P
|
ada negara Teokrasi, identik
dengan pemusatan kekuasaan pada tokoh-tokoh spiritual yang sekaligus sebagai
Kepala Negara. Dalam Negara Teokrasi, Kepala Negara yang sekaligus tokoh
spiritual, biasanya dianggap sebagai keturunan Dewa, manusia setengah Tuhan,
dan manusia pilihan Tuhan, bahkan juga dianggap sebagai reinkarnasi dari orang
suci. Negara Teokrasi ini populer pada abad pertengahan dan sebelumnya. Salah
satu contoh Negara Teokrasi pada masa sebelum masehi adalah Negara Mesir Kuno.
Mesir Kuno, dipimpin oleh kepala negara yang diberi gelar Fir’aun. Dalam hal
ini, Fir’aun dianggap jelmaan Dewa oleh rakyatnya. Sehingga apa yang diucapkan
Fir’aun diakui sebagai hukum oleh rakyat.
Negara Teokrasi Katolik
Setelah
kepergian Nabi Isa, kaum Kristen terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama
adalah kaum Yudeo Christian (Kristen yang menyerupai Yahudi), kelompok Kristen
ini banyak tersebar di Jazirah Arab. Pengikut dari kelompok ini terutama dari
kalangan kaum Israel. Kelompok yang ke dua adalah Kristen Trinitas, kelompok
yang ke dua ini dipelopori oleh Paulus. Pada saat itu memang sedang terjadi
pertentangan antara kedua kelompok Kristen ini. Pada awalnya Paulus dan
pengikutnya mendapat kekalahan.
Namun,
kelompok Paulus ini mendapatkan kemenangan justeru setelah meninggalnya Paulus,
sebab pada saat itu Kaisar Romawi yang bernama Konstantin, memeluk agama
Kristen. Kaisar Konstantin mengeluarkan dekrit untuk melindungi kaum Kristen
pengikut Paulus, serta menjadikan agama Kristen sebagai agama resmi negara
Romawi. Negara Romawi yang tadinya menganut agama Pagan, berubah menjadi Negara
Teokrasi Katolik dengan sistem Keuskupannya. Artinya, adanya kombinasi
pemusatan kekuasaan pada Raja kemudian Gereja. Disinilah dimulai era yang
disebut abad pertengahan (abad ke 5 s/d 16). Pada era ini, Negara Teokrasi
Katolik cukup populer di Eropa dan sebagian Rusia.
Namun,
negara Teokrasi ini banyak mendapat kritikan dari para Filosof, di antara
mereka ada yang menghendaki pemisahan Gereja dari pemerintahan (cikal bakal
Sekularisme) bahkan ada yang menolak agama sama sekali (cikal bakal Komunisme).
Kemudian satu per satu negara Eropa berubah, yang tadinya Negara Teokrasi
Katolik menjadi negara Sekuler.
Pada
saat ini, cuma ada satu Negara Teokrasi Katolik, yakni Vatikan. Tentunya dengan
kondisi yang jauh berbeda dengan negara Teokrasi pada masa lalu, karena
pengaruh Sekularisme di Vatikan. Pada saat ini memang Vatikan ada usaha untuk
membina hubungan dengan umat Islam. Ini sebagaimana yang ditulis oleh Dr.
Maurice Bucaille: “Usaha-usaha untuk pendekatan antara Vatican dan Islam telah
diikuti dengan bermacam-macam manifestasi dan pertemuan yang konkrit. Tetapi
hal-hal tersebut hanya diketahui oleh jumlah yang sangat sedikit di Barat
walaupun mass media seperti pers, radio dan televisi memberitakannya tapi tidak
begitu disimak secara signifikan oleh khalayak ramai.
Surat-surat
kabar menyiarkan tentang kunjungan Kardinal Pignedoli, Ketua Departemen urusan
bukan Kristen kepada Baginda (almarhum) raja Faisal dari Saudi Arabia, pada
tanggal 24 April 1974. Harian Le Monde (Dunia) tanggal 25 April 1974 hanya
memuat berita itu dalam beberapa baris. Tetapi berita tersebut adalah penting
karena Kardinal Pignedoli menyampaikan kepada Sri Baginda pesan dari Paus
Paulus VI yang berisi rasa hormat Paus Paulus VI, yang diiringi dengan
keyakinan yang mendalam tentang kesatuan Dunia Islam dan Dunia Kristen yang
kedua-duanya menyembah Tuhan yang Satu.
