Sunday, January 24, 2016

Sejarah Sekularisme





SEJARAH SEKULARISME

D
alam sejarah kehidupan umat manusia mulai abad ke-20, terutama dari negara-negara yang telah terbebas dari penjajahan bangsa-bangsa Eropa, mulai menata hidup bangsanya yang ingin disebut menjadi modern, seperti majunya negara-negara dari ex-penjajahnya yang sudah developed countries [1]. Dengan itu manusianya selalu diiming-imingi oleh ingin adanya perobahan dan untuk itu berinovasi, yaitu ingin tampil beda dari kehidupan sebelumnya dengan berpegang pada konteks realitas. Dalam hal ini, manusia ingin tampil lebih maju dan modern sehingga tidak segan-segan dalam mengkritik sesuatu yang dianggap bisa menghambatnya, tidak terkecuali agama.

Seperti halnya dalam sejarah kehidupan bangsa Eropa yang secara terbuka mengkritik eksistensi agama di Eropa, karena dianggap keberadaan mereka dibawah otoritas agama (agama di Eropa adalah Kristen) dalam sejarahnya telah mengikat kebebasan dan kemajuannya, sehingga muncullah sebuah wacana sekularisme, yaitu pemisahan antara urusan dunia (negara) dengan agama. Disini mereka beranggapan bahwa agama tidak berhak mengintervensi dunia, dengan kata lain agama adalah urusan pribadi dan tidak boleh dibawa dalam ranah publik (negara). Negara-negara Eropa atau ex-Eropa seperti Australia dan Amerika Serikat dasar hukum bernegaranya adalah sekulerisme.

Sekularisme merupakan sebuah ideologi yang pada mulanya berkembang di dunia Barat dan menyebar hampir ke seluruh penjuru Dunia tak terkecuali dunia Islam. Paham ini mempunyai tujuan yaitu memisahkan antara “hak Tuhan” dengan “hak Manusia” atau memisahkan antara urusan Manusia dengan urusan Tuhan. Demikian pandangan paradigma yang telah terbangun di Barat yang ingin dibangun di negara-negara ex-jajahannya.


Pengertian Sekularisme

I
stilah sekuler (secular) berasal dari bahasa latin Saeculum yang memiliki dua konotasi yaitu time dan location. Waktu menunjukan sekarang sedangkan tempat dinisbahkan kepada dunia. Jadi saeculum berarti zaman ini atau masa kini, dan zaman ini atau masa kini menunjukan peristiwa di dunia ini, dan itu juga berarti peristiwa–peristiwa masa kini. [2] Adapun sekularisasi dalam kamus ilmiah adalah hal usaha yang merampas milik gereja atau penduniawian. Sedangkan Sekularisme adalah sebuah gerakan yang menyeru kepada kehidupan duniawi tanpa campur tangan agama. [3]

Al-Attas, dalam bukunya yang berjudul Islam dan Sekularisme, menjelaskan bahwa sekularisasi didefinisikan sebagai pembebasan manusia, yaitu mula-mula dari agama dan kemudian dari metafisika. Itu berarti terlepasnya dunia dari pengertian-pengertian religious dan religious-semu, terhalaunya semua pandangan-pandangan dunia yang tertutup, terpatahkannya semua mitos supernatural dan lambang-lambang suci. Sekularisme lebih condong kepada proses peralihan fungsi-fungsi dan sifat-sifat keagamaan kearah fungsi-fungsi dan sifat-sifat yang tak bernilai atau yang tidak ada hubungannya dengan keagamaan. Pengertian yang lain menyebutkan sekularisme adalah penduniawian sesuatu yang pada mulanya bersifat atau bernilai keagamaan.

Dari pengertian-pengertian diatas, kata “secular”, “sekularisasi” dan “sekularisme” mempunyai makna dan pengertian yang berbeda-beda. Kata “secular” berasal dari kata latin saeculum diartikan dengan masa dan tempat yang berlaku sekarang atau masa kini. Kata “sekularisasi” banyak diartikan sebagai “proses menuju ke sekuler dan sekularisme”. Sedangkan “sekularisme” banyak diartikan sebagai “idiologi yang dihasilkan dari proses sekularisasi”.


