Pedahuluan
Ikutilah tulisan
dibawah ini yang menerangkan ketinggian dan kemuliaan dan rahmat bagi semua
manusia dibawah ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw. Ajaran Islam ini sangat compatible
dengan dunia post-modern yang sedang kita jalani ini bahkan menyempurnakannya.
Dunia yang masih banyak gaduh dengan segala hiruk pikuknya, kendatipun
teknologi sudah sampai-sampai kepada puncaknya yang tak terbatas lagi. Dunia
dimana hidup stress tumbuh subur.
Hujat menghujut marak. Salah menyalahkan merupakan kehidupan keseharian dalam
berpolitik suatu bangsa dan antar bangsa. Terutama dalam kampanye pemilu
dihampir semua negara. Manusia tidak tahu lagi mau dibawa kemana oleh manusia
yang berilmu dan berteknologi tinggi dalam peradaban dunia kini. Manusia tidak
tahu lagi apa yang di maksudkan dengan kata ”freedom” diawal abad memasuki
millennium ke-3 ini. Berlainan artinya dari maksud yang berasal dari abad
tengah yaitu terlepas dari kemiskinan, kebodohan, kesewenangan penguasa negara,
kesewenagan penguasa agama di abad tengah (the
dark ages) Eropah. Freedom
sekarang ini bersifat insult –
menghina. Tegasnya menghina kepercayaan agama Islam. Nilai-nilai kesucian Islam
yang ada dalam Kitab Suci Al-Qur’an; Mesjid; Nabi Muhammad saw dan agama Islam menjadi bulan-bulanan pelecehan. Dunia post-modern sekarang ini yang rasanya
segala bisa didapat dan menyenangkan, akan tetapi ada missing link dari kehidupan ini, yaitu kedamaian (peace) dan keamanan (security) antara sesama manusia.
K
|
enapa Allah ’Azza wa Jalla tidak menyebutkan addinul ini
dengan nama-Nya – Allah, seperti halnya ’agama’ Budha. Yaitu nama agama
terambil dari nama orang yang mendirikannya, Budha Gautama. Atau agama Yahudi
yang nama agamanya diambil dari nama anak keturunan Ya’kub as sebagai suku yang terbesar dari 12
suku Bani Israil yang bernama Yahuda. Perkembangan selanjutnya kemudiannya
hanya menjadi agama bagi darah keturunan Yahuda turun temurun. Adapun kata
Yahudi maknanya adalah keturunan-keturunan dari Yahuda ini. Demikian pula
halnya dengan ’agama’ Nasrani, yaitu namanya diambil dari tempat kelahiran Nabi
’Isa as, Nazaret. [1]
Berlainan dengan agama-agama yang disebutkan tadi, maka
bagaimana pula sampai Allah Yang Maha Kasih lagi Maha Sayang meridhoi addinul
(agama) ini, menamakannya Islam?
[2]
Makna Islam Yang Sesungguhnya.
Kata “Islam” adalah berasal dari bahasa Kitab Suci Al-Qur’an yang berbahasa
Arab. [3] Salah satu kaidah tatabahasanya terambil dari rangkaian tiga akar huruf
trilateral “s-l-m” yang dapat
dikembangkan sebagaimana akar pohon. Demikian aturan baku dari tatabahasa Arab
Al-Qur’an. Jadi kata Islam merupakan turunan (derivative) dari kata “Silm”
atau “Salama”
yang berarti untuk memberikan atau menyelenggarakan “perdamaian”
(silm, s-l-m) dan “keamanan”
(salama, s-l-m) bagi umat manusia.
