingkaran; benda-benda tersebut beredar pada orbit itu seperti orang yang berenang dalam air.

Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam buku Tafsir Al-Wajiz-nya mengatakan: Allah lalu mengarahkan perhatian manusia agar memperhatikan kekuasaan-Nya dalam menciptakan waktu malam dan siang. Dan Dia-lah, yang telah menciptakan malam untuk istirahat, dan siang untuk mencari penghidupan; dan Allah telah menciptakan matahari yang bersinar di waktu siang dan bulan yang bercahaya di waktu malam. Masing-masing beredar pada garis edarnya dengan setia, patuh dan tunduk kepada hukum alam ciptaan Allah.

Demikian takjubnya kita akan ciptaan-Nya baik dalam bentuk fisik, sistim kerja dan manfaatnya, sampai susunan huruf kalimatullah كُلٌّ فِي فَلَكٍ bagi manusia, subhānallāh, [3].


“Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya”, dari Qur’an Surah Āli ‘Imrān ayat 190-191.

Berkaitan dengan pembahasan tema tersebut diatas, penulis teringat kepada sebuah Hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiallahu Anha (RA), [4] bahwa Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam (SAW) [5] berkata yang artinya:

Wahai ‘Aisyah saya pada malam ini beribadah kepada Allah Subhānahu wa Ta’ālā”. Jawab Aisyah Radhiallahu Anha: “Sesungguhnya saya senang jika Rasulullah berada di sampingku. Saya senang melayani kemauan dan kehendaknya” Tetapi baiklah! Saya tidak keberatan. Maka bangunlah Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam dari tempat tidurnya lalu mengambil air wudu’, tidak jauh dari tempatnya itu lalu shalat.

Di waktu shalat beliau menangis sampai-sampai air matanya membasahi kainnya, karena merenungkan ayat Al-Qur’an yang dibacanya. Setelah shalat beliau duduk memuji-muji Allah dan kembali menangis tersedu-sedu. Kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya berdo’a dan menangis lagi dan air matanya membasahi tanah.

Setelah Bilal Radhiallahu Anhu datang untuk adzan subuh dan melihat Nabi Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam menangis ia bertanya: “Wahai Rasulullah! Mengapakah Rasulullah menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang terdahulu maupun yang akan datang”. Nabi menjawab: “Apakah saya ini bukan seorang hamba yang pantas dan layak bersyukur kepada Allah? Dan bagaimana saya tidak menangis? Pada malam ini Allahtelah menurunkan ayat kepadaku.

Selanjutnya beliau berkata: “Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya”, dari Qur’an Surah Āli ‘Imrān ayat 190-191:

inna fī khalqis-samāwāti wal-ardhi wakhtilāfil-laili wan-nahāri la āyātil li ‘ulil-albāb; alladzīna yadzkurūnallāha qiyāmaw wa qu’ūdaw wa 'alā junūbihim wa yatafakkarūna fī khalqis-samāwāti wal-ardh, rabbanā mā khalaqta hādzā bāthilā, sub-hānaka fa qinā 'adzāban-nār, QS Āli ‘Imrān 3: 190-191

artinya:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat kebesaran Allah) bagi Ulul Albab (bagi orang yang berakal); Yaitu orang - orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi sambil berkata, “Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.


Tanda Kekuasaan Allah

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat kebesaran Allah) bagi Ulul Albab (bagi orang yang berakal), QS Āli ‘Imrān 3:190

Surah Āli ‘Imrān ayat 190 ini menjelaskan bahwa dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi Ulul Albab. Yakni orang-orang yang berakal. Orang-orang yang mau berpikir. Orang-orang yang mau memperhatikan alam. Orang-orang yang kritis mengkaji sesuatu yang ingin dipahaminya.

“Al-Qur’an mengarahkan hati dan pandangan manusia secara berulang-ulang dan intens untuk memperhatikan kitab yang terbuka (alam semesta, ayat kauniyah) ini, yang tidak pernah berhenti halaman-halamannya berbolak-balik,” kata Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran. “Maka dalam setiap halamannya tampaklah ayat yang mengesankan dan mengkonsentrasikan dalam fitrah yang sehat perasaan terhadap kebenaran dari disain alam ini.”

Ibnu Katsir menjelaskan, Surah Āli ‘Imrān ayat 190 ini memotivasi untuk memperhatikan ketinggian langit dan keluasan bumi, tata letak dan semua yang ada padanya mulai gunung hingga lautan. Mulai padang pasir hingga hutan. Mulai hewan hingga tumbuhan dan pepohonan. Juga bintang-bintang di langit.

