Monday, February 23, 2015

Menyikapi Hidup di Dunia



Oleh: A. Faisal Marzuki


  •  “Dan Carilah (keselamatan dalam menuju dan bahagia- sejahtera di) negeri Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah padamu. Tapi janganlah kamu lupakan bagianmu (hidup selamat, bahagia dan sejahtera) di Dunia.” [QS Al-Qashash 28:77]

T
ema uraian kali ini ‘Menyikapi Hidup di Dunia’. Jadi maksud tema adalah menguraikan bagaimana kita menyikapi hidup semasih di  Dunia yang bisa mudah dan bisa tidak. Bahkan bisa terjerembab ketempat yang sebenarnya tidak layak bagi makhluk ciptaan-Nya yang istimewa di antara sekian banyak ciptaan-Nya.

Bisa saja kita menyangka (bahkan meyakini) bahwa hidup kita di Dunia yang sekarang kita pahami sudah berbuat baik (menurut kita). Padahal bukantah kita telah berada di Dunia (yang sekarang ini)  yang tidak begitu kondusif (tidak dapat leluasa) untuk berkembang sebagai manusia insan al-kamil? Bukankah disitu telah tercampur-baur antara yang batil dan yang hak, juga antara yang adil dan zalim?

   Suatu sikap timbul kalau ada pilihan lebih dari satu. Masalahnya sederhana, pilih bukan diantara  seribu tapi hanya diantara dua saja. Karena pilihan hanya satu diantara dua. Namun konsekwensinya bisa menjadi berat. Kasus semacam ini tidaklah jatuh bangun. Tapi, ekstrimnya adalah kalau tidak mati atau hidup. Mati, karena salah pilih. Hidup, karena tepat pilih. Mati atau Hidup yang dimaksudkan disini adalah yang berkaitan dengan tidak maju yaitu mandek, jalan ditempat.  Atau sebaliknya maju dan berkembang terus.

   Biasanya secara sosiologis kalau tidak maju walaupun masih hidup, maka kelompok ini bergantung atau ditentukan oleh yang maju (menjadi objek, penderita). Sedangkan kalau yang sudah maju (menjadi subjek, pelaku), maka akan berkembang menjadi lebih maju lagi.

   Manusia hidupnya adalah ‘unique’ – khas. Dibandingkan makhluk-makhluk yang lain. Kalaupun materi telah tercukupi, masih saja kurang. Kalau pada makhluk khewan jika kebutuhan konsumsinya hari itu telah terpenuhi, cukuplah. Untuk besoknya, besok cari lagi. Seolah punya keyakinan (instink) bahwa tidak lari gunung di kejar. Buat apa ngoyo-ngoyo, wong pasti dapat kok. Apalagi ngoyonya dengan cara sikut sana dan sikut sini. Hantam sana dan hantam sini. Artinya diluar norma-norma hukum dan kemanusiaan.

   Yang menjadi persolan disini adalah, kalau manusia dalam hubungan materi dan kekuasaan selalu saja merasa kurang. Seumpama meminum air laut, makin banyak diminum makin haus. Memang manusia dalam ukuran keberadaan materi dan kekuasaan, selalu saja merasa kurang. Ukuran inilah yang selalu digunakan manusia kini. Dan inilah yang disebut dengan ‘hubud dunya’. Yaitu dunia dijadikan tujuan hidup. Hidup dunia semacamam itu sebenarnya kontra produktif. Tidak jarang para selebriti dan penguasa hidup dan kemudiannya mati dalam keadaan yang tidak puas-puasnya (tidak bahagia) walaupun dalam kegemerlapan materi dan kekuasaan yang dimilikinya, seperti pepatah menyatakan ‘ayam mati di lumbung padi’. Apakah artinya hidup semacam ini?

●●●

   Dalam hidup di dunia ini kita disuruh memilih satu diantara dua oleh Allah ‘Azza wa Jalla yaitu: “Dan Kami (Allah) telah menunjukkan dua jalan”, 1  nah jalan mana yang akan engkau pilih? Tanda-tanda atau clues adalah: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (pilih sendiri, you are the boss) kefasikan (fujur dosa) dan ketakwaan (patuh kepada petunjuk-Nya).”  2  Ternyata oleh manusia pilihannya ada yang menerima petunjuk-Nya, dan ada pilihannya sendiri yaitu ingkar kepada petunjuk-Nya. Sebagaimana firman-Nya:

