Sunday, December 6, 2015

Jamaluddin Al-Afghani Bapak Kebangkitan Islam 2


Islam adalah agama yang mengajak kepada kemajuan, menekankan etos kerja dan keharusan mengambil sebab-sebab kemajuan. Islam bukan agama yang mangabaikan dunia dan meninggalkannya di tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab. Islam juga bukan agama yang berpasrah dan menanti nasib. [Al-Afghani]

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka merubah keadaan diri mereka sendiri. [QS Ar-Ra’d 13:11]

Menurut Tafsir Qurtubi, semua takdir makhluk Allah telah ditulis-Nya di Lauh Mahfūzh, bisa saja dihapus atau dirubah oleh Allah swt atau Allah swt menetapkan sesuai dengan kehendak-Nya. Kemudian yang dapat merubah takdir yang tertulis dalam Lauh Mahfūzh itu hanya do’a dan perbuatan atau usaha kebajikan.

Muhammad saw bersabda: “Tiada yang bisa merubah takdir selain do’a dan tiada yang bisa memanjangkan umur kecuali perbuatan baik". [HR At-Tirmidziy dan Ibnu Majah; dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albaniy].


Kondisi politik Dalam dan Luar Negeri



K
ondisi dalam negeri setiap Negara Islam saat itu juga sangat rapuh. Selalu terdapat perpecahan di dalam tubuh pemerintahan. Pemerintahan tirani dan otokrasi yang absolute masih mengungkung Negara-negara Islam sehingga sulit untuk berkembang. Pemerintahan dipercayakan bukan kepada orang yang tepat, mengabaikan masalah pertahanan militer dan menyerahkan administrasi Negara kepada orang-orang yang tidak kompeten di bidangnya. Pemerintah yang selalu meminta bantuan penjajah untuk melanggengkan kekuasaannya menjadikan Barat semakin leluasa menancapkan kukunya. [15]


Kondisi politik luar negeri Negara Islam juga sangat lemah. Intervensi asing mengaduk-aduk urusan rumah tangga Negara. Kebijakan politik dan pengaturan sumber daya dikuasai pihak asing. Penjajahan Barat, terutama Inggris terhadap Negara-negara Islam menjadikan umat Islam tidak memiliki kebebasan dan hak politik. Pihak asing selalu memanfaatkan pemerintah yang diktator namun lemah untuk mengokohkan hegemoninya terhadap Negara-negara Islam. [16]

Pemikiran dan Geliat Keagamaan.

Pemikiran umat Islam saat itu juga tertinggal karena semakin jauhnya umat dari ajaran Islam yang murni. Takhyul , khurafat dan bid’ah melalaikan umat dari konsentrasi penerapan Islam secara kaffah. Umat Islam telah dipengaruhi sifat statis, taklid buta, pasrah kepada keadaan, meninggalkan akhlak yang tinggi dan mengabaikan ilmu pengetahuan. Umat Islam dihantui rasa minder dan inferior dihadapan kemajuan peradaban Barat. [17]

Ide Pembaharuan Jamaluddin al-Afghani

Beberapa ide pembaharuan yang selalu disuarakan oleh Al-Afghani adalah:

Kembali kepada ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Islam adalah agama komprehensif. Ia tidak hanya menyangkut ibadah dan hukum (fikih), tetapi juga menyangkut pemerintahan dan sosial. Hati mesti disucikan, budi pekerti luhur dihidupkan kembali dan kesediaan berkorban untuk kepentingan umat. Dengan berpegang teguh kepada ajaran dasar umat Islam akan dapat bergerak mencapai kemajuan.

Dalam menghadapi perkembangan zaman, umat Islam harus tetap membuka lebar pintu ijtihad. Ijtihad merupakan satu unsur yang penting dalam ajaran Islam. Melalui ijtihad masalah-masalah yang tidak ada di dalam Al-Qur’an dan Hadits secara rinci dapat dipecahkan. Dengan demikian ijtihad merupakan kunci dinamika Islam. [18]

Corak pemerintahan otokrasi harus dirubah dengan corak pemerintahan demokrasi. Kepala Negara harus mengadakan syura dengan pemimpin-pemimpin masyarakat yang mempunyai banyak pengalaman. Islam dalam pendapat al-Afghani menghendaki pemerintahan Republik yang di dalamnya terdapat kebebasan mengeluarkan pendapat dan kewajiban kepala Negara untuk tunduk kepada undang-undang. Karena itu Al-Afghani menghendaki umat Islam bebas dari pemerintahan kolonial. [19]

