Sunday, December 25, 2016

Shalat Membangun Peradaban




Kata Pengantar

Carli Fiorina, CEO dari Hewlett Packard, Perusahaan perancang computer dan kemudian memproduksinya dengan merek HP, seorang yang visioner dan berbakat tinggi, memaparkan: “Para arsitek yang merancang bangunan-bangunan yang mampu melawan gravitasi adalah mereka para matematikawan yang menciptakan aljabar dan algoritma yang dengan itu komputer dan enkripsi data dapat tercipta. Mereka para dokter yang memeriksa tubuh manusia, dan menemukan obat baru untuk menyembuhkan penyakit. Mereka para astronom yang melihat ke langit, memberi nama bintang-bintang, dan membuka jalan bagi perjalanan dan eksplorasi antariksa” - mereka itu adalah para ilmuan dan penemu Muslim pada zaman kejayaan Islam di abad tengah.
  
Tajuk ini diambilkan dari naskah buku SHALAT MEMBANGUN PERADABAN oleh A. Faisal Marzuki dari Kata Pengantar Penulis. Formatnya dibuat seperti abstraksi dari isi buku tersebut. Insya Allah akan diterbitkan dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris. Selamat mengikuti sajian dari naskah buku ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua. □ AFM


Pendahuluan

I
khwalnya, bermula dari usaha mengkaji ulang ibadah shalat yang penulis lakukan. Tidaklah salah kiranya hasil kajian ini penulis sharing kepada yang mulia pelaku shalat - mushalli, umat muslim. Muslimin dan muslimat dan yang mu’minin dan mu’minat yang dicintai Allah swt.

   Usaha kaji ulang ini dilakukan tidak lain agar kualitas, kefahaman dan keabsahan ibadah shalat yang dilakukan itu benar-benar sesuai dengan tuntunan junjungan kita Nabi Muhammad saw sebagai utusan-Nya. Terutama dalam masalah bagaimana cara, adab, dan bacaan dari shalat yang beliau saw lakukan. Ketentuan-syar’i 1 sudah ditetapkan seperti itu, tinggal kita mengikuti saja.

  Dengan mengikuti aturan-syar’i seperti itu, kita akan mendapatkan keberkah dan kebaikan atas ketaatan dari perintah-Nya. Dibalik itu semua kita akan mengerti hikmah cara, adab dan bacaan dari ibadah shalat yang dilakukan seperti Rasulullah saw mengerjakannya. Itu akan lebih dirasakan nikmat serta hikmahnya nanti, setelah kita pelajari chapter by chapter dari setiap kupasan dalam bab-bab (chapters) yang ada di buku ini.

   Selanjutnya ialah, bahwasanya di Yaumil Akhir - Hari Akhirat nanti yang diperiksa terlebih dahulu oleh Allah swt adalah ibadah shalatnya. Karena keutamaan-keutamaan ibadah shalat sebagai pembuka pintu Surga; sebagai tiang agama; merupakan pemelihara hubungan antara Khalik yang mencipta dan makhluk manusia yang dicipta-Nya. Khalik yang mencipta disebut juga Rabb, yaitu Tuhan Yang Maha Esa Pencipta-Pemelihara-Pengatur alam semesta yang terkembang yang menakjubkan ini,  dan Yang Disembah. Makhluk manusia yang diciptakan-Nya sebagai khalifah pemakmur bumi; penyembah-Nya melalui ibadah shalat; dan amalan-amalan shalih dalam rangka berdedikasi 2 kepada-Nya. Setelah selesai ibadah shalat diperiksa, baru amalan-amalan lainnya diperiksa. Hal inilah yang sangat mendorong penulis untuk mempelajarinya lebih dalam lagi tentang shalat ini, takut kalau-kalau ibadahnya tidak sesuai dengan perintah-Nya. Sedang tuntunan cara-cara pelaksanaanya datang dari utusanNya, Rasul Allāh (baca Rasulul-Lōh), God Messanger, Muhammad saw. Tentunya orang-orang beriman mesti taat kepada Allah swt dan taat pula kepada Rasul saw. 3 Lantas bagaimana nasib kita di Hari Akhirat jika cara mengerjakannya tidak menuruti tuntunan dari Rasulullah saw?

   Apakah ada diantara kita melakukan shalat yang ada sekarang ini hanya ”take it for granted”? Yaitu, apa yang diajarkan ketika dulu masih kanak-kanak atau remaja akil baligh sudah cukup. Maka cara itu sajalah yang dilakukan. Boleh jadi, mungkin, ketika itu kita tidak diajari secara lengkap. Seperti: Apakah ada bacaan-bacaan yang lain selain yang telah kita ketahui? Bagaimana yang sebenarnya cara-cara shalat yang dilakukan Nabi saw? Bagaimana yang sebenarnya adab-adab shalat yang dikerjakan Nabi saw? Untuk apa tujuan dari shalat yang dikerjakan? Apa manfaat atau fadhilahnja bagi mushalli? Terakhir yang mesti kita ketahui pula.  Apa dampak, pengaruh atau implikasinya bagi kehidupan dan peradaban manusia dalam mengerjakan shalat yang telah di kukuhkan-Nya di langit yang ke-7 itu? Kupasan dari buku ini mencakup semua pertanyaan seperti itu.

Mengerti Apa Yang Dibaca Dalam Shalat

   Shalat yang kita kerjakan sudah semestinya mengikuti seperti apa yang dikerjakan oleh Rasulullah saw,4 termasuk bacaannya yang berbahasa Arab. Maka dari itu mengetahui arti bacaan dari lafadz doa dan dzikir dari bahasaibu Muhammad saw mesti pula kita ketahui. Artinya, ucapan yang berbahasa Arab dalam shalat dapat dimengerti sebagaimana kita mengerti seperti bahasa kita sendiri, bahkan lebih. 5 Dengan itu menghujam kepetala hati, karena terhayati bacaan bahasa Arab itu.

