Kepunyaan Allah-lah Kerajaan (yang ada di) Langit dan Bumi, dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (yang ada di Langit dan Bumi serta yang ada
diantara keduanya). [QS Āli ‘Imrān 3:189]
PENDAHULUAN
D
|
ari surat Āli ‘Imrān ayat 189 Allah swt menerangkan kepada kita bahwasanya
Dia mempunyai wilayah Kerajaannya meliputi Langit dan seisinya termasuk Bumi.
Seberapa besar dan luasnya Langit itu dan berapa banyak isinya selain dari Bumi
ini?
.
Sementara itu menurut team ahli ilmu pengetahuan
NASA/WMAP mencoba memplotnya kedalam sebuah gambar sket dari Langit. Gambar
sket ini disusun dari kumpulan-kumpulan dari jumlah ratusan ribu atau jutaan
gambar hasil pemotretan. Bagian-bagian dari langit jagat raya diteropong melalui
bermacam-macam teleskopnya yang dipasang kameranya disana, antara lain dari
teleskop ruang angkasa Hubble.
Dari situ disusunlah gambarnya, kemudian
dirangkaikan dengan teori “Big Bang” ledakan besar dari “Kun, Fayakun”. Wal
hasil, bentuknya seperti “terompet”. Terompek ini sungguh maha maha maha besar,
dengan isinya berjumlah triliyunan lebih bintang-bintang dan lainnya. Mereka
membentuk kelompok-kelompok tata-surya. Kemudian lebih besar lagi dari itu,
tersusun dalam kelompok galaksi. Kemudiannya lebih besar lagi dalam kelompok
kelompok itu bernama superkluster.
Anggota superkluster ini adalah terdiri dari
kumpulan-kumpulan galaksi. Namun demikian, sekeliling “terompet” itu masih
gelap, lihat Gambar 1. Belum tahu apa isinya dibalik kegelapan itu. Sementara
ini, baru sebatas itulah kemampuan ahli ilmu pengetahuan jagat raya mengetahuinya.
Dalam persitiwa Isra’ dan Mi’raj, “Sesungguhnya dia (Muhammad) telah melihat tanda-tanda (kekuasaan
dan wilayah kekuasaan) Tuhannya yang paling (paling paling) besar” [QS
An-Najm 53:18; 1 s/d 17]
Pertama Rasulullah saw melakukan perjalanan horizontal dari Mekkah, Saudi Arabia ke Masjidil
Aqsha, Palestina. Perjalanan itu hanya ditempuh Nabi saw dalam waktu tidak sampai 1 detik. Kenapa bisa secepat itu?
Karena Nabi Muhammad, Jibril dan Buraq melesat dengan kecepatan cahaya, 300.000
km per detik. Dengan jarak Makkah Palestina yang hanya sekitar 1.500 km itu pun
tidak terlalu berarti bagi perjalanan mereka.
Sesampai di Masjidil Aqsha, Rasulullah saw
sempat melakukan shalat bersama malaikat Jibril as sebelum, kemudian
melanjutkan perjalanan ke langit ke tujuh. Perjalanan berikutnya adalah sebuah
perjalanan yang memiliki mekanisme berbeda dengan etape pertama seperti
tersebut diatas.
Pada etape pertama, Rasulullah saw melakukan
perjalanan dengan badan wadag yang telah diubah menjadi badan cahaya. Akan
tetapi sesampai di Masjidil Aqsha badan Nabi telah berubah kembali menjadi
badan material sebagaimana sebelumnya. Ini adalah etape “teleportasi”,
sebagaimana digambarkan dalam berbagai film science
fiction. Akan tetapi pada etape kedua, Beliau saw tidak lagi menggunakan
mekanisme tersebut melainkan melakukan perjalanan “dimensional”. Semuanya mungkin berkat “Kekuasaan
Ilmu”-Nya. Dia pula yang memberi kemampuan yang diperlukan oleh manusia pilihan-Nya.
Dalam hal ini memperjalankannya (menggunakan mekanisme teleportasi) dari Makkah
ke Masjidil Aqsha. Selanjutnya memperjalankan lagi (menggunakan mekanisme
dimensional) dari Mesjidil Aqsha menuju ke langit yang paling tinggi “Sidratul
Muntaha”. Kemudian kembali lagi (menggunakan mekanisme dimensional) ke Makkah.