Enam
bulan kemudian pada bulan Oktober 1974, Paus Paulus VI secara resmi menerima
ulama-ulama Saudi Arabia di Vatican. Pada waktu itu juga diadakan diskusi
antara pihak Islam dan pihak Kristen mengenai hak-hak manusia dalam Islam.
Surat kabar Vatican L’observatore Romano yang terbit pada tanggal 26 Oktober
1974 memuat berita diskusi tersebut pada halaman pertama. Berita-berita
tersebut mengambil tempat yang lebih besar daripada berita tentang penutupan
sidang Synode uskup-uskup di Roma.
Ulama-ulama
Arabia kemudian mengunjungi Majelis Ekumeni Gereja di Geneva dan diterima oleh
Monsigneur Elchenger, uskup Strasburg yang kemudian meminta kepada mereka untuk
sembahyang lohor di Kathedral. Hal tersebut saya sajikan karena luar biasa dan
karena artinya yang besar. Tetapi meskipun begitu sedikit sekali orang yang
saya tanya dapat mengerti kejadian-kejadian tersebut.
Sikap
keterbukaan terhadap Islam yang diperlihatkan oleh Paus Paulus VI yang pernah
berkata, dijiwai dengan kepercayaan penah tentang kesatuan Dunia Islam dan
Kristen yang rnenyembah Tuhan Yang Satu, akan membuka halaman baru dalam
hubungan kedua agama. Mengingat sikap Kepala Gereja Katolik terhadap umat Islam
adalah perlu sekali, karena banyak orang Kristen terpelajar masih berfikir
seperti yang dilukiskan oleh Dokamen Orientasi untuk Dialog antara umat Kristen
dan umat Islam dan tetap menolak menyelidiki (mempelajari) ajaran-ajaran Islam.
Dan karena sikap tersebut mereka tetap tidak memahami realitas dan tetap
berpegangan kepada idea yang sangat salah mengenai Wahyu Islam.” [Maurice Bucaille, La Bible Le Coran Et La Science]
Negara Teokrasi Yahudi
Negara
Israel yang dirancang oleh Theodore Herzl pada tahun 1891 adalah sebuah negara
Theokrasi (sesudah Vatikan dan Republik Islam Iran), yang terkait erat dengan
ajaran Talmud tentang “Tanah Israel” (Erzt
Israel). Negara Israel adalah satu-satunya negara di dunia yang
tidak memiliki perbatasan yang jelas, atau dengan kata lain, tidak memiliki
perbatasan sama sekali, baik dalam gagasan maupun dalam konstitusinya. Luas
wilayah Negara Israel yang dibentuk tidak pernah ditentukan.
Konsepsi
tentang wilayah dan batas-batas negara Israel didasarkan pada Kitab Taurat.
Berdasarkan Taurat, wilayah negara Israel luasnya “dari sungai Nil sampai ke
sungai Eufrat dan Tigris” (Genesis Revisi ke-15, ayat 18), tanah-air menurut
ajaran agama Yahudi ada1ah ”Tanah Suci” (Kitab Zakaria 2:12), tanah itu adalah
“Tanah Tuhan, karena Tuhan tinggal disana” (Kitab Yusya 9:3), tanah itu adalah
“Tanah yang Dijanjikan oleh Tuhan kepada Ibrahim” (Kitab Tatsniah II:12), dan
menurut Taurat lagi, tanah itu adalah “Tanah pilihan untuk, diwariskan kepada
Ummat Pilihan”. Taurat tidak dengan jelas, menetapkan tentang batas-batas
wilayah ‘Erzt Israel’. Lagipula Deklarasi Balfour hanya menyebut “Tanah Air
bagi Bangsa Yahudi” di Palestina tanpa menetapkan batas-batasnya.
Negara
yahudi adalah negara yang dicita citakan oleh Theodore Herzl. Menurut dia,
orang Yahudi harus punya sebuah negara. Theodore Herzl banyak menuangkan
pemikiran pemikirannya tentang negara Yahudi. “Di Bazel saya mendirikan negara
Yahudi…Barangkali dalam waktu lima tahun, dalam limapuluh tahun, orang niscaya
akan menyaksikannya”. [Theodore Herzl]
Theodore
Herzl yang memikirkan bahwa, untuk membentuk negara Yahudi dibutuhkan lobi
keuangan yang kuat. Dengan menguasai keuangan suatu negara maka dapat
mempengaruhi negara-negara Barat untuk mendukung berdirinya negara Yahudi.