Sejarah Munculnya Sekularisme

B
ila kita melacak sejarah bangsa Eropa, sekularisme muncul disebabkan peranan gereja dalam tindakannya dalam pengungkungan atau menyekat pintu pemikiran dan penemuan sains (ilmu pengetahuan). Pihak gereja Eropa telah menghukum ahli sains seperti Copernicus, Gradano, Galileo dll yang mengutarakan penemuan saintifik yang berlawanan dengan ajaran gereja. Kemunculan paham ini juga disebabkan tindakan pihak gereja yang mengadakan upacara agama yang dianggap berlawanan dengan nilai pemikiran dan moral seperti penjualan surat pengampunan dosa, yaitu seseorang boleh membeli surat pengampunan dengan nilai wang yang tinggi dan mendapat jaminan syurga walaupun berbuat kejahatan di dunia.

Disamping itu, Kemudian muncul revolusi rakyat Eropa yang menentang pihak agama dan gereja yang bermula dengan pimpinan Martin Luther, Roussieu dan Spinoza. Akhirnya tahun 1789, Perancis menjadi negara pertama yang bangun dengan sistem politik tanpa (berdasarkan) agama. Revolusi ini terus berkembang sehingga di negara-negara Eropa, muncul ribuan pemikir dan saintis yang berani mengutarakan teori yang menentang agama dan berunsurkan rasional. Seperti muncul paham Darwinisme, Freudisme, Eksistensialisme, Ateismenya dengan idea Nietche yang menganggap "Tuhan telah mati" dan manusia bebas dalam mengeksploitasi. Akibatnya, agama dipinggirkan dan menjadi bidang yang sangat kecil, terpisah daripada urusan politik, sosial dan sains. Bagi mereka yang melakukan penolakan terhadap sistem agama telah menyebabkan kemajuan sains dan teknologi yang pesat dengan munculnya zaman Renaissance [4] yaitu pertumbuhan pesat dari perindustrian dan teknologi di benua Eropa.

Dalam perjalanannya, Paham ini terus menular dan mulai memasuki dunia Islam pada awal kurun ke 20. Turki merupakan negara pertama yang mengamalkan paham ini di bawah pimpinan Mustafa Kemal Atatürk. [5] Seterusnya paham ini menelusuri negara Islam yang lain seperti di Mesir melalui polisi Napoleon, Algeria, Tunisia dan lain-lain yang terikat dengan pemerintahan Perancis. Juga, Indonesia, Malaysia masing-masing dibawa oleh Belanda dan Inggeris. Ini dapat kita lihat dengan munculnya dualisme yaitu agama satu sisi dan yang bersifat keduniaan satu sisi. Seperti pengajian yang berasaskan agama tidak boleh bercampur dengan pengajian yang berasaskan sains dan keduniaan.

Disamping itu, sejarah yang paling kental tentang munculnya sekularisme adalah disebabkan dari bentuk kekecewaan (mosi tidak percaya) masyarakat Eropa kepada agama Kristen saat itu (abad 15). Di mana Kristen beberapa abad lamanya menenggelamkan dunia Barat ke dalam periode yang kita kenal sebagai “the dark ages” (abad gelap Eropa). Padahal pada saat yang sama peradaban Islam saat itu sedang berada di puncak kejayaannya - baca blog afaisalmarzuki dengan tajuk Islam di Spanyol dan Peninggalannya. Sehingga ketika perang salib berakhir dengan kekalahan di pihak Eropa, walau mereka mengalami kerugian di satu sisi, tetapi, sebenarnya mereka mendapatkan sesuatu yang berharga, yaitu inspirasi pengetahuan dari Islam yang memegang pemerintahan “Kekhalifahan Islam” saat itu. Karena justru setelah mereka “bergesekan” dengan umat Islam di “Perang Salib” (Crusader). Hal tersebut ternyata menjadi kawah lahirnya renaissance beberapa abad setelahnya di Eropa. Setelah mereka menerjemahkan buku-buku filsafat Yunani berbahasa Arab dan karya-karya filosof Islam, dan buku-buku ilmu pengetahuan seperti astronomi, matematik, aljabar, algoritmi, kedokteran, obat-obatan, ilmu optik, sosiologi dan lainnya ke dalam bahasa Latin.