“Renungkanlah alam, langit dan bumi. Langit yang melindungimu dan bumi yang terhampar tempat kamu hidup,” kata Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar. “Pergunakanlah pikiranmu dan tiliklah pergantian antara siang dan malam. Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah.”

Ulul albab menurut Ibnu Katsir adalah orang yang memiliki akal sempurna lagi memiliki kecerdasan. Sedangkan menurut Sayyid Qutb, Ulul Albab adalah orang-orang yang memiliki pemikiran dan pemahaman yang benar.

Orang yang memahami bahwa penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah, mereka itulah Ulul Albab. Sedangkan orang-orang bodoh, meskipun ia melihat langit dan bumi serta melihat pergantian siang dan malam setiap hari, mereka tidak sampai pada kebenaran itu. Meskipun secara akademis dikenal pandai. Karena itulah, Amr bin Hisyam yang oleh kaumnya diberi gelar Abul Hakam, dalam Islam diberi gelar Abu Jahal.


Ciri Ulul Albab

Yaitu orang – orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi sambil berkata, “Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. [QS Āli ‘Imrān 3:191]

Siapakah Ulul Albab yang disebutkan dalam Surah Āli ‘Imrān ayat 190? Jawabannya ada di ayat 191 dalam Surah yang sama ini menjelaskannya. Yaitu Ulul Albab adalah orang yang banyak berdzikir dan bertafakkur. Ia berdzikir dalam segala kondisi baik saat berdiri, duduk ataupun berbaring. Ia juga mentafakuri (memikirkan) penciptaan alam ini hingga sampai pada kesimpulan bahwa Allah menciptakan alam tidak ada yang sia-sia. Maka ia pun berdo’a kepada Allah, memohon perlindungan dari siksa neraka.

“Di sini bertemulah dua hal yang tidak terpisahkan yakni dzikir dan pikir,” kata Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar. “Mereka tidak pernah terputus dari berdzikir mengingat-Nya dalam semua keadaan mereka,” tulis Ibnu Katsir saat menafsirkan Surah Āli ‘Imrān ayat 191. “Lisan, hati dan jiwa mereka semuanya selalu mengingat Allah Subhānahu wa Taālā.”

“Wayatafakkarūna fī khalqis samāwāti wal ardh” menurut Ibnu Katsir maknanya adalah, mereka memahami semua hikmah yang terkandung di dalamnya yang menunjukkan kepada kebesaran Penciptanya, kekuasaan-Nya, pengetahuan-Nya, pilihan-Nya dan rahmat-Nya.

Maka Hasan Al Basri mengatakan, “berpikir selama sesaat  lebih baik daripada berdiri shalat semalam (tanpa mengetahui makna dari dikerjakannya shalat).” Umar bin Abdul Aziz mengatakan, “Berbicara untuk berdzikir kepada Allah Subhānahu wa Ta’ālā adalah baik dan berpikir tentang nikmat-nikmat Allah lebih utama daripada ibadah (tanpa mengetahui makna ibadah yang sebenarnya).”

Sayyid Qutb menjelaskan, memikirkan kekuasaan Allah dalam penciptaan makhluk ini merupakan ibadah kepada Allah dan juga bentuk dzikir kepada-Nya. Dan ayat-ayat Allah di alam semesta ini tidak menampakkan hakikatnya yang mengesankan kecuali kepada hati (dari orang) yang selalu berdzikir dan beribadah (kepada-Nya).

Hasil yang kemudian diperoleh dari tafakkur ini, adalah suasana berhubungan dengan Allah Subhānahu wa Taālā. Sehingga ia pun berdoa: “rabbanā mā khalaqta hādzā bāthilā, sub-hānaka fa qinā 'adzāban-nār” - Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

“Ucapan doa ini adalah lanjutan perasaan sesudah dzikir dan pikir, yaitu tawakkal dan ridha, menyerah dan mengakui kelemahan diri,” kata Buya Hamka.


Kesimpulan Surah Āli ‘Imrān Ayat 190-191

Kesimpulan dari kandungan Surah Āli ‘Imrān Ayat 190-191 adalah: Pertama, Penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang merupakan tanda kekuasaan Allah; Kedua,  Tanda kekuasaan Allah di alam semesta ini hanya diketahui oleh muslim yang mempunyai kualitas Ulul Albab; Ketiga, Ulul Albab adalah orang yang berdzikir dan berpikir. Ia selalu ingat kepada Allah dalam segala kondisi dan ia juga mempergunakan akalnya untuk memikirkan penciptaan alam semesta.

