Monday, November 30, 2015

No Terorism in Islam “Karen Armstrong”



Oleh: Mahrida Wati



PENGANTAR

R
untuhnya Menara Kembar World Trade Center (WTC) New York dan diserangnya Markas Pertahanan Pentagon, Washington, 11 September 2001, telah menggeser berbagai isu global seperti perdagangan bebas, hak asasi manusia (HAM), dan lingkungan hidup ke isu terorisme. Multplier effect dari isu terorisme tersebut menempatkan Islam sebagai tertuduh. [1]

Islam adalah agama yang berisi ajaran yang luhur yang membawa misi rahmat bagi alam semesta ini. Sehingga saya pribadi menolak jika Islam selalu saja dikaitkan dengan tindak terorisme. Meskipun, telah kita ketahui bersama bahwa pelaku pemboman di sejumlah kota di Indonesia sebagai negara penganut muslim terbesar didunia, semua pelakunya adalah Muslim. Seperti Amrozi dkk.

Dalam suatu perkuliahan yang di ampu oleh Moh. Wildan [2], ada cerita yang disampaikan tentang Afghani yang hijrah ke Perancis, dan setelah kembalinya ke Mesir, Afghani pun ditanya oleh temannya, “Apa yang kau peroleh dari sana wahai Afghani?” dan jawabnya “Sesungguhnya aku banyak menemukan Islam disana namun sedikit Muslim”. Pengetahuan ini membuka pikiran saya tentang bagaimana Islam sesungguhnya, dan siapa muslim.

Karen Armstrong, hadir lewat pemikirannya tentang Islam dengan karya-karyanya yang dibukukan. Salah satunya berjudul Sejarah Tuhan (History of God) dimana dalam buku tersebut tertulis berbagai agama yang dibahas satu persatu mengenai Tuhannya. Dalam membahas setiap episode manusia dalam memahami dan meyakini kepercayaan terhadap Tuhan, entah itu dari pihak Yahudi, Nasrani atau Islam, bahkan kaum Ateis, Karen selalu saja berusaha secara empatik untuk masuk kedalam perasaan dan jiwa para pemuja Tuhan tersebut kemudian berusaha menjelaskan dan mengelaborasi serta memberikan suatu pencerahan, dengan bahasanya sendiri, kenapa kepercayaan itu bisa timbul. Tidak salah jika setiap pembahasan mengenai Tuhan, ia selalu mengedepankan rasa dibandingkan aspek intelektualitas atau kritik. Inilah alasan saya kenapa memilih tokoh Karen Armstrong pada bahasan makalah ini.

Makalah ini hadir dengan maksud untuk memaparkan ajaran Islam yang sebenarnya tanpa ada ajaran terorisme di dalamnya. Sehingga harapan penulis agar ke depannya tidak ada lagi anggapan yang miring tentang agama suci ini, khususnya keterkaitannya dengan terorisme yang meresahkan warga dunia.

Penelitian dalam makalah ini menggunakan pendekatan Normatif-Empiris. Obyek material dari bahasan dalam makalah ini adalah agama yaitu Islam, dan formalnya atau pisau yang akan mengupas bahasan ini adalah pemikiran Karen Armstrong tentang Islam dengan keterkaitannya dengan terorisme.

Sistematika bahasan terdiri atas biografi Karen Armstrong, dan Islam menurut Karen Armstrong, lalu kesimpulan.

PEMBAHASAN

Biografi Karen Armstrong

Karen Armstrong is one of the world’s foremost scholars on religious affairs. She is the author of several bestselling books, including The Battle for God, Jerusalem, The History of God, and through the Narrow Gate, a memoir of her seven years as a nun. She lives in London.[3]

[Karen Armstrong merupakan salah satu sarjana terkemuka di dunia dalam hal yang menyangkut dengan keagamaan. Dia adalah penulis beberapa buku laris, termasuk Berjuang untuk Tuhan (The Battle for God), Yerusalem, Sejarah Tuhan, dan melalui SecuilPintu, sebuah memoar dari tujuh tahun sebagai seorang biarawati. Dia tinggal di London].