Tindakan yang melawan perdamaian dan keamanan umat manusia
artinya, manusia telah terlepas atau tidak menghargai (irrespective)
sesama manusia yang diciptakan sebagai manusia homo-adamis yang identik dengan
manusia homo-sosial - manusia yang nalurinya selalu hendak bergaul sesama
manusia dan lingkungan alamnya. Kehidupan manusia yang senyatanya ada adalah terdiri
dari berbagai suku bangsa (ras);
warna kulit (color); jenis kelamin (gender); jenis bahasa (language); dan keyakinan agama (religion). Manusia homo-adamis yang tidak hidup dalam
perdamaian dan keamanan dianggap
(considered) tidak islami atau anti Islam. Karena nilai-nilai Islam, dalam hidup
sosial kemasyarakatan (habblum minannas)
melindungi semua warga, sebagai Rasulullah saw
melakukannya ketika membentuk masyarakat (negara) Madinah. [4] Yaitu berhijrah dari Makkah yang tidak
bertatanan sosial kemasyarakatan yang berperadaban, menjadi berperadaban
kemanusiaan yang adil dan beradab yang mulai dirintisnya ketika tiba di Madinah.
Sebagaimana yang diuraikan dalam blog ini juga yang bertajuk Piagam
Madinah.
Piagam
Madinah (Bahasa
Arab: المدینه صحیفة, shahifatul
madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun
oleh Nabi Muhammad shallallahu alayhi
wasallam, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan
semua suku-suku dan kaum-kaum yang berada di sekitar Yathrib (kemudian
bernama Madinah).
Dokumen tersebut disusun
sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit
antara Bani ‘Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu
dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi
kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas penyembah berhala di Madinah,
sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa
Arab disebut ummah.
Nabi Muhammad
saw berimigrasi
dari Makkah ke Madinah adalah salah satu contoh terbaik untuk memahami pentingnya perdamaian dalam (ajaran) agama Islam. Setelah janji pertama kesetiaan
yang berlangsung di Madinah
antara dua belas orang dari Madinah yang datang untuk memeluk Islam dan Nabi
Muhammad saw menyatakan bahwa
mereka adalah sebagai perwakilan dari warga
Madinah.
Dalam kesempatan itu Nabi saw memberikan pesan
atau khotbah pertama
mengenai ajaran Islam kepada mereka. Pesan Rasul saw merupakan bagian dari
memperkenalkan apa yang sebenarnya dari adanya Dinul (agama) Islam itu
kepada orang-orang Madinah. Pesan-pesan
mana disebutkan dalam beberapa buku
sejarah Islam yang kredibilitasnya
(credibility, dapat dipercaya) secara bulat diterima dan tidak diragukan lagi, yaitu terdiri dari tujuh butir (aspek) yang dinyatakan sebagai berikut:
- Untuk setia dan taat kepada Allah Yang Maha Kuasa.
- Setelah memeluk Islam, tidak boleh ada lagi yang melakukan pencurian (termasuk korupsi di zaman sekarang ini) dalam hidupnya.
- Segala bentuk hubungan intim diluar pernikahan, perselingkuhan, tidak diterima diterima dalam ajaran Islam.
- Tidak diperkenankan sama sekali melakukan pembunuhan terhadap manusia.
- Tidak melakukan tuduhan palsu terhadap siapa pun.
- Tidak ada fitnah bagi siapa pun
- Melakukan segala kebajikan dan menjauhi diri dari segala tindakan kejahatan [5].
Dari tujuh aspek uraian
diatas hanya satu aspek membahas masalah
kepercayaan kepada kepada Allah Yang Maha Kuasa sebagai pondasi Islam. Dan enam aspek lainnya menekankan pada reformasi dan memperbaiki perilaku moral
kehidupan manusia yang biasa dilakukan pada zaman jahiliyah pra-Islam. Aspek-aspek ini bertujuan melindungi setiap orang dari segala macam kejahatan sosial.
Semestinya secara alami dan universal, dapat manusia lakukan selama hidup di
dunia. Yakni sebagai buah dari meyakini kebaikan ajaran Islam bagi seluruh umat
manusia.
