Saturday, February 28, 2015

Tegaknya Peradaban



Oleh: A. Faisal Marzuki


  • Salah satu masih tegaknya peradaban dan eksisnya suatu bangsa adalah karena adanya keadilan. Untuk itu mari kita tegakkan keadilan itu wahai umat seluruh dunia yang cerdas lagi berakal serta punya rasa hati yang peka.

  • Firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam surat an-Nahl ayat 90 menyebutkan: “Innal Lāha ya’-muru bil-’adli wal ihsāni” artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh (memerintahkan kamu) Berlaku adil (adli) dan Berbuat ihsan (kebajikan).




M
akna kata adil itu apa? Supaya lebih sangat terasa pedas-pedas manisnya apa makna dari pada kata adil ini lebih baik ditampilkan disini lawan dari kata Adil itu ialah Zalim. Zalim, yaitu memungkiri kebenaran karena hendak mencari keuntungan bagi diri sendiri. Ada juga karena rasa malu, karena telah terlanjur mengaku diri hebat, kuat atau karena mempunyai kedudukan tinggi. Oleh karena itu tetap mempertahankan perbuatan yang salah. Yang boleh-boleh saja mungkin mengakuinya dalam hati kecil. Sehingga perlahan-lahan mengakui juga bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Betul bahwa kebenaran pada hakekatnya tidak bisa mungkin bercampur dengan yang salah. Kalaupun masih tetap ada, sifatnya sementara dan hanya pada orang-orang tertentu yang hatinya sudah beku menerima kenyataan yang sebenarnya (minoritas).

Sifat zalim ini adalah sifatnya thaghut, evil atau setan. Jiwa kesatriaan (knight) tidak ada. Jiwa sportifitasnya mandek. Permohonan (dan pemberian) maaf dari orang yang bertabiat thaghut tidak ada sebagaimana iblis yang tidak mau tunduk kepada Adam as di langit sebagai mana yang diperintahkan-Nya. Tabiat makhluk manusia semacam ini cukup banyak kalau dikaitkan dengan keinginan selalu mengejar dunia (hubbud dunya) terutama yang berkaitan dengan materi dan kekuasaan.

Hal ini terjadi karena kosa kata batinnya tidak tersirat sedikitpun. Karena apa? Karena telah tertutup (kafir) dalam mengenal adanya hari akhirat. Hari dimana setelah matinya, dibangkitkan kembali untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya selama ini. 1 Orang semacam ini tidak peka dengan kata keadilan. Yang ada didirinya adalah (menginginkan) materi dan (bahkan) kekuasaan. Kawan saya menyebutkan ‘money and power are yummy’ (lezat).

Itulah satu ciri negatifnya peradaban abad ke-21 ini. Makanya jika ada yang mencoba membawa dan mengingatkan kebada yang sifatnya ‘religious’ ditolak mentah-mentah. Ekstrim dari bentuk tatanan masyarakat semacam ini adalah komunisme, karena agama dianggap sebagai ‘opium’ baginya.

 Yang agak katakanlah moderat adalah sekularisme. Boleh beragama. Boleh mendirikan rumah ibadat dan lakukanlah disana sepuas hati untuk melakukan ‘worship’ ibadah penyembahan kepada Tuhan dan berdoa serta menasehati kehidupan spiritual anggota jemaahnya. Tapi tidak dalam urusan-urasan (dalam katanya) dunia. Maka dengan entengnya menyebutkan syariat tidak boleh dalam bernegara. Padahal mereka itu tidak mengerti arti kata syariat yang sebenarnya, kendatipun muslim sendiri yang tidak terpelajar akan hal ini atau terpelajar (katanya) namun lebih memilih angin sepoi-sepoi peradaban Barat yang memang lebih maju secara materi. Serta terkesima dengan iptek dan cara-cara menangani sistim pemerintahan dan kesejahteraan rakyatnya. Tapi lupa bahwa mereka itu sangat menghargai sistim kehidupan hubbud dunya.

