Ibnu
Khaldun juga banyak memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu ekonomi. Tak
heran, bila dia juga dijuluki sebagai ‘Bapak Ekonomi’. Gagas dan pemikiran
tentang ekonomi Ibnu Khaldun telah mengilhami sejumlah ekonom terkemuka. Empat
abad setelah Ibnu Khaldun berpulang, pemikirannya tentang ekonomi muncul
kembali melalui Adam Smith serta David Ricardo. Setelah itu, Karl Marx serta
John Maynard Keynes juga banyak menyerap pemikiran Ibnu Khaldun.
Pengaruh Pemikiran Teori Ekonomi Ibnu Khaldun Bagi Dunia
S
|
elain sebagai Bapak Ilmu Sosiologi Ibnu
Khaldun juga sebagai Bapak Ilmu Ekonomi. Ibnu Khaldun juga banyak memberi
kontribusi bagi pengembangan ilmu ekonomi. Tak heran, bila dia juga dijuluki
sebagai ‘Bapak Ekonomi’. Gagas dan pemikiran tentang ekonomi Ibnu Khaldun telah
mengilhami sejumlah ekonom terkemuka. Empat abad setelah Ibnu Khaldun
berpulang, pemikirannya tentang ekonomi muncul kembali melalui Adam Smith serta
David Ricardo. Setelah itu, Karl Marx serta John Maynard Keynes juga banyak
menyerap pemikiran Ibnu Khaldun. Salah satu pengaruh pemikiran Ibnu Khaldun
yang diadopsi Karl Marx antara lain, mengenai dialektika yang saling
mempengaruhi antara pemikiran dan dasar material. Selain itu, mengenai beberapa
cara spesifik variabel ekonomi, khususnya dengan peran tenaga kerja dalam
hubungan sosial.
Ibnu Khaldun begitu menghormati
tenaga kerja sebagai salah satu dari dasar utama masyarakat dan diskusi tentang
profit sebagai nilai yang didapat dari pekerjaan manusia. Pemikiran ekonomi
Ibnu Khaldun menggabungkan hablum
minallah dan hablum
minnanas.
Ia mendefinisikan ekonomi
secara sosial sebagai aktivitas ekonomi yang dipengaruhi oleh interaksi sosial
dan sebaliknya mereka mempengaruhinya. Prespektif tersebut digunakan Ibn
Khaldun dalam menganalisis nilai pekerja manusia, dalam arti mata pencaharian
dan stratifikasi ekonomi sosial. Ibnu Khaldun juga berpendapat bahwa organisasi
sosial adalah ‘sesuatu yang diperlukan’ bagi usaha manusia dan keinginannya
untuk hidup dan bertahan hidup ‘dengan bantuan makanan’. Untuk mencapai tujuan
ini kemampuan individu saja tidaklah cukup.
Dalam Al-Muqqadimah, Ibnu
Khaldun juga memberikan keutamaan, bukan eksklusif, posisi faktor ekonomi dalam
sejarah. Aktivitas intelektual dari manusia, seni dan ilmu pengetahuan, sikap
dan perilaku moralnya, gaya hidup dan selera, standar kehidupan dan adat
didefinisikan Ibnu Khaldun melalui derajat atau tingkatan produksi. [Sumber: MuslimDaily,
Republika]
Karya-karya
Tulis Ibnu Khaldun
Berikut ini beberapa karya Ibnu
Khaldun yang cukup terkenal, antara lain:
1. Kitab al-I’bar wa Dhuan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar wa man ‘Asharahiim min Dzawi al-Suthan al-Akbar. Karya yang dilihat dari judulnya mempunyai gaya sajak yang tinggi ini dapat diterjemahkan menjadi, Kitab contoh-contoh dan rekaman tentang asal-usul dan peristiwa hari-hari Arab, Persia, Barbar dan orang-orang yang sezaman dengan mereka yang memiliki kekuatan besar. Oleh karena judulnya terlalu panjang, orang sering menyebutnya dengan kitab al- ‘Ibar saja, atau kadang cukup dengan sebutan Tarikh Ibnu Khaldun. (Ma’arif, 1996:12)
2. Kitab Al Muqaddimah, dalam volume tujuh jilid, kajian yang dikandung
