Friday, August 28, 2015

Sabar Itu Membuat Kita Terhormat



  • Sabar tidak identik dengan kepasrahan dan menyerah pada kondisi yang ada, atau identik dengan keterdzaliman. Justru sabar adalah sebuah sikap aktif, untuk merubah kondisi yang ada, sehingga dapat menjadi lebih baik dan baik lagi.

  • “Wahai orang-orang yang beriman! Mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar." [QS Al-Baqarah 2:153]


Pendahuluan

S
abar Itu Membuat Kita Terhormat. Demikian tema dari judul uraian ini. Boleh jadi kesan dan pendapat tentang ‘sabar’ ini kurang begitu ‘wah’, karena terlalu sering mendengarnya. Jadi maknanya tidak menggigit lagi. Terlebih lagi sering diartikan dalam kaitan adanya suatu musibah yang tidak akan berubah lagi, melainkan mendapat kemalangan yang merugikan atau terasa terdzalimi. Dengan itu makna yang dimengertinya secara umum adalah “terima saja” atau “nrimo”. Seolah tak ada daya. Sementara itu Nabi Allah Ya’kub as mengatakan bahwa sebuah kesabaran itu adalah, “Fashabrun Jamīl” artinya kesabaran yang baik. Karena Nabi Ya’kub as ‘menderita’ selama lebih seperempat abad menahan ‘rasa sakit’ karena mendapat berita ‘kematian’ anaknya Yusuf as dari anak-anaknya, sepulang dari berpergian bersama Yusuf. Kematiannya disebabkan diterkam dan dimakan oleh binatang buas yang diberitakan anak-anaknya. Ini dibuktikan dengan pakaiannya yang berlumuran darah. Nabi Ya’kub as dalam hatinya tidak percaya mutlak, karena yang melaporkan berita duka cita itu anak-anaknya sendiri percaya tidak percaya Yusuf as yang diharapkan menjadi orang tidak kembali, itu “mengganjal perasaannya”. Tapi ia ganti perasaan itu dengan sabar (teguh keyakinanan bahwa Yusuf as akan selamat) seperti dikisahkan di dalam Al-Qur’an bagaimana hatinya berkata sebagai berikut:

قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

Dia (Ya'qub as) berkata: “Sebenarnya hanya dirimu sendirilah [wahai anak-anakku] 1 yang memandang baik urusan (yang buruk) itu [mencelakakan Yusuf dengan memasukkan ke dalam air sumur], 1 Maka (kesabaranku) adalah kesabaran yang baik (fashabrun jamīl). Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku [ternyata kemudiannya semua anak-anaknya selamat dan bersilaturahim kembali]; 1 Sungguh, Dia-lah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. [QS Yūsuf 12:83].

   Singkat ceritanya, perbuatan buruk saudara-saudaranya itu yang dipandang baik oleh saudara-saudara Yusuf as, karena iri akan masa depan Yusuf as yang baik (kelak lebih baik dari mereka - menjadi penguasa di Mesir).  Anak bungsunya Bunjamin yang disayang Ya’kub as yang kedua kalinya dikecewakan oleh saudara-saudaranya tidak kembali karena dituduh mencuri dan ditahan oleh penguasa Mesir seketika anak-anaknya ingin kembali dari kepergiannya untuk mendapatkan bahan-makanan disana selagi musim paceklik diseentero daerah Mesir dan sekitarnya. Kemudiannya anaknya Bunjamin kembali lagi ke keluarganya sementara Yusuf as menjadi Pembesar di Mesir.

   Keoptimisan Ya’kub as dari kesabarannya menghadapi perjalanan hidupnya berakhir dengan “happy ending” sebagaimana akhir dari penggal terakhir ayat 83 surat Yusuf, “Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku” yaitu Yusuf as masih hidup, Bunjamin kembali dan saudara-saudaranya bersatu dengan orang tuanya, malah Yusuf as bernasib baik sebagaimana “mimpinya”. Juga Ya’kub as sembuh dari kebutaannya semenjak “kehilangan” Yusuf as. 2  Dari tarich kisah Ya’kub as Yusuf as terkuaklah lebar-lebar pengertian positif dari kata sabar itu bagi kita. Sabar membangunkan kesadaran hidup, bagaimana menyikapi “musibah” yang dihadapinya dengan optimis.

   Ada kesetaraan kata sabar (bahasa Indonesia terambil dari kosa kata Arab) setara dengan bahasa Inggris seperti “patience” kata sifat yang artinya “persistence” yang artinya “refusing to relent” yaitu pantang kalah, pantang menyerah dalam menghadapi lawan atau keadaan serta kondisi buruk. “Continuing to exist” or “endure” yaitu tetap tegak berdiri, hidup, tangguh, tanpa kehilangan harapan. “Persist” artinya “to refuse to give up from opposition and difficulty” yaitu pantang menyerah terhadap lawan dan kesulitan yang terjadi. “Endure” artinya “to harden the heart” yaitu perkuat kemauan atau tekad hati yang keras untuk menyelesaikannya dan “durable” tahan banting dari ancaman-ancama atau hambatan-hambatan yang ada. Semua berkaitan dengan suatu tekad dan ada suatu keinginan keras dan serius untuk mengatasi dan menyelesaikan  kesulitan, masalah, kegagalan yang dihadapi menjadi berhasil walaupun berat tapi dengan usaha tertentu dapat diatasi dan dimenangkan.

   Kemudian pengertian diatas tidaklah berbeda dari bahasa Arabnya. Sabar berarti al-hasbu (menahan) dan al-man’u (mencegah). Lawan kata dari keduanya adalah al-jaz’u (hanya keluh kesah saja, tidak berbuat nyata dalam mengatasinya). Jika dikatakan: shabara-shabran, maka maksudnya adalah, tegar dalam mengatasinya dan tidak berkeluh kesah. Shabara berarti, menunggu (hasil yang baik). Contoh lain, jika disebut, shabara nafsahu, dapat berarti, menahan diri dan mengekangnya (dari berbuat yang kontra produktif, negatif). Kata shabartu shabran dapat diartikan, aku menahan diriku dalam berkeluh kesah yang sering dilakukan ketika keadaan sulit atau musibah datang. “Puasa”, atau “shaum” dalam Bahasa Arab, disebut juga dengan “sabar” karena di dalamnya mengandung makna menahan diri dari apa yang tadi biasa dilakukan sebagai kebutuhan hidup, kemudiannya harus berpuasa di siang harinya seperti tidak boleh makan, minim dan melakukan hubungan suami istri. Maknanya “puasa” dalam hal ini adalah supaya (akan) terlatih “menghadapi keadaan darurat yang sebenarnya” jika terjadi di kemudian harinya tidak canggung dan tidak berkeluh kesah saja, melainkan mencoba sabar dalam mengatasinya.