   Ada sebuah hadits yang di riwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Tirmidzi ra menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Doa itu adalah otak 6 ibadah”. Sedang shalat itu berisikan doa-doa yang dibacakan dalam mengerjakan shalat. Maka, doa yang dibaca itu sebagai otak dari ibadah shalat. Otak disini merupakan metaphor, kiasan yang paling tepat. Kata sanding antara bacaan  ibadah shalat dan fungsi otak paling tepat seperti hadits Rasul saw ini. Karena fungsi doa dalam ibadah shalat dapat menggerakkan psycho-motoric seperti anggota badan terkendali sesuai dengan bacaan ibadah shalat yang diucapkan itu. Seperti terkendalinya mulut dari perkataan yang sia-sia dalam berkata; terkendalinya tangan dan kaki melakukan amalan atau kerja yang membangun bukan merusak; terkendalinya mata dan telinga dalam menyaringnya dan berbuat dari apa yang dilihat dan didengar di jalan yang di ridhai-Nya. Makna yang bersambung dari fungsi doa dalam ibadah shalat yang dikiaskan sebagai otak, yaitu alat untuk menimbang,  berfikir dan melakukan mana yang baik mana tidak; mana yang bermanfaat mana yang mudharat, mana yang membangun dan mana yang merusak. Bahkan ada suatu pertimbangan kedua-dua yang dipilih itu sebenarnya kurang begitu baik, maka kita pilih yang mudharatnya lebih sedikit dari yang lainnya, terutama dalam ibadah ghaira mahdah (bukan ritual, hamblum minan nās – hubungan antar manusia). Dengan kaidah-kaidah pilihan semacam itu, hawa nafsu atau ego sebagai faktor pendorong keinginan, kemauan, kehendak manusia terkendali dengan baik sesuai dengan mapping target dari nilai-nilai kebaikan dari ajaran-Nya yang membangun, selamat, dan sejahtera yang diridhai-Nya dalam hidup ini.

   Untuk itulah ibadah shalat di syariatkan, karena dengan ibadah shalat akan dapat mencegah fahsya dan mungkar. Jika ibadah shalat sesuai seperti apa yang dilakukan Nabi saw, maka akan menunjang kesehatan karakter mental ber-addinul Islam (agama, way of life) kita. Dalam keadaan karakter mental yang sehat, maka mampu beraktifitas yang membangun peradaban.

   Doa-doa yang dibaca dalam beribadah shalat ini akan sungguh bermanfaat dengan baik bila tahu arti dan maksud  bacaan lafadz bahasa Arab dari doa-doa yang diucapkan ketika shalat. Sepertihalnya dari salah satu doa ketika duduk diantara dua sujud membaca: Rabbighfirlī, warhamnī, wajburnī, warfa’nī, warzuqnī, wahdinī, wa ’āfinī. Arti dari lafadz doa itu adalah: Ya Rabbi - Ya Tuhanku! Ampunilah aku; Kasihilah aku; Tutuplah kekuranganku; Angkatlah derajatku, cukupkanlah rezekiku; Tunjukilah aku - kejalan yang lurus; Dan sehatkanlah aku.

   Demikian dahsyatnya kata-kata bacaan shalat tersebut ditinjau dari kehidupan manusia, karena semuanya itu mencakup seluruh kebutuhan hidup manusia di bumi ini yang kita mohonkan kepada Yang Maha Kuasa. Untuk lebih menghayati makna yang dalam dari rangkaian doa tersebut, mari kita kupas satu persatu di sini.

   Rabbighfirlī - Ya Tuhanku! Ampunilah Aku. Doa ini adalah doa mohon ampunan. Bahwa ekses dalam mengerjakan sesuatu dalam hidup ini boleh jadi adanya kesalahan (defect). Malah sering pengakuan ini diucapkan dalam suatu pidato sambutan panitia penyelenggara suatu pertemuan atau suatu hajat menyebutkan: “Tidak ada gading yang tidak retak”. Artinya kalau ada kekurangan (salah) yang tidak pada tempatnya dalam penyelenggaraan ini mohon dimaafkan, diucapkannya dengan sincere. Malah sering juga ditambah dengan kata dikemudian hari kita harapkan tidak terjadi lagi. Terutama kesalahan yang fatal atau sangat fatal.

   Kebiasaan salah yang dibiarkan, sulit untuk mengubahnya, karena sudah menjadi budaya. Salah dalam bahasa agama disebut dosa, karena tidak memenuhi ridha-Nya. Malah dalam hal tertentu, misalnya korupsi dibiarkan, akan merusak tatanan hidup bernegara dan berpemerintahan suatu negara. Negara yang baik dan akan tumbuh sehat harus bebas dari koruptor. Terjemahan dari surat al-Qashshas, surat ke 28 di ujung ayat 77 dalam bahasa Indonesia disebutkan: “Dan  janganlah kamu berbuat kerusakan (berbuat kerusakan dalam bahasa Inggrisnya corruption) di muka bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan (orang yang berbuat kerusakan dalam bahasa Inggrisnya corrupters). Dengan itu perbuatan korupsi adalah sama artinya dengan membuat kerusakan di suatu negara. Dengan membiarkan orang berbuat korupsi oleh para koruptor itu adalah suatu tindakan yang tercela di suatu negara. Dan ini artinya jangankan mau maju, tapi meruntuhkan negara itu sendiri. Inilah yang diingatkan oleh Allah swt dalam surat al-Qashshas ayat 77 itu.

   Salah atau dosa bisa terjadi karena ketidak sengajaan atau karena kelalaian. Namun ada suatu kesalahan dan dosa itu bisa terjadi dengan sengaja, tapi tidak mampu mengelakkannya, hawanafsunya lebih kuat daripada istiqamah dalam memegang teguh keimananannya. Bahkan ada lagi dosa yang tidak kita ketahui, bahwa itu salah dan berdosa.  Kesalahan-kesalahan itu bisa terjadi kepada diri sendiri; kepada keluarga; kepada teman, kepada tetangga; kepada bangsa dan negara; termasuk kepada yang diibadahi yaitu Allah ‘Azza wa Jalla. Hal semacam inilah yang dimohon untuk diampuni, suatu kesadaran yang jujur. Dengan ampunan-Nya, bersihlah kita. Apalagi tidak dilakukan lagi, tobatan nasuha, seperti melakukan dosa-dosa besar baik dalam urusan spiritual keagamaan maupun dalam urusan bernegara semisal tidak amanah, korupsi, berdusta kepada rakyatnya dalam berjanji, dst, dst-nya. Ada catatan disini, bahwasanya melakukan kesalahan atau dosa kepada manusia, harus pula meminta maaf kepada manusia yang bersangkutan. Artinya tidak cukup hanya kepada yang Allah swt. Dengan itu kita sungguh dapat ridha-Nya, karena kita telah bersih dari kesalahan dan dosa itu.

