Thursday, December 31, 2015

Sejarah Perayaan Tahun Baru




Demi Masa (Waktu)…
Sungguh manusia berada dalam kerugian…
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, serta saling menasihati untuk kebenaran, dan saling menasihati untuk kesabaran…[QS Al-‘Ashr 103:1 s/d 3]


P
erayaan Tahun baru adalah suatu budaya merayakan berakhirnya masa satu tahun dan menandai dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Bangsa-bangsa atau umat yang mempunyai kalender tahunan biasanya mempunyai perayaan tahun baru. Tapi apakah semua umat merayakan tahun barunya? Nah, untuk menjawab pertanyaan itu, kami berusaha menelusuri kembali sejarah perayaan tahun baru berbagai bangsa dan umat di dunia serta hukum merayakannya bagi kaum muslimin.

Perayaan Tahun Baru Umat Yahudi

Agama dan Umat Yahudi merayakan Tahun Baru mereka tidak pada hari ke-1 bulan ke-1 Kalender Ibrani (bulan Nisan), tetapi pada hari ke-1 bulan ke-7 Kalender Ibrani (bulan Tishrei). Umat Yahudi menyebut Perayaan Tahun Baru mereka dengan nama Rosh Hashanah, yang berarti “Kepala Tahun”. 
Rosh Hashanah ini digunakan umat Yahudi untuk memperingati penciptaan dunia seperti yang ditulis dalam kitab mereka. Mereka merayakannya dengan cara berdo’a di Sinagog (rumah ibadah agama Yahudi), mendengar bunyi shofar (tanduk khewan yang digunakan sebagai terompet). Menyediakan  makanan pesta berupa roti challah yang bundar dan apel yang dicelupkan ke dalam madu, juga kepala ikan dan buah delima. Buah-buahan baru disajikan pada malam kedua. Pada Perayaan Tahun Baru ini mereka beristirahat dari aktivitas kerja.
Jika memakai kalender Gregorian (Kalender Masehi), Tahun Baru Yahudi ini dirayakan pada bulan September. Misalnya tahun 2008 M Rosh Hashanah jatuh pada 29 September 2008 M. Sedang tahun 2015 M jatuh hari Senin tanggal 14 September. Tanggal-tanggal itu bersamaan dengan tanggal 1 Tishrei 5769 AM dan 1 Tishrei 5776 AM (Anno Mundi). Anno Mundi adalah bahasa latin yang artinya “dalam hitungan tahun dunia”, disingkat AM. karena orang Yahudi menganggap kalender mereka dimulai dari tanggal kelahiran Adam. Menurut perhitungan Kalender Ibrani, tanggal 1 bulan Tishrei tahun ke-1 AM adalah bertepatan dengan hari Senin, tanggal 7 Oktober tahun 3761 BCE (sebelum Nabi Isa lahir) dalam Kalender Julian (Kalender Romawi Kuno).
Ketika Panglima Pompey dari Kekaisaran Romawi Kuno menguasai Yerusalem pada tahun 63 SM, orang-orang Yahudi mulai mengikuti Kalender Julian (Kalender Bangsa Romawi yang menjajahnya). Dan setelah berdiri negara Israel pada tahun 1948 M, mulai tahun 1950-an Kalender Ibrani menurun penggunaannya dalam kehidupan bangsa Yahudi sekuler. Mereka lebih menyukai Kalender Gregorian untuk kehidupan pribadi dan kehidupan publik mereka. Dan sejak tahun 1980-an, bangsa Yahudi sekuler justru mengadopsi kebiasaan Perayaan Tahun Baru Gregorian (Tahun Baru Masehi) yang biasanya dikenal dengan sebutan ”Sylvester Night” dengan berpesta pada malam 31 Desember hingga 1 Januari.