Pada saat Eropa mengalami the dark ages, Kristen yang sudah melembaga saat itu menguasai semua ranah kehidupan masyarakat Eropa. Politik, ekonomi, pendidikan dan semuanya tanpa terkecuali yang dikenal denga istilah ecclesiastical jurisdiction (hukum Gereja). Semua hal yang berasal dari luar kitab suci Injil dianggap salah. [8] Filsafat yang notabene sebagai al-umm (ilmu induk) dari ilmu pengetahuan dengan ruang lingkupnya yang sangat luas, mereka sempitkan dan dikungkung hanya untuk menguatkan keyakinan mereka tentang ketuhanan yang trinitas itu. Mereka menggunakan filsafat hanya sekedar untuk menjadikan trinitas yang irasional menjadi kelihatan rasional. Dengan demikian secara otomatis filsafat yang seharusnya menjadi induk dari seluruh ilmu pengetahuan yang ada menjadi mandul dan tidak berfungsi.

Ilmu pengetahuan yang menopang majunya sebuah peradaban malah dimusuhi. Ketika ada penemuan baru yang dianggap bertentangan dengan isi kitab suci Injil dianggap sebagai sebuah pelanggaran yang harus ditebus dengan nyawa. Sebagaimana yang dialami Copernicus yang menyatakan teori “heliosentris”-nya (tatasurya dimana matahari sebagai pusat dari jagat planet-planet yang mengelilinginya) yang notabene bertentangan dengan Injil nama kita suci Kristen yang mengemukan teori “geosentris” (bumilah sebagai pusat jagat raya termasuk matahari dan planet-planet).

Sesuai dengan teori arus air, jika ia ditahan maka lama kelamaan akan menjadi tenaga yang begitu dahsyat untuk mengahancurkan penahannya. Begitu juga yang terjadi di Eropa pada abad 15 dengan apa yang disebut renaissance sebagai lambang dari pembebasan masyarakat Eropa dari kungkungan gereja. Gerakan renaissance ini mulai digerakkan di berbagai lini, seni, gerakan pembaruan keagamaan yang melahirkan Kristen Protestan, Humanisme dan penemuan Sains. Yang selanjutnya diteruskan dengan masa enlightenment (abad pencerahan Eropa) pada abad ke-18 satu abad setelah lahirnya aliran Filsafat Moderen pada abad ke-17.

Tirani Gereja Kristen—sebagaimana yang kita ketahui—merupakan agama yang cinta damai dan agama cinta kasih. Ini bisa dilihat dari perkataan Yesus yang memerintahkan murid-muridnya untuk "memberikan pipi kanan jika dipukul pipi yang kiri”. Namun, pada kenyataannya Gereja Kristen yang melembaga justru menjadi “tirani” bagi bangsa Eropa pada abad pertengahan. Dengan itu membuat Eropa menjadi terpuruk selama berabad-abad dalam masa yang disebut the dark ages. Monopoli pemahaman dan penafsiran Injil itu oleh para Pemuka Kristen terus berlaku sampai akhirnya Kristen mejadi agama resmi Romawi. Justru semenjak itu pula Kristen melembaga menjadi institusi Gereja. Monopoli kitab suci semakin menjadi. Yang mana monopoli kitab suci tersebut berbuah kepada monopoli keberagamaan agama Kristen. Monopoli itu pula menjadikan umat Kristen sangat bergantung kepada institusi Gereja.


Pokok-Pokok Ideologi Sekuralisme

D
ari pemaparan sejarah kekuasaan Gereja dan Pemuka Agama diatas, setidaknya ada beberapa poin yang menurut penulis bisa dijadikan sebagai landasan ideologi sekularisme, yaitu:

1. Menolak sistem agama Kristen dalam semua urusan dunia seperti politik, sosial, pendidikan dan sebagainya. Bagi mereka agama hanyalah penghalang kepada kemajuan tamadun dan pembangunan sains dan teknologi. Idea-idea agama bersifat kolot dan bertentangan dengan pemikiran akal sehat mereka.