Karen Armstrong lahir pada 14 November 1944 di Wildmoor, Worcestershire, Inggris. Adalah seorang pengarang, feminis, dan penulis tentang agama-agama Yudaisme, Kristen, Islam, dan Buddhisme. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga Irlandia yang setelah kelahiran Karen pindah ke Bromsgrove dan kemudian ke Birmingham. [4]

Pada tahun 1962 ia disuruh masuk biara. Namun dalam biara ia merasa seperti dalam penjara. Badan dan jiwanya merasa terkungkung, kaku, harus mengikuti aturan yang monoton, dan banyak pengalaman yang menekan hidupnya. Setiap hari pekerjaannya selalu begitu saja. Selama tujuh tahun ia mengikuti tradisi yang berlaku di biara. Tujuh tahun itu pula ia merasa di “penjara”, memberikan trauma yang sangat dalam sekali, yang sulit dihilangkan hingga beberapa tahun setelah ia keluar dari biara tersebut. [5

Setelah memutuskan keluar ia kemudian masuk ke perguruan tinggi di Universitas Oxford, jurusan sastra Inggris. Ia tengah memulai kehidupan baru yang sekuler. Namun, ia merasa tak bisa bebas juga hidupnya. Ia merasa terasing di dunia luar. Banyak hal yang tidak ia ketahui. Ia menjadi manusia kuper (kurang pergaulan), dan menjadi bahan ejekan teman-temannya. Dan ia masih saja dibayang-bayangi kehidupan biaranya, yang begitu melekat akan pengalaman pedihnya. Perlakuaan-perlakuan di biara dulu masih terbayang jelas di matanya. Dengan kata lain, ia tengah mengalami trauma yang berkepanjangan dan sangat akut sampai-sampai ia menderita epilepsi serta gangguan lainnya.[6]

 Pengalaman tragisnya dialami juga setelah keluar dari biara, gara-gara penyakit yang dideritanya. Suatu ketika ia telah menjadi guru tetap di SMA khusus perempuan. Namun karena penyakit yang dideritanya ia diberhentikan oleh pihak sekolah. Inilah penderitaan klimaks yang dialaminya. Gara-gara diberhentikan dan sering kambuh traumanya, ia sering berhalusinasi, kadang-kadang ketakutan dan kadang-kadang ia panik. Ia merasa tak berguna hidupnya. Karena penyakit yang sangat akut itu ia pernah mencoba bunuh diri, berharap penderitaannya berakhir.[7]

Namun, sedikit demi sedikit ia mulai sembuh setelah sering berkonsultasi ke psikiater, dan akhirnya sang dokter bisa mendeteksi penyakitnya tersebut. Setelah sembuh walau belum seratus persen, ia mencoba kembali menggeluti dunia spiritualnya yang telah hilang. Ia lalu menulis buku keagamaan sebagai representasi pencarian dan pengalamannya. A History of God, begitu ia namakan bukunya. Dan dengan secepat kilat kehidupannya berubah. Ia telah menemukan kembali ruh hidupnya lantaran menuliskan segala pencarian serta pengalaman spiritualnya. Tulisan-tulisan yang bertemakan keagamaan terus ia tekuni, dan menjadi pembicaraan banyak kalangan. Karya-karyanya seperti Sejarah Tuhan, Berperang Demi Tuhan, Perang Suci, Islam, dan Buddha, dan yang lainnya mendapat apresiasi di sebagian negara di dunia ini. Buku-bukunya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa yang kurang lebih berjumlah 40 bahasa di seluruh dunia. [8]

Penulis yang tinggal di London ini juga membuat acara-acara yang bertemakan keagamaan, di antaranya bersama Bill Moyers [9] dalam seri Genesis. Ia sering mendapat undangan-undangan untuk menjadi pembicara tentang keagamaan lantaran tulisannya. Dan bahkan banyak orang Barat menanyakan pada dia tentang Islam, dan sekali lagi, lantaran bukunya, yang banyak membahas tentang Islam.

Islam menurut Karen Armstrong

Penulis terkenal Inggris Karen Armstrong menyatakan, Islam tidak selayaknya diasosiasikan dengan serangan teroris yang dilakukan oleh orang-orang yang menyebut diri mereka muslim. Karena tindakan orang-orang itu justru sudah melanggar prinsip-prinsip esensial Islam. [10]

Dalam artikelnya yang dimuat harian Inggris terkemuka The Guardian, Armstrong menulis “Kita membutuhkan satu kata yang lebih pas dari sekedar kata ‘teroris Islam’. Al-Qur’an melarang peperangan yang bersifat menyerang, perang dibolehkan hanya untuk kepentingan mempertahankan diri dan nilai-nilai Islam yang benar mengajarkan perdamaian, rekonsiliasi, dan pemberian maaf. [11]

Armstrong juga mengatakan bahwa orang yang melakukan tindakan yang mengerikan, tidak memiliki agama, apakah mereka menyebutnya sebagai Muslim, Kristen, atau Yahudi yang melakukan kejahatan atas nama agama mereka. [12]

Maka, meskipun Muslim, seperti juga Kristiani atau Yahudi, seringkali gagal untuk mengedepankan idealismenya, hal itu bukan karena agamanya. “Kata Armstrong yang dengan menyatakan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian, cinta, dan toleransi serta tidak pernah melakukan paksaan yang berkaitan dengan agama. [13]