Ini adalah bagian yang sangat abstrak dan agak
rumit dijelaskan. Akan tetapi, dengan berbagai perumpamaan dan analogi,
mudah-mudahan pembaca bisa mengikuti apa yang akan disampaikan di bagian-bagian
berikut ini. Sebelum ada beberapa pertanyaan yang harus dimengerti dulu
berkaitan dengan perjalanan menuju langit ke tujuh ini. Untuk menghindari
kesalah pahaman, maka kita harus menyamakan dulu persepsi tentang beberapa hal.
Di antaranya adalah sebagai berikut ini. ● Apakah yang disebut langit? ● Di
langit manakah Bumi kita berada? ● Apa dan bagaimanakah langit berlapis tujuh? ●
Bagaimana Rasulullah saw bisa
melakukan perjalanan menembus, langit satu sampai ke tujuh, dan berada di
Sidratul Muntaha?
MEMAHAMI LANGIT
B
|
anyak di antara kita yang memiliki persepsi
berbeda tentang langit. Ada yang berpendapat bahwa langit adalah sebuah ‘atap’
alias bidang pembatas ruang angkasa. Artinya, mereka mengira bahwa ruang di atas
kita ada pembatasnya, semacam atap. Kelompok pertama ini, biasanya adalah
mereka yang awam tentang ilmu Astronomi.
Kelompok kedua adalah mereka yang mengikuti
berbagai macam informasi tentang angkasa luar dari berbagai film-film fiksi
ilmiah, ataupun berbagai macam media massa. Pada umumnya mereka mengerti bahwa
yang dimaksud langit adalah sebuah ruang raksasa yang berisi triliunan
benda-benda langit, seperti matahari, planet-planet (termasuk Bumi), bulan,
bintang, galaksi, dan lain sebagainya. Mereka memperoleh pemahaman yang lebih
baik bahwa langit bukanlah sebuah bidang batas, melainkan seluruh ruang angkasa
di atas kita.
Kelompok yang ketiga adalah mereka yang
mempelajari informasi Astronomi lebih banyak dan lebih detil, seperti dalam majalah-majalah
jurnal ilmiah. Lebih jauh, mereka mencoba memahami berbagai hal yang berkait
dengan struktur langit lewat berbagai teori-teori Astronomi. Mereka
terus-menerus mengikuti berbagai informasi dan mencoba melakukan rekonstruksi
terhadap struktur langit, yang secara umum dipahami sebagai alam semesta atau Universe.
Nah, dari ketiga kelompok pemahaman itu dapat diambil
kesimpulan yang bersifat global saja, sebagai pijakan awal pemahaman kita
tentang langit. Bahwa yang disebut langit sebenarnya bukanlah sebuah bidang
batas di angkasa sana, melainkan sebuah ruang tak berhingga besar. Memuat triliyunan
benda-benda angkasa. Mulai dari batuan angkasa yang berukuran kecil, satelit
semacam bulan, planet-planet, matahari dan bintang, galaksi hingga superkluster.
Karena itu, jika kita bergerak ke langit naik
pesawat angkasa luar, misalnya, maka kita akan bergerak menuju ruang angkasa
yang tidak pernah ada batasnya. Sehari, seminggu, sebulan, setahun dan
seterusnya kita bergerak ke angkasa, maka yang kita temui hanya ruang angkasa
gelap. Sesekali ditemukan cahaya dari bintang yang terdekat, seperti matahari
adalah bintang. Ruang angkasa ini berisi berbagai benda langit saja. Sampai
mati pun, kita tidak akan pernah menemukan pembatasnya. Ya, langit adalah ruang
angkasa yang luar biasa besarnya. Bahkan, tidak diketahui dimana tepinya.
Nah, pemahaman tentang langit ini penting untuk
menyamakan persepsi kita tentang perjalanan Mi’raj Rasulullah saw. Sebab, dalam
pemahaman tradisional selama ini, kita memperoleh kesan betapa langit itu
digambarkan sebagai atap alias ‘langit-langit’. Bahkan digambarkan pula sebagai
atap yang ada pintu-pintunya, yang kemudian mesti dibuka sebagaimana pintu
rumah, ketika Rasulullah saw mau memasuki langit yang lebih tinggi.
Istilah langit dalam bahasa Inggris, barangkali
memberikan gambaran yang lebih jelas, disebut ‘Sky’. Dalam bahasa Indonesia lebih pas disebut sebagai ‘Angkasa’.
Istilah lainnya adalah ‘Space’.
Sehingga, angkasa di luar Bumi disebut sebagai ‘Outer Space’. Jadi langit adalah Ruang Angkasa.