●●●

   Kenapa peradaban dunia ini masih tetap eksis walaupun tidak begitu sempurna dalam kacamata ajaran Islam yang mengajarkan kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Karena jiwa dan moral yang ditanaman dalam peribadatan agamanya melahirkan kebajikan yang ekstrimnya walau sebesar (seberat) biji sawi akan dibalasinya. 2 

Jika selama kebaikan nilai-nilai ketuhahan masih ada maka keadilan itu masih terdapat pada diri (masyarakat) dalam pergaulan hidup manusia, selama itu pula pergaulan dalam tatanan hidupnya akan harmonis, aman, damai. Dengan keadaan itu timbul amanat dan percaya mempercai sesamanya. Dengan itu dapat dipetiklah buah dari keadilan itu, yaitu: family bonds, universal brotherhood of humankind, truthfulness, kindness, caring each other.

●●●

   Bagaimana dengan ridho Allah ‘Azza wa Jalla? Jawabnya, wal-lahu ‘alam bish-shawab. Yang pasti tahu hanya Allah Subhāna wa Ta’āla. Tapi perlu sama-sama kita mengingatkan bahwa segala amalan itu tergantung dari niatnya.  3 Kalau hidup ini niatnya karena Dunia maka hanya dunialah yang didapat. Dan memang didapatnya, karena dia tekun, rajin (tidak bermalas-malas) dan sangat bergiat untuk itu. Tapi bagian di akhirat tidak akan dapat lagi, sebagaimana firman-Nya:

  • Barang siapa menghendaki keuntungan di Akhirat, akan kami tambahkan keuntungan itu. Dan barang siapa menghendaki keuntungan di Dunia, Kami berikan sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di Akhirat. 4


   Sebaliknya mereka yang meyakini hari akhirat dengan melakukan sholat, membaca dan mempelajari al-Qur’an dan al-Hadits, beribadah mahdah lainnya serta berakhlak mulia sesama muslim dan non muslim serta kepada alam lingkungan. Kemudian memandang hidup di dunia sebagai ‘ladang ibadah’, karena manusia di ciptakan untuk melakukan ibadah kepada-Nya. 5 Disamping itu manusia melaksanakan tugas pula sebagaimana yang diperintahkan-Nya yaitu ‘memakmurkan kehidupan di dunia6 bersama anggota masyarakat lingkungannya serta dunia. Maka dia akan mendapati kebaikan di Bumi dan kebaikan di Akhirat. 7 ©AFM


Catatan kaki:
1Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan kamu (manusia) secara main-main (tidak ada maksud, sebagai makhluk khalifah di bumi untuk beribadat dan memakmurkan bumi), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan (untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya di dunia) kepada Kami (Allah). [QS al-Mu’minun 23:115]
2(Luqmān berkata), “Wahai anakku! Sungguh jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu  atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Mahateliti. [QS Luqmān 31:16]
Siapa saja yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (akibat, balasan)nya. Dan siapa saja yang mengerjakan kejahatan (zalim) seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (akibat, balasan)nya. [QS az-Zalzalah 99:7,8]
3[al-Hadits]
4[QS asy-Syūra 42:20]
5”Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan Manusia, melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. [QS adz-Dzāriyāt 51:56]
6Dia (Allah) telah menciptakan kamu (manusia) dari bumi dan menjadikan kamu (manusia) pemakmurnya.* [QS Hud 11:61]
*Manusia dijadikan penghuni bumi untuk menguasai dan memakmurkan hidup di dunia untuk keperluan kesejahtaraan dan kebahagian hidupny selama berada di alam dunia (bumi).
7Ya Tuhan Kami, berilah kami kebaikan di Dunia, dan kebaikan (pula) di Akhirat. Dan  peliharalah kami dari azab neraka. [QS al-Baqarah 2:201] □

Thursday, February 26, 2015

Muslim Penjelajah Dunia.



Oleh: A.Faisal Marzuki



  • Allah-lah yang menundukkan lautan untuk supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya. ●Dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya. ●Dan mudah-mudahan kamu dapat bersyukur (memanfaatkannya dengan baik dijalan-Nya). [QS Al-Jātsiyah 45-12]



B
oleh jadi ayat-ayat mengenai pelayaran dengan kapal laut seperti tersebut diatas memberikan motifasi kuat bagi seorang Muslim untuk melakukan pengembaraan ke dunia dari tempatnya dia berasal.

Semangat orang-orang Islam saat itu tidak lain adalah untuk mencari karunia Allah yaitu melakukan perdagangan dan berdakwah. Beberapa nama yang begitu tersohor sampai saat ini (bahkan hampir semua orang pernah mendengarnya), antara lain adalah Cheng Ho - muslim asal China dan Ibnu Batutta.

