Sunday, December 20, 2015

Islam dan Perdamaian Dunia 1




Pedahuluan

Ikutilah tulisan dibawah ini yang menerangkan ketinggian dan kemuliaan dan rahmat bagi semua manusia dibawah ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw. Ajaran Islam ini sangat compatible dengan dunia post-modern yang sedang kita jalani ini bahkan menyempurnakannya. Dunia yang masih banyak gaduh dengan segala hiruk pikuknya, kendatipun teknologi sudah sampai-sampai kepada puncaknya yang tak terbatas lagi. Dunia dimana hidup stress tumbuh subur. Hujat menghujut marak. Salah menyalahkan merupakan kehidupan keseharian dalam berpolitik suatu bangsa dan antar bangsa. Terutama dalam kampanye pemilu dihampir semua negara. Manusia tidak tahu lagi mau dibawa kemana oleh manusia yang berilmu dan berteknologi tinggi dalam peradaban dunia kini. Manusia tidak tahu lagi apa yang di maksudkan dengan kata ”freedom” diawal abad memasuki millennium ke-3 ini. Berlainan artinya dari maksud yang berasal dari abad tengah yaitu terlepas dari kemiskinan, kebodohan, kesewenangan penguasa negara, kesewenagan penguasa agama di abad tengah (the dark ages) Eropah. Freedom sekarang ini bersifat insult – menghina. Tegasnya menghina kepercayaan agama Islam. Nilai-nilai kesucian Islam yang ada dalam Kitab Suci Al-Qur’an; Mesjid; Nabi Muhammad saw dan agama Islam menjadi bulan-bulanan pelecehan. Dunia post-modern sekarang ini yang rasanya segala bisa didapat dan menyenangkan, akan tetapi ada missing link dari kehidupan ini, yaitu kedamaian (peace) dan keamanan (security) antara sesama manusia.


K
enapa Allah ’Azza wa Jalla tidak menyebutkan addinul ini dengan nama-Nya – Allah, seperti halnya ’agama’ Budha. Yaitu nama agama terambil dari nama orang yang mendirikannya, Budha Gautama. Atau agama Yahudi yang nama agamanya diambil dari nama anak  keturunan Ya’kub as sebagai suku yang terbesar dari 12 suku Bani Israil yang bernama Yahuda. Perkembangan selanjutnya kemudiannya hanya menjadi agama bagi darah keturunan Yahuda turun temurun. Adapun kata Yahudi maknanya adalah keturunan-keturunan dari Yahuda ini. Demikian  pula halnya dengan ’agama’ Nasrani, yaitu namanya diambil dari tempat kelahiran Nabi ’Isa as, Nazaret. [1]

Berlainan dengan agama-agama yang disebutkan tadi, maka bagaimana pula sampai Allah Yang Maha Kasih lagi Maha Sayang meridhoi addinul (agama) ini, menamakannya Islam? [2]


Makna Islam Yang Sesungguhnya.

Kata Islam adalah berasal dari bahasa Kitab Suci Al-Qur’an yang berbahasa Arab. [3] Salah satu kaidah tatabahasanya terambil dari rangkaian tiga akar huruf trilateral “s-l-m” yang dapat dikembangkan sebagaimana akar pohon. Demikian aturan baku dari tatabahasa Arab Al-Qur’an. Jadi kata Islam merupakan turunan (derivative) dari kata Silm atau Salama yang berarti untuk memberikan atau menyelenggarakan perdamaian” (silm, s-l-m) dan keamanan” (salama, s-l-m) bagi umat manusia.

Tindakan yang melawan perdamaian dan keamanan umat manusia artinya, manusia telah terlepas atau tidak menghargai (irrespective) sesama manusia yang diciptakan sebagai manusia homo-adamis yang identik dengan manusia homo-sosial - manusia yang nalurinya selalu hendak bergaul sesama manusia dan lingkungan alamnya. Kehidupan manusia yang senyatanya ada adalah terdiri dari berbagai suku bangsa (ras); warna kulit (color); jenis kelamin (gender); jenis bahasa (language); dan keyakinan agama (religion). Manusia homo-adamis yang tidak hidup dalam perdamaian dan keamanan dianggap (considered) tidak islami atau anti Islam. Karena nilai-nilai Islam, dalam hidup sosial kemasyarakatan (habblum minannas) melindungi semua warga, sebagai Rasulullah saw melakukannya ketika membentuk masyarakat (negara) Madinah. [4]  Yaitu berhijrah dari Makkah yang tidak bertatanan sosial kemasyarakatan yang berperadaban, menjadi berperadaban kemanusiaan yang adil dan beradab yang mulai dirintisnya ketika tiba di Madinah. Sebagaimana yang diuraikan dalam blog ini juga yang bertajuk Piagam Madinah.

Piagam Madinah (Bahasa Arab:  المدینه صحیفةshahifatul madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad shallallahu alayhi wasallam, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum yang berada di sekitar Yathrib (kemudian bernama Madinah).

Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani ‘Aus  dan  Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas penyembah berhala di Madinah, sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.