2. Kehidupan berasaskan kepada rasional, ilmu dan sains. Manusia tidak boleh meletakkan doktrin atau kitab-kitab agama sebagai pegangan, kerana ia akan membutakan kehidupan manusia. Manusia mestilah berpegang kepada kajian sains, eksperimen sehingga menemukan hal-hal yang baru.

3. Menganggap kewujudan sebenarnya adalah melalui pancaindera bukan unsur-unsur rohaniah dan metafisik (abstrak) yang sukar dikesan melalui kajian modern (yang materialistik). Paham ini lebih mengutamakan material dan membelakangi  spiritual. Kehidupan selepas mati merupakan sesuatu yang bertentangan dengan kajian sains modern dan eksperimen.

4. Nilai baik dan buruk ditentukan oleh akal manusia bukannya teks agama. Bagi mereka nilai baik dan buruk adalah relatif  dan agama menyempitkan konsep nilai baik dan buruk. sehingga, muncullah paham hedonisme yang mengajak manusia bebas melakukan apa saja demi terpenuhinya kesenangan nafsu syahwat. Contohnya amalan seks bebas menurut Freud, mempunyai unsur kebaikan pada suatu masa dan keadaan tertentu.

5. Menganggap alam ini terjadi melalui fenomena sains dan kimia tertentu bukannya kuasa “tuhan”. Dari anggapan kaum sekuler ini muncullah berbagai teori tentang kejadian alam termasuk kekuatan unsur kimia dan atom yang menyebabkan adanya Ledakan Besar (Big Bang) sebagai asas kewujudan alam, seolah-olah tuhan tidak terlibat dalam penciptaan alam ini. [6] Sebahagian penganut paham ini menolak tuhan manakala sebahagian yang lain mempercayai tuhan tetapi tuhan tidak mencampuri urusan manusia di dunia. Manusia bebas menentukan kehendak dan mengikut tindakan mereka.

6. Melahirkan konsep negara nasionalisme sempit seperti fasisme, chauvinism, totalitarianism yang akhir melahirkan nasionalisme Eropa yang pada kelahirannya menghasilkan “deklarasi hak-hak manusia” berubah menjadi kebijakan yang didasarkan atas “kekuatan dan self interest” dan bukan atas dasar kemanusiaan. (Rasyidi dalam Yatim, 2001:63). Selanjutnya, dalam perkembangannya “nasionalisme Eropa” berpindah haluan menjadi “persaingan fanatisme nasional antar bangsa-bangsa Eropa” yang “melahirkan Perang Dunia I dan Perang Dunia II, yaitu perang antara bangsa-bangsa Eropa yang melibatkan juga bangsa lainnya seperti Sovyet, Amerika Serikat dan Jepang dengan korban 100 juta manusia.

Berikutnya bangsa-bangsa di Eropa telah menjajah negeri-negeri yang berada di benua Asia, Afrika, dan Amerika Latin”. Fakta ini merujuk pada dua hal: 1) Ledakan ekonomi Eropa pada masa itu yang berakibat pada melimpahnya hasil produksi - akibat produksi massa (revolusi industri, dan ditemukannya tenaga mesin uap) yang perlu pasar, bahan baku dan bahan bakar industri, dan 2) Pandangan pemikir Italia, Nicolo Machiaveli, yang menganjurkan “seorang penguasa untuk melakukan apapun demi menjaga eksistensi kekuasaannya”. Dia menulis:

“Bila ini merupakan masalah yang mutlak mengenai kesejahteraan bangsa kita, maka janganlah kita menghiraukan keadilan atau ketidakadilan, kerahiman dan ketidakrahiman, pujian atau penghinaan, akan tetapi dengan menyisihkan semuanya menggunakan siasat apa saja (tujuan menghalalkan segala cara) yang menyelamatkan dan memelihara hidup negara kita itu.” (Kohn dalam Yatim, 2001:65).