Perayaan Tahun Baru Cina

Bangsa Cina merayakan tahun baru mereka pada malam bulan baru pada musim dingin (antara akhir Januari hingga awal Februari) atau jika memakai kalender Gregorian tahun baru ini terletak antara 21 Januari hingga 20 Februari. Mereka menyebutnya dengan nama Imlek.
Perayaan ini dimulai di hari ke-1 bulan pertama (zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal ke-15 (pada saat bulan purnama). Malam Tahun Baru Imlek dikenal sebagai Chúxī yang berarti “malam pergantian tahun”.
Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Cina sangat beragam. Namun secara umum berisi perjamuan makan malam pada malam Tahun Baru, serta penyulutan kembang api. Lampion merah digantung selama perayaan Tahun Baru Imlek sebagai makna keberuntungan. Selama perayaan tahun baru orang-orang memberi selamat satu sama lain dengan kalimat: “Gōngxî fācái” yang artinya “selamat dan semoga banyak rejeki”.
Tahun Baru Imlek dirayakan oleh orang Tionghoa di Daratan Tiongkok, Korea, Mongolia, Nepal, Bhutan, Vietnam, Jepang (sebelum 1873 M), Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan tempat-tempat lain yang berpenduduk yang berasal dari keturunan Cina.


Perayaan Tahun Baru Bangsa Persia

Orang Persia menamakan perayaan tahun baru mereka dengan nama Norouz. Norouz adalah perayaan (hari pertama) musim semi dan awal  Kalender Persia. Orang Persia punya Kalender Persia yang didasarkan dari musim dan pergerakan matahari. Kata ”norouz” berasal dari bahasa Avesta yang berarti “hari baru”. Oleh bangsa Persia, hari ini dirayakan pada tanggal 21 Maret jika memakai Kalender Gregorian.
Sejak Kekaisaran Dinasti Arsacid atau Parthian, yang memerintah Iran pada 248 SM - 224 M, Norouz dijadikan hari libur. Mereka merayakannya dengan mempersembahkan hadiah telur sebagai lambang produktivitas.
Perayaan ini dilakukan oleh orang-orang yang terpengaruh Zoroastirianisme yang tersebar di  Iran, Iraq, Afghanistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Uzbekistan, Kurdistan, Pakistan, Kashmir, beberapa tempat di India, Syria, Kurdi,  Turki,  Armenia, Caucasus, Crimea, Georgia, Azerbaijan, Macedonia, Bosnia, Kosovo, dan Albania.

Perayaan Tahun Baru Bangsa Romawi Kuno

Sejak Abad ke-7 SM bangsa Romawi Kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali revisi. Sistem kalendar ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahunnya.
Pada tahun 45 SM Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan Kalender Julian. Urutan bulan menjadi: 1) Januarius, 2) Februarius, 3) Martius, 4) Aprilis, 5) Maius, 6) Junius, 7) Quintilis, 8) Sextilis, 9) September, 10) October, 11) November, 12) December. Di tahun 44 SM, Julius Caesar mengubah nama bulan “Quintilis” dengan namanya, yaitu “Julius” (Juli). Sementara pengganti Julius Caesar, yaitu Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “Agustus”. Sehingga setelah Junius, masuk Julius, kemudian Agustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul Kalender Gregorian.
Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua ini, satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru. Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan consul diadakan, karena semua aktivitas umumnya libur dan semua anggota Senat dapat berkumpul untuk memilih Konsul. Di bulan Februari konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat itu Tahun Baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun Baru 1 Januari pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM.
Orang Romawi merayakan Tahun Baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada kaisar.