   Warhamnī - Kasihilah Aku. Mohon di kasihi-Nya. Seperti dapat ampunan, karena kasih Allah kepada makhluk-Nya. Untuk memastikannya, kita mohonkan lagi kepada-Nya agar dikasihi-Nya. Kasihnya yang lebih luas lagi adalah keridhaan-Nya bahwa apa yang kita kerjakan selalu mendapat bimbingan dan berkah dari-Nya.

   Wajburnī – Tutuplah Kekurangan Aku. Mohon ditutup segala kekurangan kita. Dengan dibersihkan diri dari dosa dan kesalahan, berarti kita dikasihi-Nya. Dengan itu semua, kita mohonkan lagi untuk ditutupi segala kekurangan kita, dan tertutuplah segala kekurangan itu atas sifat pemaaf-Nya dan kekasih sayangan-Nya, sehingga tidak ada beban dosa yang membuat kita pesimis dan putus asa. Kekurangan dan segala kekurangan kita ditutupi dengan maksud agar Yang Maha Kuasa memberi kelebihan-kelebihan yang kita harapkan dari isi-Nya dari doa itu. Dengan ditutupnya kekurangan itu, berarti kita diberi kesempatan untuk menutupi segala kekurangan itu dengan berbuat kebaikan-kabaikan yang lebih banyak lagi.

   Warfa’nī – Angkatlah Derajatku. Selanjutnya kita mohon diangkat derajat kita. Dengan itu, dapat kehormatan di mata Allah. Dengan itu menjadi percaya diri, tapi tetap humble tidak sombong atau membangga-banggakan diri kepada orang lain. Hendaknya permohonan ini dapat dikabulkannya dengan tetap humble and kind. Dengan dikabulkan permohonan dari rangkaian doa sebelumnya seperti ampunan-Nya, kasih-Nya, maka diperkenankan doa diangkat derajat. Atas kekuasaan dan kekasih sayangan-Nya, terangkat derajat kita. Dengan itu kita dalam hidup ini yakin dan percaya diri akan berbuat lebih baik lagi.

   Warzuqnī – Cukupkanlah Rezekiku. Mohon diberi rezeki yang cukup. Manusia hidup, perlu rezeki. Dengan rezeki itu kita dapat membiayai kehidupan kita, maka kita mohonkan dicukupkan rezeki. Dengan mendapatkan pekerjaan atau ada pekerjaan, ada usaha kecil-kecilan, menengah dan besar, dapatlah rezeki. Rezeki tidak hanya berapa banyak uang yang diperoleh, tapi ada nilai kecukupannya. Juga mendapat manfaatnya dan keberkahan dari rezeki itu, seperti mungkin sedikit tapi cukup, banyak maka kita berbagi kepada yang kurang. Cara hidup seperti ini memang berkah. Rezeki lain adalah kesehatan, kemampuan bekerja baik, berfikir baik, berbuat baik.

   Ada yang mengeluh, sudah bekerja keras, tapi tidak cukup. Bisa saja terjadi seperti itu.  Ketika  warga Madinah hidup di zaman Rasulullah saw dan Khulafa Ar-Rasyidun, mempunyai sumber dana yang namanya Baitul Māl, Kas Negara. Dari Baitul Māl inilah dikeluarkan dana untuk diberikan kepada warga yang kurang mampu.

   Ada enam sumber pemasukan yang dikelola Baitul Māl. Pertama, berasal dari zakat mal yang mencapai 2,5 persen dari penghasilan. Sumber pemasukan itu hanya dihimpun dari umat Muslim saja. Kedua, berasal dari jizyah yakni pajak perlindungan dari non-Muslim yang tinggal di wilayah Muslim. Meski begitu, non-Muslim yang sakit, miskin, wanita, anak-anak, orangtua, pendeta serta biarawan dibebaskan dari jizyah dari warga non Muslim. Ketiga, bersumber dari ushr yakni pajak tanah yang khusus diberlakukan bagi perusahaan-perusahaan besar. Nilainya mencapai satu per sepuluh dari produksi. Keempat, berasal dari khiraj, yakni pajak tanah. Kelima, bersumber dari ghanimah, yakni satu per lima dari hasil rampasan perang. Keenam, berasal dari pajak yang dipungut dari saudagar atau pengusaha non-Muslim, karena mereka tak membayar zakat.

   Dana yang berhasil dihimpun Baitul Māl itu lalu disalurkan untuk menjamin kesejahteraan rakyat miskin yang membutuhkan. Tak hanya itu, rakyat yang lemah dan cacat baik Muslim maupun non-Muslim mendapat santunan dari Baitul Māl. Orang tua yang tak mampu lagi mencari penghasilan juga mendapat jaminan kehidupan dari Baitul Māl. Anak-anak yatim-piatu yang tak lagi memiliki pelindung mendapat jaminan dari negara yang dananya berasal dari Baitul Māl.

   Meski ada lembaga yang bertugas untuk menjamin kesejahteraan rakyat, Khalifah Umar tak lantas berpangku tangan. Setiap malam, khalifah berkeliling ke berbagai tempat untuk memastikan rakyatnya hidup dalam kecukupan dan tak kelaparan. Sepertihalnya di Amerika sekarang ini. Penduduk yang kurang mampu mendapat kartu food stamp semacam kartu debit dengan itu belanja bahan makanan menggunakan kartu tersebut. Sedangkan di zaman permulaan berdiri negara berdasarkan ajaran Islam memberikannya dengan uang tunai yang diambilkan dari Baitul Māl. Bahkan pernah di zaman khalifah Abu Bakar ra berkeliling untuk mau membagikan kepada yang membutuhkan uang dari Baitul Māl ini, tapi tidak ada penduduk yang mengambilnya, karena penghasilan warga Madinah sudah mencukupi biaya hidupnya.  

   Di zaman modern ini, khususnya yang penulis tahu di Amerika dan Eropa yang telah penulis  kunjungi dan bercakap-cakap dengan penduduk setempat khususnya di Belanda, fungsi pemerintah untuk warganya menyiapkan dan menyediakan lapangan pekerjaan. Menetapkan upah minimum. Jadi para pengusaha tidak semaunya saja memberi upah atau gaji melainkan diatur pemerintah. Arti upah atau gaji minimum disini adalah cukup untuk biaya pemondokan dan keperluan makan dan kehidupan sehari-hari, jadi kalaupun masih kurang ada kartu food stamp seperti tersebut diatas.