  •  “Sesungguhnya Kami (Allah) telah menunjukinya jalan yang lurus (pilihlah ini, namun terserah kepadamu); ada yang bersyukur (menerimanya), dan ada pula yang kafir (menutupinya, tidak mau menerimanya).” 3  

   Dari pilihan masing-masing itu mempunyai konsekwensi tertentu, yaitu:

Bersyukur artinya menerima petunjuk dari-Nya berarti dia taqwa. Maka selamatlah dia di Dunia dengan hidup berbahagia dengan berkecukupan serta menjadi orang yang beruntung dan berbahagilah di Akhirat sebagaimanan firman-Nya:

  • “Dan Carilah (keselamatan dalam menuju dan bahagia- sejahtera di) negeri Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah padamu. Tapi janganlah kamu lupakan bagianmu (hidup selamat, bahagia dan sejahtera) di Dunia.” 4


Pilihan yang lain adalah: Kafir artinya menutup atau tidak mau menerima petunjuk-Nya. Maka fasiklah dia di Dunia boleh jadi bisa kaya raya, pesta pora, bersenang-senang, namun hatinya bisa tidak bahagia (gelisah) dan di Akhirat menjadi orang yang merugi.

●●●
    
   Demikianlah ada dua kategori manusia dalam menyikapi hidup di dunia ini sebagaimana yang disebutkan firman Allah swt sbb:

  • “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur (menerimanya), dan ada pula yang kafir (menutupinya, tidak mau menerimanya).” [Al-Ihsān 76:3]

Yaitu yang satu memilih hidup di Dunia tapi mengingkari Akhirat. Baginya dunia menjadi tujuan hidup (hubud dunya). Di Akhirat tidak akan mendapat apa-apa melainkan kerugian.

Sedang yang satunya lagi baginya dunia sebagai ladang ibadah, sementara hidup berkecukupan. Sebagiannya lagi bisa menjadi kaya raya seperti sahabat (khalifah) Utsman bin Affan ra namun dari kekayaannya yang diperoleh dengan jalan halal itu sebagian dikeluarkannya sebagai zakat, infaq dan sadakah.

    Kemudian bagaimana hubungan Muslim dan non-Muslim. Dalam hubungan keyakinan (ibadah mahdah) sesuai dengan kepercayaan masing-masing sebagai firman-Nya sbb:

  • Lakum dīnukum waliya dīn”.
  • Artinya: Untukmu agamamu dan untukku agamaku. 5  

Dalam bidang muamalah (sosiologis) menjalankan kehidupan normal sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:
  • “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kamu karena agama(mu) dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” 6
  • “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu (menjadikan sebagai kawan) (yaitu) orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari negerimu” 7
   
   Sebagai warga (negara) menjalankan hak dan kewajiban yang sama dalam menjaga keamanan; ketertiban umum; mematuhi peraturan yang berlaku; dan menjaga adat kesopanan dalam beragama. Bagi Muslim hidup sesuai dengan iman ibadah dan tata cara Muslim sedangkan yang bagi non-Muslim sebagai ladang ibadah dakwah Muslim sebagaimana firmannya:
 
  • Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi kitab dan kepada orang yang buta huruf (atheism, agnostic), “sudahkah kamu masuk Islam?” Jika mereka masuk Islam, berarti mereka telah mendapat petunjuk. Tetapi jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah menyampaikan. 8

Cara berdakwahnya sebagaimana dalam bingkai tidak ada paksaan dalam keyakinan beragama sebagaimana firmannya:
 
  • Tidak ada paksaan untuk (menganut) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkar kepada Thagut (apa saja yang disembah selain dari Allah) dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. 9  
   
  Demikianlah cara bijak yang dituntunkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla bagi Muslim sedunia dalam “Menyikapi Hidup di Dunia” dan ingin meraih ridho-Nya, dalam menuju kesuksesan hidup di Dunia yang hingar bingar di abad ke-21 (millennium ke-3) ini. Dalam menapakinya seyogyanya sikapi kita dengan cara-cara dan jalan yang di ridhoi-Nya pula. Wallõhu ‘alam bish shawab. ©AFM

Catatan kaki:
1 [Al-Balad 90:10]
2 [QS Asy-Syams 91:8]
3 [Al-Ihsān 76:3]
4 [QS Al-Qashash 28:77]
5 [QS Al-Kafirun 109:6]
6 [QS Al-Mumtahanah 60:8]
7 [QS Al-Mumtahanah 60:9]
8 [QS Ali ‘Imrān 3:20]
9 [QS Al-Baqarah 2:256]

Blog Archive