IBNU HAITHAM PENEMU ILMU OPTIK
Oleh: A. Faisal Marzuki
Dunia mungkin belum tahu betapa berharganya warisan ilmu-ilmu
pengetahuan yang ditemukan oleh Kaum Muslimin. Bahkan agaknya banyak yang tak
menyangka bahwa prinsip-prinsip pengetahuan moderen itu ditemukan lewat
kecemerlangan pemikiran Ilmuwan Muslim. Untuk masa itu, ilmu mereka dapat
dikatakan telah melampaui batas zamannya. Berikut adalah kontribusi ilmuwan dan
penemu Muslim bagi dunia, “Ibnu al-Haitham Penemu Ilmu Optik”.
PENDAHULUAN
M
|
ungkin orang mengira dunia Barat-lah yang
memperkenalkan kamera. Padahal prinsip kerja kamera telah ditemukan sekitar
1000 tahun silam oleh seorang ilmuwan Muslim bernama Ibnu al-Haitham. Pada akhir
abad ke-10, al-Haitham menemukan sebuah "kamera obscura". Penemuan ini dia lakukan bersama muridnya Kamaluddin
al-Farisi. Mereka berdua mempelajari fenomena gerhana matahari. Untuk
mempelajari fenomena tersebut maka al-Haitham membuat lubang kecil yang memungkinkan
citra matahari semi nyata diproyeksikan pada bidang datar. Kajian ilmu optik
berupa kamera obscura. Kamera obscura diambil dari bahasa Italia ”camera
obscura” yang artinya kamar gelap (dark
chamber). Kata “camera’ sendiri adalah dari bahasa yang dipergunakan Ibnu
al-Haitham yang berbahasa Arab menyebutkan ‘qamara’
artinya kamar atau box. Kamera obscura, mendasari kinerja “qamara” dimana prinsip kerjanya ditemukan oleh Ibnu al-Haitham,
prinsip mana digunakan oleh umat manusia sampai saat ini. Bahkan kemudian
mengilhami penemuan alat teropong bintang, mikroskop, filem dan kamera digital. Hasil pemotretan kamera digital
ini bukan lagi disimpan di filem tapi di memory
card.
CARA KERJA KAMERA
J
|
ika kita memotret, gambar yang dibentuk oleh
bayangan obyek di tuangkan pada filem. Sedangkan pada mata kita, jika kita
melihat suatu gambar maka bayangan yang dibentuk dituangkan pada retina
mata. Susunan kamera sama dengan susunan mata kita, akan tetapi pemrosesan
gambarnya sangat berbeda.
Kamera terdiri atas sebuah lensa cembung dan
filem. Saat menekan tombol shutter
pada kamera, terdapat proses yang sangat cepat dalam menangkap gambar. Pantulan
cahaya dari benda yang ada di depan kamera masuk ke kamera lalu mengenai lensa
cembung. Lensa cembung ini yang akan memfokuskan cahaya yang diterima berupa
bayangan terbalik ke suatu tempat yang disebut filem yang sangat peka cahaya.
Proses kimia terjadi saat filem terkena cahaya dan membentuk sebuah pola gambar. Hanya bagian filem yang terkena cahaya yang akan terbakar dan hangus, sedangkan bagian yang lainnya tetap. Filem yang digunakan untuk foto hitam putih menggunakan satu lapis senyawa garam perak halida. Sedangkan untuk foto berwarna menggunakan minimal 3 lapis senyawa garam perak halida.
Hasil dari penangkapan filem adalah sebuah lembaran hitam yang disebut klise- negatif. Kemudian filem dicetak pada kertas foto. Pada proses ini arang sisa filem yang terbakar karena terkena cahaya akan terbuang sehingga lapisan filem menjadi putih (transparan). Sedang yang tidak terbakar tetap hitam. Proses selanjutnya adalah mentransfer filem (negatif) ke atas kertas foto (positif) atau disebut dengan proses pencetakkan. Kertas yang digunakan untuk mencetak foto adalah kertas khusus yang dilapisi senyawa ferro. Proses pencetakan atau pencucian foto harus dilakukan pada ruang gelap. Kenapa begitu? Karena cahaya dapat merusak hasil filem yang sangat mudah terbakar.
Saat ini, untuk mencetak sebuah gambar pada kertas foto sudah tidak menggunakan kertas filem lagi. Kini kamera moderen yang disebut kamera digital menggunakan proses elektronik dan menyimpan gambar hasil pemotretan pada sebuah kartu memori (memory card). Hasil foto bisa dilihat secara langsung secara digital tanpa harus melalui proses pencetakkan terlebih dahulu. Sampai sekarang cara kerja kamera moderen masih dikembangkan oleh setiap produsen kamera.
IBNU AL-HAITHAM
I
|
bnu al-Haitham terkenal sekali di dunia Barat
dengan nama Latinnya “Alhazen” atau “Alhacen. Ibnu al-Haitham dikenal sebagai
fisikawan (physicist) Arab, juga
matematikawan (mathematician) dan
astronomiwan (astronomer). Nama
lengkapnya adalah Abū ‘Alī al-Hasan ibn al-Hasan
ibn al-Haytham.