Hukum Islam tidak membenarkan perang terhadap Negara yang memberikan kebebasan bagi warga muslimnya untuk beribadah, Islam melarang pembakaran, perusakan bangunan-bangunan dan pembunuhan terhadap warga sipil tak berdosa dalam sebuah kampanye militer. Hal ini sangat kontras jika dilihat dari kenyataan yang ada. Apa yang dilarang oleh Islam justru dilakukan oleh orang-orang yang mengatasnamakan dirinya sebagai Muslim. Armstrong pun mengungkapkan keheranannya, mengapa pemboman berdarah yang dilakukan oleh tentara Republik Irlandia (IRA) tidak membuat orang serta merta menyamakan Kristen dengan terorisme seperti mereka mengaitkan kasus serupa dengan Islam. Kita jarang, bahkan tidak pernah menyebut pemboman yang dilakukan kelompok ‘Katolik’ IRA sebagai terorisme, karena kita cukup tahu dan menyadari bahwa persoalan ini secara esensi bukan sebuah kampanye keagamaan. [14]

Armstrong, penulis buku ‘Islam, a Short History juga mengkritik stereotype kata ‘Jihad’ yang berasal dari bahasa Arab, semata-mata diartikan dengan perang suci. “Para ekstrimis dan politikus yang tidak bermoral sudah mencuri kata itu untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, makna sebenarnya dari jihad bukan hanya ‘perang suci’ tapi ‘perjuangan’ atau ‘ikhtiar’. Umat Islam diperintahkan untuk berjuang sekuat tenaga di berbagai aspek-sosial, ekonomi, intelektualitas, etika, dan spiritual untuk melaksanakan perintah Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. [15]

Armstrong mengatakan, jihad merupakan nilai-nilai spiritual yang baik yang bagi kebanyakan umat Islam tidak ada kaitannya dengan kekerasan. Ia menilai sejumlah orang sudah melakukan kesalahan dengan lebih suka menyebut teroris dengan istilah ‘para pelaku jihad’. Ia menekankan kembali bahwa teroris sama sekali tidak mewakili Islam yang sebenarnya.[16]

KESIMPULAN

Agama yang berisikan dogma (axiomatic) yang harus ditaati dari apa yang diperintahkan di dalamnya, dan menjauhi dari apa yang dilarang adalah kebaikan untuk semua umat manusia dari agama apapun. Baik, Yahudi, Nasrani, Kristen, Islam, dan sebagainya. Adapun tindakan-tindakan keji yang bersifat mengganggu, menyakiti, dan merugikan umat lain itu bukanlah ajaran yang patut untuk dilakukan dari sebuah agama. Maka, jelaslah tindakan berupa terorisme yang kerap kali melanda dunia adalah tindakan non agamis.  Tidak ada agama yang menyeru umatnya untuk saling mencelakakan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga sangat salah diri seseorang tersebut yang melakukan tindakan tercela itu dengan mengatasnamakan agama. □



Daftar Pustaka

Maulani, Z.A. Islam dan Terorisme, Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Yogyakarta: UCY Press Yogyakarta, 2005

Armstrong, Karen, Islam: A Short History, New York: A Modern Library Chronicles Book New York, 2002

Dawami, M. Iqbal, Menulis dengan ‘Kelopak Mata’,  Jakarta: Evolitera Jakarta, 2010





Catatan Kaki:
[1] Maulani, Z.A. Islam dan Terorisme, Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, UCY Press, , Yogyakarta, 2005, 7
[2] Staff  pengajar  Sejarah Peradaban Islam dan Barat, di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
[3] Armstrong, Karen, Islam: A Short History, A Modern Library Chronicles Book (New York, 2002), 271
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Karen_Armstrong, dikutip pada 11.13, 9 Desember 2011
[5] Dawami, M. Iqbal, Menulis dengan ‘Kelopak Mata’, Evolitera ( Jakarta, 2010) , 5
[6] Ibid, 6.
[7] Ibid, 7
[8] Ibid, 7
[9] Bill Moyers (born June 5, 1934) is an American journalist and public comentator. He served as White House Press Secretary in The United States President Lyndon B. Johnson Administration from 1965 to 1967. He worked as a news commentator on television for ten years. Moyers has had an extensive involvement with public television, producing documentaries and news journal programs. He has won numerous awards and honorary degrees. He has become well known as a trenchant critic of the U.S. media. Since 1990, Moyers has been President of the Schuman Center for Media and Democracy. He lives in New York City, United States.
[10] http://bangyanyanberkarya.multiply.com/reviews/item/52, dikutip pada 15.02, 09 Desember 2011.
[11] ibid
[12] ibid
[13] ibid
[14] ibid
[15] ibid
[16] ibid

Sumber:
https://itsmemahrida.wordpress.com/2013/04/23/islam-dalam-pemikiran-karen-armstrong/□□□

Blog Archive