begitu luas menyangkut masalah-maslah sosial, para Khaldunian cenderung menganggapnya
sebagai ensiklopedia. (Suharto, 2003:65)
3. Kitab al-Ta ‘rif lbnu Khaldun wa Rihlatuhu Garban wa Syarqan. Adalah kitab otobiografi Ibnu Khaldun secara lengkap di mana ia dipandang sebagai orang besar abad pertengahan yang paling sempurna meninggalkan riwayat hidupnya. (Khudairi, 1987:29)
4. Karya-karya lain. Selain karya yang telah disebutkan di atas, Ibnu Khaldun sebenarnya memiliki karya-karya lainnya seperti; Burdah al-Bushairi, tentang logika dan aritmatika dan beberapa resume ilmu fiqih. Sementara itu masih ada dua karya Ibnu Khaldun yang masih sempat dilestarikan yaitu sebuah ikhtisar yang ditulis Ibnu Khaldun dengan tangannya sendiri ini diberi judul Lubab al-Muhashal fl Ushul al-Din. Dan kitab Syifa al-Sailfi Tahdzib al-Masatt yang ditulis Ibnu Khaldun ketika berada di Fez, adalah karya pertama yang berbicara tentang teologi skolastik dan karya kedua membahas tentang mistisisme konvensional. (Suharto, 2003:68) [Sumber: elasq.wordpress]
Sains dalam Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun
Al-Muqaddimah. Inilah karya monumental
Ibnu Khaldun, seorang ilmuwan dan sejarawan agung pada abad ke-14 M. Buku yang
ditulis pemikir dari Tunisia, Afrika Utara itu tercatat sebagai karya yang
sangat mengagumkan. Pengaruhnya begitu luar biasa, tidak hanya mewarnai
pemikiran di dunia Islam, namun juga peradaban Barat.
Orang Yunani menyebut karya Ibnu Khaldun itu sebagai prolegomena (penguraian kritis). Sejumlah pemikir sepakat bahwa al-Muqaddimah adalah karya pertama yang mengkaji filsafat sejarah, ilmu-ilmu sosial, demografi, histigrafi serta sejarah budaya. IM Oweiss dalam karyanya bertajuk "Ibnu Khaldun Adalah Seorang Ekonomiawan (Economist) abad ke-14) menilai bahwa al-Muqaddimah adalah buku perintis ekonomi moderen.
Selain itu, Ibnu Khaldun dalam adikaryanya itu juga membedah dan mengupas
masalah teologi Islam. Yang lebih menarik lagi, Ibnu Khaldun pun
membahas sains atau ilmu pengetahuan alam dalam kitabnya yang sangat populer
itu.
Secara khusus, Ibnu Khaldun mengupas
tentang studi biologi dan kimia dalam bab tersendiri mengenai ilmu pengetahuan
alam.
Biologi
Teodros Kiros dalam karyanya Explorations in African Political Thought, mengatakan, dalam bidang biologi secara khusus Ibnu Khaldun membahas masalah teori evolusi. Menurut Khaldun, dunia ini dengan segala isinya memiliki urutan tertentu dan susunan benda. Ia mencoba mencoba mengaitkan antara penyebab dan hal-hal yang disebabkan, kombinasi dari beberapa bagian penciptaan dengan yang lain, dan transformasi dari beberapa wujud menjadi sesuatu yang lain.
Selain itu, Ibnu Khaldun juga membahas penciptaan dunia. Menurut dia, makhluk hidup berawal dari sebuah mineral kemudian berkembang dan berakal. Secara bertahap, kemudian berubah menjadi tanaman dan hewan. “Tahap terakhir mineral ‘terhubung’ dengan tahap pertama dari tanaman, seperti tumbuhan dan tanaman tak berbiji,” tutur Ibnu Khaldun.
Tahap terakhir tanaman, lanjut dia, seperti pohon kelapa dan tumbuhan yang merambat (pohon anggur), terhubung dengan tahap pertama binatang, seperti keong (siput) dan kerang yang hanya memiliki kekuatan sentuh.
