Saturday, August 10, 2019

Makna Jabal Rahmah, Arafah





KATA PENGANTAR

Hari ini adalah hari Arafah, tanggal 9 Dzul Hijjah 1441 AH yang jatuhnya bertepatan dengan tanggal 10 Agustus 2019 CE tanggalan umat yang berada di Amerika Utara. Sedangkan peristiwa wukuf di Arafah, Saudi Arabia bagi yang berhaji terjadi sehari sebelumnya.

Wukuf di Arafah syah bila wukufnya di sekitar lapangan Jabal Rahmah. Jika wukufnya dibalik bukit yang mengelilingi padang Arafah - yang menghalangi terlihatnya Jabal Rahmah - maka wukufnya tidak syah.

Mengapa demikian sentralnya kedudukan Jabal Rahmah ini? Untuk itu mari ikuti paparannya berikut dibawah ini.



MAKNA JABAL RAHMAH
DI PADANG ARAFAH
Oleh: A. Faisal Marzuki


Al-Hajju Arafah – Haji itu adalah wukuf di Arafah.
● Membangunkan Kesadaran Perdamaian dari Umat Islam  sebagai jamaah yang mesti kompak-bersatu.
● Tidaklah sempurna iman seseorang dari kalian, sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. [HR Bukhari]


K
etika Adam dan Hawa - orang tua pertama dari keturunan manusia - turun ke bumi [1] tiada manusia lain di bumi ketika itu kecuali mereka berdua, namun hidupnya terpisah. Seumpama dua kapsul yang dijatuhkan dari langit ke bumi, yang satu berada entah dimana, yang lainnya begitu pula. Keduanya sepi dari kesendiriannya masing-masing di bumi yang asing bagi mereka berdua - biasa mereka berdua hidup nyaman dan apa yang dimaui ada ketika berada di Surga [2].

Masing-masing hidup saling mencari. Detik demi detik. Jam demi jam. Hari demi hari. Pekan demi pekan. Bulan demi bulan. Tahun demi tahun. Sejuta tahun rasanya belum bertemu juga. Tak tahu arah dimana mau bertemu. Untuk mengetahui dimana masing-masingnya berada - ketika itu belum ada teknologi GPS dan cellpone. Dalam keadaan seperti itu teringatlah betapa enaknya hidup mereka berdua di Surga [2] nan indah itu.

Ditengah dataran yang amat luas itu, berdirilah suatu bukit. Tentunya bukit lebih tinggi dari dataran tanah sekitarnya, memungkinkan mereka mudah melihat apa yang sedang dicari. Akhirnya, bertemulah mereka berdua diatas bukit yang terletak di hamparan padang yang sangat luas.

Dapat kita bayangkan bagaimana detik-detik yang sangat sangat sangat berbahagia itu tampak di wajah masing-masing. Selama ini, sepi dari kesendirian masing-masing. Rindu rendam, kangen yang akhirnya kesampaian. Mereka berdua ini sungguh bersukacita yang tak terperikan. Mereka berdua terlepas dari kesengsaraan hidup sendiri. Mereka berdua tidak mau terpisah lagi, sampai hayat dikandung badan. Bukit tempat pertemuan itu masih tegak abadi kini, namanya Jabal ar-Rahmah. Dalam bahasa Indonesia dinamakan Bukit Rahmah. Artinya, “Bukit Kasih”. Terambil dari kata Jabal, artinya Bukit. Dan Rahmah artinya, Kasih. Padang dataran luas disekitar bukit bernama Arafah yang artinya “Pertemuan”. Nah kini dapatlah kita mengerti sekarang kenapa wukuf di Arafah bagi yang berhaji ini wajib dilakukan dalam rangkaian peribadatan haji, dimana wukuf di Arafah ini menjadi titik sentralnya.

Dengan peristiwa Arafah ini dapat diambil pelajaran yang sangat berharga sekali, yaitu ajaran muamalah (bermasyarakat) dalam Islam. Semestinya sesama umat mesti ada kesetiakawanan. Malah hadits [3] menyatakan antara sesama Muslim ini diikat oleh tali persaudaraan. Sakit salah satu dari anggotanya, maka rasa sakit terasakan bagi semua anggotanya. Berarti kita mesti bekerja sama, itulah arti dari kesetiakawanan itu. Kalau tidak tentunya hidup ini hambar, lemah dan tak bermakna. Padahal naluri hidup manusia itu adalah hidup “bermasyarakat”.