   Jauh sebelum Columbus menemukan daratan Amerika tercatat Muslim telah terlebih dulu menjelajahinya. Seperti yang dipaparkan para ahli geografi dan intelektual dari kalangan Muslim mencatat perjalanan ke benua Amerika adalah Abul-Hassan Ali Ibn Al Hussain Al Masudi (meninggal tahun 957), Al Idrisi (meninggal tahun 1166), Chihab Addin Abul Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300-1384) dan Ibn Battuta (meninggal tahun 1369).

Bahkan menurut catatan ahli sejarah dan ahli geografi muslim Al Masudi (871-957) menerangkan bahwa Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad seorang navigator muslim dari Cordoba di Andalusia, telah sampai ke benua Amerika pada tahun 889 Masehi. Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad yang hidup semasa pemerintahan Khalifah Spanyol Abdullah Ibn Muhammad (888-912) 1 berlayar dari Delba (Palos) Andalusia (Spanyol) pada tahun 889, menyeberangi Lautan Atlantik, hingga mencapai wilayah yang belum dikenal yang disebutnya ‘Ard Majhoola’, dan kemudian kembali dengan membawa hasil jual beli berbagai barang-barang yang menakjubkan.

Sesudah itu banyak pelayaran yang dilakukan untuk mengunjungi daratan di seberang Lautan Atlantik  yang gelap dan berkabut itu. Al Masudi juga menulis buku ‘Akhbar Az Zaman’ yang memuat bahan-bahan sejarah dari pengembaraan para pedagang ke Afrika dan Asia.
●●●
    
   Dr. Youssef Mroueh juga menulis bahwa selama pemerintahan Khalifah Abdul Rahman III (tahun 929-961) dari dinasti Umayah, tercatat adanya orang-orang Islam dari Afrika yang berlayar juga dari pelabuhan Delba (Palos) di Andalusia (Spanyol) ke barat menuju ke lautan lepas yang gelap dan berkabut, Lautan Atlantik. Mereka berhasil kembali dengan membawa barang-barang bernilai yang diperolehnya dari tanah yang asing.

Beliau juga menuliskan menurut catatan ahli sejarah Abu Bakr Ibn Umar Al-Gutiyya bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Spanyol, Hisham II (976-1009), seorang navigator dari Granada bernama Ibn Farrukh tercatat meninggalkan pelabuhan Kadesh pada Februari tahun 999 melintasi Lautan Atlantik dan mendarat di Gando (Kepulaun Canary).

Ibn Farrukh berkunjung kepada Raja Guanariga dan kemudian melanjutkan ke barat hingga melihat dua pulau dan menamakannya Capraria dan Pluitana. Ibn Farrukh kembali ke Spanyol pada Mei 999.

Perlayaran melintasi Lautan Atlantik dari Maroko dicatat juga oleh penjelajah laut Shaikh Zayn-eddin Ali bin Fadhel Al-Mazandarani. Kapalnya berlepas dari Tarfay di Maroko pada zaman Sultan Abu-Yacoub Sidi Youssef (1286-1307), raja keenam dalam dinasti Marinid. Kapalnya mendarat di pulau Green di Laut Karibia pada tahun 1291. Menurut Dr. Morueh, catatan perjalanan ini banyak dijadikan referensi oleh ilmuwan Islam.

   Sultan-sultan dari kerajaan Mali di Afrika barat yang beribukota di Timbuktu, ternyata juga melakukan perjalanan sendiri hingga ke benua Amerika. Sejarawan Chihab Addin Abul-Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300-1384) memerinci eksplorasi geografi ini dengan seksama. Timbuktu yang kini dilupakan orang, dahulunya merupakan pusat peradaban, perpustakaan dan keilmuan yang maju di Afrika. Ekspedisi perjalanan darat dan laut banyak dilakukan orang menuju Timbuktu atau berawal dari Timbuktu.

Sultan yang tercatat melanglang buana hingga ke benua baru saat itu adalah Sultan Abu Bakari I (1285-1312), saudara dari Sultan Mansa Kankan Musa (1312-1337), yang telah melakukan dua kali ekspedisi melintas Lautan Atlantik hingga ke Amerika dan bahkan menyusuri sungai Mississippi.