Nabi Muhammad saw berimigrasi dari Makkah ke Madinah adalah salah satu contoh terbaik untuk memahami pentingnya perdamaian dalam (ajaran) agama Islam. Setelah janji pertama kesetiaan yang berlangsung di Madinah antara dua belas orang dari Madinah yang datang untuk memeluk Islam dan Nabi Muhammad saw menyatakan bahwa mereka adalah sebagai perwakilan dari warga Madinah. Dalam kesempatan itu Nabi saw memberikan pesan atau khotbah pertama mengenai ajaran Islam kepada mereka. Pesan Rasul saw merupakan bagian dari memperkenalkan apa yang sebenarnya dari adanya Dinul (agama) Islam itu kepada orang-orang Madinah. Pesan-pesan mana disebutkan dalam beberapa buku sejarah Islam yang kredibilitasnya (credibility, dapat dipercaya) secara bulat diterima dan tidak diragukan lagi, yaitu terdiri dari tujuh butir (aspek) yang dinyatakan sebagai berikut:

  1. Untuk setia dan taat kepada Allah Yang Maha Kuasa.
  2. Setelah memeluk Islam, tidak boleh ada lagi yang melakukan pencurian (termasuk korupsi di zaman sekarang ini) dalam hidupnya.
  3. Segala bentuk hubungan intim diluar pernikahan, perselingkuhan, tidak diterima diterima dalam ajaran Islam.
  4. Tidak diperkenankan sama sekali melakukan pembunuhan terhadap manusia.
  5. Tidak melakukan tuduhan palsu terhadap siapa pun.
  6. Tidak ada fitnah bagi siapa pun
  7. Melakukan segala kebajikan dan menjauhi diri dari segala tindakan kejahatan [5].

Dari tujuh aspek uraian diatas hanya satu aspek membahas masalah kepercayaan kepada kepada Allah Yang Maha Kuasa sebagai pondasi Islam. Dan enam aspek lainnya menekankan pada reformasi dan memperbaiki perilaku moral kehidupan manusia yang biasa dilakukan pada zaman jahiliyah pra-Islam. Aspek-aspek ini bertujuan melindungi setiap orang dari segala macam kejahatan sosial. Semestinya secara alami dan universal, dapat manusia lakukan selama hidup di dunia. Yakni sebagai buah dari meyakini kebaikan ajaran Islam bagi seluruh umat manusia.

Nabi Muhammad saw (sebelumnya, di Makkah, tidak dapat melakukan secara bebas dan terbuka, karena tindakan kekerasan seperti penyiksaan, dan ancaman yang dilakukan kaum musyrik Makkah telah  menghalanginya) secara resmi dan terbuka untuk umum memberikan khutbah Jum’at yang pertama kali di Masjid Quba yang baru saja didirikan sewaktu Nabi Muhammad saw mabit beberapa hari di Quba sebelum melanjutkan ke Madinah sebagai tujuannya. Nabi saw mengatakan dalam khutbah Juma’atnya di Quba yang intinya memaparkan sebagai berikut

Beribadah hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa Allah. Mesti jujur ​​dalam hidup Anda. Mencinta semua orang dalam masyarakat Anda. Memenuhi janji dan komitmen yang Anda buat. Membedakan antara yang halal (yang dibolehkan, lawful) dan yang haram  yang tidak dibolehkan, unlawful) dalam hidup Anda. Berperilaku dengan cara yang baik dengan orang lain. [6]  

Nabi saw dan pengikutnya selama berada di Makkah mengalami tekanan dan penyiksaan dari kaum musyrikin Makkah, untuk itulah mereka berhijrah ke Madinah sebagai tempat baru dalam merealisasikan cita-cita yang bersumber dari ajaran Islam. Sesampai di Madinah tidak pernah menyebutkan balas dendam kepada orang-orang Makkah yang telah memperlakukan buruk kaum Muslimin selama masih berada di Makkah, melainkan Nabi saw berbicara masalah hubungan cinta kasih, perdamaian dan kemanusiaan antara orang-orang Madinah. Masyarakat Madinah terdiri dari Muslim dari penduduk asli Madinah (disebut Anshar), Muslim pendatang dari Makkah (disebut Muhajirin), umat Yahudi dan Pagan Badui (Penduduk luar kota Madinah) dan itu terdiri dari berbagai suku dari masing-masing kabilah.