   Demikianlah cara penanganan negara di zaman modern ini yang dilakukan negara maju. Prinsip-prinsip bernegara seperti itu, telah dilakukan pada abad ke-7 yang dimulai dari Rasulullah saw dan di era Khulafa Ar-Rasyidun ini, serta di era-era selanjutnya sampai jatuhnya  zaman keemasan Islam. Sejak itu daerah-daerah eks  khilafah - pemerintahan Islam diduduki dan  dijajah, dan terpecah-pecah, tidak mendapat perlakuan seperti itu lagi. Kemudian mereka berontak dan berjuang dengan senjata dan perundingan menuntut kemerdekaan dari tangan penjajahnya. Kemudian setelah mereka mendapatkan kembali haknya, mendirikan negara nasional masing-masing. Sebahagian besar dari negara-negara merdeka ini masih lemah untuk menegakkan prinsip-prinsip kehidupan sosial kemasyarakatan seperti sebelum di jajah.

   Wahdinī – Tunjuki Aku kejalan yang lurus. Kita berdoa memohonkan di tunjuki jalan lurus. Maksudnya jalan yang diridhai-Nya, jalan keselamatan dan jalan kebaikan. Dengan itu di mohonkan dalam menempuh kehidupan dengan jalan Lurus. Artinya tidak menempuh dengan jalan tidak baik. Misalnya, dalam kehidupan ekonomi. Merugikan orang lain. Merugikan perusahaan. Merugikan badan pemerintahan, seperti: curang, menipu, korupsi, sogok. Dalam bahasa agama diringkas menjadi kalimat fahsya artinya berbuat keji dan buruk; berbuat mungkar artinya berbuat salah dan melanggar hukum.

   Ditempuhnya kehidupan dengan menggunakan jalan lurus, akan mendapat keberkahan baik di dunia maupun di akhirat. Tatanan hidup masyarakat menjadi stabil dan tumbuh kuat dan maju. Karena tidak ada dalam kehidupan ini curang, korupsi, berdusta, menipu, tidak adil, bekerja yang tidak ada tanggung jawab. Semua seperti itu ditingkalkan dan dibangun kebiasaan-kebiasaan yang baik dengan jalan lurus. Begitu pula dalam memilih keyakinan agama. Jalan yang ditempuh itu jalannya para Nabi, Rasul, Shalihin. Yaitu jalan orang-orang yang telah Allah swt beri nikmat kepadanya; bukan jalan mereka yang dimurkai, dan bukan pula jalan mereka yang sesat. 7

   Wa ’āfinī – Dan Sehatkan (Sejahterakan) Aku. Terakhir doa untuk mendapat kesehatan dalam kehidupan. Tanpa ada kesehatan yang baik (wellness), maka terganggulah segala aktifitas yang akan kita kerjakan. Pengertian yang lebih luas lagi, kita dalam keadaan wellbeing. Artinya sejahtera, berkucukupan. Bahkan lebih dari cukup (kaya), sehingga mampu membagi rezeki kepada yang kurang. Kalau tidak demikian, maka kemiskinan itu mendekati kepada kekufuran. Sering terjadi keimanan seseorang dibeli, karena kemiskinan ini.

   Demikianlah kupasan dari satu rangkai doa yang berjalin berkelindan dari mohon ampunan, mohon mendapat kasih, ditutup segala kekurangan, diangkat derajat, ditunjuki jalan yang lurus, akhirnya  sampai mendapatkan hidup sehat dan sejahtera.

   Kupasan-kupasan dari untaian dari jalinan lafadz-lafadz doa tersebut diatas, menjadi terpatri di diri kita. Karena telah dapat menangkap arti dan makna doa itu, seperti yang telah dikupas diatas. Dengan itu jelas apa yang mesti kita lakukan dalam hidup ini. Dengan cara apa untuk mendapatkannya. Tentu yang diharapkan dalam hidup di dunia ini agar bisa memenuhi kehidupan yang layak, selamat dan baik. Selamat dan baik pula di akhirat. Dengan itu kita mesti melakukan pekerjaan yang di ridhai-Nya, yaitu tidak melakukan dengan jalan fahsya dan mungkar – karena jalan fahsya dan mungkar merusak tatanan masyarakat yang membuat warga  dan negara itu lemah. Ini berakibat kepada keyakinan beragama lambat laun menjadi runtuh, karena hilang kepercayaannya disebabkan ulah orangnya, bukan ajarannya. Yaitu, berlawanan dengan isi ajaran agama yang sesungguhnya, dimana hidup beragama menjadikan setiap orang beriman menjadi khalifah pemakmur kehidupannya di bumi. Yaitu, selamat dan sejahtera di bumi dan selamat dan sejahtera di akhirat.

   Kembali mengenai pemahaman lafadz bahasa Arab dalam membaca bacaan shalat semisal mendapat anak kunci dari pintu masuk ke kamar kekhusyu’an. Untuk membantu kekhusyu’an shalat, dalam buku ini ada terjemahan arti dari bacaan-bacaan shalat ini penulis cantumkan pula. Disamping itu, mungkin ada yang perlu dibantu kefasihan dalam membaca tulisan huruf Arab, maka kami cantumkan pula transleterasi dalam huruf latin. Begitu pula kami sajikan pula daftar transleterasi tulisan dari huruf Arab ke Latin yang terdapat di halam akhir buku ini.

   Sebagai sumber dalil darimana bacaan-bacaan shalat itu, tidaklah salah kiranya penulis sebutkan sumber hadits dari lafadz-lafadz bacaan (dan juga gerakan-gerakan) yang kita lakukan.  Insya Allah akan menambah pula kemantapan kita terhadap keabsahan bacaan (dan gerakan) shalat yang dilakukan. Bacaan doa diantara dua sujud, seperti diatas, bersumber dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Abbas ra.