Perayaan Tahun Baru Umat Kristen

Sejak Konstantinus yang Agung menduduki tahta Kaisar Romawi tahun 312 M, Kristen menjadi agama yang legal di Kekaisaran Romawi Kuno. Bahkan tanggal 27 Februari 380 M Kaisar Theodosius mengeluarkan sebuah maklumat, De Fide Catolica, di Tesalonika, yang dipublikasikan di Konstantinopel, yang menyatakan bahwa Kristen sebagai agama negara Kekaisaran Romawi Kuno. Di Abad-abab Pertengahan (middle ages), abad ke-5 M hingga abad ke-15 M, Kristen memegang peranan dominan di Kekaisaran Romawi hingga ke negara-negara Eropa lainnya.
Berdasarkan keputusan Konsili Tours tahun 567 M umat Kristen ikut merayakan Tahun Baru dan mereka mengadakan puasa khusus serta ekaristi. Kebanyakan negara-negara Eropa menggunakan tanggal 25 Maret, yakni hari raya umat Kristen yang disebut Hari Kenaikan Tuhan, sebagai awal tahun yang baru.
Umat Kristen menggunakan Kalender yang dinamakan Kalender Masehi. Mereka menggunakan penghitungan tahun dan bulan Kalender Julian, namun menetapkan tahun kelahiran Yesus atau Isa  sebagai tahun permulaan (tahun 1 Masehi), walaupun sejarah menempatkan kelahiran Yesus sebenarnya pada waktu antara tahun 6 dan 4 SM.
Setelah meninggalkan Abad-abad Pertengahan, pada tahun 1582 M Kalender Julian diganti dengan Kalender Gregorian. Dinamakan Gregorian karena Dekrit rekomendasinya dikeluarkan oleh Paus Gregorius XIII. Dekrit ini  disahkan pada tanggal 24 Februari 1582 M. Isinya antara lain tentang koreksi daur tahun kabisat dan pengurangan 10 hari dari kalender Julian. Sehingga setelah tanggal 4 Oktober 1582 M Kalender Julian, esoknya adalah tanggal 15 Oktober 1582 M Kalender Gregorian. Tanggal 5 hingga 14 Oktober 1582 M tidak pernah ada dalam sejarah Kalender Gregorian. Sejak saat itu, titik balik surya bisa kembali ditandai dengan tanggal 21 Maret tiap tahun, dan tabel bulan purnama yang baru disahkan untuk menentukan perayaan Paskah di seluruh dunia.
Pada mulanya kaum protestant tidak menyetujui reformasi Gregorian ini. Baru pada abad berikutnya kalender itu diikuti. Dalam tubuh Katolik sendiri, kalangan gereja ortodox juga bersikeras untuk tetap mengikuti Kalender Julian sehingga perayaan Natal dan Tahun Baru mereka berbeda dengan gereja Katolik Roma.
Pada tahun 1582 M Paus Gregorius XIII juga mengubah Perayaan Tahun Baru Umat Kristen dari tanggal 25 Maret menjadi 1 Januari. Hingga kini, Umat Kristen di seluruh dunia merayakan Tahun Baru mereka pada tanggal 1 Januari.


