Friday, November 24, 2023

Potret Islam di mata Barat

 

 

KATA PENGANTAR

   Tulisan yang bertemakan “Potret Buruk Islam Di Mata Barat, 10 Tesis Anti Kebencian” dari Chandra P. Anom, Jakarta yang telah mempostingkannya kepada pengutip (AFM). Judul asli: “Feinbild Islam – Zehn Thesen gegen Hass” oleh Jürgen Todenhöfer anggota parlemen Jerman dari partai CDU (Kristen-Demokrat). Ditulis oleh Yudi Nurul Ihsan Mahasiswa Indonesia S3, Jerman.

   Mudah-mudahan bermanfaat hendaknya bagi para pembaca, karena kita telah mendapat gambaran persoalan Barat dan dunia Islam dari pendapat orang Barat sendiri tentang dunia Islam yang sebenarnya. □ AFM

 

 

 

POTRET BURUK ISLAM DI MATA BARAT,

10 TESIS ANTI KEBENCIAN

Judul asli: “Feinbild Islam – Zehn Thesen gegen Hass”

 Oleh:

Jürgen Todenhöfer

Anggota parlemen Jerman

Dari partai CDU (Kristen-Demokrat)

  

Ditulis oleh:

Yudi Nurul Ihsan

Mahasiswa Indonesia S3, Jerman

 

PENDAHULUAN

J

ürgen Todenhöfer adalah seorang politikus dari partai CDU (Kristen-Demokrat) yang pernah 18 tahun duduk di parlemen Jerman. Jürgen Todenhöfer, telah membaca Quran. Setelah membaca, mengamati dan berpikir, Todenhöfer menulis. Hasilnya sebuah buku dengan judul “Feinbild Islam – Zehn Thesen gegen Hass” (“Potret Buruk Islam - 10 Tesis Anti Kebencian”), yang terbit di akhir tahun 2011. Ringkasan buku tersebut sebagai berikut dibawah ini.


TESIS PERTAMA

 BARAT LEBIH “BRUTAL” DARI DUNIA ISLAM

   Todenhöfer, dalam tesis pertama, mengingatkan fakta sejarah yang sering terlupa di dua abad terakhir. Barat jauh lebih brutal daripada dunia Muslim. Jutaan warga sipil Arab tewas sejak kolonialisme dimulai. Atas nama kolonialisasi, Prancis pernah membunuh lebih dari dua juta penduduk sipil di Aljazair, dalam kurun waktu 130 tahun. Atas nama kolonialisasi, Italia pernah menggunakan phosphor dan gas mustard untuk menghabisi penduduk sipil di Libya. Atas nama kolonialisasi, Spanyol juga pernah menggunakan senjata kimia di Marokko.

   Tidak berbeda di era setelah perang dunia kedua. Dalam invansi perang Teluk kedua, semenjak tahun 2003, UNICEF menyebutkan, 1,5 juta penduduk sipil Irak terbunuh. Sepertiganya anak-anak. Tidak sedikit dari korban terkontaminasi amunisi uranium. Di Baghdad hampir setiap rumah kehilangan satu anggota keluarganya. Sebaliknya, di dua abad terakhir, tidak satupun negara Islam menyerang, mengintervensi, mengkolonialisasi Barat. Perbandingan jumlah korban mati di dunia Islam dibanding Barat adalah 10:1. Problema besar dunia, di dua abad belakangan ini, bukan kebrutalan Islam, tapi kebrutalan beberapa negara-negara Barat.

 

TESIS KEDUA

MEMPROMOSIKAN ANTI-TERORISME,

MELAHIRKAN TERORISME


   Terorisme jelas tidak dibenarkan. Menilik secara objektif, terorisme justru lahir dari politik anti-terorisme Barat yang keliru. “Seorang pemuda muslim,” tulis Todenhöfer, “yang secara rutin memantau berita di televisi, hari demi hari, tahun demi tahun, akan situasi di Irak, Afghanistan, Pakistan, Palestina dan di tempat lain, di mana perempuan, anak-anak dan penduduk sipil, dihabisi oleh Barat dengan brutal, justru diprovokasi untuk menjadi seorang teroris.”

   Beruntung saja, sebagian besar pemuda Islam tidak terpancing. Mereka memilih jalan yang berbeda. Di Tunisia, Mesir, Libya, Marokko, dan negara-negara muslim lainnya, mereka menjawab ketidak-adilan yang menimpa mereka melalui jalan demokrasi dan teriakan kebebasan, bukan teror dan kekerasan.

 

TESIS KETIGA

TERORIME: FENOMENA DUNIA,

    BUKAN FENOMENA ISLAM

    Pemeo favorit di setiap diskursi bertemakan terorisme: “Tidak setiap muslim teroris, tapi seluruh teroris adalah muslim.” Selain jauh dari benar, dengan data dan fakta, propaganda ini mudah dipatahkan.