Nabi Muhammad saw
(sebelumnya,
di Makkah, tidak dapat melakukan secara bebas dan terbuka, karena tindakan
kekerasan seperti penyiksaan, dan ancaman yang dilakukan kaum musyrik Makkah
telah menghalanginya) secara resmi dan
terbuka untuk umum memberikan khutbah Jum’at yang pertama kali di Masjid Quba yang baru saja didirikan sewaktu
Nabi Muhammad saw mabit beberapa hari di Quba sebelum melanjutkan ke Madinah sebagai tujuannya. Nabi saw
mengatakan dalam khutbah Juma’atnya di Quba yang intinya memaparkan sebagai
berikut:
● Beribadah hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa Allah. ● Mesti jujur dalam hidup Anda. ● Mencinta semua orang dalam masyarakat Anda. ● Memenuhi
janji dan komitmen yang Anda buat. ● Membedakan
antara yang
halal (yang dibolehkan, lawful) dan yang haram yang
tidak dibolehkan, unlawful) dalam hidup Anda. ● Berperilaku dengan cara yang baik dengan orang lain. [6]
Nabi saw dan
pengikutnya selama berada di Makkah mengalami tekanan dan penyiksaan dari
kaum musyrikin Makkah, untuk itulah mereka berhijrah ke Madinah sebagai tempat
baru dalam merealisasikan cita-cita yang bersumber dari ajaran Islam. Sesampai di Madinah tidak pernah menyebutkan balas dendam kepada orang-orang Makkah yang telah memperlakukan buruk
kaum Muslimin selama masih berada di Makkah, melainkan Nabi saw berbicara masalah hubungan cinta kasih, perdamaian dan kemanusiaan antara orang-orang Madinah. Masyarakat
Madinah terdiri dari Muslim dari penduduk asli Madinah (disebut Anshar), Muslim pendatang dari Makkah (disebut
Muhajirin), umat Yahudi dan Pagan
Badui (Penduduk luar kota Madinah) dan itu terdiri dari berbagai suku dari
masing-masing kabilah.
Perdamaian
Ajaran Islam berorientasi kepada
pembentukan perdamaian di tengah umat manusia, sehingga mereka dapat hidup aman,
sejahtera dan harmonis, diantaranya:
1.
Larangan Melakukan Kedzaliman.
Islam sebagai agama yang membawa misi
perdamaian dengan tegas mengharamkan kepada umat manusia melakukan kedzaliman,
kapan dan di mana saja, sebagaimana firman-Nya menyebutkan:
“Dan barang siapa di antara kamu yang berbuat
dzalim, niscaya Kami timpakan kepadanya rasa azab yang besar”. [QS Al-Furqān
25:19]
Di samping itu Rasulullah
saw bersabda: “Wahai umatku sesungguhnya telah aku haramkan bagi diriku perbuatan
dzalim dan aku juga mengharamkannya diantara kalian, maka janganlah berbuat
dzalim”. [7]
Kedzaliman [8] adalah sumber petaka yang
dapat merusak stabilitas perdamaian dunia. Penindasan, penyiksaan,
pengerusakan, pengusiran, ‘imperialisme modern’ yang kerap terjadi pada
negara-negara Muslim saat ini membuahkan reaksi global melawan tindakan dzalim dengan
berbagai macam cara, hingga perdamaian semakin sulit terwujud. Maka selayaknya
setiap insan sadar bahwa kedzaliman adalah biang kemunduran. Dengan demikian
jika menghendaki kehidupan yang damai maka tindakan kedzaliman harus dijauhi. □
AFM
Bersambung ke: Islam dan Perdamaian Dunia 2
Catatan kaki:
[1]
Juz I hal 187 (Mengenai kata Yahudi sebagai nama agama) dan 276 (Mengenai kata
Nasrani sebagai nama agama) Tafsir Al-Azhar, Prof Dr Haji Abdulmalik Abdulkarim
Amrullah,
[2] Allah Yang Maha Kasih lagi Maha Sayang meridhai addinul
(agama) ini, menamakannya Islam,”innad dīna ’indallõhil islām” –
Sesungguhnya agama disisi Allah ialah Islam. [QS Āli ’Imrān 3:19]
Pada firman berikutnya dalam
surat Al-Ma’idah Allahu Ta’ala menyatakan: ”alyauma
akmaltu lakum dīnakum wa atmamtu ’alaykum ni’matī warodhītu lakumul islāma dīnā”
– Pada hari ini (haji wada) telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah
Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu. [QS Al-Mā’idah
5:3]
[3] Al-Qur’an yang berbahasa Arab: “wakadzālika anzalnāhu hukman ‘arabiyyā”.