Testimoni Manfaat Ibadah Shalat

   Testimoni dari pengaruh atau dampak dan manfaat melakukan shalat, dari mengetahui arti dan makna dari bacaan lafadz doa yang berbahasa Arab, dapat penulis ambilkan dari suatu kisah nyata. Tahun 90-an, penulis dan kawan-kawan mengundang salah satu Menteri Kabinet Pembangunan untuk bersilaturahmi di salah satu rumah makan yang terletak dibelakang gedung kedutaan besar Indonesia di Washington D. C., Amerika Serikat. Salah satu perbincangannya adalah mengenai shalat. Apa kata menteri yang ’Prof Dr.’ ini: ”Saya tidak bisa menerima ’amplop’ - tentu berisi uang maksudnya, karena bertentangan dengan shalat yang saya lakukan itu”. Terhadap hal ini teringatlah penulis kepada sebuah firman Allah swt tentang pengaruh dahsyat dari ibadah shalat yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, khusyuk, paham dan terhayati maknanya, tentu akan ada bekasan-bekasan atau goresan-goresan yang tinggal di lubuk hati yang paling dalam:  Kerjakanlah Shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan fahsa – keji, buruk dan mungkar – salah, pelanggaran hukum dan ketentuan-ketentuan-Nya. 8 Inilah sebagian dari dampak dahsyat yang sangat positif dari mengerjakan shalat. Sebetulnya itu salah satu dimensi dari multi dimensi lainnya dari dampak mengerjakan shalat. Perintah shalat ini langsung diterima Rasulullah saw dari Allah ‘Azza wa Jalla ketika berada di Sidratul Muntaha, di langit yang ketujuh. 

   Ada pula pengakuan dari seorang Korea bernama San Jin Gu dengan pangkat Kapten. Ia adalah salah satu komandan Brigade-11 SF, perdamaian PBB dari Korea Selatan. Ia mengamati orang-orang muslim shalat berjamaah di Masjid. Kebetulan markas pasukannya berada dekat Mesjid itu yang terletak di wilayah Irbil, Irak bagian utara. Sang Kapten ini tertegun, sungguh luar biasa melihat gerakan-gerakan shalat ini, sampai-sampai sang Kapten ini mencoba menirukan di kamarnya sendirian. Pada saat mempraktekan gerakan-gerakan shalat itulah ia merasakan ketenangan dan kedamaian dihatinya.9 Firman Allah swt: “Shalatlah atas mereka, karena sesungguhnya shalatmu itu menenangkan dan menenteramkan mereka.10 Maknanya adalah mengerjakan shalat itu berdampak positif bagi kesehatan jiwa. Yaitu membuat ketenangan dan kedamaian di hati.

   Menjelang memasuki usia pensiun, penulis mulai mengerjakan shalat dalam keadaan duduk yang biasanya berdiri. Dari sinilah timbul niatan untuk mengkaji ulang pengetahuan ibadah shalat penulis. Setelah didapat pengetahuan menyeluruh dari ibadah shalat ini, kemudian dipraktekkan, ternyata setelah itu ada perbaikan. Shalat penulis normal kembali. Yaitu tidak lagi shalat duduk tapi kini shalatnya dimulai dari berdiri. Jadi dengan itu shalat berdampak dahsyat pula bagi kesehatan tubuh manusia, disamping ketenangan dan kedamaian hati seperti pengalaman Kapten San Jin Gu. Kemampuan penulis seperti itu mengisyarakat kepada penulis yaitu semuanya datang dari Allah Azza wa Jalla, karena kita berhubungan dengan-Nya langsung melalui shalat. Oleh karena itu sebagian ulama menyatakan shalat adalah mi’raj kaum muslimin, yaitu perjalan mushalli menemui-Nya melalui munajat kepada-Nya. Māsyā Allāh, lā quwwata illā billāh. Alhamdulillāhil ladzī bini’matihi tatimmush shā-lihāh - Semua terjadi atas kehendak Allah. Tidak ada kekuatan kecuali di tangan Allah. Segala puji bagi Allah yang dengan anugrah nikmat-Nya akan sempurnalah segala kebaikan. 

   Dengan testimoni dan pengalaman penulis seperti tersebut diatas, penulis mempunyai keyakinan kuat sekali bahwa shalat adalah sebagai agent of changes yaitu sebagai faktor yang menyebabkan perubahan yang sangat signifikan bagi kemajuan dan kebaikan pelakunya. Shalat yang sesungguh-sungguhnya shalat akan membawa kemanfaatan baik bagi diri dan berdampak dahsyat bagi masyarakat sekeliling - comunity development, seperti yang tercermin dalam shalat berjamaah.

Ibadah Shalat Membangun Peradaban Manusia

   Manfaat ibadah shalat tidak berhenti disitu saja, melainkan berlanjut. Karena kemanfaatannya multi dimensi. Yaitu berdampak dahsyat jika mengerjakan ibadah shalat dengan berjamaah. Peserta shalat berjamaah membangun peradaban manusia. Ini telah dibuktikan dalam sejarah Islam ketika Rasullullah saw membangun masyarakat Madinah yang tadinya jahiliyah (tidak berperadaban) menjadi berperadaban. Jama’ah diikat dalam kesepakatan bersama yang dituangkan secara tertulis menjadi ‘undang-undang dasar’ yang bernama Piagam - Charter Madinah 11 yang dibuat Rasulullah saw sebagai pondasi awal peradaban. Kemudian dilanjutkan oleh para pengikut beliau menjadi tradisi. Kebiasaan berdasarkan hukum inilah yang membangun peradaban ini. Dengan semangat itu pulalah Baghdad bangun yang menjadikannya pusat ilmu pengetahuan dunia, ketika itu. Kemudian berlanjut ke Al-Andalus - Spanyol Islam. Dari dua pusat ilmu tersebut, melahirkan tokoh-tokoh dan perintis ilmu kelas dunia seperti antara lain Ibnu Khaldun Bapak Ilmu Sosiologi dan Ekonomi, 12 Al-Zahrawi Bapak Ahli Bedah 13 dan Al-Khawarizmi Bapak Aljabar, juga algoritmi serta angka 0 (nol), 1 sampai dengan 9 sebagaimana orang Eropa menyebutnya sebagai ‘Arabic Number”, 14  Al-Jazari Insinyur Jenius dan Bapak Robotik; 15 dan seterusnya.

Peran Muhammad saw Dalam Bidang Pemerintahan.