   Data resmi Badan Kepolisian Eropa, Europol, menyebutkan: Dari 249 aksi teror di tahun 2010, hanya tiga yang pelakunya berlatar belakang Islam. Bukan 200, bukan 100 – tapi tiga! Data di tahun-tahun sebelumnya, juga tidak kalah mengejutkan: Dari 294 aksi terror di tahun 2009, hanya satu yang berlatar belakang Islam. Hanya satu dari 515 aksi teror di tahun 2008. Hanya empat dari 583 di tahun 2007.

 

TESIS KEEMPAT

HUKUM INTERNASIONAL UNTUK SEMUA


   Di hadapan hukum internasional, dunia Barat selalu mentematisir, dan merekam dengan baik, 3500 korban terorisme yang jatuh atas nama “teror-Islam” semenjak pertengahan 1990-an (termasuk korban WTC, pada 11/9). Tapi mengapa ratusan-ribu warga sipil yang terbunuh dalam intervensi di Irak tidak pernah ditematisir?

   Lebih jauh, Todenhöfer bertanya kritis: “Mengapa elite Barat, tidak pernah sekalipun menimbang; membawa George W. Bush dan Tony Blair ke hadapan mahkamah internasional, atas serangan sepihaknya ke Irak? Apakah hukum internasional hanya berlaku untuk orang-orang non-Barat?” Perang, bukan jawaban untuk aksi-aksi terorisme. Perang, hanya manis untuk mereka yang tidak mengenalnya. Teroris yang membunuh orang-orang tidak berdosa, bukanlah pejuang kebebasan, bukan pahlawan, bukan pula syuhada. Mereka mengkhianati agama mereka. Mereka adalah pembunuh.

 

TESIS KELIMA

MUSLIM, TOLERANSI DAN “PERANG SUCI”


   Bukan Muslim, yang atas nama kolonialisasi membunuh 50 juta nyawa di seantero Afrika dan Asia. Bukan Muslim, yang atas nama perang dunia pertama dan kedua menghabiskan 70 juta nyawa. Bukan pula Muslim, yang menggencarkan genosida terhadap 6 juta orang-orang Yahudi. Islam tidak mengenal kata suci dalam kaitannya dengan perang. Jihad bermakna sungguh-sungguh di jalan Tuhan. Tidak ada satu tempat pun di Quran yang memaknakan jihad dengan perang suci. Karena perang tidak pernah suci, dan kesucian hanya ada di jalan perdamaian.

 

TESIS KEENAM

KONTEKSTUAL QUR’AN DAN ISLAM-TERORIS


   Permasalahan besar dalam perdebatan Quran di dunia Barat, adalah setiap orang bernafsu membicarakannya, sangat-sangat sedikit yang pernah membacanya (Kitab Sucinya secara penuh).

   Sebagian besar mereka tidak lagi rasional dan ilmiah. Hanya mengutip beberapa tekstual yang mengesankan Islam pro “perang” tanpa pernah mau tahu konteksnya. Padahal pesan-pesan Quran yang dikesankan seperti itu, spesifik diterima Muhammad (saw), dalam konteks perlawanan antara penduduk Mekkah dan Madinah, waktu itu. Seperti Musa dan Isa, Muhammad tidak dilahirkan pada situasi dunia yang sedang vakum, apalagi damai. Mereka hadir pada saat moralitas dunia bobrok, penuh perang, perjuangan dan perlawanan. Adalah sangat lumrah beberapa tekstual yang terkesan pro “perang” itu bisa ditemukan di Quran, semudah bisa ditemukan di kitab Perjanjian Lama dan kitab Perjanjian Baru.

   Secara semantis, diksi “islam-teroris”, “kristen-teroris” atau “yahudi-teroris” adalah sebuah penyesatan bahasa. Terorisme, menurut Todenhöfer, berdiri di atas instrumen setan, tidak boleh dikaitkan dengan kesucian Tuhan dan keagamaan. Memang benar, di dalam Islam, Kristen, atau Yahudi ada ideologi teror - tapi bukan ajaran agamanya. Ideologi ini tidak mengantarkan mereka ke surga, tapi ke neraka.

 

TESIS KETUJUH

FAKTA ATAU DIBUAT-BUAT SEPERTI FAKTA (“FAKE”)?


   Kalimat andalan kritikus anti-Islam di Barat: “Siapa yang menginginkan panggilan azan terdengar di kota-kota kami, harus membiarkan juga lonceng gereja berbunyi di kota-kota mereka!” Padahal nyatanya di Teheran, Iran, misalnya, berdiri banyak gereja. Loncengnya berbunyi tidak jarang, dan tidak pelan. Lebih jauh, anak-anak kristen memiliki pelajaran agamanya sendiri (sesuatu yang lux untuk anak-anak muslim di Barat).  Barat mengidentifikasi jilbab sebagai simbol pengekangan dan ketertindasan. Dari survey resmi, wanita-wanita pemakai jilbab, yang begitu dipedulikan Barat itu, justru berkata bukan (atas kesadaran pribadi). Sinisme jilbab, sebagian besar justru datang dari mereka yang tidak berjilbab dan anti-jilbab. Memaksa seseorang berjilbab, jelas menyalahi hak asasi. Tidak jauh berbeda, dari prosesi pemaksaan untuk melepasnya.

