Oleh: A. Faisal Marzuki
Mukaddimah
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” [QS Al-Maidah 5:2].
A
|
lam manusia ini unik atau khas. Dia
adalah makhluk individual, single, sendiri
atau perorangan, namun dia juga makhluk yang suku berkelompok, manusia bersosial-kemasyarakatan.
Sering juga disebut secara antropologis sebagai manusia homo-sapiens yang suka berkelompok-kelompok atau homo-social. Dari kelompok-kelompok ini
menjadi bersatu dalam kelompok yang lebih besar. dan seterusnya dan seterusnya.
Dalam bahasa Al-Qur’an disebut bersuku-suku dan berbangsa-bangsa [QS 49:13].
Artinya, berkelompok menjadi satu kesatuan dalam bentuk suku, dan berkelompok
menjadi satu kesatuan dalam bentuk bangsa. Satuan dalam suku, dan ini banyak, ada
dalam bentuk banyak suku (suku-suku). Satuan dalam bangsa, dan ini banyak, ada dalam bentuk banyak bangsa
(bangsa-bangsa).
Mereka berkelompok, karena ada
kepentingan bersama dalam hidup mereka masing-masing yang telah bersatu itu. Pada
dasarnya manusia itu kalau hidup secara sendiri-sendiri menjadi lemah, gersang,
tidak mudah dan tidak aman. Dengan kata lain, hidup tidak menjadi mudah, karena
ada tantangan alam di sekitarnya. Apalagi hidup individual atau sendiri-sendiri
ini, sebenarnya, melawan kodrat fitrahnya sendiri sebagai manusia. Karena
secara primordial kauniyyah di dalam diri manusia disamping sebagai makhluk
individual, juga sebagai makhluk sosial (bermasyarakat, berkelompok). Pada alam
khewan saja, yaitu makhluk yang akal fikirannya tidak setinggi makhluk manusia,
hidupnya berkelompok, sesuai dengan bangsanya. Contoh “bangsa” tupai (squirrel), berkelompok sesama “bangsa” tupai.
“Bangsa” burung hitam (crow bird),
berkelompok sesama “bangsa” burung hitam. “Bangsa” burung gereja (sparrow bird), berkelompok sesama “bangsa” burung-gereja. Lihat saja kalau
musim semi atau musim gugur datang, mereka berkumpul di belakang halaman rumah (backyard) atau di lingkungan park area dalam mencari dan kemudian
makan bersama dalam kelompoknya masing-masing. Ketika itu masing-masing
kelompok sudah tahu dimana wilayah “ekonomi” dan “kekuasaan” yang tidak boleh
dilanggar satu sama lain. Ada yang mencoba-coba, diusir dan kembali ketempatnya
lagi. Ini saya perhatikan tabiat khewan seperti itu dari halaman apartmen
tempat tinggal penulis.
Selanjutnya bangsa-bangsa burung ini
ada lagi jenis-jenisnya, sebut saja, ada pula suku-sukunya. Masing-masing
suku-suku ini hidupnya sesuai dengan kelompok suku dari mana jenis keturunannya
berasal. Contoh burung gereja, hidup sesama burung gereja. Burung hitam, sesama
burung hitam. Tupai sesama tupai. Kalau musim spring (musim semi atau bunga) atau fall (musim gugur), mereka keluar semua, mencari makan dalam
kelompok masing-masing.
Nah kalau manusia tidak seperti alam
khewan yang “akur” dalam kelompoknya, apatah
lagi manusia? Akal fikiran manusia lebih cerdas dari alam khewan itu. Bahkan
dia dapat mengatasi kompleksitas kolompok suku-suku dan kelompok bangsa-bangsa.
Ia hidup lebih advance dari alam
khewan, yaitu harus mampu dan bisa hidup bersama diluar kelompok sukunya atau
kelompok bangsanya. Manusia harus mampu
dan bisa hidup aman, sejahtera, bahagia, dan damai dalam kehidupan lintas
hubung sosial kemasyarakatan antar suku-suku, maupun antar bangsa-bangsa.