   Sebelum kedatangan Rasul saw, berlaku ‘hukum rimba’ disebut juga Jahiliyah. Siapa yang kuat, itu yang menang, dan berikutnya menguasai yang kalah. Namun cara ini mempunyai efek vicious cycle – pembalasan dendam, yaitu yang tadinya kalah memerangi yang tadinya menang. Perang tidak ada hentinya, selalu perang memerangi. Mereka tidak pernah damai. Madinah tidak pernah stabil, sebelum kedatangan Rasul saw.

   Konflik yang dihadapi saat itu substansinya bukanlah konflik baru, melainkan telah menjadi budaya, dan in tidak baik bagi perkembangan Madinah. Bagaimana cara mengatasinya? Rasul Muhammad saw membuat Piagam Madinah sebagai kontrak sosial dalam bermasyarakat dalam suatu komunitas (negara) Madinah. Piagam atau Konstitusi Madinah yang tertulis ini merupakan  perjanjian dari Nabi saw berlaku di antara orang-orang Mukmin dan Muslim dari Quraisy dan Yatsrib serta siapapun yang mengikuti mereka, menyusul di kemudian hari, dan yang berjihad bersama mereka. Yaitu menyingkirkan belenggu Jahiliyah dan fanatisme kekabilahan - golongan-golongan yang berfaham tidak ta’aruf, 16 yang membuat Madinah tenggelam dalam ‘abad gelap’ 17 menjadi bangkit karena paham akan makna ta’aruf itu dalam bernegara (bermasyarakat, berkomunitas).  Banyak aspek yang bisa menjadi topik pembahasan terkait bagaimana Piagam Madinah dapat menjadi resolusi yang dapat mencegah konflik, selanjutnya  menyatukan pluralistik masyarakat Madinah ke dalam satu ummah.18 Suatu prestasi yang gemilang yang dilakukan Rasulullah saw dalam membangun peradaban.

   Kedekatan Nabi Muhammad saw dengan Allah Yang Maha Kuasa ini, ia bina melalui Ibadah shalat, shalat berjamah. Ibadah shalat Rasulullah saw sungguh luar biasa, membangun kebersamaan dalam kepemimpinan (imam) yang amanah dan ketaatan pengikutnya (jamaah). Dengan itu, dapat memecahkan masalah-masalah sosial dan kehidupan bernegara dan antar negara sekitarnya. Kepiawaannya Muhammad saw sebagai Rasullullah, pemimpin umat Madinah ini diabadikan oleh Dr. Micheal H. Hart, seorang ilmuan Amerika ternama di bidang astronomi dan geometri. Ia mengadakan riset tokoh-tokoh terkenal di dunia, kemudian hasilnya dipaparkan dalam bukunya The 100: A Ranking of the most Influential Persons in History, by Michael H. Hart,   Published by Carol Publishing Group. Dalam buku itu disebutkan bahwa: Sepanjang catatan sejarah, Muhammad (saw) adalah pemimpin peringkat pertama yang sungguh paling sukses. Dia mempengaruhi dunia, baik dalam kapasitasnya sebagai tokoh ’agama’ (religious) dan tokoh ‘keduniaan’ (secular).

   Sebelumnya, George Sale penulis terjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris yang diberi nama The Koran 19, terbit tahun 1734, melihat sosok Nabi Muhammad saw sebagai: Pribadi yang sungguh baik karakternya;  Punya kecerdasan yang mendalam; Perilakunya yang menyenangkan;  Mengasihi orang miskin; Sopan kepada setiap orang; Kukuh didepan musuh; Dan diatas segalanya, memiliki penghormatan yang sangat tinggi atas nama Allah.

   Kemudian ia menuliskan lagi: “if the religious and civil institutions of foreign nations are worth of knowledge, those of Mohammed, the lawgiver of Arabians, and founder of an Empire which in less than a century spread itself over a greater part of the world than the Romans were ever masters of, must needs be so.20 Uraian dalam bahasa Indonesia kurang lebihnya sebagai berikut: Jika agama dan sistem lembaga sipil dari bangsa asing (maksudnya bangsa Arab) berguna  sekali untuk diketahui, maka ketahuilah bahwa aturan dan hukum yang dibuat oleh Muhammad (saw), selaku pembuat hukum bagi orang Arab dan pendiri Imperium (Madinah), kurang dari satu abad, dengan sendirinya, telah mampu mengembangkan dan melebarkan wilayahnya lebih besar daripada apa yang dicapai Romawi yang dikenal sebagai penguasa dunia. Dengan itu sangat penting untuk mempelajari (siapa Muhammad saw dan apa yang diajarkan Kitab Suci al-Qur’an).

   Demikian sejarah telah mencatatnya, bahwa perkembangan Islam yang telah membangun peradaban itu tidak lepas dari rintisan usaha dan kerja keras para shahabat dibawah kepemimpinan Muhammad saw di Madinah. Kemudian tradisi itu dilanjutkan oleh setiap generasi dalam pemerintahan yang berdasarkan ajaran Islam yang dicontohkan Rasulullah saw. Dan generasi umat Islam dimana saja dia berada, berusaha melestarikan nilai-nilai ajaran Islam yang sangat menakjubkan George Sale, penerjemah Al-Qur’an, memberi penghormatan dan penghargaan tinggi kepada Rasulullah Muhammad saw dan kitab suci Al-Qur’an. Ini suatu fakta sejarah yang tidak bisa diabaikan, seperti apa yang digambarkan George Sale pada abad ke 18 (1734) dan kemudian oleh Michael H. Hart pada akhir abad ke-20 (1978).

   Demikianlah uraian kata pengantar penulis - yang ingin menggaris bawahi - bahwasanya sungguh betapa luarbiasanya dampak dahsyat dari shalat ini. Dengan ibadah shalat yang sungguh-sungguh, dapat membangun peradaban manusia. Suatu hal yang sebelumnya tidak terpikirkan sama sekali oleh penulis. Namun setelah mengadakan penelitian kepustakaan ini, dapat dipahami sekarang bahwa dampak melakukan shalat yang bersungguh-sungguh seperti yang dilakukan Nabi saw luar biasa hasilnya. Dengan kata pengantar ini, insya Allah akan mudah memahami hubungan dan dampak antara “ibadah shalat” dan “membangun peradaban” dalam menguraikan apa yang dituliskan dalam buku ini selanjutnya. □



Catatan Kaki:

1 Kata syar’i berdasarkan etimologi sendiri berarti perjalanan yang ditempuh di air. Dengan kata lain yaitu jalan yang dapat dilalui oleh manusia menuju Allah swt. Syar’i dikaitkan dengan hukum atau ketentuan dari Allah swt berarti seperangkat hukum, ketentuan atau peraturan yang merujuk kepada ketentuan dari Allah swt. Adapun ketentuan yang telah ditetapkan ini meliputi tentang perilaku manusia yang mengikat seluruh umat Muslim untuk mengikuti atau mentaatinya.