Sentuhan Sekularisme Terhadap Dunia Islam dan Pandangan Beberapa Tokoh

S
alah satu paradigma keilmuan di Barat yang memiliki pengaruh sangat besar di dunia Islam ialah “sekularisme teosentrisme” - tidak terkait dengan aspek-aspek ketuhanan. Istilah sekuler di dunia Islam pertama kali dipopulerkan oleh Zia Gokalp (1875-1924), sosiolog Turki. Istilah ini sering dipahami sebagai sesuatu yang irreligious (tidak ada sangkut paut dengan ajaran agama) bahkan anti religius. Dalam bahasa Indonesia kata ini mempunyai konotasi negatif. Sekular diartikan dengan bersifat duniawi atau kebendaan, bukan bersifat keagamaan atau kerohanian sehingga sekularisasi berarti membawa ke arah kecintaan kehidupan dunia saja (hubud-dunya), dan karena itu norma-norma tidak perlu didasarkan pada agama.


Dalam bahasa Arab, ada kata ‘alamani dari ‘alam (dunia) yang bermakna duniawi diversuskan (dipertentangkan) dengan yang selain dunia. Istilah tersebut digunakan dan diadopsi dari orang-orang Kristen Arab untuk mengekspresikan gagasan ini sebelum ia menarik perhatian kaum Muslimin. Pada masa modern istilah tersebut dibaca kembali menjadi ilmani yang dipahami dalam arti ilmiah dari ilmu pengetahuan atau sains yang dilawankan dengan religius yang oleh sarjana Muslim dianggap sebagai penafsiran yang keliru sebab dalam Islam dua kata tersebut tidak pernah dipertentangkan.  Tegasnya, dalam sejarah Islam tidak terdapat kontradiksi antara agama di satu pihak dengan ilmu pengetahuan atau sains di pihak lain. [7]

Dengan mengacu pada Ensiklopedi Britania, Yusuf al-Qaradhawi menyebutkan, sekularisme merupakan gerakan kemasyarakatan yang bertujuan untuk memalingkan manusia dari kehidupan akhirat dengan semata-mata berorientasi pada kehidupan dunia. Gerakan sekularisme muncul pada abad kebangkitan (renaissance dan enlightenment) Eropa yang merupakan bagian dari upaya untuk mendorong manusia untuk meraih kemajuan serta mewujudkan ambisi manusia pada kehidupan dunia. Agama Kristen yang bersifat dogmatik dan cenderung bertentangan dengan berbagai penemuan sains dianggap sebagai penghambat bagi kemajuan. Karena itu, sekularisme merupakan gerakan perlawanan terhadap ajaran dan keyakinan gerejani, demi untuk meraih kebangkitan yang terus berlanjut dalam perkembangan sejarah modern.

Dari sini, sebenarnya timbulnya sekularisme merupakan proses dari sisi gelap kehidupan yang terjadi di abad pertengahan Eropa. Saat itu kekuasaaan gereja mendominasi hampir  semua aspek kehidupan, termasuk di bidang sains dan teknologi. Para ilmuan melihat kondisi ini sebagai suatu hal yang sangat menghambat bagi kemajuan, sebab hasil penemuan ilmiah yang rasional sekalipun  tidak jarang bertentangan dengan  doktrin gereja. Galileo Galilai dan Copernicus yang menolak mengubah pendapatnya bahwa mataharilah yang menjadi sentra perputaran planet-planet (heliosentris) dan bukan bumi (geosentris) yang pada saat itu menjadi doktrin gereja [8], akhirnya dihukum mati. Karena itu, para ilmuan dan negarawan sampailah pada kesimpulan bahwa jika masyarakat ingin mencapai kemajuan, maka ia harus meninggalkan agama; atau setidaknya membiarkan agama berada pada wilayah ritual murni saja; sedangkan wilayah duniawi (seperti sains dan teknologi, politik, pemerintahan, ekonomi dan budaya) harus steril dari wilayah agama. Inilah awal munculnya sekularisme.