Perayaan Tahun Baru Umat Islam

Tidak seperti bangsa dan umat terdahulu, Islam tidak merayakan tahun baru. Rasulullah Muhammad saw bahkan melarang meniru (tasyabbuh) budaya bangsa dan umat sebelum datangnya Islam seperti Umat Yahudi, Bangsa Romawi, Bangsa Persia, dan Umat Nasrani yang merayakan Tahun Baru mereka. Rasulullah saw bersabda: Man tasyabbaHa bi qaumin faHuwa minHum. Artinya: Siapa saja yang menyerupai suatu kaum (bangsa) maka dia termasuk salah seorang dari mereka. (HR Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi)
Dan khusus tentang hari raya, Rasulullah saw membatasi hari raya umat Islam hanya pada Idul Adhha dan Idul Fithri, lain itu tidak. Rasulullah saw bersabda: Kullu ummatin īdan. Wa hādzihi īdunā: īdul adhhā dan īdul fithri. Artinya: Setiap ummat punya hari raya. Dan inilah hari raya kita: Idul Adhha dan Idul Fithri.
Ketika Rasulullah saw masih hidup (570 M– 632 M), Umat Islam menggunakan sistem penanggalan Arab pra-Islam. Sistem kalender ini berbasis campuran antara bulan (qomariyah) dan matahari (syamsiyah).
Setelah Khilafah Islam berhasil menaklukkan Kekaisaran Persia untuk selamanya dan membebaskan Wilayah Syam dari Kekaisaran Romawi Timur, pada tahun 17 H atau bertepatan dengan tahun 638 M, di masa pemerintahan Amirul Mu’minin ‘Umar bin Khaththab ra diresmikanlah penggunaan Kalender Hijriyah. Baca juga blog ini dengan tajuk Pergantian Tahun Syamsiyah. Dinamakan Kalender Hijriyah karena ‘Umar menetapkan awal patokan penanggalan Islam ini adalah tahun hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah pada tahun 622 M. Hijrahnya Rasulullah saw tersebut adalah pertolongan Allah yang membuat perubahan besar pada perkembangan Islam. Sejak hijrah ke Madinah mulailah terbentuk Negara Islam yang warganya terdiri Umat Islam, Umat Yahudi, dan Pagan Badui.
Kalender Hijriyah dihitung dengan pergerakan bulan (Tahun Qomariyah). Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtima’). Setahun terdiri dari 12 bulan: Muharram, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulkaidah, Dzulhijjah. Satu minggu terdiri dari 7 hari yaitu: al-Ahad (Minggu), al-Itsnayn (Senin),ats-Tsalātsa’ (Selasa), al-Arba’ā (Rabu), al-Jumu’ah (Jumat), dan as-Sabat (Sabtu). Ketika melakukan perjalanan ke Syam, Amirul Mu’minin Umar bin Khaththab ra sempat membandingkan kalendar Hijriyah dengan kalendar-kalendar Persia dan Romawi. Umar berkesimpulan bahwa kalendar Hijriyah lebih baik. Sebagai contoh kalau Umat Nashrani merayakan Natal maka negara-negara yang berpenduduk Nashrani bagian Utara merayakan Natal-nya musim dingin. Maka lahirlah lagu White Christmas (karena umumnya musim dingin adalah musim salju), sementara belahan dunia bagian Selatan seperti Australia selalu musim panas dan ini berarti tidak White Christmas. Semisal Umat Islam mengikuti Kalender Gregorian (Syamsiyah, peredaran matahari). Maka kalau jatuh puasa bulan Desember sebulan penuh dibelahan dunia bagian Utara selalu setiap harinya berpuasa antara 8 sampai 11 jam sepanjang tahun kalender. Sementara bumi bagian selatan selalu sepanjang tahun kalendar akan berpuasa antara 14 sampai 17 jam. Berlainan tahun Hijriah yang dihitung berdasarkan penanggalan Bulan (Qomariyah, Hijriah) yang kurang 11 hari dari penganggalan Matahari (Syamsiyah, Gregorian) akan mendapati bulan puasa setiap 4 musim yang ada di negeri-negeri yang terletak 23,5 derajat dilintang Utara dan 23,5 derajat dilintang Selatan silih berganti lamanya berpuasa. Suatu waktu belahan Utara lama berpuasanya panjang dibandingkan waktu belahan Selatan. Sebaliknya, suatu waktu belahan Utara lama berpuasanya pendek dibanding belahan Selatan. Jadi sama adilnya antara belahan Utara dan Belahan Selatan.
Walaupun Kalender Hijriyah telah dipakai resmi di masa pemerintahan Amirul Mu’minin Umar bin Khaththab ra, namun para sahabat di masa itu tidak berpikir untuk merayakan 1 Muharram (awal tahun Hijriyah) sebagai Perayaan Tahun Baru Islam. Mereka berkonsentrasi penuh untuk mengokohkan penegakkan syariat Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia. Mereka tidak pernah berpikir untuk mengadakan perayaan yang tidak disyariatkan oleh Islam dan tidak dilakukan oleh Rasululah saw. Yang demikian itu terus berlanjut pada masa kekhilafahan Bani Umayyah dan sebagian besar masa Kekhilafahan Bani Abbasiyah. Bahkan hingga masa negara Buwaihiyah, negara Syi’ah yang memisahkan diri dari daulah Islamiyah Abbasiyah, negara Syi’ah ini pun tidak pernah berpikir untuk menambah-nambah perayaan yang tidak diteladankan Rasulullah saw.
Karena memuliakan Islam bukan dengan cara membuat perayaan tahun baru Hijriyah, tetapi dengan mengikuti Sunnah Nabi, berpegang teguh pada ajaran-ajarannya, dan menjadikannya dasar hukum dan petunjuk untuk menjalani kehidupan.
Sayangnya, pada abad ke-4 H kaum Syiah kelompok al-‘Ubadiyyun dari sekte Ismailiyah yang lebih dikenal dengan kaum Fathimiyun membuat hari raya tahun baru Hijriyah. Kelompok ini mendirikan negara di Mesir yang terpisah dari Khilafah Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Mereka ingin meniru apa yang ada pada umat Nasrani yang merayakan tahun baru mereka. Maka benarlah sabda Rasulullah saw
Akan datang suatu masa dimana kalian akan mengikuti cara hidup bangsa-bangsa sebelum kalian. Sejengkal demi sejengkal sehasta demi sehasta. Sampai ketika mereka masuk ke lubang biawak, kalian pun ikut memasukinya. Para sahabat bertanya, “Apakah mereka kaum Yahudi dan Nasrani?” Rasulullah menjawab, “Kalau bukan mereka, siapa lagi?” Dalam hadits lain: Para sahabat bertanya, Apakah mereka Romawi dan Persia?” Rasulullah menjawab, “Kalau bukan mereka, siapa lagi?”
Kalau tidak tahu sejarahnya maka Tahun Baru Hijriyah dalam kalender Hijriah sebagian ada yang merayakan setiap tanggal 1 Muharam ikut-ikutan merayakan Tahun Baru Hijriyah. Malah ikut-ikutan pula merayakan Tahun Baru Masehi tanggal 1 Januari kalender Gregorian.