Sering hanya disebut Ibnu al-Haitham (Ibnu al-Haytham), atau Alhazen.
Ibnu al-Haitham lahir di abad tengah (medieval ages) yang ketika itu Eropa
(Barat) hidup masih dalam abad gelap (dark
ages). Sebaliknya dunia Islam hidup di zaman keemasannya (golden ages), yaitu tanggal 1, bulan
Juli, tahun 965 di Basrah, Iraq. Meninggal tanggal 6, bulan Maret, tahun 1040 di Kairo, Mesir. Buku yang
terkenal yang ditulisnya adalah mengenai ilmu optik. Dia banyak belajar dari
Aristoteles (Aristotle), Ptolemius (Ptolemy), Al-Kindi, Euclid dan Ibnu
Sahl. Bidang yang diteliti (dipelajari) adalah Ilmu Optik, Ilmu Astronomi, Ilmu
Matematika. Beliau tinggal di Basrah dan Baghdad, Iraq dan Kairo, Mesir.
Sejak kecil Ibnu al-Haitham yang berotak encer
menempuh pendidikan di tanah kelahirannya, Iraq. Ia merintis kariernya sebagai
pegawai pemerintah di Basrah. Namun ia ternyata tak betah berlama-lama berkarir
di dunia birokrasi. Ibnu al-Haitham yang lebih tertarik untuk menimba ilmu
akhirnya memutuskan untuk berhenti sebagai pegawai pemerintah.
Ia pun lalu memilih merantau ke Ahwaz dan pusat intelektual dunia saat itu, yakni kota Baghdad. Di kedua kota itu ia menimba beragam ilmu. Ghirah keilmuannya yang tinggi membawanya terdampar hingga ke Mesir. Di negeri piramida itu, Ibnu al-Haitham meneliti aliran dan saluran sungai Nil serta menerjemahkan buku-buku tentang matematika dan ilmu falak.
Ibnu al-Haitham juga sempat mengenyam pendidikan di Universitas Al-Azhar. Setelah itu, secara otodidak ia mempelajari hingga menguasai beragam disiplin ilmu seperti ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, fisika, dan filsafat. Secara serius dia mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Beragam teori tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya.
Penelitiannya tentang cahaya memberikan ilham kepada ahli sains Barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler yang menciptakan mikroskop serta teleskop. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Konon, dia telah menulis tak kurang dari 200 judul buku.
Melalui uraian dari bukunya, Al-Manadhir, teori optik pertama kali dijelaskan. Hingga 500 tahun kemudian, teori Ibnu al-Haitham ini dikutip banyak ilmuwan Eropa (Barat). Tak banyak orang yang tahu bahwa orang pertama yang menjelaskan soal mekanisme penglihatan pada manusia - yang menjadi dasar teori optik modern - adalah ilmuwan Muslim asal Irak, Ibnu al-Haitham.
Selama lebih dari 500 tahun, kitab Al-Manadhir terus bertahan sebagai buku paling penting dalam ilmu optik. Pada 1572, karya Ibnu al-Haitham ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan judul Opticae Thesaurus.
Bab tiga volume pertama buku ini mengupas ide-ide dia tentang cahaya. Dalam buku itu, al-Haitham meyakini bahwa sinar cahaya keluar dari garis lurus dari setiap titik di permukaan yang bercahaya. Ia membuat percobaan yang sangat teliti tentang lintasan cahaya melalui berbagai media dan menemukan teori tentang pembiasan cahaya. Ia jugalah yang melakukan eksperimen pertama tentang penyebaran cahaya terhadap berbagai warna.
Dalam buku yang sama, ia menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam, dan juga teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi. Ia juga melakukan percobaan untuk menjelaskan penglihatan binokular dan memberikan penjelasan yang benar tentang peningkatan ukuran matahari dan bulan ketika mendekati horison.
Al-Haitham mencatatkan namanya sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia. Ia memberikan penjelasan yang ilmiah tentang bagaimana proses manusia bisa melihat. Salah satu teorinya yang terkenal adalah ketika ia mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua ilmuwan Yunani, Ptolemius dan Euclid.
Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya yang keluar dari mata yang mengenai objek. Berbeda dengan keduanya, Ibnu al-Haitham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bisa terlihat.
Dalam buku ini, ia menjelaskan bagaimana mata
bisa melihat objek. Ia menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf
di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil bagian
dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan
peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia.
Salah satu karyanya yang paling menomental adalah ketika al-Haitham bersama muridnya, Kamaluddin, untuk pertama kali meneliti dan merekam fenomena kamera obsecura. Inilah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai “ruang gelap”. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya.
Sementara dalam kitab Mizan Al-Hikmah, ia mendiskusikan kepadatan atmosfer dan membangun korelasi antara hal tersebut dengan faktor ketinggian. Ia juga mempelajari pembiasan atmosfer dan menemukan fakta bahwa senja hanya muncul ketika matahari berada 19 derajat di bawah horison. Dengan dasar itulah, ia mencoba mengukur tinggi atmosfer. Dalam buku ini, ia juga membahas teori daya tarik massa, suatu fakta yang menunjukkan ia menyadari korelasi percepatan dengan gravitasi.