Perdamaian

Ajaran Islam berorientasi kepada pembentukan perdamaian di tengah umat manusia, sehingga mereka dapat hidup aman, sejahtera dan harmonis, diantaranya:

1. Larangan Melakukan Kedzaliman.

Islam sebagai agama yang membawa misi perdamaian dengan tegas mengharamkan kepada umat manusia melakukan kedzaliman, kapan dan di mana saja, sebagaimana firman-Nya menyebutkan:

Dan barang siapa di antara kamu yang berbuat dzalim, niscaya Kami timpakan kepadanya rasa azab yang besar”. [QS Al-Furqān 25:19]

Di samping itu Rasulullah saw bersabda: “Wahai umatku sesungguhnya telah aku haramkan bagi diriku perbuatan dzalim dan aku juga mengharamkannya diantara kalian, maka janganlah berbuat dzalim”. [7]

Kedzaliman [8] adalah sumber petaka yang dapat merusak stabilitas perdamaian dunia. Penindasan, penyiksaan, pengerusakan, pengusiran, ‘imperialisme modern’ yang kerap terjadi pada negara-negara Muslim saat ini membuahkan reaksi global melawan tindakan dzalim dengan berbagai macam cara, hingga perdamaian semakin sulit terwujud. Maka selayaknya setiap insan sadar bahwa kedzaliman adalah biang kemunduran. Dengan demikian jika menghendaki kehidupan yang damai maka tindakan kedzaliman harus dijauhi. □ AFM



Lihat juga tajuk  Masa Depan Hidup Manusia


Catatan kaki:

[1] Juz I hal 187 (Mengenai kata Yahudi sebagai nama agama) dan 276 (Mengenai kata Nasrani sebagai nama agama) Tafsir Al-Azhar, Prof Dr Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah,

[2] Allah Yang Maha Kasih lagi Maha Sayang meridhai addinul (agama) ini, menamakannya Islam,”innad dīna ’indallõhil islām” – Sesungguhnya agama disisi Allah ialah Islam. [QS Āli ’Imrān 3:19]

Pada firman berikutnya dalam surat Al-Ma’idah Allahu Ta’ala menyatakan: ”alyauma akmaltu lakum dīnakum wa atmamtu ’alaykum ni’matī warodhītu lakumul islāma dīnā” – Pada hari ini (haji wada) telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu. [QS Al-Mā’idah 5:3]

[3] Al-Qur’an yang berbahasa Arab: “wakadzālika anzalnāhu hukman ‘arabiyyā”. Artinya: Dan demikianlah Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) sebagai peraturan dalam bahasa Arab. [QS Ar-Ra’d 13:37]

Kata Al-Qur’an yang berbahasa Arab, Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Qur'an  berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. [QS Yūsuf 12:2]

Apakah patut (Al-Qur’an) dalam bahasa selain bahasa Arab sedang (rasul), orang Arab? Katakanlah, “Al-Qur’an adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman…” [QS Fushshilat 41:44]

Dan demikianlah Kami wahyukan Al-Qur’an kepadamu dalam bahasa Arab, agar engkau memberikan peringatan kepada penduduk ibukota (Makkah) dan penduduk (negeri-negeri) di sekelilingnya serta memberi peringatan tentang hari berkumpul (kiamat, hari pembalasan) yang tidak dapat lagi diragukan adanya. Segolongan masuk surga dan segolongan lainnya masuk neraka. [QS Asy-Syūrā 42:7]

[4] Wahai manusia! Sungguh, Kami (Allah) telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami (Allah) jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (ta’aruf). [QS Al-Hujurāt 49:13]

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi (dan diantara keduanya), perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui (untuk saling kenal - ta’aruf, saling memahami - tafahum, - kerja sama - ta’awun). [QS Ar-Rūm 30:22]

[5] Ibn-Hisham, As-Sirat-Un-Nabawiyyah, jilid 2; hal. 281

[6] Ibn-Hisham, As-Sirat-Un-Nabawiyyah, jilid 3; hal. 30

[7] Diriwayatkan oleh Ahmad Fī Al Musnad: Jilid 5 hal 190


[8] Makna Dzalim Dalam Hubungan Sosial Kemasyarakatan. Dzalim adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, melanggar perkara yang ‘haq’ dan menyakiti sesama manusia baik jiwa, harta maupun perasaannya. Lawan kata Dzalim adalah Adil.


Hukum Berbuat Dzalim:

عَنْ أَبِى ذَرٍّ عَنِ النَّبِىِّ فِيمَا رَوَى عَنِ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ: يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا

Dari Abu Dzar, dari Nabi saw sebagaimana diriwayatkan dari Allah -Tabaraka wa ta’ala- Allah berfirman: “Wahai hambaKu, sesungguhnya Aku mengharamkan atas diriKu berbuat dzalim, dan Aku menjadikannya (kedzaliman) haram diantara kalian maka janganlah kalian saling mendzalimi.” [HR Muslim]

Allah Ta'ala berfirman: "Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, akan tetapi barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka sungguh pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang dzalim. Tetapi orang-orang yang membela diri setelah didzalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka. Sesungguhnya kesalahan hanyalah ada pada orang-orang yang berbuat dzalim kepada manusia dan melampui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itulah akan mendapat siksaan yang pedih. Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia. Dan barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak ada baginya pelindung setelah itu. Kamu akan melihat orang-orang dzalim ketika mereka melihat adzab berkata, ‘Adakah kiranya jalan untuk kembali ke dunia’?" [QS Asy-Syūrõ 42:40-44].
 


Bahan Bacaan:

The Truth About Islam www.twf.org
https://rachman007.wordpress.com/perdamaian-dalam-perspektif-islam/□□□

Blog Archive