Sebetulnya itulah guna adanya Perserikatan Bangsa-Bangsa - PBB. Artinya bangsa
(nation, negara) dari setiap negara
berdaulat, antar negara, dapat hidup
dalam rukun dan damai. Tapi, ternyata kehendak masing-masing belum bisa
terwujud secara maksimal dan signifikan sebagai makhluk berbudaya atau
berperadaban di millennium ke-3 ini, dimana ilmu pengetahuan sains dan
teknologi (ipstek) sudah maju. Juga ditopang
oleh sistim organisasi dan hukum serta akhlak integritas sosial (sohais) ditegakkan benar-benar dengan
konsekuen, terutama di negara-negara barat yang sudah maju dalam urusan dalam
negerinya dan urusan sesama asal keturunan Eropa.
●●●
Pada masa kini, abad ke-21, millennium
ke-3, di sana-sini masih terjadi peperangan. Di abad ke-20 dan memasuki millennium ke-3
yaitu dalam catatan sejarah terjadi Perang Dunia ke-1 dan Perang Dunia ke-2 yang
menelan korban 100 juta manusia (perang yang garis besarnya adalah perang sesama
bangsa Eropa untuk menentukan siapa pemegang supremasi dunia barat dalam
memperebutkan negara-negara jajahan atau mempengaruhi negara-negara yang akan
merdeka kelak); Perang Dingin (perang ideologis antara blok kapitalisme liberalisme dan blok komunisme sosialisme,
yaitu, Amerika - blok barat dan USSR
- blok timur), Perang Vietnam (perang membendung penyebar luasan ideologi komunisme), Perang Iran, Irak,
Afghanistan (perang timur tengah melawan terorisme islam, menguasai sumber minyak),
Perang Saudara Syria, Libya, Tunisia, Mesir (merupakan perang dingin barat dan timur
tengah - yang berpenduduk islam, seolah-olah kelanjutan dari crusade bangsa dan keturunan Eropa - neocrusader? Karena turut campur tangan
dalam urusan dalam negeri yang berseteru, atau dibuat berseteru?). Sementara
itu konflik atau perang bersenjata Israel vs Palestina yang tidak seimbang “dibiarkan”
begitu saja oleh negara superpower
dan PBB, kemudian bantuan yang diberikannya berat sebelah. Sementara media masa
yang tidak bersahabat (tidak mendudukkan masalahnya secara tepat) lebih banyak,
pelecehan kepada Nabi Muhammad saw,
pelecehan kepada Kitab Suci Al-Qur’an, kemudian pendekatannya bukan kepada
dialog, tapi “perang” antara teroris radikal islam (kurang dari 1 prosen) vs barat. Sementara yang 99 prosen lebih penganut agama Islam menjadi (di) korban (kan)?
Demikianlah, segala pemikiran kehidupan
di dunia diselesaikan dengan cara yang hanya berlandaskan pemikiran (ideology buatan
manusia) dan konsensus dari manusia saja. Kita tahu kalau ini dibiarkan saja
cara itu yang digunakan dunia, ini akan
terjadi tidak pernah ada lagi rasa aman, damai dan maju secara “merata” dalam
konsep wawasan kemanusiaan yang adil dan beradab. Karena apa? Karena sifat
manusia dalam dirinya, dalam kelompoknya, dalam kesukuannya, dalam
kebangsaannya cenderung “ego serakah”, hubud-dunya,
dari ingin selalu ingin berkuasa (power) dan materi (money) yang tidak puas-puasnya. Paradigmanya hanya untuk interest (keinginan) dalam power dan money, lupa dengan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab yang
perlu juga bagi diri diluar kelompok bangsanya. Sehingga banyak korban akibat power dan money, karena power and money
are yummy bagi yang menolak (tidak membolehkan) nilai-nilai (ajaran
universal) agama yang datang dari God
Almighty.
