Carli
Fiorina, CEO Hewlett Packard, seorang yang visioner dan berbakat tinggi, memaparkan:
“Para arsitek yang merancang bangunan-bangunan yang mampu melawan gravitasi adalah
mereka para matematikawan yang menciptakan al-jabar dan al-goritma yang dengan
itu komputer dan enkripsi data dapat tercipta. Mereka para dokter yang
memeriksa tubuh manusia, dan menemukan obat baru untuk menyembuhkan penyakit. Mereka
para astronom yang melihat ke langit, memberi nama bintang-bintang, dan membuka
jalan bagi perjalanan dan eksplorasi antariksa” -mereka itu adalah para ilmuan dan penemu Muslim pada zaman kejayaan
Islam di abad tengah.
Pendahuluan
A
|
l-Bīrūnī (البيروني) , nama lengkapnya Abū al-Rayḥān Muḥammad ibn Aḥmad
al-Bīrūnī (أبو الريحان محمد ابن احمد البيروني). Ia lahir lahir menjelang terbit fajar pada
tanggal 5 September 973M di Kota
Kath—sekarang adalah Kota Khiva—di sekitar wilayah aliran Sungai Oxus, Khwarizm
(Uzbekistan) yang pada masa itu dibawah kekaisaran Samanid (Persia). Ia meninggal 13 Desember 1048M pada umur 75
tahun. Sejarah masa kecilnya tak terlalu banyak diketahui. Dalam
biografinya, Al-Biruni mengaku sama sekali tak mengenal ayahnya, hanya sedikit
mengenal tentang kakeknya.
Selain
menguasai beragam ilmu pengetahuan, Al-Bīrūnī juga fasih sederet bahasa seperti
Arab, Turki, Persia, Sansekerta, dan paham bahasa Yunani, Yahudi, dan Suriah.
Al-Bīrūnī muda menimba ilmu matematika dan Astronomi dari Abu Nasir Mansur.
Abū
al-Rayḥān Muḥammad ibn Aḥmad
al-Bīrūnī, yang sering disebut Al-Bīrūnī, merupakan
seorang ahli matematika. Selain itu, Al-Bīrūnī juga mahir dalam bidang
astronomi, fisika, ensiklopedia, filsafat, sejarah, serta farmasi. Sumbangan
terbesar dari pemikirannya adalah di bidang matematika, filsafat, dan
obat-obatan.
Al-Biruni juga merupakan teman
filsuf dan ahli obat-obatan Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina (Ibnu
Sina). Selain itu, ia juga pernah mengembara ke India dengan Mahmud dari
Ghazni untuk mempelajari bahasa, falsafah, dan agama mereka serta menulis buku
mengenainya. Beberapa pemikirannya yang penting bagi pembangunan baik
bendungan maupun irigasi adalah geometri, ilmu ukur sudut segitiga, dan teoroma
Archimedes.
Al-Bīrūnī Pendiri Tiga Ilmu
Sebagai
ilmuwan yang menguasai beragam ilmu, Al-Bīrūnī juga menjadi pelopor dalam
berbagai metode pengembangan sains. Sejarah sains mencatat, ilmuwan yang hidup
di era kekuasaan Dinasti Samanid itu merupakan salah satu pelopor metode
saintifik eksperimental.
Dialah
ilmuwan yang bertanggung jawab untuk memperkenalkan metode eksperimental dalam
ilmu mekanik. Al-Biruni juga tercatat sebagai seorang perintis psikologi eksperimental.
Dia juga merupakan saintis pertama yang mengelaborasi eksperimen yang
berhubungan dengan fenomena astronomi. Sumbangan yang dicurahkannya untuk
pengembangan ilmu pengetahuan sungguh tak ternilai.
Sejarah mencatat, Al-Biruni
sebagai sarjana Muslim pertama yang mengkaji dan mempelajari tentang
seluk-beluk India dan tradisi Brahminical. Dia sangat intens mempelajari
bahasa, teks, sejarah, dan kebudayaan India. Kerja keras dan keseriusannya
dalam mengkaji dan mengeksplorasi beragam aspek tentang India, Al-Biruni pun
dinobatkan sebagai 'Bapak Indologi',
studi tentang India.
Di era keemasan Islam,
Al-Biruni ternyata telah meletakkan pula dasar-dasar satu cabang keilmuan
tertua yang berhubungan dengan lingkungan fisik bumi atau disebut ilmu geodesi.
Oleh karena jasanya itu, Al-Biruni dinobatkan sebagai 'Bapak Geodesi'.
Al-Biruni
pernah tinggal di Gurgan, kota yang terletak di daerah Laut Kaspia. Dia tinggal
di wilayah itu selama beberapa tahun. Selama tinggal di Gurgan, Al-Biruni telah
menyelesaikan salah satu karyanya yakni menulis buku berjudul “The Chronology of Ancient Nations”.
Dengan penulisan buku tersebut Al-Biruni juga dinobatkan sebagai 'antropolog pertama' di seantero jagad.