Perayaan Tahun Baru Sekuler

Mengikuti budaya Romawi dan Kristen, di Era Sekuler negara-negara Barat merayakan Tahun Baru tanggal 1 Januari. Tahun 1752 Inggris dan koloni-koloninya di Amerika Serikat ikut menggunakan sistem penanggalan kalender Gregorian.
Di Inggris, Untuk merayakan Tahun Baru para suami memberi uang kepada para istri mereka untuk membeli bros sederhana (pin). Banyak orang-orang koloni di New England, Amerika, yang merayakan tahun baru dengan menembakkan senapan ke udara dan teriak, sementara yang lain mengikuti perayaan di gereja atau pesta terbuka.
Di Amerika serikat, Tahun Baru dijadikan sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Amerika. Perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember. Orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York, dimana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan, orang-orang meneriakkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne. Esok harinya, tanggal 1 Januari, orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman atau nonton televisi yang berisi Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba-lomba football Amerika dilangsungkan di berbagai kota di Amerika.

Namun pada umumnya Perayaan Malam Tahun Baru 1 Januari dirayakan dengan pesta pora dengan minuman keras yang memabukkan, dan pada malam itu adalah malam yang berpotensi berbahaya bagi keselamatan hidup bagi kendaraan yang lain, pejalan kaki, ulah drunk driver (pengemudi mabuk).