Theodore
Herzl tidak hanya menyatakan bahwa kaum Yahudi harus membentuk suatu bangsa,
tetapi dalam menghubungkan tindakan dari bangsa Yahudi ini kepada dunia, Herzl
menulis: “Bila kita tenggelam, kita akan menjadi suatu kelas proletariat
revolusioner, pamanggul ide dari suatu partai revolusioner; bila kita bangkit,
dipasikan akan bangkit juga kekuasaan keuangan kita yang dahsyat”.
Pada
abad 19 terjadi migrasi besar besaran kaum Yahudi Eropa ke Negara Khilafah
Islam. Migrasi besar besaran ini disebabkan karena di Eropa pada waktu itu ada
sentimen anti Yahudi. Disamping itu, migrasi ini memang sudah direncanakan oleh
para pemikir pemikir Yahudi, dengan harapan bahwa kelak kaum Yahudi dapat
mendirikan negara di wilayah Negara Khilafah Islam. Sebenarnya sejak tahun 1882
Khalifah Abdul Hamid II telah mengeluarkan sebuah dekrit yang isinya, meski
Khalifah sepenuhnya siap untuk mengizinkan orang Yahudi beremigrasi ke wilayah
kekuasaannya, dengan syarat mereka menjadi kawula Negara Khilafah Islam tetapi
baginda tidak akan mengizinkan mereka meneap di Palestina. Alasan pembatasan
ini karena, “diduga Emigrasi kaum Yahudi di masa depan akan membuahkan sebuah
negara Yahudi”
Cita
cita mendirikan negara Yahudi ini di dukung oleh negara negara Eropa, karena
Eropa mempunyai kepentingan politik untuk membuat konspirasi dalam rangka
menghancurkan Negara Khilafah Islam. Karena dengan hancurnya Negara Khilafah
Islam, akan membuat Eropa lebih leluasa menjajah negari negeri Muslim. Buku
Moses Hess ‘Roma und Jerusalem’ (1862) mendapat perhatian dan dukungan dari
tokoh-tokoh kolonialis Barat karena beberpa pertimbangan: 1) Adanya konfrontasi
antara Eropa dengan Negara Khilafah Islam di Timur Tengah; 2) Bangsa-bangsa
Eropa membutuhkan suatu ‘bastion’ (bentang/pertahanan-red.) politik yang kuat
di Timur Tengah dan ketika kebutuhan itu muncul orang Yahudi menawarkan diri
secara sukarela menjadi proxi (wakil-red.) negara-negara Eropa; 3) Kebutuhan
bangsa-bangsa Eropa itu sesuai dengan aspirasi kaum Yahudi untuk kembali ke Palestina;
4) Gerakan Zionisme akan berfungsi membantu memecahkan “masalah Yahudi” di
Eropa.
Pada
akhir abad 19 memang Negara Khilafah Islam berada dalam keadaan lemah. Lemahnya
Negara Khilafah Islam ini lebih disebabkan karena faktor internal, yakni
pengkhianatan yang dilakukan oleh penguasa penguasa negeri Muslim yang
memisahkan diri (disintegrasi) dari kekuasaan Negara Khilafah Islam. Pada 3
Maret 1924, Negara Khilafah Islam dibubarkan oleh agen Inggris, Mustafa Kemal Attaturk.
Dengan demikian kaum Yahudi lebih leluasa untuk mendirikan negara Israel.
Pendirian negara Israel berhasil dilakukan pada tahun 1948. Pada tanggal 14 Mei
1948 jam 16:00, David
Ben-Gurion, pemimpin Yahudi, bediri di bawah potret Theodore Herzl – pendiri
gerakan Zionist – mengumumkan berdirinya negara Israel: “Marilah kita semua
mengakui bahwa kami kaum Yahudi adalah satu bangsa dari mana setiap orang
Yahudi apa pun negara, tempat asalnya, atau keyakinannya, perlu menjadi warga
dari kebangsaan kami”. [Louis D. Brandeis, Hakim Agung
pada Mahkamah Agung A. S.]
Hingga
saat ini Israel masih berusaha melakukan perluasan wilayah, karena batas
wilayah negara Teokrasi ini tidak jelas. Ketika ditanya tentang batas-batas
negara Israel, Chaim Weizmann,
presiden pertama negara Israel, menegaskan, “Luas negara Israel tidak ditentukan. Luasnya
akan disesuaikan dengan kebutuhan dan jumlah penduduknya”. Perdana menteri
Israel Golda Meir bahkan dengan congkak menyatakan, luas negara Israel adalah: “sejauh
yang dapat dicapai oleh militer Israel”.
