A. Faisal Marzuki
Seorang anak tumbuh dan besar bukan
dalam alam ‘vacuum’- kosong, bebas nilai,
melainkan dipengaruhi lingkungan hidup dimana dia berada. Inilah rumus dari teori
perkembangan kepribadian ilmu psychologis yang kita tahu pada umumnya. Begitu
pula filsafat menyebutkan seperti dari ‘the
one of the greater philosophers of sience, social and political’ Karl
Popper (lahir July 28, 1902 CE di Austria). Katanya sekali Budaya dan Peradaban
telah tercipta (diciptakan manusia sebelumnya) dan menggelinding di masyarakat,
maka masyarakat itu akan tercipta seperti ‘apa ada’-nya Budaya dan Peradaban
yang menjadi ‘cetak biru’ dari pola tingkah laku dan pandangan perasaan dan
pemikiran pada masyarakat tersebut. Bahkan masyarakat hanya mengikuti saja
seperti apa adanya Budaya dan Peradaban yang telah mengungkung ketat dan erat
diri masyarakat itu sendiri.
Dari itu, konsekuensinya adalah baik
lingkungannya, maka baik pula pertumbuhan mental dan karakter kepribadian manusianya.
Sebaliknya, kalau setengah baik dan setengah buruk lingkungannya, seperti itu
pulalah dia ‘menjadi’-nya. Bagitu pula kalau sudah ‘hubbud dunya’ saja, maka tingkah laku dan pandangan hidupnya ‘hubbud dunya’ saja. Artinya mereka tidak
disadari telah menjadi makhluk mengejar kehidupan Dunia, dimana Akhirat tidak
menjadi tujuannya lagi.
Berlainan dengan ajaran Islam yang dapat menciptakan hidup baik di Dunia
dan baik pula di Akhirat. Pedulinya
Allah Yang Mahakasih lagi Mahasayang kepada manusia yang diciptakan-Nya adalah
agar mereka itu tumbuh sehat lahir dan bathin, sejahtera dan damai dalam
hidupnya di Bumi. Terutama, sebenarnya (ajaran) Islam sangat jelas mengajarkannya
akan hal itu. Dengan itu kedudukan Manusia di Bumi ini menjadi mulia, terhormat
karena saling kenal (kerjasama) dan damai dalam membentuk dan membangun ‘Budaya
dan Peradaban’. Bentuk Budaya dan Peribatannya sangat komprehensif yaitu dengan jalan memakmurkan
kehidupan manusia di Bumi disertai atau berbarengan melakukan peribadatan
kepada-Nya guna mencapai kehidupan di Akhirat yang abadi bersama manusia
beriman dan melakukan perbuatan amal shaleh disegala bidang kehidupan di Dunia.
Kenapa manusia dipandang mulia dan terhormat oleh Allah penciptanya ikutilah
uraiannya berikut ini.
S
|
emua manusia yang baru lahir siapa pun
dia, warna kulit apa pun yang ada padanya. Bayi laki-laki atau pun perempuan.
Apapun status sosial dan kekayaan yang dimiliki, kurang atau lebih bahkan
sangat lebih. Dari bangsa atau suku apa pun orang tuanya, lahir dalam keadaan
telanjang. Tidak memakai baju sehelai pun untuk menutup auratnya. Belum bisa
berbicara, kecuali mengeluarkan suara tangisan. Tangisan itu adalah bahasa awal
yang artinya bisa lapar, berarti minta disuapi makanan berbentuk cair (air susu
ibu, atau susu botol). Kalau tidak buang air kecil atau besar - bayi tidak
merasa kerasan (nyaman), artinya minta diganti pakaian baru (bersih).
Gambaran tersebut diatas hanya mau menunjukkan bahwa sejak kecil bayi
hidup dan tumbuh dan besar ‘diajari atau dibentuk oleh lingkungannya’.
Bahasanya tergantung dimana dia berasal dan asalnya menggunakan bahasa apa,
dengan itu ia tumbuh dan besar menggunakan bahasa asal lingkungannya.
Lingkunganlah yang membentuknya seperti itu. Pertama sekali yang dikenalnya
dengan akrab adalah Ibu-Bapak dan lain yang berada dalam lingkungan rumah.