Demikianlah waktu selalu berjalan dan berlalu. Sebentar lagi akan segera ada penggantian waktu dari tahun 2015 ke tahun 2016. Yang penting dalam saat pergantiannya, selalu perhatikan 'peringatan' Allah Azza wa Jalla kepada segenap umat manusia serta merenungkannya. Bahwa pergantian waktu ini sebagai tanda waktu yang lalu itu telah digunakan. Dengan itu apakah penggunaannya telah dilakukan untuk melaksanakan amalan kebajikan dan beriman kepada-Nya? Begitu pula untuk kedepannya. Peringatan-Nya itu adalah sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya dalam surat Al-‘Ashr ayat 1 sampai ayat 3: ● Demi Masa (Waktu). ● Sungguh manusia berada dalam kerugian. ● Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, serta saling menasihati untuk kebenaran, dan saling menasihati untuk kesabaran. □ AFM
 


Sumber Bacaan:
1.      100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa. Michael H. Hart. Karisma Publishing Group
2.     Umar bin Khaththab. Muhammad Husain Haekal. Litera Antar Nusa.
3.     Engkaulah Rasul Panutan Kami. Abdurrahman al-Baghdadiy. Al-Azhar Press.
4.     Wikipedia.org
5.     Situs Pusat Informasi Kedutaan Amerika
6.     Kamus Sejarah Gereja. F.D. Wellem. BPK Gunung Mulia

Sumber:
http://eko-sg.blogspot.com/2011/12/sejarah-perayaan-tahun-baru.html
https://www.facebook.com/notes/mengenal-ajaran-islam-lebih-dekat/nasehat-bagi-muslim-10-kerusakan-dalam-perayaan-tahun-baru/10150446166606650/

Sunday, December 20, 2015

Islam dan Perdamaian Dunia 2






2. Adanya Persamaan Derajat


P
ersamaan derajat di antara manusia merupakan salah satu hal yang ditekankan dalam Islam. Tidak ada perbedaan antara satu gologan dengan golongan lain, semua memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kaya, miskin, pejabat, pegawai, perbedaan kulit, etnis dan bahasa bukanlah alasan untuk mengistimewakan kelompok atas kelompok lainnya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti [QS Al-Hujurāt 49:13]

Rasulsullah saw bersabda: Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk kalian ataupun kepada harta kalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan perbuatan kalian” [9]

Jadi yang membedakan derajat seseorang atas yang lainnya hanyalah ketakwaan. Yang paling bertakwa dialah yang paling mulia.

Dengan adanya persamaan derajat itu, maka semakin meminimalisir timbulnya benih-benih kebencian dan permusuhan di antara manusia, sehingga semuanya dapat hidup rukun dan damai.

3. Menjunjung Tinggi Keadilan

Islam sangat menekankan perdamaian dalam kehidupan sosial di tengah masyarakat, keadilan harus diterapkan bagi siapa saja walau dengan musuh sekalipun. Karena dengan ditegakkannya keadilan, maka tidak ada seorang pun yang merasa dikecewakan dan didiskriminasikan sehingga dapat meredam rasa permusuhan, dengan demikian konflik tidak akan terjadi. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Qur’an:

Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan  karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah  kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. [QS Al-Mā’idah 5:8]

Ayat ini adalah indikasi kuat bahwa risalah Nabi Muhammad saw sangat mulia karena ajarannya itu dapat menyelamatkan manusia dari kebinasaan yang disebabkan oleh hawa nafsu dan bisikan syetan yang menyebabkan tidak bisa berlaku adil.

4. Memberikan Kebebasan

Islam menjunjung tinggi kebebasan, terbukti dengan tidak adanya paksaan bagi siapa saja dalam beragama, setiap orang bebas menentukan pilihannya. Firman-Nya:

Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. [QS Al-Baqarah 2:256]

Dalam ayat lain Allah berfirman:

Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah semua orang yang di bumi seluruhnya beriman. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman? [QS Yūnus 10:99]

Dengan adanya kebebasaan itu maka setiap orang puas untuk menentukan pilihannya, tidak ada yang merasa terkekang hingga berujung pada munculnya kebencian. Dengan kebebasan ini, jalan menuju kehidupan damai semakin terbuka lebar.