Pemahaman tentang langit adalah pemahaman yang
cukup rumit. Apalagi jika dikaitkan dengan struktur langit yang tujuh. Untuk
langit pertama saja, tidaklah mudah. Bahkan sampai sekarang ilmu Astronomi
masih menemui berbagai kendala yang agak rumit dalam mempersepsi struktur alam
tersebut. Akan tetapi, Insya Allah semuanya berangsur-angsur bisa dijelaskan.
Di dalam Al-Qur’an, Allah secara jelas dan
berulangkali menerangkan bahwa langit yang Dia ciptakan itu memang bukan hanya
satu, melainkan 7 lapis, sebagaimana disebutkan dalam ayat yang artinya berikut
ini:
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula
Bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu Nya benar-benar
meliputi segala sesuatu.” [QS Ath-Thalaq 65: 12]
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu
sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang
tidak seimbang?” [QS Al Mulk 67:3]
Dan masih ada beberapa ayat lagi yang memberitakan
tentang langit yang tujuh. Dalam hal ini, kita mesti mencermati penggunaan kata
langit (as-samā’ dan as-samāwāt – tunggal dan jamak).
Kata-kata ini ternyata digunakan oleh Allah untuk menggambarkan ruang di atas
Bumi, baik yang berarti atmosfir, maupun yang berarti angkasa luar.
Penggunaan kata langit yang bermaksud untuk
angkasa luar, misalnya adalah yang terdapat dalam ayat-ayat di atas. Dan juga
ayat berikut ini yang artinya:
“Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” [QS Fushilat 41:12]
Di ayat tersebut tergambar jelas sekali bahwa
Allah menggunakan kata as-samāwāt
untuk menggambarkan angkasa luar. Kenapa ada kesimpulan begitu? Karena Dia
menggambarkan bahwa langit yang dekat dihiasi dengan bintang-bintang. Dan kita
tahu semua bahwa bintang-bintang itu bukan terdapat di atmosfir, melainkan di
ruang angkasa. Maka, ketika Allah bercerita tentang langit yang tujuh di ayat
tersebut, langit yang dimaksudkan adalah langit alam semesta yang jumlahnya 7
tingkat.
Akan tetapi, di ayat-ayat yang lain Allah
menggunakan kata-kata as-samā’ dan as-samāwāt untuk menggambarkan atmosfir
Bumi. Hal itu, misalnya, terdapat pada ayat-ayat yang artinya seperti berikut:
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di Bumi untuk
kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan Nya tujuh langit. Dan
Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” [QS Al Baqarah 2:29]
Di situ digambarkan betapa Allah menciptakan
segala sesuatu di Bumi, untuk manusia. Kemudian Dia memproses langit yang
tujuh. Di ayat ini Allah menggunakan kata ‘langit’, untuk atmosfer. Kenapa
demikian, karena langit tersebut ternyata diproses setelah Bumi terbentuk.
Jika yang dimaksudkan adalah langit alam
semesta, hal itu menjadi tidak cocok. Karena sesungguhnya proses terbentuknya
langit semesta lebih dulu dibandingkan dengan Bumi. Planet Bumi adalah bagian
dari langit semesta, disamping miliyaran matahari dan triliyunan planet yang
ada.
Ayat lain yang menunjukkan ‘langit’ sebagai
atmosfer terdapat pada ayat-ayat yang artinya sebagai berikut ini:
“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan
awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan
menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan ke luar dari
celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba Nya yang
dikehendaki Nya tiba-tiba mereka menjadi gembira.” [QS Rūm
30: 48]
Karena ‘langit’ di sini dikaitkan dengan hujan,
kita lantas bisa mendapatkan gambaran bahwa yang dimaksudkan adalah atmosfir, lihat
Gambar 2. Maka, ketika Allah menyebutkan bahwa langit tersebut ada tujuh,
orientasi pemahaman kita menuju kepada lapisan-lapisan atmosfer yang memang ada
tujuh lapis, yaitu: Troposfer, stratosfer, ozonosfer, mesosfer, ionosfer, eksosfer,
dan magnetosfer. [Bersambung ke Besarnya Kerajaan Allah 2] □ AFM
---klik--> BesarnyaKerajaan Allah 2
Sumber:
Urgensi Mengenal Allah, B1, Inside of Dinul
Islam in a serial great topics, Powered by AFM Washington DC – Jakarta.
Jalan Mengenal Allah, B2, Inside of Dinul Islam
in a serial great topics, Powered by AFM Washington DC – Jakarta.
https://mitrakencana.wordpress.com/2010/03/30/memahami-sidratul-muntaha/□□□