Kemudian lingkungan dokter dan suster (nurse) yang memelihara kesehatannya.
Berlanjut televisi. Kemudian dia tumbuh menjadi anak yang sudah bisa berjalan
keluar. Dengan itu kini gurunya bertambah yaitu lingkungan tetangga.
Selanjutnya dalam usia sekolah, lingkungan yang membentuknya bertambah yaitu
guru sekolah, teman sekolah dan seterusnya.
Pahamlah bahwa menjadi
bertambah perkembangan tubuh pisiknya bersamaan dengan itu tumbuh pula
perkembangan kejiwaannya. Kejiwaannya tumbuh dipengaruhi oleh faktor
lingkungannya. Pertama dari rumahnya dimana dia ditinggal. Dalam hal ini faktor
orang tua sangat besar pengaruhnya ketika masih kecil. Terutama bahasa
komunikasinya adalah bahasa orang tuanya. Kemudian mengenal mana hal-hal yang
berbahaya diberitahu seperti air panas, sengatan tenaga listrik, barang-barang
dari kaca (pecah belah) yang berbahaya untuk anak kecil. Kemudian cara memegang
makanan untuk dimakan dengan tangan kanan. Berkata yang baik dan sopan. Begitu
pula tentang hal yang menyangkut dengan keagamaan. Dalam hal ini sering
dikatakan bahwa Nasrani, Majusi atau apa saja agama kepercayaan atau tidak
berkepercayaan anak tergantung dari ajaran atau pembiaran orang tuanya.
Selanjutnya bertambah usianya dan kini menjadi remaja atau umur belasan
tahun yang artinya sudah luas kontak sosialnya maka bertambah lagi perkembangan
karakter, kepribadian dan ‘pandangan hidup’ yang dipengaruhi lingkungan dimana
dia berada dalam bersosialisasinya.
Demikianlah bahwa hasil Budaya dan
Peradaban manusia yang ada (terjadi) pada anak (kecil, remaja dan beranjak
menjadi dewasa) karena sudah adanya nilai Budaya dan Peradaban yang telah
menanti dan siap pakai itu. Yang menjadikan pertanyaan besar adalah Budaya dan
Peradaban yang ada disekeliling anak itu mendukung atau tidak dari perkembangan
sianak muslim itu menjadi muslim yang benar-benar sesuai dengan ajaran Islam?
Disinilah peranan orang menjadi sangat menentukan, yaitu lingkungan pertumbuhan
anaknya mesti dijaga dari pengaruh yang negatif dan bersamaan dengan itu tetap
menumbuhkan dan memelihara agar selalu dalam koridor ajaran Islam - Islami.
●●●
Budaya dan Peradaban ada,
selanjutnya tumbuh dan berkembang dibuat dari kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan oleh komunitas lingkungannya baik secara disadarinya maupun tidak.
Sebelum menjadi kebiasaan terbentuk, dimulainya dari perasaan-perasaan dari
mengingini sesuatu. Boleh juga timbul dari lintasan-lintasan pikiran-pikiran
disamping perasaan-perasaan yang telah disebutkan sebelumnya. Demikian lebih
kurangnya Ibnu Qoyyim Al-Jawziyyah (691
AH/1292 CE-751 AH/1350 CE) seorang ulama besar dalam bidang Ilmu Jiwa Tingkah Laku Manusia dan Etika (Human Behavior and Ethics), Hukum Islam
(Islamic jurisprudence), Akaid (Islamic Theology), Ilmu Hadits dan Fikih
(Sciences of Hadith and Fiqh) dan
Filosuf (Philosophy). Dari situ di ikhtiarkan
atau diupayakan dengan melakukannya. Kemudian dari pengalaman-pengalaman yang
menyenangkannya (mempermudah kehidupannya, mendapat berlipat ganda hasil,
berhasil apa yang dipikirkan menjadi kenyataan), maka dilakukanlah berulang
kali. Sedangkan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan dan merugikan
dihentikannya. Kemudian mencoba cara baru sampai mendapat pengalaman yang
sesuai dengan keinginan atau seleranya atau tujuan yang hendak dicapainya.