Artinya: Dan demikianlah Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) sebagai peraturan
dalam bahasa Arab. [QS Ar-Ra’d 13:37]
Kata
Al-Qur’an yang berbahasa Arab, Sesungguhnya
Kami menurunkannya berupa Qur'an
berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. [QS Yūsuf 12:2]
Apakah
patut (Al-Qur’an) dalam bahasa selain bahasa Arab sedang (rasul), orang Arab?
Katakanlah, “Al-Qur’an adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang
beriman…” [QS Fushshilat 41:44]
Dan
demikianlah Kami wahyukan Al-Qur’an kepadamu dalam bahasa Arab, agar engkau
memberikan peringatan kepada penduduk ibukota (Makkah) dan penduduk
(negeri-negeri) di sekelilingnya serta memberi peringatan tentang hari
berkumpul (kiamat, hari pembalasan) yang tidak dapat lagi diragukan adanya.
Segolongan masuk surga dan segolongan lainnya masuk neraka. [QS Asy-Syūrā 42:7]
[4] Wahai manusia! Sungguh, Kami (Allah) telah menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami (Allah)
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (ta’aruf). [QS Al-Hujurāt 49:13]
Dan di antara tanda-tanda
(kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi (dan diantara keduanya),
perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui (untuk saling
kenal - ta’aruf, saling
memahami - tafahum, - kerja sama - ta’awun). [QS Ar-Rūm 30:22]
[5] Ibn-Hisham, As-Sirat-Un-Nabawiyyah, jilid 2; hal. 281
[6] Ibn-Hisham, As-Sirat-Un-Nabawiyyah, jilid 3; hal. 30
[7] Diriwayatkan oleh Ahmad Fī Al Musnad: Jilid 5 hal 190
[8] Makna
Dzalim Dalam Hubungan Sosial Kemasyarakatan. Dzalim adalah
menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, melanggar perkara yang ‘haq’ dan
menyakiti sesama manusia baik jiwa, harta maupun perasaannya. Lawan kata Dzalim
adalah Adil.
Hukum
Berbuat Dzalim:
عَنْ أَبِى ذَرٍّ عَنِ النَّبِىِّ فِيمَا رَوَى عَنِ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ: يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا
Dari Abu Dzar, dari Nabi saw sebagaimana diriwayatkan dari Allah -Tabaraka wa ta’ala- Allah berfirman: “Wahai hambaKu, sesungguhnya Aku
mengharamkan atas diriKu berbuat dzalim, dan Aku menjadikannya (kedzaliman)
haram diantara kalian maka janganlah kalian saling mendzalimi.” [HR Muslim]
Allah Ta'ala berfirman: "● Dan balasan suatu
kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, akan tetapi barangsiapa yang
memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka sungguh pahalanya
dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang dzalim. ● Tetapi orang-orang
yang membela diri setelah didzalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka.
● Sesungguhnya
kesalahan hanyalah ada pada orang-orang yang berbuat dzalim kepada manusia dan
melampui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itulah akan
mendapat siksaan yang pedih. ●
Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk
perbuatan yang mulia. ●
Dan barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak ada baginya pelindung
setelah itu. Kamu akan melihat orang-orang dzalim ketika mereka melihat adzab
berkata, ‘Adakah kiranya jalan untuk kembali ke dunia’?" [QS Asy-Syūrõ 42:40-44].
Bahan Bacaan:
●The Truth About Islam www.twf.org
●https://rachman007.wordpress.com/perdamaian-dalam-perspektif-islam/□□□