Menurut Ibnu Khaldun, dunia binatang kemudian semakin meluas menjadi berbagai jenis. Dalam proses penciptaan bertahap, khewan (binatang) akhirnya mengarah ke bentuk manusia, yang mampu berpikir dan mengartikan. “Tahap tertinggi manusia dicapai dari dunia kera, di mana kedua kecerdasan dan persepsi ditemukan, namun belum mencapai tahap refleksi dan berpikir sebenarnya”, tutur Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun ternyata seorang penganut determinisme lingkungan. Dia menjelaskan bahwa kulit hitam itu disebabkan oleh iklim panas dari gurun Sahara Afrika dan bukan karena keturunan. “Dia justru menghalau teori Hamitic, di mana anak-anak Ham yang dikutuk oleh makhluk hitam, sebagai mitos,” jelas Chouki El Hamel dalam karyanya Race, Slavery and Islam in Maghribi Mediterranean thought: The question of the Haratin in Morocco.
Kimia (Alchemy)
Menurut George Anawati, dalam bidang kimia (alchemy), Ibnu Khaldun adalah seorang kritikus praktik kimia pada dunia Islam. “Dalam bab 23 berjudul Fi ‘Ilm al-Kimya, ia membahas sejarah kimia, yang dilihat dari ahli kimia seperti Jabir ibnu Hayyan (721-815 M), dan teori dari perubahan logam dan elixir (obat yang mujarab) kehidupan.” Ungkap Anawati dalam karyanya Arabic Alchemy.
Anawati menambahkan dalam bab 26 Kitab Muqaddimah yang berjudul “Thamrat fi inkar al-Kimya wa istihalat wujudiha wa ma yansha min al-Mafasid”, Khaldun menulis sebuah sanggahan sistematis tentang kimia (alchemy) dalam sosial, ilmiah, filosofis dan dasar agama.
“Dia mengawali sanggahan pada dasar sosial, argumentasi bahwa banyak ahli kimia yang mampu mendapatkan penghasilan dari hidup karena pemikiran yang menjadi kaya melalui kimia dan akhirnya kehilangan kredibilitas,” papar Anawati.
Ibnu Khaldun juga berpendapat bahwa beberapa ahli kimia terpaksa melakukan penipuan, baik secara terbuka dengan menggunakan sedikit lapisan emas atau perak di atas perak atau perhiasan tembaga maupun secara diam-diam menggunakan prosedur yang melapisi pemutihan tembaga dengan menyublimasi raksa. Meski begitu, ia mengakui bahwa ada saja ahli kimia yang jujur.
Ibnu Khaldun juga mengkritisi pandangan dan teori tentang kimia alchemy yang dicetuskan al-Farabi, Ibnu Sina dan Al-Tughrai. “Ilmu pengetahuan manusia tak berdaya bahkan untuk mencapai yang terendah sekalipun, kimia menyerupai seseorang yang ingin menghasilkan manusia, binatang atau tanaman.”
Anawati mengatakan, dalam mengkritisi ilmu kimia, Ibnu Khaldun pun menggunakan sosial logikanya. Anawati menuturkan bahwa Ibnu Khaldun dalam kitabnya menegaskan bahwa kimia (alchemy) hanya dapat dicapai melalui pengaruh psikis (bi-ta’thirat al-nufus). Hal yang luar biasa menjadi salah satu keajaiban dari ilmu gaib - ilmu sihir (rukiat) ... Mereka tak terbatas, tak dapat diklaim untuk mendapatkan mereka.”
Prof Hamed A EAD, dari Universitas Kairo dalam tulisannya bertajuk Alchemy in Ibn Khaldun's Muqaddimah mengatakan bahwa Ibnu Khaldun mendefinisikan kimia (alchemy) sebagai “ilmu yang mempelajari zat yang mana generasi emas dan perak tiruan bisa diciptakan.” Begitulah Ibnu Khaldun mengupas ilmu pengetahuan alam dalam karyanya yang sangat fenomenal, Al-Muqaddimah. [Republika]
Penutup
Buah pikir Ibnu Khaldun itu begitu memukau. Tak
heran, jika ahli sejarah Inggris, Arnold J Toynbee menganggap Al-Muqaddimah
sebagi karya terbesar dalam jenisnya sepanjang sejarah. Menurut Ahmad Syafii
Ma’arif dalam bukunya berjudul Ibnu Khaldun dalam Pandangan Penulis Barat dan
Timur, salah satu tesis Ibnu Khaldun dalam Al-Muqaddimah yang sering dikutip
adalah: “Manusia bukanlah produk nenek moyangnya, tapi adalah produk
kebiasaan-kebiasaan sosial.”