Atas hal demikian, menurut uraian Qaradhawi, sekularisme menganggap bahwa agama tidak layak menjadi fondasi moralitas dan pendidikan. Karena itu, sekularisme memandang bahwa agama atau hal-hal yang bernuansa agama tidak boleh masuk ke dalam pemerintahan, atau pertimbangan-pertimbangan keagamaan harus dijauhkan dari pemerintahan. Sejalan dengan ini, sekularisme merupakan peraturan atau ketentuan moralitas yang berlandaskan pemikiran yang mewajibkan ditegakkannya nilai-nilai perilaku dan moral menurut kehidupan modern dan solidaritas sosial tanpa memandang pada landasan agama.

Sekularisme yang merupakan pemisahan agama dari berbagai aspek kehidupan,  menurut An-Nabhani, seakan-akan menjadi “aqidah” yang melahirkan serangkaian hasil pemikiran duniawi, yang sering disebut ilmu. Ideologi kapitalisme merupakan produk sekularisme yang melahirkan paham demokrasi, di mana semua peraturan dan perundang-undangan diserahkan kepada manusia, bukan menggunakan aturan Allah. Bahkan An-Nabhani menegaskan bahwa sekularime bagi masyarakat Barat menjadi sebuah keyakinan atau akidah, dimana kapitalisme atau paham serba kebebasan berdiri tegak di atas azas sekularisme tersebut.

Mengacu pada uraian Kuntowijoyo, bahwa ilmu-ilmu sekular yang merupakan lawan dari ilmu-ilmu keagamaan merupakan produk manusia, yang melahirkan diferensiasi dan pemisahan yang jelas antara ilmu umum dan agama serta klaim objektivitas masing-masing. Maka, lahirlah apa yang disebut sebagai dikotomi dan dualisme keilmuan. Selanjutnya Kuntowijoyo menggambarkan:

Ilmu sekuler mengaku diri sebagai objektif, value free bebas dari kepentingan lainnya. Tetapi, ternyata bahwa ilmu telah melampaui dirinya sendiri. Ilmu yang semula adalah ciptaan (pemikiran) manusia telah menjadi penguasa atas manusia. Ilmu menggantikan kedudukan wahyu Tuhan sebagai petunjuk kehidupan. Sekulerisme muncul karena klaim yang berlebih-lebihan dari ilmu. Juga muncul karena antroposentrisme dan diferensiasi filsafat. Dunia yang sekuler diramalkan oleh ilmu sebagai masa depan manusia. Kalau dahulu antroposentrisme dan diferensiasi terbatas dalam ilmu dan perilaku, sekarang ini “sekulerisme telah menjadi aliran pemikiran menggantikan keyakinan agama”. Seluruh kehidupan diyakini akan menjadi sekuler bahkan agama akan lenyap atau hanya menjadi spiritualitas dan menjadi kesadaran kosmis. Sekularisme adalah eskatologis manusia modern.

Sejalan dengan uraian tersebut, Huston Smith mengakui bahwa sains secular -yang sering diklaim sebagai sains Barat modern- cenderung mengakhiri dan menyingkirkan dimensi-dimeni transendental dalam proses perumusan teori-teori ilmiah. Manusia (Barat) sebagai “penemu sains” telah dengan congkak mengakhiri dan menafikan peran Tuhan yang dominan sebagai pencipta dan pengatur semesta. Dalam pandangan dunia yang religious, menurut Smith, manusia merupakan pihak yang kekurangan, yang memperoleh dari yang lebih (Tuhan). Manusia merupakan hasil ciptaan Tuhan. Sementara itu “Sains sekuler” telah menjungkirbalikan pandangan ini, dengan menempatkan manusia sebagai pihak yang lebih, yang memperoleh sesuatu dari “yang kurang (tuhan)”. Dalam kamus keilmuan sekuler, lanjut Smith, tidak ada yang lebih cerdas kecuali manusia. Manusia mampu mencipta, mengkreasi, menetapkan aturan, dan menetapkan tujuan hidupnya, dan tidak mengkaitkan diri pada Tuhan.


Kesimpulan

S
ekulerism adalah sebuah konsep yang memisahkan antara negara dan agama (state and religion). Yaitu, bahwa negara merupakan lembaga yang mengurusi tatatanan hidup yang bersifat duniawi dan tidak ada hubungannya dengan yang berbau akhirat, sedangkan agama adalah lembaga yang hanya mengatur hubungan manusia dengan hal-hal yang bersifat metafisis dan bersifat spiritual, seperti hubungan manusia dengan tuhan.