Negara Teokrasi Hindu
Pada
akhir abad 12, terjadi perang antara kerajaan Singosari melawan Kediri. Kediri
yang di pimpin oleh Jayakatwang berhasil mengalahkan Singosari. Saat itu Raja
Singosari adalah Sri Kertanegara. Kertanegara punya anak laki laki bernama
Raden Wijaya. Pada saat invasi Kediri, Sri Kertanegara memerintahkan Raden
Wijaya untuk mempertahankan ibukota Singosarai di bagian utara. Mengetahui
Singosari kalah, kemudian Raden Wijaya mengungsi ke desa Kudadu. Kemudian Raden
Wijaya bersama sisa pasukannya menyeberangi laut Madura.
Sampai
di Madura, Raden Wijaya disambut baik oleh Arya Wiraraja, penguasa Madura.
Kemudian Raden Wijaya kembali ke Jawa. Di jawa, Raden Wijaya disambut baik oleh
jayakatwang dan diberi daerah kekuasaan di desa terik. Di desa inilah, raden
wijaya mendirikan desa majapahit. Junus satrio menuliskan: “Pada tahun 1215
Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja pertama dengan gelar Sri Kartarajasa
Jayawardhana. Keempat anak Kertanegara dijadikan permaisuri dengan gelar Sri
Parameswari Dyah Dewi Tribhawaneswari, Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri
Jayendradewi Dyah Dewi Prajnyaparamita, dan Sri Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri.
Dari Tribhawanes-wari ia memperoleh seorang anak laki bernama Jayanagara
sebagai putera mahkota yang memerintah di Kadiri. Dari Gayatri ia memperoleh
dua anak perempuan, Tribhawanottunggadewi Jayawisnuwardhani yang berkedudukan
di Jiwana (Kahuripan) dan Rajadewi Maharajasa di Daha. Raden Wijaya masih
menikah dengan seorang isteri lagi, kali ini berasal dari Jambi di Sumatera
bernama Dara Petak dan memiliki anak darinya yang diberi nama Kalagamat.
Seorang perempuan lain yang juga datang bersama Dara Petak yaitu Dara Jingga, diperisteri
oleh kerabat raja bergelar ‘dewa’ dan memiliki anak bernama Tuhan Janaka, yang
dikemudian hari lebih dikenal sebagai Adhityawarman, raja kerajaan Malayu di
Sumatera. Kedatangan kedua orang perempuan dari Jambi ini adalah hasil
diplomasi persahabatan yaang dilakukan oleh Kartanegara kepada raja Malayu di
Jambi untuk bersama-sama membendung pengaruh Kubhilai Khan. Atas dasar rasa
persahabatan inilah raja Malayu, Srimat Tribhawanaraja Mauliwarmadewa,
mengirimkan dua kerabatnya untuk dinikahkan dengan raja Singhasari. Dari
catatan sejarah diketahui bahwa Dara Jingga tidak betah tinggal di Majapahit
dan akhirnya pulang kembali ke kampung halamannya.”
Pada
1293, Jawa kedatangan pasukan Tartar. Pasukan Tartar ini ingin membalas
penghinaan yang dilakukan oleh Kerajaan Singosari pada 1289. Raden Wijaya yang
masih menyimpan pemusuhan terhadap Jayakatwang, menyambut baik tentara Tartar
dan menawarkan bantuan untuk mengalahkan pasukannya Jayakatwang. Pasukan Tartar
bersama pasukannya Raden Wijaya menyerang Daha dan menewaskan 5000 prajurit
yang setia pada Jayakatwang. Akhirnya Jayakatwang menyerah dan ditawan oleh
pasukan Tartar.
Setalah
bersama sama mengalahkan Jayakatwang, Raden Wijaya berniat mengusir pasukan
Tartar dari Jawa. Raden Wijaya beralasan ingin pulang ke Majapahit untuk
mengambilkan upeti untuk diberikan kepada Kubhilai Khan (Raja Tartar). Panglima
Tartar mengizinkan, asal Raden Wijaya dikawal oleh dua perwira Tartar beserta
beberapa prajurit. Namun, ditengah perjalanan, Raden Wijaya berhasil membunuh
kedua perwira tersebut beserta prajurit prajuritnya. Dari Majapahit, Raden
Wijaya membawa pasukan dan melakukan penyerangan terhadap tentara Tartar yang
menewaskan 3000 tentara Tartar. Pasukan Tartar yang tersisa hengkang dari Jawa.
