Oleh: A. Faisal Marzuki
- “Dan Carilah (keselamatan dalam menuju dan bahagia- sejahtera di) negeri Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah padamu. Tapi janganlah kamu lupakan bagianmu (hidup selamat, bahagia dan sejahtera) di Dunia.” [QS Al-Qashash 28:77]
T
|
ema
uraian kali ini ‘Menyikapi Hidup di Dunia’. Jadi maksud tema adalah menguraikan
bagaimana kita menyikapi hidup semasih di Dunia yang bisa mudah dan bisa tidak. Bahkan bisa terjerembab
ketempat yang sebenarnya tidak layak bagi makhluk ciptaan-Nya yang istimewa di
antara sekian banyak ciptaan-Nya.
Bisa
saja kita menyangka (bahkan meyakini) bahwa hidup kita di Dunia yang sekarang
kita pahami sudah berbuat baik (menurut kita). Padahal bukantah kita telah berada
di Dunia (yang sekarang ini) yang tidak begitu
kondusif (tidak dapat leluasa) untuk berkembang sebagai manusia insan
al-kamil? Bukankah disitu telah tercampur-baur antara yang batil dan
yang hak, juga antara yang adil dan zalim?
Suatu sikap timbul kalau ada pilihan lebih
dari satu. Masalahnya sederhana, pilih bukan diantara seribu tapi hanya diantara dua saja. Karena
pilihan hanya satu diantara dua. Namun konsekwensinya bisa menjadi berat. Kasus
semacam ini tidaklah jatuh bangun. Tapi, ekstrimnya adalah kalau tidak mati
atau hidup. Mati, karena salah pilih. Hidup, karena tepat pilih. Mati atau
Hidup yang dimaksudkan disini adalah yang berkaitan dengan tidak maju yaitu mandek,
jalan ditempat. Atau sebaliknya maju dan
berkembang terus.
Biasanya secara sosiologis kalau tidak maju
walaupun masih hidup, maka kelompok ini bergantung atau ditentukan oleh yang
maju (menjadi objek, penderita). Sedangkan kalau yang sudah maju (menjadi
subjek, pelaku), maka akan berkembang menjadi lebih maju lagi.
Manusia hidupnya adalah ‘unique’ – khas. Dibandingkan
makhluk-makhluk yang lain. Kalaupun materi telah tercukupi, masih saja kurang.
Kalau pada makhluk khewan jika kebutuhan konsumsinya hari itu telah terpenuhi, cukuplah.
Untuk besoknya, besok cari lagi. Seolah punya keyakinan (instink) bahwa tidak
lari gunung di kejar. Buat apa ngoyo-ngoyo, wong pasti dapat kok. Apalagi
ngoyonya dengan cara sikut sana dan sikut sini. Hantam sana dan hantam sini.
Artinya diluar norma-norma hukum dan kemanusiaan.
Yang
menjadi persolan disini adalah, kalau manusia dalam hubungan materi dan
kekuasaan selalu saja merasa kurang. Seumpama meminum air laut, makin banyak
diminum makin haus. Memang manusia dalam ukuran keberadaan materi dan kekuasaan,
selalu saja merasa kurang. Ukuran inilah yang selalu digunakan manusia kini.
Dan inilah yang disebut dengan ‘hubud dunya’. Yaitu dunia dijadikan
tujuan hidup. Hidup dunia semacamam itu sebenarnya kontra produktif. Tidak
jarang para selebriti dan penguasa hidup dan kemudiannya mati dalam keadaan
yang tidak puas-puasnya (tidak bahagia) walaupun dalam kegemerlapan materi dan
kekuasaan yang dimilikinya, seperti pepatah menyatakan ‘ayam mati di lumbung
padi’. Apakah artinya hidup semacam ini?