Persatuan umat Islam harus diwujudkan kembali. Dengan bersatu dan mengadakan kerjasama yang eratlah umat Islam akan dapat kembali memperoleh kemajuan. Dalam pandangan Afghani kekuatan dan kelanjutan hidup umat Islam bergantung kepada kekuatan solidaritas Islam. Persatuan dan kerjasama merupakan sendi yang amat penting dalam Islam. [20]

Pemikirannya yang dianggap sangat berbahaya oleh dunia Barat adalah doktrin politik Pan-Islamisme. Pan-Islamisme yang dimaksud al-Afghani bukanlah meletakkan segala kekuatan di tangan satu orang khalifah, sebab ini dianggap tidak mungkin. Yang diharapkan adalah agar umat Islam tunduk kepada Al-Qur’an, menjadikan agama sebagai pemersatu, tiap Negara Islam berusaha dengan sekuat tenaga untuk turut membela Negara Islam yang lain, karena wujud tiap Negara Islam sangat bergantung kepada wujud Negara Islam yang lain. Rasa solidaritas, rasa seagama dan rasa seperjuangan yang ditanamkan oleh al-Afghani dianggap sebagai ide yang paling berbahaya karena mampu menggoyahkan kedudukan Inggris sebagai penguasa di dunia Islam. [21]
                             
Islam adalah agama yang selaras dengan prinsip-prinsip penalaran ilmiah yang terdapat di dalam sains. Islam bukanlah agama yang bertentangan dengan akal dan ilmu pengetahuan. Beliau menyatakan bahwa tidak satu pun prinsip-prinsip dasar Islam yang tidak cocok dengan akal dan ilmu pengetahuan. Dalam satu pidatonya beliau mempermalukan Ernest Renan [22] yang menuduh Islam bertentangan dengan akal dan membatasi kebebasan berpikir, dan klaim bahwa bangsa Arab tidak mampu berpikir filosofis yang runut. [23]    

Menurut beliau Persatuan Islam (Jami'ah Islamiyah) tidak bertentangan dengan Persatuan Nasional Kebangsaan (Jami'ah Qaumiyah). Kedua unsur tersebut saling menopang untuk kemerdekaan dan kemandirian negara dari pihak asing. Persatuan agama sehingga semua umat Islam saling membantu sesama saudaranya tanpa terpecah-pecah oleh batas territorial. Persatuan nasional sehingga anak bangsa bersatu mengusir pengaruh dan campur tangan asing dari daerahnya. 'Sesungguhnya Mesir milik orang-orang Mesir' begitu bunyi salah satu khutbah beliau. Beliau berhasil melepaskan pemahaman nasionalis yang sempit kepada sesuatu yang lebih luas daripada itu. Beliau menggandengkan Persatuan Islam dengan pendirian Pemerintah Nasional di dalam lingkup keislaman yang luas. [24]

Analisis Korelasi Konteks dengan Pemikiran
                
Dalam setiap kehidupan seorang pemikir dan pejuang, kejadian-kejadian yang terjadi di sekitarnya sepanjang sejarah hidupnya, memiliki hubungan yang sangat kuat dalam pembentukan cara pandang dan sikapnya. Oleh karena itu dapatlah kita katakan bahwa kehidupan, mazhab dan cara pandangnya adalah perwujudan keadaan zaman yang dia lalui, sebagai bentuk jawaban dari solusi perkembangan masyarakat dan juga tantangan dan motor pendorong perkembangan masyarakat tersebut. Namun di sisi lain bisa juga menjadi faktor penghambat kemajuan itu sendiri.
                
Jamaluddin al-Afghani, dididik di keluarga dengan ajaran Islam yang kental dan sudah merasakan pahitnya penindasan dari pemerintah tirani sejak belia. Hal ini menjadikan beliau sosok yang sangat kuat dalam membela agamanya sekaligus sangat vokal menentang setiap pemerintah yang zalim. Dalam perjalanan hidupnya, beliau selalu berusaha menjelaskan hakikat agama Islam dan mengajak kepada persatuan umat Islam untuk menentang penjajah dan membebaskan diri dari pemerintah yang absolute.
                
Kehidupan sosial yang jauh dari nilai-nilai Islam dan persatuan menyadarkan beliau akan urgensi kembali kepada ajaran Islam yang murni. Lepas dari khurafat, takhyul dan bid'ah yang menyebabkan umat Islam mundur dan terpecah-pecah. Beliau mengajak kepada saling pengertian dan saling menerima antar mazhab, dan melepaskan diri dari fanatik mazhab yang sempit.
                