Aplikasi Sabar dalam kehidupan sehari-hari

   Dalam diri kita terkadang begitu sulit untuk menerima keadaan yang tidak diharapkan tapi datang kepada kita. Seperti dalam menghadapi musibah, kegagalan, berita buruk, dan ganguan-gangguan lainnya. Dalam kedaan seperti itu mudah kita berkeluh kesah, dan panik atau agresif yang membabibuta dengan cara marah, bertengkar dan mau memukulnya (menciderai lawannya), atau sebaliknya menjadi pasif (menyendiri dalam kekecewaan hidup yang amat dalam). Sebenarnya kalau kita mau ber-”sabar” saja menghadapi keadaan daripada berkeluh kesah, marah, bertengkar dan mau memukul seseorang, maka sabar itulah jalan yang terbaik. Hadits Rasulullah SAW menjelaskan tentang manfaat dari sabar adalah sebagai berikut:

Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya (dan masalah yang dihadapinya) adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mu’min (orang percaya kepada-Nya dan melaksanakan perintah-Nya), yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya (untuk mawas diri).” [HR Muslim]

   Makna hadits diatas secara umum. Hadits singkat ini memiliki makna yang luas sekaligus memberikan definisi mengenai sifat dan karakter orang yang beriman. Setiap orang yang beriman digambarkan oleh Rasulullah SAW sebagai orang yang memiliki pesona, yang digambarkan dengan istilah 'ajaban' ( عجبا ). Karena sifat dan karakter ini akan mempesona siapa saja (karena keterhormatannya).

   Kemudian Rasulullah SAW menggambarkan bahwa pesona tersebut berpangkal dari adanya positif thinking setiap mu’min. Dimana ia memandang segala persoalannya dari sudut pandang positif, dan bukan dari sudut nagatifnya.

Sebagai contoh, ketika ia mendapatkan kebaikan, kebahagian, rasa bahagia, kesenangan dan lain sebagainya, ia akan refleksikan dalam bentuk pensyukuran terhadap Allah SWT. Karena ia tahu dan faham bahwa hal tersebut merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada dirinya. Dan tidaklah Allah memberikan sesuatu kepadanya melainkan pasti sesuatu tersebut adalah positif baginya.

Sebaliknya, jika ia mendapatkan suatu musibah, bencana, rasa duka, sedih, kemalangan dan hal-hal yang tidak dingininya - berkonotasi negatif, ia akan bersabar. Karena ia meyakini bahwa hal tersebut merupakan pemberian sekaligus cobaan bagi dirinya yang pasti memiliki rahasia kebaikan di dalamnya. Sehingga refleksinya adalah dengan bersabar dan mengembalikan semuanya kepada Allah SWT, sebagaimana harapan Ya’kub as terhadap musibah anaknya, Yusuf as dapat terselesaikan dengan baik dan gemilang.


Urgensi Kesabaran

   Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang tidak mungkin dipisahkan dari keimanan. Kaitan antara sabar dengan iman, adalah seperti kepala dengan  jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana juga tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Oleh karena itulah Rasulullah SAW menggambarkan tentang ciri dan keutamaan orang yang beriman sebagaimana hadits di atas.

Namun kesabaran adalah bukan semata-mata memiliki pengertian "nrimo", ketidak mampuan dan identik dengan ketertindasan. Sabar sesungguhnya memiliki dimensi yang lebih pada pengalahan “hawa nafsu” yang terdapat dalam jiwa insan. Dalam berjihad (perang melawan hawa nafsu negatif), sabar diimplementasikan dengan melawan hawa nafsu yang menginginkan agar dirinya berkeluh kesah dan marah serta condong untuk melakukan agresifitas “pengrusakan” atau menyerah dengan putus asa dan menyendiri.  Justru dengan usaha “membabi buta” seperti tersebut diatas itu berarti ia belum dapat bersabar dalam melawan tantangan negatif dengan jalan yang diridhai-Nya.

   Sabar sebenarnya memiliki dimensi untuk merubah sebuah kondisi, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, menuju perbaikan. Bahkan seseorang dikatakan dapat dikatakan tidak sabar, jika ia menerima kondisi buruk, pasrah dan menyerah begitu saja. Sabar dalam ibadah diimplementasikan dalam bentuk melawan dan memaksa diri untuk bangkit dari tempat tidur, kemudian berwudhu lalu berjalan menuju masjid dan malaksanakan shalat secara berjamaah. Sehingga sabar tidak tepat jika hanya diartikan dengan sebuah sifat pasif, namun mesti bersifat aktif yang positif.


Makna Sabar

   Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah “Shobaro”, yang membentuk infinitif (masdar) menjadi “shabran”. Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur'an:

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan (perdayaan) kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya (negatif) dan adalah keadaannya itu melewati batas. [QS Al-Kahfi 18:28]

Perintah untuk bersabar pada ayat di atas, adalah untuk menahan diri dari keingingan “keluar” dari komunitas orang-orang yang menyeru Rabb-nya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah SWT.
Sedangkan arti dari segi istilahnya, sabar adalah, “Menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah dan marah-marah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah”.

   Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada juga dikemukakan oleh Imam al- Khowas, bahwa sabar adalah refleksi keteguhan untuk merealisasikan al-Qur'an dan sunnah. Sehingga sesungguhnya sabar tidak identik dengan kepasrahan (tanpa makna) dan ketidak mampuan. Justru orang yang seperti ini memiliki indikasi adanya ketidak sabaran untuk merubah kondisi yang ada, ketidak sabaran untuk berusaha, ketidak sabaran untuk berjuang.

   Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk sabar ketika berjihad melawan hawa nafsu diri sendiri. Dan jihad dalam membela diri dari serangan (diperangi) musuh. Artinya untuk berbuat seperti itu perlu kesabaran dalam mengabaikan ancaman musuh melainkan aktif mempertahankan eksistensi hidupnya dari serangan musuh, tidak pasif seperti membiarkannya dalam keadaan hidup santai, bermalas-malasan dan lain sebagainya. Sabar dalam jihad juga berarti keteguhan untuk menghadapi musuh, serta tidak lari dari medan juang. Orang yang lari dari medan juang karena rasa takut, adalah salah satu indikasi tidak sabar (tidak tangguh).


Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Al-Qur'an

   Dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri secara keseluruhan, terdapat 103 kali disebut dalam al-Qur'an, kata-kata yang menggunakan kata dasar sabar; baik berbentuk isim (kata sifat) maupun fi'il (kata kerja). Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah SWT, yang Allah tekankan kepada hamba-hamba-Nya. Dari ayat-ayat yang ada, para ulama mengklasifikasikan sabar dalam al-Qur'an menjadi beberapa macam:

1. Sabar merupakan “perintah” Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-Baqarah, “Wahai orang-orang yang beriman! Mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar." [QS Al-Baqarah 2:153]
Ayat-ayat lainnya yang serupa mengenai perintah untuk bersabar sangat banyak terdapat dalam Al-Qur'an. Diantaranya adalah dalam surat-surat 3:17; 8:46; 10:109; 11:115; 16:127.

2. Larangan “isti'jal” (bekerja tergesa-gesa, tidak sabar, tidak tekun, tidak teguh), sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat Al-Ahqaf, "Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka..." [QS Al-Ahqaf 46:35]

3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-Baqarah, "...dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa." [QS Al-Baqarah 2:177]

4. Allah SWT akan mencintai orang-orang yang sabar. Dalam surat Ali Imran Allah SWT berfirman : "Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar." [QS Ali Imran 3:146]

5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Allah SWT senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. Dalam surat Al-Anfāl Allah berfirman, "Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar." [QS Al-Anfāl 8:46]

6. Mendapatkan pahala surga dari Allah. Allah mengatakan dalam surat Ar-Ra’d, "(yaitu) Surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang shaleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum bima shabartum" (keselamatan bagi kalian, atas kesabaran yang kalian lakukan). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu." [QS Ar-Ra’d 13:23-24]

Inilah antara lain gambaran-gambaran Al-Qur'an mengenai kesabaran. Gambaran-gambaran lain mengenai hal yang sama, masih sangat banyak lagi.


Kesabaran Sebagaimana Digambarkan Dalam Hadits.

   Sebagaimana dalam al-Qur'an, dalam hadits juga banyak sekali sabda-sabda Rasulullah SAW yang menggambarkan mengenai kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar, hadits-hadits tersebut menggambarkan kesabaran sebagai berikut:

1. Kesabaran merupakan “dhiya'  “(cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, "...dan kesabaran merupakan cahaya yang terang..." [HR Muslim]

2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah SAW pernah menggambarkan: "...barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar..." [HR Bukhari]

3. Kesabaran merupakan anugrah Allah yang paling baik. Rasulullah SAW mengatakan, "...dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran." [Muttafaqun Alaih]

4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mu'min, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah, “Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya.” [HR Muslim]

5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits digambarkan, dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah berfirman, “Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian dia bersabar, maka aku gantikan surga baginya.” [HR Bukhari]

6. Sabar merupakan sifat para Nabi. Ibnu Mas’ud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan, dari Abdullan bin Mas'ud berkata, “Seakan-akan aku memandang Rasulullah SAW menceritakan salah seorang Nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudian ia mengusap darah dari wajahnya” seraya berkata, “Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” [HR Bukhari]

7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah SAW pernah menggambarkan dalam sebuah hadits, dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki (dapat mengendalikan diri) jiwanya ketika marah.” [HR Bukhari]

8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah SAW menggambarkan dalam sebuah haditsnya, dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullan SAW bersabda, “Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut.” [HR Bukhari, Muslim]

9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah dalam hal kehidupan atau kematiannya. Rasulullah SAW mengatakan, dari  Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, “Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik  untukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku.” [HR Bukhari, Muslim]


Bentuk-Bentuk Kesabaran

   Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga hal; Sabar dalam ketaatan kepada Allah, Sabar untuk meninggalkan kemaksiatan dan Sabar menghadapi ujian dari Allah:

1. Sabar (tetap istiqomah) dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan (berat untuk tetap beristiqomah – selalu atau tetap melakukannya) untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti melakukan ibadah haji dan berjihad.

Kemudian untuk dapat merealisasikan kesabaran dalam ketaatan kepada Allah diperlukan beberapa hal sebagai berikut:

(1) Dalam kondisi sebelum melakukan ibadah berupa memperbaiki niat, yaitu keikhlasan. Ikhlas merupakan kesabaran menghadapi duri-duri riya'.

(2) Kondisi ketika melaksanakan ibadah, agar jangan sampai melupakan Allah di tengah melaksanakan ibadah tersebut, tidak malas dalam merealisasikan adab dan sunah-sunahnya.

(3) Kondisi ketika telah selesai melaksanakan ibadah, yaitu untuk tidak membicarakan ibadah yang telah dilakukannya supaya diketahui atau dipuji orang lain.

2. Sabar (kemaun dan usaha yang teguh) dalam meninggalkan kemaksiatan.

      Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah (ngerumpi, membicarakan aib seseorang), dusta, memandang sesuatu yang haram dsb. Karena kecendrungan jiwa insan, suka pada hal-hal yang buruk dan perbuatan buruk itu "menyenangkan"-nya. Dan perbuatan maksiat identik dengan hal-hal yang "menyenangkan" kepada hal yang tercela dimata Allah SWT.

3. Sabar (tawakal) dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun non-materi; misalnya kehilangan harta, kehilangan orang yang dicintai dsb.