Demikianlah makna Jabal Rahmah - dalam ritual wukuf di Arafah bagi yang berhaji - yang berdiri tegak di padang Arafah ini pegangan sentral yang amat menentukan dalam berhaji dan bermasyarakat. Tanpa mengerti makna dari peristiwa-peristiwa di Jabal Rahmah, maka apa-apa yang dilakukan selama berhaji belum maksimal, maksudnya hampir boleh dikatakan sia-sia. Kini bertemulah makna haji yang disebutkan oleh Rasul Shallallahu ‘Alayhi Wasallam bahwa ‘haji itu adalah Arafah - Al-Hajju Arafah’.

Dengan peritiwa Jabal Rahmah di Arafah itu mengingatkan kita generasi sekarang yang hidup di seperlima abad ke-21 ini dalam millennium ke-3 bahwa hidup bernafsi-nafsi bukanlah sifat asli atau fitrah manusia. Satu sama lainnya saling butuh dalam mengarungi lautan kehidupan ini. Dalam kehidupan ini terkadang ombaknya tinggi, angin sangat kencang, membuat oleng kapal kehidupan. Dihempaskan ke kiri dan ke kanan. Kadang menurun, kadang meninggi. Kadang terperosok di pusaran air. Kadang tersandung di batu karang. Harap harap cemas. Namun dengan semangat kesatuan dan kesetiakawanan serta persaudaraan dan saling cinta kasih, memudahkan menghadapi tantangan hidup.

Tanpa kesatuan dan cinta kasih bahtera kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berorganisasi (dalam komuniti), berbangsa dan berantar bangsa, maka manusia akan memangsa sesamanya dalam memperebutkan pengaruh dalam kekuatan ekonomi, keuangan, politik, militer dan power dari ego pribadi atau bangsa yang terkotak-kotak dalam kelompok-kelompok atau pakta-pakta (blok-blok) dalam berbangsa. Faham yang dimengertinya atau yang dilakukannya seperti itu memang terjadi dalam hidup di millennium ke-2, hasilnya membuat dunia tidak stabil, perang-perang dahsyat terjadi (dalam PD I korbannya 20 juta, PD II 80 juta) dan hampir-hampir binasa dalam menghadapi perang nuklir tahun 60-an antara Amerika Serikat dan USSR (Uni Sovyet).

Pada millennium ke-3 ini dunia hakekatnya tidak dapat lagi disekat-sekat, karena arus globalisasi sudah sedemikian menderas. Teknologi telah mendekatkan warga dunia satu sama lainnya. Perlu pendekatan baru, lebih aman, lebih stabil, lebih manusiawi, dan hasilnya “win-win” - semuanya dapat. Yaitu asal menegakkan ta’aruf (saling mengenal) [4], tafahum (saling memahami), ta’awun (kerja sama), itsar (saling membela, tidak bertengkar).

Last but not least mari kita tutup paparan dalam tulisan ini dengan berdoa: “Ya Allah jadikanlah tahun ini tahun kebaikan. Hari yang tidak menjadi sempit. Urusan yang tidak menjadi rusak. Jadikanlah setiap langkah menjadi taufiq, mudah dan terhitung pahala”.  Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. □ AFM



CATATAN KAKI
[1] Adam dan Hawa di turun ke Bumi dari Surga. [QS Al-Baqarah 2:36]
[2] Surga.
● Dan orang-orang yang beriman dan beramal shaleh (berada) di dalam taman-taman surga, mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Tuhan mereka. Yang demikian itu adalah kurunia yang besar. [QS Asy-Syūrā 42:22]
● “Perumpamaan Surga yang dijanjikan kepada prang-orang yang bertaqwa ialah (seperti taman) mengalir sungai di dalamnya, buah yang tak henti-hentinya, sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahannya bagi orang yang bertaqwa. [QS Ar-Ra’d 13:35]
[3] Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wasallam bersabda: ●“Perumpamaan orang Islam yang saling mengasihi dan mencintai satu sama lain adalah ibarat satu tubuh, Jika salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka seluruh tubuh akan ikut merasa sakit dan tidak bisa tidur.” [HR Bukhari]
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wasallam: ● Tidak lah sempurna iman seseorang dari kalian, sehingga dia mencintai saudaranya (sesama Islam) sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” [HR Bukhari]
Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wasallam bersabda: ● “Seorang muslim adalah saudara bagi sesama muslim lainnya. Tidak boleh menganiaya ataupun membiarkan dianiaya. Barang siapa memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa membebaskan kesusahannya, maka Allah akan membebaskan kesusahannya di hari kiamat. Barang siapa menutupi aib-nya, maka Allah akan menutupi aib-nya dihari kiamat ” [HR Bukhari].
[4] Lita ‘ārafū (ta’āruf), Wahai Manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal (Lita ‘ārafū, ta’āruf). [QS Al-Hujarāt 49:13] [Untuk selanjutnya tafahum (saling memahami), ta’awun (kerja sama), itsar (saling membela, tidak bertengkar)]. □□ 


SUMBER

Blog Archive