2 Dedication: The willingness to give a lot of time and energy to something because it is importance; Dedication is the act of consecrating our altar, temple, church, mosque or other sacred building; dedication: A feeling of very strong support for loyality to someone. Dedikasi adalah suatu komitmen, pengabdian, kesetiaan kepada Allah swt dengan cara peribadatan shalat dan amalan-amalan shalihan yang di ridhai-Nya. Dilakukan dengan sepenuh hati, tunduk dan tawadhu’, khusyu’ dan thuma’ninah, karena Dia adalah Pembesar Alam Semesta di mana kita berada dan kita diciptakan-Nya. Kita diciptakan-Nya sebagai makhluk yang beribadah kepada-Nya dan sebagai khalifah pemakmur di bumi.

3Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan janganlah kamu merusak segala amalmu (karena tidak menaati Allah dan menaati Rasul saw). [QS Muhammad 47:33]

4 Kalau wahyu datang memberikan ijmal (garis-garis besar, tidak diperinci), datanglah uraian dari Nabi saw secara tafhil (memperinci, memperjelas, memberi tuntunan). Misalnya datang perintah Ilahi shalat lima waktu, maka datanglah perbuatan Nabi saw menjelaskan bagaimana melakukan shalat dengan sabda beliau saw: Shallū kamā ra-aytumū fī ushallī.” Artinya: “Bershalatlah kamu sebagaimana kamu lihat aku bershalat.”

5 Beberapa atau sebagiam dari kosa kata Arab diterjemahkan kepada bahasa-bahasa selain bahasa Arab Qur’an atau hadits baru hampir-hampir persis atau tidak begitu persis benar. Contoh seperti kata Rabb kita artikan Tuhan, sementara Allāh kita artikan pula Tuhan. Rabb dalam bahasa Inggris diterjemah sebagai Lord, disamping ada kata God. Rabb terjemahan yang sebenarnya kedalam bahasa Indonesia cukup panjang, yaitu Tuhan yang mencipta alam semesta; Tuhan yang memelihara alam semesta; Tuhan yang mengurus alam semesta; Tuhan yang mengendalikan alam semesta; Tuhan yang diibadahi oleh makhluknya termasuk manusia. Maka dari itu ucapan ibadah shalat termasuk adzan dan iqamatnya mesti dalam bahasa kesatuan umat Muhammad, umat Islam, yaitu bahasa Arab. Begitu pula bacaan surat yang diambil dalam al-Qur’an dalam bahasa Arab, tidak bahasa Indonesia atau bahasa-bahasa lainnya, karena itu bukan al-Qur’an tapi terjemahan al-Qur’an. Allah swt berfirman: “Wa kadzālika anzalnāhu hukman ‘arabiyyā”, artinya atau terjemahannya: Dan demikian Kami (Allah) telah menurunkannya (al-Qur’an) sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa ‘Arab. [QS ar-Ra’d 13:37]. Lihat pula QS 26:195; QS 41:44; QS 42:7; QS 46:12.

6Otak disini merupakan metaphor (kiasan yang paling tepat) atau kata yang sandingannya tepat  dari fungsi otak - doa itu seperti otak, yang paling tepat dari hadits Rasul saw ini. Karena fungsi otak disamping fungsinya sebagai alat untuk menimbang dan berfikir (mana yang baik mana tidak; mana yang manfaat mana yang mudharat), tapi juga sebagai pusat kendali agar organ-organ tubuh bekerja dengan baik. Apa akibatnya kalau otak tidak bekerja?

Otak Anda mengendalikan semua fungsi tubuh Anda. Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh Anda. Jika otak Anda sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental Anda. Sebaliknya, apabila otak Anda terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental Anda bisa ikut terganggu.

Seandainya jantung atau paru-paru Anda berhenti bekerja selama beberapa menit, Anda masih bisa bertahan hidup. Namun jika otak Anda berhenti bekerja selama satu detik saja, maka tubuh Anda mati. Itulah mengapa otak disebut sebagai organ yang paling penting dari seluruh organ di tubuh manusia. Begitu pula halnya dengan doa dan dzikir yang dibaca dalam beribadah.

7 [QS Al-Fātihah 1:7]

8 [QS al-‘Ankabūt 29:45]   

9 afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/09/makna-gerakan-shalat-dari-segi-kesehatan.html

10 [QS at-Taubah  9:103].

11 afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/07/masa-millennium-ketiga-adalah-masa-nya.html

12 afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/11/ibnu-khaldun-bapak-ilmu-sosiologi-dan.html

  afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/11/ibnu-khaldun-bapak-ilmu-sosiologi-dan_4.html

13 afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/11/al-zahrawi-bapak-ahli-bedah.html

14 afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/11/al-khwarizmi-bapak-aljabar-1.html

  afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/11/al-khwarizmi-bapak-aljabar-2.html

15 afaisalmarzuki.blogspot.com//2015/11/al-jazari-insinyur-jenius-dan-bapak.html

  afaisalmarzuki.blogspot.com//2015/11/al-jazari-insinyur-jenius-dan-bapak_10.html

16Wahai Manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (lita'ārafū) satu sama lainnya. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. [QS Al-Hujurāt 49:13]. Ini adalah salah satu komponen. Dua komponen lainnya dan hubungannya sebagai berikut:

3 komponen nilai operasional yang perlu ditegakkan yaitu, adanya:

   1) Ta’aruf, yaitu saling kenal mengenal yang tidak hanya bersifat fisik atau biodata ringkas belaka, tetapi lebih jauh lagi menyangkut latar belakang sejarah dan pendidikan, budaya, keagamaan, pemikiran, ide-ide, cita-cita, serta problem-problem hidup yang di alami suku dan bangsa tersebut.