Aspek-Aspek Kesabaran sebagaimana yang Digambarkan dalam Hadits

   Dalam hadits-hadits Rasulullah SAW, terdapat beberapa hadits yang secara spesifik menggambarkan aspek-aspek ataupun kondisi-kondisi seseroang diharuskan untuk bersabar. Meskipun aspek-aspek tersebut bukan merupakan 'pembatasan' pada bidang- bidang kesabaran, melainkan hanya sebagai contoh dan penekanan yang memiliki nilai motivasi untuk lebih bersabar dalam menghadapi berbagai permasalahan lainnya. Diantara kondisi-kondisi yang ditekankan agar kita bersabar adalah:

1. Sabar terhadap musibah.
Sabar terhadap musibah merupakan aspek kesabaran yang paling sering dinasehatkan banyak orang. Karena sabar dalam aspek ini merupakan bentuk sabar yang Dalam sebuah hadits diriwayatkan:

Dari Anas bin Malik ra, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW melewati seorang wanita yang sedang menangis di dekat sebuah kuburan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah”. Wanita tersebut menjawab, “Menjauhlah dariku, karena sesungguhnya engkau tidak mengetahui dan tidak bisa merasakan musibah yang menimpaku.” Kemudian diberitahukan kepada wanita tersebut, bahwa orang yang menegurnya tadi adalah Rasulullah SAW. Lalu ia mendatangi pintu Rasulullah SAW dan ia tidak mendapatkan penjaganya. Kemudian ia berkata kepada Rasulullah SAW, ”(Maaf) Aku tadi tidak  mengetahui engkau wahai Rasulullah SAW”. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya sabar itu terdapat pada hentakan pertama (yang selanjutnya tidak sabar)”. [HR Bukhari, Muslim]

2. Sabar ketika menghadapi musuh (dalam berjihad).
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda, Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian berangan-angan untuk menghadapi musuh. Namun jika kalian sudah menghadapinya maka bersabarlah (untuk menghadapinya – teguh, kokoh, berani, kuat).” [HR. Muslim]

3. Sabar berjamaah, terhadap Amir (Pemimpin) yang tidak disukai.
Dalam sebuah riwayat digambarkan, dari Ibnu Abbas ra beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang melihat pada Amir (Pemimpinnya) sesuatu yang tidak disukainya, maka hendaklah ia bersabar. Karena siapa yang memisahkan diri dari jamaah satu jengkal, kemudian ia mati. Maka ia mati dalam kondisi kematian jahiliyah”. [HR Muslim]

4. Sabar terhadap jabatan & kedudukan.
Dalam sebuah riwayat digambarkan, dari Usaid bin Hudhair bahwa seseorang dari kaum Anshar berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, engkau mengangkat (memberi kedudukan) si Fulan, namun tidak mengangkat (memberi kedudukan kepadaku)”. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat setelahku “atsaratan” (yaitu setiap orang menganggap lebih baik dari yang lainnya), maka bersabarlah kalian hingga kalian menemuiku pada telagaku (kelak)”. [HR Turmudzi]

5. Sabar dalam kehidupan sosial dan interaksi dengan masyarakat.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, “Seorang muslim apabila ia berinteraksi dengan masyarakat serta bersabar terhadap dampak negatif mereka adalah lebih baik dari pada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat serta tidak bersabar atas kenegatifan mereka. [HR Turmudzi]

6. Sabar dalam kerasnya kehidupan dan himpitan ekonomi
Dalam sebuah riwayat digambarkan, dari Abdullah bin Umar ra berkata, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Barang siapa yang bersabar atas kesulitan dan himpitan kehidupannya, maka aku akan menjadi saksi atau pemberi syafaat baginya pada hari kiamat”. [HR Turmudzi]


Kiat-kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran
   Ketidaksabaran (isti'jal) merupakan salah satu penyakit hati, yang seyogyanya diantisipasi dan diterapi sejak dini. Karena hal ini memilki dampak negatif dari amalan yang dilakukan seorang insan. Seperti hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah dsb. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa kiat, guna meningkatkan kesabaran.

Diantara kiat-kiat tersebut adalah:

1. Mengkikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia semata-mata berbuat hanya untuk-Nya. Dengan adanya niatan seperti ini, akan sangat menunjang munculnya kesabaran kepada Allah SWT.

2. Memperbanyak tilawah (membaca) al-Qur'an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan makna-makna yang dikandungnya. Karena al- Qur'an merupakan obat bagi hati insan. Masuk dalam kategori ini juga dzikir kepada Allah.

3. Memperbanyak puasa sunnah. Karena puasa merupakan hal yang dapat mengurangi hawa nafsu terutama yang bersifat syahwati dengan lawan jenisnya. Puasa juga merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.

4. Mujahadatun Nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat dan maksimal guna mengalahkan keinginan-keinginan jiwa yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, kikir, dsb.

5 . Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna. Sedangkan ketidaksabaran (isti'jal), memiliki prosentase yang cukup besar untuk menjadikan amalan seseorang tidak optimal. Apalagi jika merenungkan bahwa sesungguhnya Allah akan melihat “amalan” seseorang yang dilakukannya, dan bukan melihat pada hasilnya. [QS At-Taubah 9:105)

6. Perlu mengadakan latihan- latihan untuk sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi yang acaranya misalnya tidak bermanfaat. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah, dsb.
7. Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi’in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya. Karena hal ini juga akan menanamkan keteladanan yang patut dicontoh dalam kehidupan nyata di dunia.


Penutup

   Inilah sekelumit sketsa mengenai kesabaran. Pada intinya, bahwa sabar merupakan salah satu sifat dan karakter orang mu’min yang sesungguhnya yang mesti dimilikinya. Sifat ini dapat dimiliki juga oleh setiap individu manusia, siapa saja. Karena pada dasarnya manusia memiliki potensi untuk mengembangkan sikap sabar ini dalam hidupnya. Oleh karena itu, marilah secara bersama kita berusaha untuk menanamkan “paket sikap sabar yang komplit” seperti uraian diatas pada diri kita masing-masing. Bukan hanya terbatas bagi setiap individu secara sendiri-sendiri saja, tapi juga terutama dalam berinteraksinya individu-individu dalam satu organisasi dan kepengurusannya bersama anggotanya. Dan selanjutnya diperluas dalam bentuk bernegara dan berantar negara. Insya Allah, Allah akan memberikan jalan bagi hamba-hamba-Nya yang berusaha di jalan-Nya dengan keteraturan hidup dalam keselamatan, kesejahteraan, dan kedamaian dalam kerjasama yang aktif dan membangun menuju kemajuan yang berarti dan diridhai-Nya. □ AFM

Sumber Bacaan:
Al-Qur’an Tafsir Perkata ALHIDAYAH, Penerbit Kalim
Tarich Nabi-Nabi I, Marzoeki Jatim, Penerbit Pustaka Antara N.V., Djakarta, 1954

Catatan Kaki:
1 Dari penulis sebagai tambahan untuk menekankan makna yang dimaksud.
2 Tarich Nabi-Nabi I, Marzoeki Jatim, Penerbit Pustaka Antara N.V., Djakarta, 1954, Bab 11, Tarich Jusuf a.s., hal 52-67.  □□□

Wednesday, August 26, 2015

Peranan Akal Dalam Al-Qur’an



Oleh: A. Faisal Marzuki




…supaya kamu menggunakan akal pikiran (la‘allakum ta’qilūn) - untuk mengerti atau memahami. [QS Al-Mu’min/Ghāfir 40:67]


PENDAHULUAN

K
alau kita menyebutkan AKAL, maka serta merta terbayang disana OTAK sebagai alat manusia untuk berfikir - yaitu menimbang dan menyimpulkan (karena mengerti dan memahami) serta dengan itu mengambil keputusan. Secara umum pendapat ini tidaklah salah, bahkan biasa digunakan orang. Manusia di karuniai otak dari Allah Maha Pencipta diri manusia sebagai alat untuk membantu dalam keperluan hidupnya.