Sultan Abu Bakari I melakukan eksplorasi di Amerika tengah dan utara dengan menyusuri sungai Mississippi antara tahun 1309-1312. Para eksplorer ini berbahasa Arab. Dua abad kemudian, penemuan benua Amerika diabadikan dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat tahun 1513, dan dipersembahkan kepada raja Ottoman Sultan Selim I tahun 1517. Peta ini menunjukkan belahan bumi bagian barat, Amerika selatan dan bahkan benua Antartika, dengan penggambaran pesisiran Brasil secara cukup akurat.

   Columbus sendiri mengetahui bahwa orang-orang Carib (Karibia) adalah pengikut Nabi Muhammad. Dia paham bahwa orang-orang Islam telah berada di sana, terutama orang-orang dari Pantai Barat Afrika. Mereka mendiami Karibia, Amerika Utara dan Selatan. Namun tidak seperti Columbus yang ingin menguasai tanah penduduk (rakyat setempat) Amerika, orang-Orang Islam datang untuk berdagang dan bahkan menikahi orang-orang pribumi.

Lebih lanjut Columbus mengakui pada 21 Oktober 1492, 70 tahun dalam pelayarannya antara Gibara dan Pantai Kuba melihat sebuah masjid (berdiri di atas bukit dengan indahnya menurut sumber tulisan lain). Sampai saat ini sisa-sisa reruntuhan masjid telah ditemukan di Kuba, Mexico, Texas dan Nevada.

Dua orang nahkoda kapal yang dipimpin oleh Columbus, kapten kapal Pinta dan Nina adalah orang-orang Islam, yaitu dua bersaudara Martin Alonso Pinzon dan Vicente Yanex Pinzon yang masih keluarga dari Sultan Maroko Abuzayan Muhammad III (1362). 2
 
●●●
    
   Sekitar 70 tahun sebelum Columbus menancapkan benderanya di tanah Amerika, Laksamana Cheng Ho sudah terlebih dahulu datang ke sana. Para peserta seminar yang diutus oleh Royal Geographical Society di London sangat kaget  karena penemuan seorang anak buah kapal selam dan uraian sejarawan bernama Gavin Menzies. Dia juga seorang mantan perwira Angkatan Laut Kerajaan Inggris. 3

Menzies yang tampil dengan penuh keyakinan, menjelaskan teorinya tentang pelayaran terkenal dari pelaut mashur asal China, Laksamana Cheng Ho. Bersama bukti-bukti yang ditemuinya dari catatan sejarah, dia lantas membuat kesimpulan bahawa pelaut serta pengembara ulung dari Dinasti Ming itu adalah penemu awal benua Amerika, dan bukannya Columbus.

Bahkan menurutnya, Cheng Ho ‘mengalahkan’ Columbus dengan jarak (perbedaan) waktu sekitar 70 tahun. Apa yang dikemukakan Menzies tentu membuat semua orang keliru karena masyarakat dunia selama ini mengetahui bahwa Columbus-lah penemu benua Amerika pada sekitar abad ke-15. Penjelasan Menzies ini dikuatkan dengan sejumlah bukti sejarah.

Kapal Laksamana Cheng Ho (belakang), Colombus (depan).

Menzies menunjukkan sebuah peta  sebelum Columbus memulai ekspedisinya, lengkap dengan gambar benua Amerika serta sebuah peta astronomi milik Cheng Ho yang disandarkan sebagai bahan bukti.

Saksikan pula tayangan video yang menjelaskan ekspedisi Cheng Ho ke benua Amerika dengan mengklik tanda httpsnya: https://youtu.be/4yK-9hxk5HY?t=122


Bahan Bacaan:
Salam-Online – Selasa, 25 Muharram 1436 H / 18 November 2014 08:33

Catatan kaki:
1 Dalam buku Al-Masudi: ‘Muruj Adh-dhahab wa Maadin al-Jawhar’ (The Meadows of Gold and Quarries of Jewels).
2 Thacher, John Boyd: Christopher Columbus, New York 1950.
3 Biography Gavin Menzies.