''Dia adalah salah satu ilmuwan
terbesar dalam seluruh sejarah manusia.'' Begitulah Al-Sabra menjuluki
Al-Biruni—ilmuwan Muslim serba bisa dari abad ke-10 M. Bapak Sejarah Sains
Barat, George Sarton, pun begitu mengagumi kiprah dan pencapaian Al-Biruni
dalam beragam disiplin ilmu. ''Semua pasti sepakat bahwa Al-Biruni adalah salah
seorang ilmuwan yang sangat hebat sepanjang zaman,'' puji Sarton. Bukan tanpa
alasan bila Sarton dan Sabra mendapuknya sebagai seorang ilmuwan yang agung.
Sejatinya, Al-Biruni memang seorang saintis yang sangat fenomenal.
Pengembaraan
Al-Biruni
Menginjak usia yang ke-20 tahun, Al-Biruni telah menulis beberapa karya di bidang sains. Dia juga kerap bertukar pikiran dan pengalaman dengan Ibnu Sina, ilmuwan besar Muslim lainnya yang begitu berpengaruh di Eropa.
Al-Biruni
tumbuh dewasa dalam situasi politik yang kurang menentu. Ketika berusia 20
tahun, Dinasti Khwarizmi digulingkan oleh Emir Ma'mun Ibnu Muhammad, dari
Gurganj.
Saat
itu, Al-Biruni meminta perlindungan dan mengungsi di Istana Sultan Nuh Ibnu
Mansur. Pada tahun 998 M, Sultan dan Al-Biruni pergi ke Gurgan di Laut Kaspia.
Selama
tinggal di Gurgan, Al-Biruni telah menyelesaikan salah satu karyanya yakni
menulis buku berjudul “The Chronology of
Ancient Nations”. Sekitar 11 tahun kemudian, Al-Biruni kembali ke
Khwarizmi.
Sekembalinya dari Gurgan dia menduduki jabatan
yang terhormat sebagai penasehat sekaligus pejabat istana bagi penggati Emir
Ma'mun. Pada tahun 1017 M, situasi politik kembali bergolak menyusul kematian
anak kedua Emir Ma'mun akibat pemberontakan.
Khwarizmi
pun diinvasi oleh Mahmud Ghazna pada tahun 1017 M. Mahmud lalu membawa para
pejabat Istana Khwarizmi untuk memperkuat kerjaannya yang bermarkas di Ghazna,
Afghanistan.
Al-Biruni merupakan salah seorang ilmuwan dan
pejabat istana yang ikut diboyong. Selain itu, ilmuwan lainnya yang dibawa
Mahmud ke Ghazna adalah matematikus, Ibnu Iraq, dan seorang dokter, Ibnu
Khammar.
Untuk
meningkatkan prestise istana yang dipimpinnya, Mahmud sengaja menarik para
sarjana dan ilmuwan ke Istana Ghazna. Mahmud pun melakukan beragam cara untuk
mendatangkan para ilmuwan ke wilayah kekuasaannya. Ibnu Sina juga sempat
menerima undangan bernada ancaman dari Mahmud agar datang dan mengembangkan
pengetahuan yang dimilikinya di istana Ghazna.
Meski
Mahmud terkesan memaksa, namun Al-Biruni menikmati keberadaannya di Ghazna. Di
istana itu, dia dihormati dan dengan leluasa bisa mengembangkan pengetahuan
yang dikuasainya. Salah satu tugas Al-Biruni adalah menjadi astrolog istana
bagi Mahmud dan penggantinya.
Pada
tahun 1017 M hingga 1030 M, Al-Biruni mendapat kesempatan untuk melancong ke
India. Selama 13 tahun, sang ilmuwan Muslim itu mengkaji tentang seluk beluk
India hingga melahirkan apa yang disebut indologi atau studi tentang India.
Di
negeri Hindustan itu, Al-Biruni mengumpulkan beragam bahan bagi penelitian
monumental yang dilakukannya. Dia mengorek dan menghimpun sejarah, kebiasaan,
keyakian atau kepercayaan yang dianut masyarakat di sub-benua India.
Selama hidupnya, dia juga menghasilkan karya besar dalam bidang astronomi lewat
“Masudic Canon” yang didedikasikan kepada putera Mahmud bernama Ma’sud. Atas
karyanya itu, Ma'sud menghadiahkan seekor gajah yang bermuatan penuh dengan
perak. Namun, Al-Biruni mengembalikan hadiah yang diterimanya itu ke kas
negara.
Sebagai
bentuk penghargaan, Ma'sud juga menjamin Al-Biruni dengan uang pensiun yang
bisa membuatnya tenang beristirahat serta terus mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dia juga berhasil menulis buku astrologi berjudul “The Elements of Astrology”.
Selain
itu sang ilmuwan itu pun menulis sederet karya dalam bidang kedokteran,
geografi, serta fisika. Al-Biruni wafat di usia 75 tahun, tepatnya pada 13
Desember 1048M di Kota Ghazna. Untuk tetap mengenang jasanya, para astronom
mengabadikan nama Al-Biruni di kawah bulan. □ AFM
Bersambung ke: Al-Biruni Ilmuan PendiriTiga Ilmu Ke-2
Bersambung ke: Al-Biruni Ilmuan PendiriTiga Ilmu Ke-2
Bahan Bacaan:
Wikipedia, Republika, Lost
Islamic History, Britannica, dan sumber lainnya. □□□