●●●
Sudah ada kesempatan untuk mengatur
kehidupan dunia tanpa ajaran Tuhan Alam Semesta (Rabb Al-‘alamīn) ini mulai abad 16 sampai kini abad 21, tanpa ada perdamaian
yang utuh. Malah imajinasi science
fiction manusia akan ada lagi perang yang lebih-lebih-lebih dahsyad lagi dari
Perang Dunia ke-2 yaitu star war.
Maka, untuk mencapai kepada nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dalam mengatasi
persoalan tersebut diatas, diperlukan terobosan baru, yaitu setidak-tidaknya
ada 3 komponen nilai operasional yang perlu ditegakkan yaitu, adanya:
1) Ta’aruf,
yaitu saling kenal mengenal yang tidak hanya bersifat fisik atau biodata
ringkas belaka, tetapi lebih jauh lagi menyangkut latar belakang sejarah dan pendidikan,
budaya, keagamaan, pemikiran, ide-ide, cita-cita, serta problem-problem hidup
yang di alami suku dan bangsa tersebut.
2) Tafahum,
yaitu saling memaklumi kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan masing-masing,
sehingga segala macam bentuk kesalahpahaman dapat di hindari. Kemudian di cara
kesamaan-kesamaan titik temu. Kalau ada perbedaan dimaklumi. Dialog sesama
bangsa terus dilakukan. PBB di aktifkan dan diberdayakan. Setiap ada perbedaan
jangan diatasi dengan kekerasan bersenjata.
3.
Ta’awun, yaitu tolong menolong adalah kebutuhan hidup manusia yang tidak dapat
dipungkiri sebagai makhluk sosial. Kenyataan membuktikan, bahwa suatu pekerjaan
atau apa saja selalu membutuhkan pihak lain. Pekerjaan tidak akan dapat
dilakukan sendirian oleh seseorang (kelompok suku, kelompok bangsa) meski dia
memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang hal itu. Ini menunjukkan, bahwa
tolong-menolong dan saling membantu (adanya teamwork)
adalah suatu keharusan dalam hidup manusia yang ada secara naluriah dalam hati
yang bersih. Mestinya tidak ada keraguannya. Untuk itu perlu Allah Subhana wa Ta’ala mengingatkan manusia
yang mungkin hatinya telah lalai - sehingga ragu dalam menyadarinya, dengan berfirman-Nya
mempertegas sebagai berikut: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”
[QS Al-Maidah 5:2].
Ta’awun dalam artian semangat teamwork dalam bekerja, yaitu tolong menolong dimana yang kuat menolong yang
lemah dan yang memiliki kelebihan menolong orang yang kekurangan. Nah kalau ada
saja pandangan atau paradigma yang menjadi ideologi masing-masing negara seperti tersebut, maka
harapan dunia akan damai, sejahtera dan tenteram akan ada - artinya tanpa ada
peperangan, akan tercapai. Potensi untuk berperang-perangan nantinya lebih,
lebih, lebih dahsyad lagi dari perang
pacific dengan “bom atom” yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang,
akan dapat dihindari. Allahu ‘alam
bish-shawab. Bersambung ke: Konsep Persatuan Kehidupan dalam Islam 2. □ AFM
Baca juga tajuk terkait: Senjata Nuklir dan Daya
Rusaknya II, Senjata Nuklir dan Daya
Rusaknya I, Menguji the Clash of
Civilizations Samuel P Huntin... dan Masa Millennium Ketiga adalah
Masa-nya Globalisasi...
Gambaran insiden
akibat peluru kendali nuklir jarak jauh yang mengakibatkan kiamat dunia: https://youtu.be/7Rmu5wGDlu4
Sumber:
●Terjemahan
ayat-ayat berpedoman kepada Terjemahan Tafsir Per Kata AlFatih, Pustaka
AlFatih. □□□