Monday, February 23, 2015

Menyikapi Hidup di Dunia



Oleh: A. Faisal Marzuki


  •  “Dan Carilah (keselamatan dalam menuju dan bahagia- sejahtera di) negeri Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah padamu. Tapi janganlah kamu lupakan bagianmu (hidup selamat, bahagia dan sejahtera) di Dunia.” [QS Al-Qashash 28:77]

T
ema uraian kali ini ‘Menyikapi Hidup di Dunia’. Jadi maksud tema adalah menguraikan bagaimana kita menyikapi hidup semasih di  Dunia yang bisa mudah dan bisa tidak. Bahkan bisa terjerembab ketempat yang sebenarnya tidak layak bagi makhluk ciptaan-Nya yang istimewa di antara sekian banyak ciptaan-Nya.

Bisa saja kita menyangka (bahkan meyakini) bahwa hidup kita di Dunia yang sekarang kita pahami sudah berbuat baik (menurut kita). Padahal bukantah kita telah berada di Dunia (yang sekarang ini)  yang tidak begitu kondusif (tidak dapat leluasa) untuk berkembang sebagai manusia insan al-kamil? Bukankah disitu telah tercampur-baur antara yang batil dan yang hak, juga antara yang adil dan zalim?

   Suatu sikap timbul kalau ada pilihan lebih dari satu. Masalahnya sederhana, pilih bukan diantara  seribu tapi hanya diantara dua saja. Karena pilihan hanya satu diantara dua. Namun konsekwensinya bisa menjadi berat. Kasus semacam ini tidaklah jatuh bangun. Tapi, ekstrimnya adalah kalau tidak mati atau hidup. Mati, karena salah pilih. Hidup, karena tepat pilih. Mati atau Hidup yang dimaksudkan disini adalah yang berkaitan dengan tidak maju yaitu mandek, jalan ditempat.  Atau sebaliknya maju dan berkembang terus.

   Biasanya secara sosiologis kalau tidak maju walaupun masih hidup, maka kelompok ini bergantung atau ditentukan oleh yang maju (menjadi objek, penderita). Sedangkan kalau yang sudah maju (menjadi subjek, pelaku), maka akan berkembang menjadi lebih maju lagi.

   Manusia hidupnya adalah ‘unique’ – khas. Dibandingkan makhluk-makhluk yang lain. Kalaupun materi telah tercukupi, masih saja kurang. Kalau pada makhluk khewan jika kebutuhan konsumsinya hari itu telah terpenuhi, cukuplah. Untuk besoknya, besok cari lagi. Seolah punya keyakinan (instink) bahwa tidak lari gunung di kejar. Buat apa ngoyo-ngoyo, wong pasti dapat kok. Apalagi ngoyonya dengan cara sikut sana dan sikut sini. Hantam sana dan hantam sini. Artinya diluar norma-norma hukum dan kemanusiaan.

   Yang menjadi persolan disini adalah, kalau manusia dalam hubungan materi dan kekuasaan selalu saja merasa kurang. Seumpama meminum air laut, makin banyak diminum makin haus. Memang manusia dalam ukuran keberadaan materi dan kekuasaan, selalu saja merasa kurang. Ukuran inilah yang selalu digunakan manusia kini. Dan inilah yang disebut dengan ‘hubud dunya’. Yaitu dunia dijadikan tujuan hidup. Hidup dunia semacamam itu sebenarnya kontra produktif. Tidak jarang para selebriti dan penguasa hidup dan kemudiannya mati dalam keadaan yang tidak puas-puasnya (tidak bahagia) walaupun dalam kegemerlapan materi dan kekuasaan yang dimilikinya, seperti pepatah menyatakan ‘ayam mati di lumbung padi’. Apakah artinya hidup semacam ini?

●●●

   Dalam hidup di dunia ini kita disuruh memilih satu diantara dua oleh Allah ‘Azza wa Jalla yaitu: “Dan Kami (Allah) telah menunjukkan dua jalan”, 1  nah jalan mana yang akan engkau pilih? Tanda-tanda atau clues adalah: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (pilih sendiri, you are the boss) kefasikan (fujur dosa) dan ketakwaan (patuh kepada petunjuk-Nya).”  2  Ternyata oleh manusia pilihannya ada yang menerima petunjuk-Nya, dan ada pilihannya sendiri yaitu ingkar kepada petunjuk-Nya. Sebagaimana firman-Nya:

  •  “Sesungguhnya Kami (Allah) telah menunjukinya jalan yang lurus (pilihlah ini, namun terserah kepadamu); ada yang bersyukur (menerimanya), dan ada pula yang kafir (menutupinya, tidak mau menerimanya).” 3  