Dari segi bentuk pisiknya berat otak manusia lebih kurang 1.500 gram. Mengambil ruang (volume) sekitar 1.350 cc. Di dalam otak ini  terdapat banyak  sel-sel, jumlahnya 100 milyar. Otak ini memiliki banyak kabel-kabel syaraf. Kabel-kabel mana mengandung pula sel-sel sebanyak 1 triliyun (1.000 milyar), fungsinya sebagai penghubung satu sama lain.

Sedang otak kecil yang terletak antara belakang kepala bagian bawah dan leher belakang (lihat poster gambar diatas), memiliki sel-sel sebanyak 70 milyar. Selanjutnya otak kecil ini memiliki pula kabel-kabel syaraf. Kabel-kabel mana mengandung sel-sel sebanyak 1.000 milyar, fungsinya sebagai penghubung dengan syaraf-syaraf yang berada di dalam tulang belakang. Kondisi dari kualitas otak manusia ini melebihi otak-otak dari makhluk khewan yang ada.


FUNGSI-FUNGSI OTAK

S
ebenarnya fungsi otak tidak hanya untuk berfikir saja, akan tetapi juga sebagai pusat pengaturan. Otak mengatur dan mengkoordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh ‘homeostatis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan dan suhu tubuh. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh tubuh badan dan pemikiran manusia. Oleh karena itu terdapat kaitan erat antara otak dan pemikiran (akal). Otak dan sel syaraf didalamnya dipercayai sebagai faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya ‘kognisi’ (pengenalan sesuatu, cognition) bagi manusia. Pengetahuan mengenai otak mempengaruhi perkembangan ilmu psikologi kognitif. Fungsi otak bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi, ingatan, motorik (motor penggerak), pengenalan dan pembelajaran serta segala bentuk pembelajaran lainnya.

Dengan demikian otak kita adalah suatu yang menakjubkan. Ia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan adanya milyaran sel syaraf di otak kita ini, ia menjadi pusat kehidupan dalam mengenali Dunia melalui indera. Dengan proses itu kita dapat mengerti dan memahami Dunia melalui pemikiran, yang dengan itu kita memutuskan segala sesuatu yang harus kita lakukan. Jadi walaupun pisik otak itu beratnya hanya seperseratus dari berat tubuh, namun peranannya luar biasa.

Dengan itu pantaslah Allah memberi tugas kepada manusia 'yang berakal' (juga harus berakhlak mulia - adil, jujur dan bertanggung jawab sebagai makhluk yang beribadah kepada-Nya) sebagai Pemakmur Bumi dengan jabatan (para) Khalifah di Dunia. Dimana dalam ayat-ayat Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan fungsi akal yang merupakan bagian dari kerja otak yang bersangkut paut pula dengan indra dan hati (consciousness, cognition). Sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an menyebutkan antara lain yang artinya:

Yang demikian itu adalah karena mereka orang-orang yang tidak mau menggunakan akal (ya’qilūn). [QS Al-Mā’idah 5:58]

Tidakkah kamu menggunakan akal fikiran (afalā ta’qilūn) - untuk mengerti atau memahami. [QS Yūsuf 12:109]

…supaya kamu menggunakan akal pikiran (la‘allakum ta’qilūn) - untuk mengerti atau memahami. [QS Al-Mu’min/Ghāfir 40:67]

Akal manusia ini sebagai sistim yang bekerja simultan antara ‘otak’ (sebagai alat memikir) dengan ‘telinga’ (sebagai alat mendengar suaranya) dengan ‘mata’ (sebagai alat untuk melihatnya) dengan ‘hati’ (yang dapat ‘menyadari’ kejadian dan keberadaan serta sebab akibat suatu objek). Khusus mengenai masalah ‘hati ini’ secara ilmiah disebut consciousness (kesadaran, hati) yang tidak terlihat tapi ada (sifatnya bathin) sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla dalam al-Qur’an menyebutkannya yang artinya:

Orang-orang yang kurang akal (bodoh, al-sufahā-u, tidak memahami, tidak menyadari) di antara manusia akan berkata….[QS Al-Baqarah 2:142]

...wahai orang-orang yang berakal (ūlil-albāb - ‘berakal’ dan ‘beriman kepada Tuhan Rabb ‘Alamīn’), ….[QS Al-Baqarah 2:179]

…bertaqwakah hai orang-orang yang berakal (ūlil-albāb - ‘berakal dan beriman kepada Tuhan Rabb ‘Alamīn’). [QS Al-Baqarah 2:197]

Dan jangalah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya (al-sufahā-u)...[QS An-Nisā’ 4:5]

Dan tidak ada seorangpun akan beriman, kecuali dengan izin Allah, dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya (ya’qilūn). [QS Yūnus 10:100]

Demikianlah kedudukan manusia di Dunia dalam melihat, merencanakan, mengerjakan atau mengeksekusi untuk mencapai target atau rencana, dan memecahkan masalah yang ada dalam kehidupannya. Mempelajari dan memahami ayat-ayat Kauniyah - yakni tanda-tanda dari gejala-gejala atau fenomena-fenomena di alam, di masyarakat dan di dunia zaman lalu, kini dan akan datang.

Juga ayat-ayat Qauliyah - yakni tanda-tanda atau makna-makna firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam Kitab Suci Al-Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk kehidupan. Untuk memahaminya menggunakan segala karunia yang ada pada diri manusia seperti akal, pendengaran, penglihatan dan kesadaran hati sebagaimana firman-Nya menyebutkan yang artinya:

“Kemudian Dia (Allah) menyempurnakan [1] dan meniupkan ke dalam (tubuhnya) roh (ciptaan)-Nya, [2] dan Dia menjadikan kamu pendengaran, [3] penglihatan, [4] hati. [5] (Tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. [6] [QS As-Sajdah 32:19].