   2) Tafahum, yaitu saling memaklumi kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan masing-masing, sehingga segala macam bentuk kesalahpahaman dapat di hindari. Kemudian dicari kesamaan-kesamaan titik temu. Kalau ada perbedaan yang tidak adapat dipersatukan, dimaklumi saja, asalkan tidak bertindak secara fisik merugikan pihak lain. Dialog sesama bangsa terus dilakukan. PBB di aktifkan dan diberdayakan. Setiap ada perbedaan jangan diatasi dengan kekerasan bersenjata.

   3) Ta’awun, yaitu tolong menolong adalah kebutuhan hidup manusia yang tidak dapat dipungkiri sebagai makhluk sosial. Kenyataan membuktikan, bahwa suatu pekerjaan atau apa saja selalu membutuhkan pihak lain. Pekerjaan tidak akan dapat dilakukan sendirian oleh seseorang (kelompok suku, kelompok bangsa) meski dia memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang hal itu. Ini menunjukkan, bahwa tolong-menolong dan saling membantu (adanya gotong royong dan teamwork) adalah suatu keharusan dalam hidup manusia yang ada secara naluriah dalam hati yang bersih. Mestinya tidak ada keraguannya. Untuk itu perlu Allah Subhana wa Ta’ala mengingatkan manusia yang mungkin hatinya telah lalai - sehingga ragu dalam menyadarinya, dengan berfirman-Nya mempertegas sebagai berikut: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” [QS Al-Maidah  5:2].

   Ta’awun dalam artian semangat teamwork dalam bekerja, yaitu tolong menolong dimana yang kuat menolong yang lemah dan yang memiliki kelebihan menolong orang yang kekurangan. Nah kalau ada saja pandangan atau paradigma yang menjadi ideologi masing-masing negara seperti tersebut, maka harapan dunia akan damai, sejahtera dan tenteram akan ada - artinya tanpa ada peperangan, akan tercapai. Potensi untuk berperang-perangan nantinya lebih, lebih, lebih dahsyad lagi dari perang pacific dengan “bom atom” yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, akan dapat dihindari.

17 Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, Pustaka Al-Kautsar,1999, hal 250.

18 afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/10/piagam-madinah.html

19 The Koran, commonly called The Alcoran of Mohammed, di terbitkan tahun 1734 , di Cetak oleh C. Ackers, London,  Inggris. The Koran ini sebagai buku pegangan Thomas Jefferson dalam memahi pengetahuannya dalam bidang hukum dalam ajaran Islam dan muslim. Lihat uraian yang dimuat pada http://bedahbuku-faisal.blogspot.com/2016/09/siapa-george-sale.html  dan pada http://bedahbuku-faisal.blogspot.com/2016/06/thomas-jefferson-dan-quran.html

20 http://bedahbuku-faisal.blogspot.com/2016/06/thomas-jefferson-dan-quran.html

   Al-Qur’an yang oleh umat muslim dipercayai sebagai buku yang berisikan tuntunan-tuntunan spiritual (ibadah mahdah) juga dipercayai sebagai buku yang berisi tuntunan hukum dan syariat (ibadah ghaira mahdah - muamalah yaitu hubungan antar manusia). Karena seringnya Pufendorf membahas hukum-hukum yang dicantumkan dalam Al-Qur’an. Sehubungan dengan itu, Jefferson * terdorong untuk membeli dan membaca langsung hukum-hukum tersebut dari sumber aslinya (Al-Quran) yang dibeli dari rumah percetakan Virginia Gazzette pada musim semi tahun 1765.

   Tidak hanya sampai disitu saja, Jefferson juga membeli buku George Sale lainnya yang berjudul Sale’s “Preliminary Discourse” karena buku tersebut menyajikan uraian yang lebih detail mengenai hukum Islam, terutama pada bab ke-6 dengan sub judul “Of The Institutions of the Koran in the Civil Affair”. Dalam buku ini, Sale yang menganggap Muhammad SAW sebagai legislator dan lawgiver bagi bangsa Arab (atau ajarannya kadang disebut Mohammedan). Dan mengingat pentingnya hukum tersebut untuk dibaca, ia menyarankan dalam bukunya bahwa “if the religious and civil institutions of foreign nations are worth of knowledge, those of Mohammed, the lawgiver of Arabians, and founder of an Empire which in less than a century spread itself over a greater part of the world than the Romans were ever masters of, must needs be so”

   Artinya: Jika hukum-hukum agama dan sistem lembaga sipil dari bangsa asing penting untuk diketaui, maka aturan dan hukum yang dibuat oleh Muhammad (saw), penguasa dan penegak hukum bangsa Arab yang mampu mengembangkan bangsanya lebih besar daripada bangsa Romawi dalam waktu kurang dari satu abad, juga sangat penting untuk dipelajari.
 
   Jefferson juga sempat mendalami bahasa Arab dan sangat berminat dalam mendalami Al-Qur’an. Jefferson mulai mendalami basic grammar bahasa arab dengan membeli buku yang berjudul Rudimenta Linguae Arabicae karanganThomas Erpensius dan buku Simplification des Langues Orientales karangan C.F. Folney. Seiring dengan kegiatannya membaca Al-Qur’an, ia juga seorang yang sangat teliti dan memiliki hobi untuk selalu melakukan cross-check tentang apa yang ia baca dari Al-Qur’an dengan buku-buku lain yang mencantumkan ayat-ayat Al-Qur’an baik dalam bahasa Arab dan yang telah diterjemahkan. Salah satu fakta yang sangat menggangu pikiran Jefferson tentang Al-Quran adalah berkenaan dengan keotentikan serta tidak terdapatnya sedikitpun kontradiksi dari Kitab tersebut. Ia menyatakan bahwa tidak ada satu bukupun yang pernah ditulis (written text) dapat diklaim memiliki kesempurnaan yang absolute kecuali oleh orang Islam terhadap Al-Qur’annya.

*Jefferson, lengkapnya Thomas Jefferson adalah ahli hukum; Penyusun naskah proklamasi kemerdekaan Amerika – Declaration of Independence of America dari tangan kerajaan Inggris; Presiden ke-3 Amerika Serikat yang terpilih dalam dua kali term – setelah selesai masa jabatannya, selanjutnya terpilih lagi. □□□

Blog Archive