Secara garis besar, Tarif Khalidi dalam bukunya Classical Arab Islam membagi Al-Muqaddimah menjadi tiga bagian utama. Pertama, membicarakan histografi mengupas kesalahan-kesalahan para sejarawan Arab-Muslim. Kedua, Al-Muqaddimah mengupas soal ilmu kultur. Bagi Ibnu Khaldun, ilmu tersebut merupakan dasar bagi pemahaman sejarah. Ketiga, mengupas lembaga-lembaga dan ilmu-ilmu keislaman yang telah berkembang sampai dengan abad ke-14. Meski hanya sebagai pengantar dari buku utamanya yang berjudul al-Ibar, kenyataannya Al-Muqaddimah lebih termasyhur.
Secara garis besar, Tarif Khalidi dalam bukunya Classical Arab Islam membagi Al-Muqaddimah menjadi tiga bagian utama. Pertama, membicarakan histografi mengupas kesalahan-kesalahan para sejarawan Arab-Muslim. Kedua, Al-Muqaddimah mengupas soal ilmu kultur. Bagi Ibnu Khaldun, ilmu tersebut merupakan dasar bagi pemahaman sejarah. Ketiga, mengupas lembaga-lembaga dan ilmu-ilmu keislaman yang telah berkembang sampai dengan abad ke-14. Meski hanya sebagai pengantar dari buku utamanya yang berjudul al-Ibar, kenyataannya Al-Muqaddimah lebih termasyhur.
Pasalnya, seluruh bangunan teorinya tentang ilmu sosial, kebudayaan, dan sejarah termuat dalam kitab itu. Dalam buku itu Ibnu Khaldun diantara menyatakan bahwa kajian sejarah haruslah melalui pengujian-pengujian yang kritis.
''Di tangan Ibnu Khaldun, sejarah menjadi sesuatu yang rasional, faktual dan bebas dari dongeng-dongeng,” papar Syafii Ma’arif. Bermodalkan pengalamannya yang malang-melintang di dunia politik pada masanya, Ibnu Khaldun mampu menulis Almuqaddimah dengan jernih. Dalam kitabnya itu, Ibnu Khaldun juga membahas peradaban manusia, hukum-hukum kemasyarakatan dan perubahan sosial. Menurut Charles Issawi dalam An Arab Philosophy of History, lewat Al-Muqaddimah, Ibnu Khaldun adalah sarjana pertama yang menyatakan dengan jelas, sekaligus menerapkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar sosiologi. Salah satu prinsip yang dikemukakan Ibnu Khaldun mengenai ilmu kemasyarakatan antara lain; "Masyarakat tidak statis, bentuk-bentuk soisal berubah dan berkembang.”
Pemikiran Ibnu Khaldun telah memberi pengaruh
yang besar terhadap para ilmuwan Barat. Jauh, sebelum Aguste Comte pemikir yang
banyak menyumbang kepada tradisi keintelektualan positivisme Barat, metode
penelitian ilmu pernah dikemukakan pemikir Islam seperti Ibnu Khaldun. Dalam
metodeloginya, Ibnu Khaldun mengutamakan data empirik, verifikasi teoritis,
pengujian hipotesis, dan metode pemerhatian. Semuanya merupakan dasar pokok
penelitian keilmuan Barat dan dunia, saat ini. “Ibnu Khaldun adalah sarjana
pertama yang berusaha merumuskan hukum-hukum sosial,” papar Ilmuwan asal
Jerman, Heinrich Simon. [Republika]. □ AFM
Kembali ke: Ibnu
Khaldun Bapak Ilmu Sosiologi dan Ekonomi 1
Sumber:
● Republika
● elasq.wordpress
● Abu
Syahmin ● MuslimDaily