Penjelasan:

[1] Kemudian Dia (Allah) menyempurnakan, maknanya: Fungsi-fungsi organ tubuh biologis serta akal fikiran (otak) dan panca indra serta hati untuk siap pakai.

[2] dan meniupkan ke dalam (tubuh-biologis manusia) roh (ciptaan)-Nya, maknanya: Fungsi organ ruh seperti penglihatan ruhani (sensing dari penglihatan rohani ke mata biologis dan sebaliknya sensing dari mata biologis ke penglihatan ruhani); pendengaran ruhani (sensing dari pendengaran rohani ke telinga biologis dan sebaliknya sensing dari telinga biologis ke pendengaran ruhani); dan hati nurani (akal budi yakni suatu kesadaran yang dalam yakni tahu mana yang salah dan mana yang benar, mana yang haq dan mana yang bathil, yang mana baik serta berguna dan yang buruk serta tak berguna; menjadi mengerti; menjadi paham dari hati nurani ke akal fikiran otak dan sebaliknya) untuk siap pakai.

[3] dan Dia menjadikan kamu pendengaran, maknanya: Daya simak (dan pemilah) dari apa yang didengar.

[4] penglihatan, maknanya: Daya memahami (dan pemilah) apa yang dilihat.

[5] hati, maknanya: Daya kesadaran merasakan dan menghayati dari apa yang didengar oleh telinga, dan apa yang dilihat oleh mata (dan mampu memilahnya kemudian diambil nilai baiknya, sebagai pembelajaran hidup).

[6] (Tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur, maknanya: Tidak banyak orang yang menyadari fungsi dan penggunaan yang sebenarnya dari apa yang didengar, dilihat dan dirasakan dalam aplikasi kehidupan sehari-hari.


KELEMAHAN AKAL OTAK

N
amun demikian ‘otak ansich’ (otak sendiri saja) sebagai alat berfikir bukanlah segala-galanya tanpa petunjuk dan bimbingan dari-Nya. Karena apa? Karena kalau hanya otak ansich digunakan (otak sebagai alat pikir tanpa ada dasar pijak Qur'anik) untuk mengambil keputusan akan berbahaya, karena akal otak mempunyai kelemahan.

Dibawah ini daftar beberapa cara otak mengacaukan pandangan kita mengenai kehidupan seperti 'kacau, galau, samar, tidak pasti, ragu, nekad'-nya pikiran terhadap suatu masalah atau kejadian yang ada dan sedang dihadapi.


Beberapa Kelemahan Akal Otak

Adanya kelemahan-kelemahan dari penggunaan Akal Otak saja (ansich) tanpa yang ‘lain’ bisa menyesatkan yang menyebabkan keputusan atau tindakan mengalami fail (kegagalan, menyesatkan) disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang berupa: Confabulation, Implicit Memory, Halusinasi, Change Blindness, Saccadic Masking, Proprioception, Lucid Dreaming. Penjelasan dari pengertian dan cara kerja faktor-faktor yang menyebabkan kelemahan fungsi ‘akal otak ansich’ dapat diikuti sebagai berikut.


Confabulation

Confabulation adalah suatu kondisi dimana kita bisa mengingat ingatan yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Hal ini biasanya terjadi pada ingatan-ingatan masa kecil yang mengerikan. Kondisi ini bisa dimasukkan ke dalam pikiran kita oleh orang lain seperti media massa, film, majalah, komik, cerita novel, permainan-game dan cerita horor. Kasus yang terkenal menyangkut seorang yang dipandu oleh terapis kejiwaan untuk mengingat masa lalunya, yaitu bahwa dirinya sebagai anggota aliran sesat (satanic, satanik). Ia dicekam rasa takut, karena diburu oleh sesuatu yang menakutkan (dihantui). Padahal itu semua tidak pernah terjadi karena semuanya itu hanya rekaan yang dibuat otaknya sendiri yang telah tertanam sebelumnya.

Kondisi lain lagi adalah pernah Anda bertemu dengan kawan lama yang berbicara tentang suatu yang terjadi semasa Anda kecil, namun Anda tidak pernah mengikuti acara tersebut? Otak Anda terkadang langsung mengira Anda seakan ikut acara itu. Dalam menceritakannya, "menciptakan" detail-detail kecil untuk mendukung kenangan palsu tersebut seperti "Saya datang kok, memakai baju biru, ketemu si fulan disitu".

Pada suatu kondisi tertentu ternyata kerja otak sangat buruk dalam mengingat kenangan di masa lalu. Sering kali otak hanya mengingat detail besar dan digambarkannya dalam rupa detail kecil, bahkan selalu melupakan asal dari kenangan tersebut.

Untuk masalah ini sebenarnya Allah Yang Maha Menciptakan Manusia mengetahui betul "kondisi kelemahan manusia" ini. Kalau tidak, fatal akibatnya. Maka dari itu Allah Yang Maha Tahu sebagai Arsitek Pencipta Manusia perlu mengingatkan dengan memberitahukan keberadaan-Nya (kehadiran-Nya, His existing) dan hubungannya antara Allah Pencipta (Creator, Khaliq) dan Manusia (Creation, Makhluk) sejak dini, yaitu ketika manusia berada di alam 'Premordial' yaitu alam dimana saat akan mulai diciptakannya (sebelum kelahiran manusia, akan ditempatkan di rahim ibunya) sebagai 'akad perjanjian' kenal dengan Maha Penciptanya. Kisahnya diceritakan dalam surat Al-A'raf sebagai berikut ini yang artinya:

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari 'sulbi' (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap 'Ruh' mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya kami lengah [tidak tahu, tidak diberitahu, tidak tahu Tuhan penciptanya menurunkan bimbingan dan petunjuk serta aturan hidup] terhadap [masalah] ini. [QS Al-A'rāf 7:172].


Implicit Memory

Orang cenderung lebih percaya kepada alam pikirannya sendiri daripada suatu pernyataan yang sering kali dikemukakan, tapi tidak akrab dengan pikiran yang telah ada pada dirinya. Sebuah contoh yang sangat lucu (dan ini menunjukkan betapa mudahnya Orang Amerika tertipu oleh keyakinan dirinya sendiri) yaitu 60% orang Amerika percaya bahwa Obama itu seorang Muslim.