Tafakkur atau berpikir yang benar akan mengantarkan pada kesimpulan bahwa Allah Subhānahu wa Ta’ālā menciptakan sesuatu tidak ada yang sia-sia. Semuanya benar, semuanya bermanfaat.

Tafakkur atau berpikir yang benar juga melahirkan kedekatan kepada Allah Subhānahu wa Ta’ālā dan memperbanyak do’a kepada-Nya.


PENUTUP

D
emikianlah bahwa mulai dari tulisan Arab yang menakjubkan susunannya seperti yang terdapat dalam Surah Anbiyā’ ayat 33 dan Surah Yā Sīn ayat - “kullun fī falakin” sampai tafsir dan isi kandungan maknanya dari Surah Āli ‘Imrān ayat 190-191 - inna fī khalqis-samāwāti wal-ardhi wakhtilāfil-laili wan-nahāri la āyātil li ‘ulil-albāb; alladzīna yadzkurūnallāha qiyāmaw wa qu’ūdaw wa 'alā junūbihim wa yatafakkarūna fī khalqis-samāwāti wal-ardh, rabbanā mā khalaqta hādzā bāthilā, sub-hānaka fa qinā 'adzāban-nār, QS Āli ‘Imrān 3: 190-191, sebagaimana yang di dikatakan oleh junjungan kita Nabi Muhammad Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam “Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya”, dari Qur’an Surah Āli ‘Imrān ayat 190-191 yang mesti kita pahami dan amalkan dengan baik.

Mengingat kandungan Surah Āli ‘Imrān Ayat 190-191 adalah: Pertama, Penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang merupakan tanda kekuasaan Allah; Kedua,  Tanda kekuasaan Allah di alam semesta ini hanya diketahui oleh muslim yang mempunyai kualitas Ulul Albab; Ketiga, Ulul Albab adalah orang yang berdzikir dan berpikir. Ia selalu ingat kepada Allah dalam segala kondisi dan ia juga mempergunakan akalnya untuk memikirkan penciptaan alam semesta.

Dalam Islam, mempelajari ayat-ayat Kauniyah (alam semesta, univers, langit dan bumi serta pergantian malam dan siang) bukan saja untuk kepentingan intelektual menjawab keingintahuan manusia dan menjadi dasar pengembangan teknologi yang memudahkan aktivitas keseharian. Memahami ayat-ayat Kauniyah yang telah dipelajari ini kemudian menjadi sains (ilmu pengetahuan), juga bisa kita gunakan membantu menyempurnakan kualitas iman dan ibadah kita.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan memotivasi kita untuk senantiasa berdzikir dan berpikir yaitu berusaha mempelajari, mengerti dan memahami serta mengamalkan apa-apa yang terkandung dalam ajaran Islam baik ayat-ayat Qauliyah maupun Kauniyah

Ayat-ayat Qauliyah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah Subhānahu wa Ta’ālā di dalam Al-Qur’an, ayat-ayat ini menyentuh berbagai aspek, termasuk tentang cara mengenal Allah.

Ayat-ayat Kauniyahnya adalah ayat atau tanda yang wujudnya ada di sekeliling kita yang diciptakan oleh Allah. Ayat-ayat Kaniyyah ini berbentuk benda, kejadian, peristiwa dan sebagainya yang ada di alam semesta ini. Objek dari alam semesta tersebut hanya mampu dilaksanakan oleh Allah dengan segala sistem dan peraturan dan sunatullah-Nya yang unik, maka ia menjadi tanda kehebatan dan keagungan Penciptanya. Billāhi Taufiq wal Hidāyah. □ AFM



CATATAN KAKI
[1] Subhānahu wa Ta’ālā, artinya: “Engkau yang Maha Suci (Maha Sempurna) Ya Allah lagi Maha Tinggi”
[2] Māsyā Allāh adalah ungkapan ketakjuban pada hal-hal yang indah; dan memang hal indah itu dicinta dan dikehendaki oleh Allah.
[3] Subhānallāh. Imam Ali berkata," Subhanallāh artinya mengagungkan kedudukan Allah yang Mahatinggi dan Mahamulia serta menyucikan zat-Nya dari sifat-sifat makhluk yang diyakini orang-orang musyrik. Ketika seorang hamba mengucapkan kalimat ini, seluruh malaikat mendo’akan keselamatan baginya." Subhanallāh terjemahannya ialah Maha Suci Allah. Bermakna Allāh Ta'ālā maha bersih dan suci dari segala kekurangan dan kelemahan. Allah Ta'ālā MAHA SEMPURNA, tiada sedikit pun kekurangan dan kelemahan.
[4] Radhiallahu Anha (Anhu) Semoga Allah ridha kepadanya - sebutan ini hanya digunakan bagi sahabat Nabi Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam. Anha bagi perempuan, Anhu bagi laki-laki
[5] Shalallāhu ‘Alaihi Wasallam, artinya: “Semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya”. Dalam sebuah hadits menyebutkan bahwa: “Barang siapa yang bershalawat atasku satu kali, maka Allah akan bershalawat atasnya sepuluh kali.” (HR Muslim) □□