Sejarah munculnya sekularisme sebenarnya merupakan bentuk kekecewaan (mosi tidak percaya) masyarakat Eropa kepada Gereja saat itu (abad tengah, medieval ages, the dark age Eropa) karena dominasi sosio-ekonomi dan cultural dan tindakan represif terhadap penggunaan tafsir (juga: pengetahuan) diluar gereja. Sedangkan inti ajaran dari sekulerisme mencakup Penidak-keramatan alam, Desakralisasi Politik dan Dekonsekrasi Nilai.

Jadi gerakan sekulerisasi adalah gerakan yang terjadi di Barat yang ingin maju, untuk masalah-masalah yang ada di Barat. Sementara itu dalam kurun yang sama Muslim dengan Pemerintahan Kekhalifahan Islam baik di Baghdad maupun di Spanyol Islam (Al-Andalus) telah maju. Ajaran Islam tidak mengajarkan keterpisahan antara agama (religious) dan dunia (seculer) sebagaimana yang telah pula dipelajari sejarahnya dan dituliskan oleh Michael H. Hart dalam bukunya The 100: A Ranking of the Most Influential Person in History,  mengatakan: “Pilihan saya Muhammad (saw) memimpin daftar orang-orang paling berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan pembaca dan dapat dipertanyakan oleh orang lain, tapi dialah satu-satunya manusia dalam sejarah yang sangat berhasil baik dalam tingkat religious (agama) maupun seculer (dunia).” [9]

Ikuti pula tajuk: Islam di Spanyol dan Peninggalannya dan tayangan video: Masa Kejayaan Islam di Spanyol, dengan mengklik tajuknya masing-masing yang berwarna oranye. Billahit Taufiq wal-Hidayah□ AFM



Catatan Kaki:
[1] Developed Countries (Barat) adalah negara berdaulat yang memiliki ekonomi yang sangat maju dan canggih teknologi infrastruktur relatif terhadap negara-negara lain yang umumnya telah dijajahnya. Bukan itu saja sistim pemerintahannya baik, hukumnya berjalan, kesejahteraan warganya maju, hubungan warga dan pemerintah diatur dengan sistim demokrasi yang hak-hak warganya jelas dan mensejahterakan hidup warganya.

[2] Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dan Sekuler (terj) Karsidjo Djojosuwarno (Bandung:Pustaka, 1978). Hlm 18-19.

[3]WAMY, Gerakan keagamaan dan Pemikiran, Akar Ideologis dan penyebaran-nya (Jakarta: Al-I’tishom 2002). Hlm 281.

[4] Abad Renaisans, Bahasa Inggris: Renaissance; artinya Rebirth” atau dalam bahasa Indonesia “Kelahiran kembali”, adalah sebuah gerakan budaya yang berkembang pada periode kira-kira dari abad ke-14 sampai abad ke-17, dimulai di Italia pada Abad Pertengahan dan kemudian menyebar ke seluruh Eropah.

[5] Mustafa Kemal Atatürk adalah seorang perwira tentara Turki, revolusioner, dan Presiden pertama Turki. Dia dinobatkan dengan menjadi pendiri Republik Turki.

[6] Dari anggapan dari kaum sekuler ini muncullah berbagai teori tentang kejadian alam termasuk kekuatan unsur kimia dan atom yang menyebabkan adanya Ledakan Besar (Big Bang) sebagai asas kewujudan alam, seolah-olah tuhan tidak terlibat dalam penciptaan alam ini. Dalam pandangan ilmuan Astronomi Islam Ledakan Besar (Big Bang) ini disebutkan sebagai “Kun Fayakun” -  Jadilah, Maka jadi. Maka terjadilah - sebaliknya yang disebutkan diatas - yaitu setalah Allah Sang Pencipta berfirman: “Kun, Fayakun” baru timbul berikutnya proses “kimiawi atau nuklir”.