●●●
Dalam hidup di dunia ini kita disuruh memilih satu diantara dua oleh
Allah ‘Azza wa Jalla yaitu: “Dan Kami (Allah) telah menunjukkan dua jalan”, 1
nah
jalan mana yang akan engkau pilih? Tanda-tanda atau clues adalah: “Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (pilih sendiri, you are the boss)
kefasikan (fujur dosa) dan ketakwaan (patuh kepada petunjuk-Nya).” 2
Ternyata
oleh manusia pilihannya ada yang menerima petunjuk-Nya, dan ada pilihannya
sendiri yaitu ingkar kepada petunjuk-Nya. Sebagaimana firman-Nya:
- “Sesungguhnya Kami (Allah) telah menunjukinya jalan yang lurus (pilihlah ini, namun terserah kepadamu); ada yang bersyukur (menerimanya), dan ada pula yang kafir (menutupinya, tidak mau menerimanya).” 3
Dari
pilihan masing-masing itu mempunyai konsekwensi tertentu, yaitu:
Bersyukur artinya menerima petunjuk
dari-Nya berarti dia taqwa. Maka selamatlah dia di Dunia dengan hidup berbahagia
dengan berkecukupan serta menjadi orang yang beruntung dan berbahagilah di Akhirat
sebagaimanan firman-Nya:
- “Dan Carilah (keselamatan dalam menuju dan bahagia- sejahtera di) negeri Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah padamu. Tapi janganlah kamu lupakan bagianmu (hidup selamat, bahagia dan sejahtera) di Dunia.” 4
Pilihan yang lain adalah: Kafir artinya
menutup atau tidak mau menerima petunjuk-Nya. Maka fasiklah dia di Dunia boleh
jadi bisa kaya raya, pesta pora, bersenang-senang, namun hatinya bisa tidak
bahagia (gelisah) dan di Akhirat menjadi orang yang merugi.
●●●
Demikianlah ada dua kategori manusia dalam menyikapi hidup di dunia ini
sebagaimana yang disebutkan firman Allah swt sbb:
- “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur (menerimanya), dan ada pula yang kafir (menutupinya, tidak mau menerimanya).” [Al-Ihsān 76:3]
Yaitu yang satu memilih hidup di Dunia
tapi mengingkari Akhirat. Baginya dunia menjadi tujuan hidup (hubud dunya). Di
Akhirat tidak akan mendapat apa-apa melainkan kerugian.
Sedang yang satunya lagi baginya dunia sebagai
ladang ibadah, sementara hidup berkecukupan. Sebagiannya lagi bisa menjadi kaya
raya seperti sahabat (khalifah) Utsman bin Affan ra namun dari kekayaannya yang
diperoleh dengan jalan halal itu sebagian dikeluarkannya sebagai zakat, infaq dan
sadakah.
Kemudian bagaimana hubungan Muslim dan non-Muslim. Dalam hubungan
keyakinan (ibadah mahdah) sesuai dengan kepercayaan masing-masing sebagai
firman-Nya sbb:
- “Lakum dīnukum waliya dīn”.
- Artinya: Untukmu agamamu dan untukku agamaku. 5
Dalam bidang muamalah (sosiologis)
menjalankan kehidupan normal sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:
- “Allah tiada melarang kamu untuk
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kamu
karena agama(mu) dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” 6
- “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu (menjadikan sebagai kawan) (yaitu) orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari negerimu” 7
Sebagai warga (negara) menjalankan hak dan kewajiban yang sama dalam menjaga keamanan; ketertiban umum; mematuhi peraturan yang berlaku; dan menjaga adat kesopanan dalam beragama. Bagi Muslim hidup sesuai dengan iman ibadah dan tata cara Muslim sedangkan yang bagi non-Muslim sebagai ladang ibadah dakwah Muslim sebagaimana firmannya:
- Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi kitab dan kepada orang yang buta huruf (atheism, agnostic), “sudahkah kamu masuk Islam?” Jika mereka masuk Islam, berarti mereka telah mendapat petunjuk. Tetapi jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah menyampaikan. 8
Cara berdakwahnya sebagaimana dalam bingkai tidak ada paksaan dalam keyakinan beragama sebagaimana firmannya:
- Tidak ada paksaan untuk (menganut) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkar kepada Thagut (apa saja yang disembah selain dari Allah) dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. 9
Demikianlah cara bijak yang dituntunkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla bagi Muslim sedunia dalam “Menyikapi Hidup di Dunia” dan ingin meraih ridho-Nya, dalam menuju kesuksesan hidup di Dunia yang hingar bingar di abad ke-21 (millennium ke-3) ini. Dalam menapakinya seyogyanya sikapi kita dengan cara-cara dan jalan yang di ridhoi-Nya pula. Wallõhu ‘alam bish shawab. ©AFM
Catatan kaki:
1
[Al-Balad 90:10]
2
[QS Asy-Syams 91:8]
3
[Al-Ihsān 76:3]
4
[QS Al-Qashash 28:77]
5
[QS Al-Kafirun 109:6]
6
[QS Al-Mumtahanah 60:8]
7
[QS Al-Mumtahanah 60:9]
8
[QS Ali ‘Imrān 3:20]
9
[QS Al-Baqarah 2:256]