   Dari pilihan masing-masing itu mempunyai konsekwensi tertentu, yaitu:

Bersyukur artinya menerima petunjuk dari-Nya berarti dia taqwa. Maka selamatlah dia di Dunia dengan hidup berbahagia dengan berkecukupan serta menjadi orang yang beruntung dan berbahagilah di Akhirat sebagaimanan firman-Nya:

  • “Dan Carilah (keselamatan dalam menuju dan bahagia- sejahtera di) negeri Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah padamu. Tapi janganlah kamu lupakan bagianmu (hidup selamat, bahagia dan sejahtera) di Dunia.” 4


Pilihan yang lain adalah: Kafir artinya menutup atau tidak mau menerima petunjuk-Nya. Maka fasiklah dia di Dunia boleh jadi bisa kaya raya, pesta pora, bersenang-senang, namun hatinya bisa tidak bahagia (gelisah) dan di Akhirat menjadi orang yang merugi.

●●●
    
   Demikianlah ada dua kategori manusia dalam menyikapi hidup di dunia ini sebagaimana yang disebutkan firman Allah swt sbb:

  • “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur (menerimanya), dan ada pula yang kafir (menutupinya, tidak mau menerimanya).” [Al-Ihsān 76:3]

Yaitu yang satu memilih hidup di Dunia tapi mengingkari Akhirat. Baginya dunia menjadi tujuan hidup (hubud dunya). Di Akhirat tidak akan mendapat apa-apa melainkan kerugian.

Sedang yang satunya lagi baginya dunia sebagai ladang ibadah, sementara hidup berkecukupan. Sebagiannya lagi bisa menjadi kaya raya seperti sahabat (khalifah) Utsman bin Affan ra namun dari kekayaannya yang diperoleh dengan jalan halal itu sebagian dikeluarkannya sebagai zakat, infaq dan sadakah.

    Kemudian bagaimana hubungan Muslim dan non-Muslim. Dalam hubungan keyakinan (ibadah mahdah) sesuai dengan kepercayaan masing-masing sebagai firman-Nya sbb:

  • Lakum dīnukum waliya dīn”.
  • Artinya: Untukmu agamamu dan untukku agamaku. 5  

Dalam bidang muamalah (sosiologis) menjalankan kehidupan normal sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:
  • “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kamu karena agama(mu) dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” 6
  • “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu (menjadikan sebagai kawan) (yaitu) orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari negerimu” 7
   
   Sebagai warga (negara) menjalankan hak dan kewajiban yang sama dalam menjaga keamanan; ketertiban umum; mematuhi peraturan yang berlaku; dan menjaga adat kesopanan dalam beragama. Bagi Muslim hidup sesuai dengan iman ibadah dan tata cara Muslim sedangkan yang bagi non-Muslim sebagai ladang ibadah dakwah Muslim sebagaimana firmannya:
 
  • Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi kitab dan kepada orang yang buta huruf (atheism, agnostic), “sudahkah kamu masuk Islam?” Jika mereka masuk Islam, berarti mereka telah mendapat petunjuk. Tetapi jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah menyampaikan. 8

Cara berdakwahnya sebagaimana dalam bingkai tidak ada paksaan dalam keyakinan beragama sebagaimana firmannya:
 
  • Tidak ada paksaan untuk (menganut) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkar kepada Thagut (apa saja yang disembah selain dari Allah) dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. 9  
   
  Demikianlah cara bijak yang dituntunkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla bagi Muslim sedunia dalam “Menyikapi Hidup di Dunia” dan ingin meraih ridho-Nya, dalam menuju kesuksesan hidup di Dunia yang hingar bingar di abad ke-21 (millennium ke-3) ini. Dalam menapakinya seyogyanya sikapi kita dengan cara-cara dan jalan yang di ridhoi-Nya pula. Wallõhu ‘alam bish shawab. ©AFM

Catatan kaki:
1 [Al-Balad 90:10]
2 [QS Asy-Syams 91:8]
3 [Al-Ihsān 76:3]
4 [QS Al-Qashash 28:77]
5 [QS Al-Kafirun 109:6]
6 [QS Al-Mumtahanah 60:8]
7 [QS Al-Mumtahanah 60:9]
8 [QS Ali ‘Imrān 3:20]
9 [QS Al-Baqarah 2:256]

Blog Archive