Pada Masa Pertama, alam semesta pertama kali terbentuk dari ledakan besar yang disebut ”big bang” (Kun, jadilah. Fayakun, maka jadilah dalam proses), kira-kira mulai 13.7 milyar tahun lalu. Bukti dari teori ini ialah gelombang mikrokosmik di angkasa dan juga dari meteorit. Awan debu (dukhan) yang terbentuk dari ledakan tersebut, terdiri dari hidrogen. Hidrogen adalah unsur pertama yang terbentuk ketika dukhan berkondensasi sambil berputar dan memadat. Ketika temperatur dukhan mencapai 20 juta derajat celcius, terbentuklah helium dari reaksi inti sebagian atom hidrogen. Sebagian hidrogen yang lain berubah menjadi energi berupa pancaran sinar infra-red. Perubahan wujud hidrogen ini mengikuti persamaan E=mc2 [2], besarnya energi yang dipancarkan sebanding dengan massa atom hidrogen yang berubah. [Blog A. Faisal Marzui - Penciptaan Alam Semesta Dalam Enam Masa]

[7] Beliau Rasul Allah saw berkata: “Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikirkan dan merenungkan kandungan arti isi ilmu yang dikandungnya.” Ayat tersebut dibawah adalah:

●Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat kebesaran Allah) bagi Ulul Albab (bagi orang yang berakal), ● yaitu orang – orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi sambil berkata, “Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. [QS Ali Imran 3:190-191] [Blog A. Faisal Marzui - Kedudukan Ulul Albab I]

[8] Karena bukti yang dapat mendukung teori ini tidak cukup memadai, maka Gereja tidak dapat mendukung teorinya. Maka pada tahun 1616, pihak Gereja Katolik mengeluarkan dekrit bahwa teori heliosentris tersebut adalah teori yang salah dan bertentangan dengan Kitab Suci. Perlu kita ketahui bahwa bukan hanya Gereja Katolik yang menolak teori Copernicus yang dipegang oleh Galileo, tetapi gereja Protestan juga menolaknya. Bahkan Martin Luther termasuk barisan pertama yang menentang teori heliosentris, bersama-sama dengan muridnya Melancthon dan para teolog Protestan lainnya. Mereka mengecam karya Copernicus. [http://www.katolisitas.org/1684/apakah-galileo-galilei-dibunuh-gereja-katolik]

[9] Michael H. Hart, The 100: A Ranking of the Most Influential Person in History. First published in 1978, reprinted with minor revisions 1992. Siapakah Michael  H. Hart? Lahir tanggal 28 April 1932 di New York City. Dia adalah astrofisikawan Amerika Yahudi yang juga telah menulis tiga buku tentang sejarah. Lulusan dari Bronx “High School of Science’. Ia terdaftar di Angakatan Darat Amerika Serikat selama perang Korea. Menerima gelar sarjana di Cornell University dalam matematika dan kemudian mendapatkan gelar Ph.D. dalam astrofisika di Princeton University. Dia juga memegang gelar sarjana fisika, astronomi, dan ilmu computer, serta sarjana hukum. Dia adalah seorang ilmuan peneliti di NASA sebelum meninggalkan profesor fisika di Trinity University di San Antonio, Texas. Dia juga telah mengajar dalam mata pelajaran astronomi dan sejarah ilmu pengetahuan pada Anne Arundel Community Collage di Arnold, Maryland.


Daftar Bacaan:
Naquib Al-Attas, Syed Muhammad, Islam dan Sekularisme (terj) Karsidjo Djojosuwarno Bandung: Pustaka, 1978
WAMY, Gerakan keagamaan dan Pemikiran, Akar Ideologis dan penyebarannya, Jakarta: Al-I’tishom 2002
Hasan, Afif, Fragmentasi Ortodoksi Islam, Membongkar Akar Sekularisme. Malang: Pustaka Bayan, 2008
Yatim, Badri. 2001. Soekarno, Islam, Dan Nasionalisme. Bandung: Nuansa.

 Sumber:
https://zakiracut.wordpress.com/2011/12/23/sekularisme-dalam-catatan-sejarah/




Blog Archive