DAFTAR KEPUSTAKAAN
Dokumentasi Dr. T. Djamaluddin
https://tafsirweb.com/5545-surat-al-anbiya-ayat-33.html
https://bersamadakwah.net/surat-ali-imran-ayat-190-191/ https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/03/kedudukan-ulul-albab-i.html   □□□

Wednesday, October 30, 2019

Garry Will and the Qur’an




KATA PENGANTAR

G
arry Wills telah menghabiskan seumur hidup berpikir dan menulis tentang agama Kristen. Dalam bukunya “What the Qur’an Meant: And Why It Matters”, Wills mengundang pembaca untuk bergabung dengannya ketika ia memulai peninjauan kembali makna Al-Qur'an yang sekarang tepat waktunya menjelaskannya dan perlu.

Ia membimbing pembaca bukunya, bahkan para hadirin yang menghadiri pertemuan kolosal dengannya. Ia menjelaskan dari bagian-bagian yang membingungkan publik mengenai Islam dan al-Qur’an dengan kemampuan pengetahuannya yang berwawasan, seperti antara lain tentang Apa yang sebenarnya dikatakan Al-Qur'an tentang wanita berjilbab? Apakah Islam membenarkan perang agama? dan seterusnya.

Disamping itu, Garry Wills adalah sebagai komentator terkemuka tentang kehidupan politik dan agama di Amerika selama beberapa dekade. Ia juga seorang pemenang Pulitzer untuk "Lincoln at Gettysburg", dan dua National Circle Critics Circle Awards for Criticism. 

Pembahasan selanjutnya dari tema kali ini adalah Gerry Wills and the Qur’an dapat diikuti paparannya tertulis sebagai berikut dibawah ini.






GARY WILL
AND THE QUR’AN
Oleh: A. Faisal Marzuki


A
da masa ketika orang Amerika yang biasa tidak tahu banyak tentang Islam. Sekarang tidak lagi demikian. Kami (selanjutnya dibaca: orang Amerika yang non-Muslim) gagal dalam perang terpanjang dalam sejarah kami tanpa mengetahui fakta-fakta dasar tentang peradaban Islam yang kami hadapi.

Kami terus-menerus diberi informasi palsu tentang Islam - mengklaim bahwa itu pada dasarnya adalah agama kekerasan, bahwa buku sakralnya adalah buku pegangan bagi para teroris. Tidak ada cara untuk menilai klaim-klaim ini kecuali kita memiliki setidaknya beberapa pengetahuan tentang Al-Qur'an.

Dalam buku ini, Wills, sebagai seorang non-Muslim dengan pikiran terbuka, membaca teks Al-Qur'an dengan penuh kesungguhan dan simpati tetapi  keras dalam menelaahnya, dan berusaha menemukan mengapa orang-orang non-Muslim lainnya - seperti Paus Francis (Paus, Pemimpin Gereja Katolik di Vatican) - menemukannya buku (al-Qur’an) yang menginspirasi, layak untuk membimbing manusia selama berabad-abad. Dalam penelaahannya ditemukan banyak tradisi yang menambah dan mendistorsi serta menumpulkan kata-kata sebenarnya dari teks (ayat-ayat al-Qur’an). Apa yang Wills lakukan menyerupai karya tulisan sebagai seni pemulih yang membersihkan lapisan debu yang terkumpul guna menemukan makna asli al-Qur’an yang sebenarnya.

Dia membandingkan Al-Qur'an dengan buku-buku suci lainnya, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, untuk menunjukkan bahwa pada intinya banyak kesamaan di antaranya. Ada juga kesulitan-kesulitan penafsiran yang paralel, yang menuntut kesabaran dalam mengeksplorasinya - dan yang menawarkan beberapa penemuan yang sensasi (dari hasil interaksinya dalam mempelajari teks al-Qur’an). Apa yang dimaksud dengan al-Qur'an adalah pembukaan percakapan tentang salah satu agama yaitu Islam dan al-Qur’an - yang paling dipraktikkan di dunia.