Untuk meyakinkan bahwa Obama bukan seorang Muslim seperti tersebut diatas kami beri gambar Obama minum bir. Isu ini dihembus-hembuskan terus agar menjadi sebuah ilusi kebenaran bahwa Obama itu seorang Kristen yang taat. Namun mereka (60%-nya) tetap saja menyebutkan Obama seorang Muslim. Aplikasi kelemahan pikiran ini sangat banyak, contoh lainnya adalah pemimpin di negri kita sendiri (maksudnya Indonesia) yang sering "pasang tampang benar" daripada berbuat sesuatu yang benar.

Sebaliknya kalau sesuatu itu belum diketahuinya (belum menjadi keyakinannya) maka beritakanlah sesuatu itu berulang kali, maka lama kelamaan isi berita ini diterimanya walaupun beritanya itu bohong adanya. Inilah 'jahatnya' (karena ada kepentingan didalamnya, vested interest) dari sponsor media massa itu, bisa memelintir yang sebenarnya tidak ada (kalau ada kecil sifatnya) dikatakan ada (yang kecil itu dibesar-besarkan). Kejadian ini terjadi dalam kasus 'Islam itu terorist' (padahal tidak, lihat ajaran Islam yang sesungguhnya).

Jadi dengan itu media itu bisa memelintir berita yaitu sesuatu berita yang sebenarnya tidak ada bisa menjadi ada, yang sebenarnya salah bisa menjadi benar (dengan suatu teknik penyajian yang 'canggih'). Sesuatu itu jika dijejali setiap kali, berita kebohongan itu menjadi kebenaran bagi (kesan) publik (pemerhati dan pemirsa).

Maka, disinilah pentingnya moral kebaikan dan akhlak (sincere - jujur,  integrity - kejujuran, integritas) yang ditanamkan oleh agama (kesalehan sosial, ajaran Islam dalam bersosial kemasyarakatan). Artinya dalam hal ini peran ad-dīn al-Islām (baca addinul islam, agama kaffah) sangat sangat sangat diperlukan sekali. Karena kesalahan menerapkan nilai moral akhlak bersosial kemasyarakatan berakibat fatal di dunia - sepertihalnya penyebab perang 6 tahun dalam Perang Dunia II yang memakan korban matinya 8o juta manusia boleh dibilang hanya soal ego-ego bangsa, disinilah peran pengadilan di akhirat sebagai medium pertanggungan jawab di mahkamah yang maha adil (fair).


Halusinasi

Anda ingin merasalan halusinasi? Cobalah percobaan ‘Ganzfeld Effect, legal dan aman. Potong sebuah bola pingpong menjadi dua. Setelah itu pergunakan belahan bola pingpong tersebut untuk menutup mata Anda dalam keadaan duduk, celentang atau tiduran santai. Dalam keadaan seperti itu hidup dan dengarkan radio saluran tanpa stasion (hanya bunyi keresek saja pada radio Anda). Biarkan radio yang didengar itu hidup selama setengah jam dan mungkin saja setelah itu Anda akan mulai halusinasi ilusi mulai bekerja, yaitu berbicara Anda dengan keluarga Anda yang sudah meninggal, melihat tugu Monas sedang jalan-jalan, atau mungkin bertemu si fulan di tengah jalan?


Change Blindness

Bila Anda sedang melihat sebuah pemandangan, misalnya Surga dengan Malaikat-Malaikat. Dan kemudian sepersekian detik saja mata Anda teralihkan ke arah lain, maka ketika kembali lagi ke posisi ingin melihat seperti semula yaitu Malaikat-Malaikat, ternyata Anda tidak menyadari bahwa ada perubahan penglihatan dari latar belakangnya menjadi seperti Neraka, bukan Surga lagi.

Kenapa demikian? Karena fokus Anda ke Malaikat-Malaikat telah menjadi berubah. Para ahli menamakan fenomena ini change blindness (buta terhadap perubahan). Beberapa teori menyatakan bahwa kesadaran (menjadi ketidak sadaran) otak tidak mampu membaca perubah yang terjadi pada persepsi Anda, atau dari awal persepsi Anda mengenai sesuatu itu 'tidak lengkap' sehingga bagian yang tidak lengkap dibuang begitu saja oleh ketidak sadaran otak.

Hal ini kerap kali juga terjadi ketika kita tengah melakukan 'shalat yang kurang khusyu' - terburu-buru atau memikirkan sesuatu sebelum mulai shalat atau tengah dalam shalat, jadi shalatnya tidak tu'maninah. Apa yang kita baca dan gerakkan yang terburu-buru menjadikan shalatnya tidak fokus lagi. Pengaruh tidak fokus, kadang kala lupa apa yang mesti dibaca atau rakaat keberapanya tidak tahu (lupa).


Saccadic Masking

Masih berkaitan dengan fenomena di atas. Tahukah Anda bahwa sebagian waktu Anda menggunakan mata Anda, otak Anda menjadi bulat. Sekarang kita tes. Tengok ke kiri dengan cepat, pandang dinding di sebelah Anda, lalu tengok ke kanan, lihat dinding di kanan Anda. Saat Anda menengok, dimana gerakan kita terlalu cepat sehingga mata tidak dapat memfokuskan pandangan. Saat itu otak Anda bergambar blur (kabur, samar-samar, tidak tajam) itu tidak akan banyak berguna, maka ia akan membuang pandangan itu dari ingatan dan persepsi Anda. Saat itulah secara efektif Anda buta. Fenomena ini disebut ‘Saccadic Masking, dimana ‘Saccade itu adalah gerakan cepat mata.


Proprioception

Proprioception adalah kemampuan otak untuk mengetahui "dimana" bagian tubuh Anda sebenarnya. Nah otak kita yang tidak sempurna ini sering kali rusak ‘proprioception-nya, tepatnya tidak rusak tapi kebingungan. Percobaan yang paling terkenal disebut ‘efek pinokio’. Anda harus melakukannya bersama teman Anda. Ajak teman Anda duduk di bangku depan Anda sedangkan Anda duduk dibelakangnya. Pegang hidung Anda dan hidung teman Anda secara bersamaan (dengan tangan berbeda tentunya), kemudian mulai elus-elus lembut hidung Anda dan hidung teman Anda. Satu menit kemudian Anda akan merasakan bahwa hidung Anda menjadi sangat panjang. Disinilah ‘proprioception otak Anda terhadap sang-hidung menjadi bingung. Anda bisa melakukan percobaan ini pada bagian tubuh lainnya, hasilnya tentu akan sangat lucu.