Raden
Wijaya wafat pada 1309, anaknya Raden Wijaya yang bernama Jayanagara
menggantikan ayahnya memimpin Majapahit. Pada saat kepemimpinan Jayanagara
terjadi pemberontakan Kuti, kemudian pemberontakan itu berhasil diredam oleh
Gajah Mada. Setelah Jayanagara wafat karena dibunuh pada 1328, kepemimpinan
Majapahit dipegang oleh adik perempuan Jayanagara yang bernama
Jayawisnuwardhani. Kemudian Jayawisnuwardhani mengundurkan diri dan digantikan
anaknya yang bernama Hayam Wuruk pada 1350. Junus Satrio menuliskan: “Di masa
pemerintahan Hayam Wuruk inilah Majapahit mencapai puncak kebesarannya. Ambisi
Gajah Mada untuk menundukkan nusantara mencapai hasilnya di masa ini sehingga
pengaruh kekuasaan Majapahit dirasakan sampai ke Semenanjung Malaysia,
Sumatera, Kalimantan, Maluku, hingga Papua. Tetapi Jawa Barat baru dapat
ditaklukkan pada tahun 1357 melalui sebuah peperangan yang dikenal dengan
peristiwa Bubat, yaitu ketika rencana pernikahan antara Dyah Pitaloka, puteri
raja Pajajaran, dengan Hayam Wuruk berubah menjadi peperangan terbuka di
lapangan Bubat, yaitu sebuah lapangan di ibukota kerajaan yang menjadi lokasi
perkemahan rombongan kerajaan tersebut. Akibat peperangan itu Dyah Pitaloka
bunuh diri yang menyebabkan perkawinan politik dua kerajaan di Pulau Jawa ini
gagal. Dalam kitab Pararaton disebutkan bahwa setelah peristiwa itu Hayam Wuruk
menyelenggarakan upacara besar untuk menghormati orang-orang Sunda yang tewas
dalam peristiwa tersebut. Perlu dicatat bawa pada waktu yang bersamaan
sebenarnya kerajaan Majapahit juga tengah melakukan eskpedisi ke Dompo
(Padompo) dipimpin oleh seorang petinggi bernama Nala.”
Pada
1364 Gajah Mada meninggal dunia, terjadi kekosongan jabatan Mahapatih selama 3
tahun. Kemudian jabatan Mahapatih dipagang oleh Gajah Enggon. Hayam Wuruk meninggal
pada 1389. Kepemimpinan Majapahit dipegang oleh menantunya yang bernama
Wikramawardhana. Ia memerintah Majapahit selama 12 tahun kemudian mengundurkan
diri. Kemudian yang naik tahta adalah puterinya yang bernama Suhita. Hal ini
tidak disetujui oleh Bhre Wirabhumi, anak selir Hayam Wuruk. Bhre Wirabhumi
melakukan pemberontakan untuk merebut tehtanya Suhita, namun pemberontakan ini
berhasil digagalkan, bahkan Bhre Wirabumi berhasil dibunuh oleh Raden Gajah.
Kematian
Bhre Wirabhumi mengakibatkan pertikaian berkepanjangan antar dua keluarga. Pada
1477 Suhita wafat. Tahta Majapahit dipegang oleh adiknya yang bernama Dyah
Kertawijaya. Kemudian diganti oleh Bhre Pamoto. Pada 1453-1456, terjadi
kekosongan tahta Majapahit akibat dari pertikaian keluarga. Situasi ini sedikit
mereda ketika Dyah Suryawikrama Girisawardana naik tahta. Namun tak lama Dyah
Suryawikrama Girisawardana memegang kendali, perang saudara kembali berkecamuk.
Demikianlah kekuasaan silih berganti beberapa kali dari tahun 1466 sampai
menjelang tahun 1500. Berita-berita Cina, Italia, dan Portugis masih
menyebutkan nama Majapahit di tahun 1499 tanpa menyebutkan nama rajanya. Selanjutnya
Junus Satrio menulis: “Demikianlah maka pada tahun 1478 hancurlah Majapahit
sebagai sebuah kerajaan penguasa nusantara dan berubah satusnya sebagai daerah
taklukan raja Demak. Berakhir pula rangkaian penguasaan raja-raja Hindu di Jawa
Timur yang dimulai oleh Keng Angrok saat mendirikan kerajaan Singhasari,
digantikan oleh sebuah bentuk kerajaan baru bercorak agama Islam.” □ AFM