Penindasan ekonomi oleh pemerintah yang sewenang-wenang dan intervensi asing ke dalam ekonomi negara mendorong Afghani menyuarakan kemandirian ekonomi masyarakat. Di sisi lain beliau menekankan bahwa Islam adalah agama yang mengajak kepada kemajuan, menekankan etos kerja dan keharusan mengambil sebab-sebab kemajuan. Islam bukan agama yang mangabaikan dunia dan meninggalkannya di tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab. Islam juga bukan agama yang berpasrah dan menanti nasib.
                
Untuk mengganti pemerintah otokrasi yang absolute Al-Afghani menginginkan model demokrasi. Dimana kebebasan politik dan bersuara dimiliki oleh setiap rakyat dan pemerintah dibatasi dan diatur oleh undang-undang. Karena hanya dengan inilah kemajuan itu bisa diwujudkan dengan melibatkan setiap elemen masyarakat untuk mencapainya, bukan oleh sekelompok orang saja.
                
Penjajahan dan intervensi Barat khususnya Inggris menumbuhkan sifat anti Barat di dalam diri Afghani. Namun di sisi lain Afghani menyadari bahwa kemajuan Barat adalah berkat ilmu pengetahuan. Sedangkan perhatian kepada ilmu pengetahuan sangat sedikit ditemukan di negara-negara Islam. Disinilah letak kelemahan Islam. Afghani selalu menggugah umat Islam untuk belajar dari pengalaman Barat. Beliau mengkritik ulama yang memisahkan antara ilmu agama dengan ilmu Barat. Karena akibat alasan ini ada ulama yang melarang mengajarkan beberapa jenis ilmu Barat di sekolah-sekolah. Artinya kebenciannya kepada Barat tidak menghalanginya untuk menyadari sebab-sebab kemajuan Barat. Kemudian tidak pula menutup matanya dari bahaya Barat hingga menerima apa saja yang berasal dari Barat.
                
Keadaan umat yang terpecah-pecah, asik berdebat satu sama lainnya hingga melupakan persaudaraan sesama muslim, mengabaikan ilmu pengetahuan dan melupakan penjajahan Barat yang semakin intens menjadikan hal-hal ini focus dakwah dari al-Afghani. Afghani selalu menyeru kepada penyadaran akan pentingnya penyatuan persepsi dalam membangkitkan peradaban Islam. Beliau mencita-citakan persatuan Islam di dalam kasih sayang dan persaudaraan, sepakat dalam kata dan langkah, sehingga membangkitkan produksi dan ilmu pengetahuan di bawah panji kemerdekaan nasional dan persatuan Islam.

Penutup
                
Begitulah sekelumit riwayat hidup serta ide-ide pembaharu dari seorang pemikir besar dan bapak revolusi Islam, Jamaluddin al-Afghani. Dimana salah seorang muridnya, Muhammad Abduh, berkata: "Beliau memberiku kehidupan yang dengannya aku bisa bersama Muhammad saw dan Ibrahim as, dan para wali yang suci, sedangkan ayahku memberiku kehidupan hingga aku bisa bersama dua saudaraku Ali dan Mahrus. Tanpa berlebihan sesungguhnya apa yang dianugrahkan Allah kepadanya berupa kekuatan pikiran, luasnya wawasan dan kecemerlangan pandangan, adalah puncak tertinggi yg didapatkan oleh selain para Nabi!" [25] Semoga pemikiran dan apa yang beliau cita-citakan tetap lestari dan dijaga oleh semua pergerakan kebangkitan Islam, sehingga suatu saat nanti wujud nyata kebangkitan Islam itu dapat kita saksikan bersama. Amin. [Yahya Ibrahim]   


Baca juga blog ini dalam tajuk: Lauh Mahfūzh Kitab Terpelihara 1

Catatan Kaki:
[15] Ahmad Amin, op.cit, hal. 89
[16] Muhammad Imarah, op.cit, hal. 98
[17] Ibid, hal. 70
[18] Ibid, hal. 97
[19] John L. Espositto, Islam The Straight Path, Oxford University Press, New York, 1988, hal. 130
[20] Ibid, hal. 130
[21] Muhammad Imarah, op.cit, hal. 69
[22] Ernest Renan, nama lengkapnya Joseph - Ernest Renan (lahir 28 Februari 1823, Tréguier, Prancis - meninggal 2 Oktober 1892, Paris) , filsuf Perancis, sejarawan, dan sarjana agama, pemimpin dari sekolah filsafat kritis di Perancis.
[23] Ibid, hal. 70
[24] Ibid, hal. 158
[25] Ibid, hal. 87

Sumber:
http://yahya-ibrahim.blogspot.com/2013/11/jamaluddin-al-afghani.html dan sumber-sumber lainnya. □□□

Blog Archive