Dalam bukunya yang baru, What the Qur'an Meant - And Why It Matters”, dimana dalam bukunya itu ia menawarkan - kepada pembaca di Amerika yang mayoritasnya non muslim - meninjauan kembali apa yang mereka ketahui atas teks suci tersebut yang selama ini mereka menduga sangat  ‘negatif’  seperti yang disebutkan diatas - Islam adalah agama kekerasan, buku sakralnya adalah buku pegangan bagi para teroris, terutama setelah terjadi peristiwa ‘9 eleven’ tahun 2001.

Seperti banyak buku-buku suci lainnya, Al-Qur'an telah mengalami interpretasi dan pernyataan-pernyataan hasil interpretasinya selama berabad-abad. Untuk menemukan apa yang dikatakannya, maka langkah pertama adalah membaca teks ayat-ayat Al-Qur’an dengan cermat. Wills telah melakukan hal itu, dan menganalisisnya dengan teliti yang dengan itu menghapus distorsi (penyimpangan) yang ada dan menumpuk. Yaitu telah menyebabkan kesalahpahaman tentang berbagai pertanyaan mulai dari berdirinya Islam, perang agama, hingga persyaratan bahwa perempuan mengenakan kerudung.


PENUTUP

D
engan membandingkan Al-Qur'an dengan Alkitab, Wills yang sebelumnya telah belajar keimaman Kristiani menjadi sejarawan dan penulis pemenang Hadiah Pulitzer tentang politik dan agama, dimana dalam studinya menemukan banyak persamaan di antara teks-teks itu, termasuk kaya akan bagian-bagian yang menawarkan banyak makna yang sangat baik, sebagai contoh - tambahan dari penulis - adalah:

Allah does not forbid you from those who do not fight you because of religion and do not expel you from your home - from being righteous toward them and acting justly toward them. Indeed, Allah loves those who act justly. [Nobel Qur'an 60:8]

Artinya: Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. [QS Al-Mumtahanah 60:8]

You are not a believer, until you love your neighbor, like you love yourself. [Hadits]

Artinya: Kamu bukanlah orang yang beriman, sampai kamu mencintai tetanggamu, seperti kamu mencintai dirimu sendiri. [Hadits]

Allah's Messenger (may peace be upon him) said: "The best of men is the most beneficial to others human beings." [Hadits]

Artinya: Bahwa Rasulullah (shalallahu ‘alaihi wassalam) bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” [Hadits]

"But seek, through that which Allah has given you, the home of Hereafter; and (yet), do not forget your share of the world. And do good as Allah has done good to you..." [Noble Qur'an 28:77]

Artinya: Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu…” [QS Al-Qashash 28:77]

Pendekatannya ilmiah dan berpikiran terbuka dalam mempelajari teks al-Qur’an, ia mengajak manusia dari semua agama untuk terlibat mempelajari teks al-Qur’an yang kaya dengan pengajaran yang menginspirasi hati dan pikiran manusia.

Mari kita membaca teks (al-Qur’an) dengan semangat yang simpati dan teliti, Wills membawa kita kembali ke kata-kata al-Qur’an itu sendiri untuk menemukan bagaimana mereka telah membimbing manusia selama berabad-abad serta apa yang ditemukan oleh non-Muslim lainnya seperti halnya Paus Francis - setelah membacanya dan dengan itu mengetahuinya - mengatakannya al-Qur’an ini begitu menginspirasi. Garry Wills sendiri mengatakan keyakinan Kristianinya adalah bahwa: “Yesus sendiri adalah Prophet (Rasul) dan Tuhannya adalah Allah.

Untuk menangkap penjelasnya tentang Islam dan al-Qur’an, mari ikuti uraian Mr. Garry Wills seorang cendekiawan agama dan intelektual publik terkemuka Amerika memperkenalkan pembaca yang awam tentang Islam dan al-Qur'an dengan penjelasanan yang tegas terhadap teks ‘kuno’ (al-Qur’an) yang diturunkan pada abad ke-7 ini baik melalui bukunya maupun melalui video ini dengan mengklik panahnya yang terdapat dalam imej video yang berdurasi 50 menit 58 detik dalam bahasa Inggris. Mari terlebih dulu klik (--->) “Garry Mills and the Qur’an”. Selamat menyimak. Semoga bermanfaat. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. □ AFM




SUMBER PENULISAN:
https://www.youtube.com/embed/h6NWfVWxqSM
https://www.barnesandnoble.com/w/what-the-quran-meant-garry-wills/1125817074#/
https://www.amazon.com/What-Quran-Meant-Why-Matters/dp/1101981040 
Terjemahan ayat Al-Qur'an diambil dari:  ALFATIH: Al-Qur'an Tafsir Per Kata Di Sarikan Dari Tafsir Ibnu Katsir.   □□

Blog Archive