   Barat menuduh perempuan-perempuan Islam tidak berpendidikan. Fakta dari dunia Islam menjawab lain. Secara statistik, perempuan di negara-negara mayoritas Islam, justru lebih berpendidikan dibanding Barat: 30% Profesor di Mesir perempuan, padahal di Jerman jumlahnya hanya sekitar 20%. Lebih dari 60% mahasiswa di Iran adalah perempuan. Di Uni Emirat Arab, sudah semenjak tahun 2007, mahasiswa perempuan menginjak angka yang sulit dipercaya: 77%.

 

TESIS KEDELAPAN

 SEORANG ISLAM=SEORANG KRISTEN=

    SEORANG YAHUDI

 

   Tidak ada seorang bayi pun terlahir sebagai seorang teroris. Barat harus memperlakukan seorang Muslim, persis seperti seperti mereka memperlakukan seorang Kristen atau Yahudi. Tidak jarang kita dengar politikus dan aktivis Barat, demonstratif, mengumbar kalimat penuh kebencian terhadap Islam. Frank Graham, penasehat George W. Bush, menyebut Islam sebagai “agama iblis dan sihir”. Politikus kanan Belanda, Geert Wilders, menyebut Islam sebagai “agama fasis”. Thilo Sarrazin, politikus Jerman memberikan thesis: “Secara genetis, anak-anak dari keluarga Islam, dilahirkan di bawah tingkat kecerdasan rata-rata.

   “Bayangkan sejenak, jika Frank Graham, Greet Wilders, dan Thilo Sarrazin mengganti objek tesis-nya bukan kepada “Islam”, tetapi menjadi “Yahudi” atau “Kristen”. Tidakkah ucapan seperti itu akan menjadi badai kemarahan yang dahsyat? Mengapa Barat boleh mengatakan hal-hal penuh fasistik dan rasis terhadap Islam, yang justru di kalangan orang-orang Kristen dan Yahudi sesuatu yang tabu? Barat harus mengakhiri demonisasi Islam dan Muslim.

 

TESIS KESEMBILAN

MUSLIM MELAWAN TEROR


   Di tesis kesembilan, Todenhöfer mengajak umat Islam, melalui sebuah reformasi sosial, menjejak Nabi Muhammad (saw) yang berjuang untuk sebuah Islam yang beradab dan toleran. Untuk tatanan ekonomi dan politik yang dinamis, bukan statis - sambil mempertahankan identitas keagamaannya. Untuk persamaan yang penuh, pria dan wanita. Untuk kebebasan beragama yang nyata.

   Tidak seperti politikus umumnya, Muhammad (saw), bukan seorang reaksioner. Dia adalah seorang revolusioner, berani berpikir dan berani mematahkan belenggu tradisi. Islam di masa Muhammad (saw) bukanlah agama stagnan, apalagi regresif, tetapi pembaruan dan perubahan. Muhammad (saw) berjuang untuk perubahan sosial, ia pahlawan orang miskin dan orang lemah. Dia mengangkat hak-hak kaum perempuan, yang di periode sebelumnya nyaris tidak ada. Muhammad (saw) bukan seorang fanatik atau seorang ekstrimis. Dia hanya ingin membawa orang-orang Arab, yang kala itu terjebak pada belenggu politeistik, untuk kembali ke sumber aslinya yang murni, agama Ibrahim, persis seperti yang disuarakan Musa dan Isa. Terorisme, yang berada di sekelumit dunia Islam pada hari ini adalah distorsi ajaran Muhammad (saw). Ini adalah kejahatan melawan Islam. Dunia Islam tidak boleh membiarkan citra baik Islam, yang dibangun Muhammad (saw) 14 abad yang lalu, dihancurkan seketika oleh ideologi kriminal ini. Dunia Islam perlu memerangi ideologi terorisme ini, persis seperti Muhammad (saw) memerangi berhala-berhala dari periode pra-Islam.


TESIS KESEPULUH

 POLITIK BUKAN PERANG

    Kalimat bijak pernah mengajarkan: “Ketika kamu tidak bisa menaklukan musuhmu, peluk dia!" Masalah kompleks di Timur Tengah, hanya bisa diselesaikan dengan jalur politik, bukan dengan perang. Barat harus membuka pintu diskusi yang lebih lebar untuk dunia Islam. Barat harus membuka ruang bilateral dan unilateral lebih besar untuk negara-negara Arab. Kesatuan dan stabilitas yang pernah terjadi di Uni Eropa, nyatanya, tidak berdiri di atas invansi senjata, tapi di atas politik diplomatisasi yang penuh visi. Sebuah visi akan sebuah dunia, yang setiap negara di dalamnya dihargai. Sebuah penghargaan yang tanpa diskriminasi. Politik anti-diskriminasi yang dibangun di atas keadilan dan kebebasan, bukan perang, apalagi penindasan.[AFM/ SAT/6162012/1:06AM]

 


Blog Archive