Pengalaman-pengalaman dari masing-masing individu anggota masyarakatnya dialami
yang sama dengan anggota masyarakat yang lain, menjadilah kebiasaan-kebiasaan
setempat. Bahkan lebih luas lagi, dengan itu timbullah menjadi adat-kebiasaan
lingkungan. Generasi yang baru lahir, tumbuh dan menjadi dewasa kemudiannya
meneruskan kebiasaan-kebiasaan yang telah dilakukan orang tua dan pendahulu
sebelumnya. Pertumbuhan kebiasaan ini meluas, dan dari tahun ke tahun menjadi
solid (mapan). Dengan itu terciptalah Budaya dan Peradaban daerah atau bangsa
tersebut.
●●●
Dizaman modern atau post modern ini
faktor-faktor pertumbuhan Budaya dan Peradaban dapat lebih ditumbuhkan dan
dikembangan serta dilestarikan melalui lembaga pendidikan formal seperti
sekolah umum sejak dari dasar sampai tingkat tinggi. Sekolah kejuruan misal
berbagai teknik kejuruan. Sekolah dan perguruan tinggi, lembaga-lembaga
training pengetahuan dan keahlian tertentu dan kursus-kursus serta madrasah.
Bersamaan adanya pendidikan formal dalam ilmu pengetahuan dan teknologi
tumbuhlah pula ‘pendidikan informal’ melalui entertainment seperti filem, sandiwara, pemberitaan TV, pemberitaan
iklan dan media sosial lainnya seperti internet dalam bentuk email, FB,
Twitter, dan ‘electronic game’ dan
lainnya melalui computer laptop, desktop dan smartphone. Penyajiannya luar
biasa. Warna sangat menarik. Costum (pakaian) yang seronok. Semuanya membuat
penggunanya kerasan (enjoy). Karena
ditambah lagi gambarnya kwalitas HD, suaranya kwalitas stereo surround system. Dengan itu media ‘pendidikan’ informal ini
cukup besar dan efektif pengaruhnya kepada masyarakat penonton dewasa apalagi
anak-anak. Secara tidak disadari telah digunakan sebagai media bisnis dan
pembentuk public opini sponsor dan penanaman nilai-nilai budaya hubbud-dunya (menumbuhkan budaya materi
konsumerisma dan penyuburan budaya hedonism).
Dan efektif pula untuk menumbuhkan opini pro sponsor. Baik untuk kepentingan
politik, ekonomi, keuangan, etika dan moral hidup bagi keuntungan ekonomi,
ideology dan kekuatan dan hegomoni (power)
sponsor.
Dengan itu peranan ajaran Islam sangat diperlukan sekali untuk
mengontrol dan mengendalikan nilai-nilai Budaya dan Peradaban Duniawi yang
tidak seperti yang dimaksudkan oleh ajaran Islam (Hidup Beribadah kepada-Nya, Sejahtera
dan Damai serta Adil bagi seluruh manusia) yang sebenarnya. Yaitu menjadikan Insanul-Kamil (Manusia Sempurna) seperti
Cetak Biru (Blue Print) yang dibuat
oleh Tuhan Mahapencipta Alam Semesta dan Manusia dimana Manusia dicipta untuk beribadah
1 dan mengelola Bumi 2 dan seisinya (Pemakmur Bumi).
Wal-lõhu a’lam bish-shawab. □ AFM
Sumber:
Catatan Kaki:
1 Firman
Allah swt, ”Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan Manusia, melainkan agar
mereka beribadah kepada-Ku. [QS adz-Dzāriyāt 51:56]
2 Firman-Nya lain
menyebutkan tugas manusia di dunia (di Bumi): "Dia (Allah) telah
menciptakan kamu (manusia) dari bumi dan menjadikan kamu (manusia) pemakmurnya."
[QS Hūd 11:61]
Firman-Nya yang lain menegaskan tentang pentingnya Akhirat
dan juga Dunia: "Dan carilah negeri Akhirat dengan apa yang telah
dianugerahkan kepadamu. Tapi janganlah kamu lupakan bagianmu di Dunia. Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. [QS
Al-Qashāsh 28:77] □□□