Selain di bidang fisika, Ibnu al-Haitham juga memberikan kontribusi penting terhadap ilmu matematika. Dalam ilmu ini, ia mengembangkan analisis geometri dengan membangun hubungan antara aljabar dengan geometri.
Al-Haitham juga membuat buku tentang kosmologi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani (bahasa orang Yahudi) di abad pertengahan. Karya lainnya adalah buku tentang evolusi, yang hingga kini masih menjadi perhatian ilmuwan dunia.
Ibnu al-Haitham membuktikan pandangannya apabila
dia begitu ghairah mencari dan mendalami ilmu pengetahuan pada usia mudanya.
Sehingga kini dia berhasil menulis banyak buku dan makalah. Di antara buku
hasil karyanya adalah: Al'Jami' fi Usul al'Hisab yang mengandungi
teori-teori ilmu metametik dan metametik penganalisaannya; Kitab al-Tahlil
wa al'Tarkib mengenai ilmu geometri; Kitab Tahlil ai'masa^il al
'Adadiyah tentang algebra; Maqalah fi Istikhraj Simat al'Qiblah yang
mengupas tentang arah kiblat bagi segenap rantau; Maqalah fima Tad'u llaih
mengenai penggunaan geometri dalam urusan hukum syara', dan Risalah fi
Sina'at al-Syi'r mengenai teknik penulisan puisi.
PENUTUP
S
|
ayangnya, hanya sedikit yang tersisa. Bahkan
karya monumentalnya, Kitab Al-Manadhir yang asli, tidak diketahui lagi rimbanya. Orang hanya bisa
mempelajari terjemahannya yang ditulis dalam bahasa Latin. Kekurang pedulian
umat Islam terhadap karya-karya ilmuwan terdahulu, telah membuat Islam
tertinggal. Bahkan hampir tidak adalagi penemuan-penemuan yang baru di abad ini
yang dilakukan oleh ilmuan Muslim. Padahal dalam Islam antara Ilmu Agama dan
Ilmu Pengetahuan (Sains) adalah bagian yang tak terpisahkan. [1]
Bahkan penulis di Sekolah Rakyat-SR (sekarang
Selolah Dasar-SD) sama sekali tidak tahu. Yang tahu (disangka) semuanya berasal
dari Belanda atau Eropa seperti dalam ilmu alam yaitu hukum Archemides, hukum Avogadro,
dalam ilmu ukur analit - sistim koordinat Kartesian.
Adanya ilmuan (saintis) muslim baru diketahui
setelah umur 17 tahun atau mulai tahun 1964 dimana minat baca ketika itu luar
biasa sebagai anggota perpustakaan Kedutaan Besar Amerika (USIS) dan membeli
buku lainnya seperti 100 Tokoh Dunia oleh Micheal H. Hart, setelah itu tahun-tahun
selanjutnya barulah tahu bahwa sumbangsih ilmuan (saintis) muslim kepada
kemajuan ilmu pengetahuan dan tekonologi dunia luar biasa. Juga bahwa angka 1,
2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0 disebut ‘Arabic
numerical’ - angka Arab yang sudah jadi ‘angka internasional’ pengganti
angka Romawi, disamping angka Arab ۱,۲,۳,,٤,٥,٦,٧,٨,٩,٠ yang kita kenal yang hampir-hampir hanya itu saja,
padahal Arabic numerical (angka
internasional) ini digunakan oleh bangsa-bangsa midlle east bagian barat (negri-negri maghribi) seperti antara lain Maroko. Arabic numerical ini diperkenalkan oleh
Al-Khwarizmi seorang matematikawan penemu aljabar dan algoritma yang dengan itu komputer dan enkripsi data dapat
tercipta. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. □ AFM
CATATAN KAKI:
[1] “Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang
yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan
Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” [QS Al-Mujādilah 58:11]
Bacalah, dan Tuhanmu lah Yang Maha Mulia. Yang
mengajar (manusia ) dengan pena (penulisan di kertas). Dia mengajarkan manusia
apa yang tidak diketahuinya.” [QS Al-‘Alaq 96:3-5]
“Carilah
ilmu walau sampai ke negeri China, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib
bagi setiap muslim. Sesungguhnya Malaikat akan meletakan sayapnya bagi penuntut
ilmu karena rela atas apa yang dia tuntut.” [HR Ibnu Abdil Bar]
Ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits semacam itulah
yang dihayati Muslim ketika itu yang banyak menjadi Penemu dan Ilmuan. Hasilnya
sebagai kontribusi kaum muslimin dalam menyumbangkan khasanah kemajuan dunia
sekarang ini.
SUMBER:
http://afaisalmarzuki.blogspot.com/2015/10/1001-penemuan-dari-perpustakaan-rahasia.html
Cameras:
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=357812837741265&set=p.357812837741265&type=3&theater
https://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_Haitham
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/05/09/ln8wbl-ilmuwan-muslim-ibnu-haitham-sang-penemu-ilmu-optik □□□