Lucid Dreaming

Teori ‘lucid dreaming adalah apabila pada mimpi Anda, Anda sadar bahwa Anda tidak bermimpi dalam mimpinya itu. Maka Anda dapat berbuat apapun, dan menciptakan apapun dalam mimpi Anda itu. Otak kehilangan kemampuan ‘nalar’-nya saat kita bermimpi dan tidak mampu membedakan suatu persepsi benar atau salah. Jadi Anda tidak bermimpi dan melihat sebuah kuda pink (berwarna pink, hampir seperti merah muda) bersayap, otak Anda akan menolak persepsi itu. Namun di dunia mimpi otak Anda tidak bisa menolak persepsi mimpi tersebut dan akan menerima saja sebagai suatu kenyataan.


KESIMPULAN

D
engan itu, boleh jadi kemelut dunia yang tidak habis-habisnya sejak dulu sampai di seperlima abad ke-21 dalam millennium ke-3 ini ialah karena disebabkan manusia hanya menghandalkan pemikiran akal otak ansich sebagai sumber nalar-nya satu-satunya dalam mencapai konsensus sesama manusia (itupun umumnya tidak bulat 100 persen) tanpa menghadirkan sedikitpun petunjuk dari wahyu Al-Qur'an Al-Karim yang datang dari Yang Maha Tahu atas segala Alam Semesta dan Alam Manusia. Maka, dari itulah sebabnya kemelut manusia tidak habis-habisnya. Sebaiknya gunakan juga nalar atau akal otak - ini tidak salah malah dianjurkan, namun plus “wahyu” yang berkenaan dengan masalahnya atau dan berdasarkan “moral” atau “akhlak” yang diajarkannya.

Oleh karena itu alangkah bijak bila kembali kepada ajaran-Nya (paradigma, nilai-nilai moral - kejujuran, keadilan, sebagai yard stick dalam menilai pandangan atau pendapat serta keputusan manusia itu melenceng atau tidaknya) melalui Al-Qur’an Al-Karim sebagai petunjuk dan berita gembira dari-Nya Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan Penyelamat Kehidupan Manusia.


Buku Petunjuk (Manual Operating System Kehidupan, GPS)

Kita perlu petunjuk ‘semacam Manual Operating System Kehidupan atau boleh juga sebut saja GPS’ (Geo Positioning System) dari-Nya - agar tidak nyasar dijalan - dalam menapaki kehidupan yang benar dan adil. Hanya dengan itu kita akan dapat mencapai hidup selamat dan sejahtera serta aman di Dunia daripada hanya bergantung kepada ‘akal ansich’, pendapat manusia ansich yang versinya macam-macam pula. Yang satu merasa pendapatnya yang paling benar, begitu sebaliknya. Dalam hal ini yang kuat yang akan menang, dan lemah akan kalah dan diaturnya setelah itu agar tunduk kepada yang kuat.

Prinsip keadilan yang datang dari manusia, tidak pernah adil. Kerena apa? Karena kesadaran diri (kelompok) dari hidup manusia pertamanya adalah untuk diri (kelompoknya) saja didahulukan (disamping pada umumnya memang ada kepentingan, interest, ego sentris, vested interest), sementara Tuhan Maha Pencipta tidak.

Dia tidak berhajat dengan Harta, karena Dia sumber dari Harta dan Dia sendiri Maha Kaya. Dia tidak berhajat dengan ‘power dan kekuasaan', karena Dia sendiri sumber dari ‘power dan kekuasaan’ dan Dia sendiri Maha Powerful, Maha Kuasa. Dia tidak berhajat kepada keadilan, karena Dia sumber dari keadilan dan Dia sendiri Maha Adil. Dia dihajati makhluk (ciptaan, creation), karena Dia tidak berhajat kepada makhluk dan Dia sendiri adalah sumber hajat dari para makhluk-Nya. Dia tempat bergantung dari para makhluk-Nya, karena Dia adalah Khaliq Pencipta segala makhluk-Nya. Dia tidak berhajat kepada manusia, melainkan manusia berhajat kepada-Nya. Dia Maha Kasih lagi Maha Sayang dengan itu diberikan-Nya buku petunjuk berupa Kitab Suci Al-Qur'an. Tidak ada keraguan di dalamnya, sebagaimana firman-Nya menyebutkan yang artinya:

Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa - taqwa yaitu mengikuti hukum-Nya (melakukan apa yang diperintah-Nya, meninggalkan apa yang dilarang-Nya). [QS Al-Baqarah 2:2]

Firman-Nya lainnya menyebutkan yang artinya:

Thō Sīn, inilah ayat-ayat Al-Qur’an sebagi sebuah Kitab yang menjelaskan, sebagai petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman (percaya kepada Kebesaran-Nya dan Kebenaran-Nya dari apa-apa yang dijelaskannya dalam Al-Qur’an). [QS An-Naml 27:1-2].

Semoga kita mendapat petunjuk dan bimbingan-Nya agar selamat sejahtera dan bahagia serta damai hidup di Dunia ini (planet Bumi atau planet lainnya) dan mendapat Surga ‘Adn dikemudiannya bagi mereka yang percaya kepada-Nya dengan ‘menegakkan shalat dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dan menunaikan zakat sebagai reperesentasi kepedulian kepada manusia yang belum beruntung dalam kehidupan materi, percaya kepada adanya hari akhirat’ sebagai tempat kembali manusia dan mendapat balasan sesuai dengan apa yang dikerjakannya. [QS An-Naml 27:3].

Dengan itu selama hidup di Dunia marilah kita melakukan keadilan dan berbuat kebaikan-kebaikan lainnya sesuai dengan petunjuk-Nya. Dengan itu kita selamat, sejahtera dan damai di planet Bumi ini. Jadilah sebagai intelektual sebagaimana inteleknya ūlil-albāb. Semoga Allah Subhana Wa Ta’ala memberkati kita, Amīn. Wallāhu A'lam Bish-Shawab. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. □ AFM


Baca juga (klik --->) Penggunaan NalarRasionalitas


Sumber:
Al-Qur'an Tafsir Perkata ALHIDAYAH, PT KALIM, Jakarta
http://www.afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/04/kedudukan-manusia-di-bumi-6.html
http://www.kaskus.co.id/thread/51efafdf7e12438d23000005/kelemahan-otak-manusia/?ref=postlist-21&med=recommended_for_you
http://www.afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/05/ulil-albab-adalah-intelektual-muslim.html
https://jendelailmu-faisal.blogspot.com/2019/03/penggunaan-nalar-rasionalitas.html  □□□

Blog Archive