5. Menyeru Hidup Rukun dan Saling Tolong Menolong.

Islam juga menyeru kepada umat manusia untuk hidup rukun saling tolong menolong dalam melakukan perbuatan mulia dan mengajak mereka untuk saling bahu membahu menumpas kedzaliman di muka bumi ini, dengan harapan kehidupan yang damai dan sejahtera dapat terwujud. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.  Bertaqwalah kamu kepada Allah, sungguh Allah sangat berat siksa-Nya. [QS Al-Mā’idah 5:2]

6. Menganjurkan Toleransi

Islam menganjurkan kepada umatnya saling toleransi atas segala perbedaan yang ada, dalam rangka mencegah terjadinya pertikaian yang dapat merugikan semua pihak. Dalam firman-Nya:

Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.

Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar, dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. [QS Fushshilat 41:34-35]

7. Meningkatkan Solidaritas Sosial.

Solidaritas sosial juga ditekankan oleh agama mulia ini untuk ditanamkan kepada setiap individu dalam masyarakat, agar dapat memposisikan manusia pada tempatnya serta dapat mengentaskan kefakiran, kebodohan dan kehidupan yang tidak menentu. Maka Islam mewajibkan kepada orang yang mampu untuk menyisihkan hartanya guna diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

Dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak meminta”. [QS Al-Ma’ārij 70:24-25]

Dalam surat lain Allah berfirman:

Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’amu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka”. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. [QS Al-Taubah 9:103]

Maha Suci Allah yang telah mewajibkan zakat bagi hambanya yang mampu guna meringankan beban orang-orang miskin. Firman-Nya:

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus (amil) zakat, yang dilunakkan hatinya  (mu’allaf), untuk (memerdekaan) hamba sahaya (budak), untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [QS Al-Taubah 9:60]

Dengan adanya kewajiban membayar zakat tersebut, maka menunjukkan bahwa ajaran Islam membentuk kehidupan sejahtera bagi masyarakat. Dengan adanya kehidupan sejahtera itu mencerminkan bahwa perdamaian sudah terwujud.

Aksi terorisme yang kerap terjadi di beberapa belahan dunia telah menciptakan ketakutan yang menghantui setiap orang, semuanya hidup dalam kecemasan, saling mencurigai bahkan menuduh dan menuding atas aksi tersebut. Islam sebagai agama cinta kasih yang menjunjung tinggi perdamaian sangat mengutuk aksi terorisme itu. Oleh karenanya sangat naif sekali jika Islam “didakwa” sebagai sumber tindakan biadab tersebut yang telah banyak menelan korban jiwa. Perlu diingat bahwa perdamaian adalah suatu anugerah yang harus dipertahankan oleh setiap Muslim, Rasulullah saw bersabda:

Sesungguhnya Allah menjadikan perdamaian sebagai tanda penghormatan bagi umat kami dan keamanan bagi ahli Dzimmah kami. [10]

Paparan diatas telah memberikan konsep, dasar-dasar atau pondasi, dan paradigma bagaimana seharusnya perdamaian dapat ditegakkan dengan baik, tuntas dan menyeluruh. Perihal tersebut bersumberkan dari Tuhan Pencipta Alam Semesta Yang Mahakasih lagi Mahasayang agar semua warga dunia yang sudah mencapai 7 milyar lebih ini dapat hidup rukun, aman dan damai. Dengan itu memungkinkan warga dunia hidup dalam keadaan sejahtera yang berkemanusian yang adil dan beradab. Mari kita tegakkan kedamaian dunia. Peace on Earth, God Bless You All. □ AFM


Catatan kaki:
[9] Musnad Imām Ahmad Jilid 2 hal 285 dan 539
[10] Lihat Fiqih Sunnah Jilid 3 hal 340


Bahan Bacaan:
The Truth About Islam www.twf.org
https://rachman007.wordpress.com/perdamaian-dalam-perspektif-islam/□□□

Blog Archive