Friday, February 26, 2016

Menguji the Clash of Civilizations Samuel P Huntington



Oleh: Zainal Abidin Bagir | CRCS



Wahai manusia! Sungguh, Kami (Allah) telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami (Allah) jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (ta’aruf). [QS Al-Hujurāt 49:13]


P
ada akhir 1980-an, dunia sedang memasuki politik tahap baru pasca meredanya Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Ciri yang cukup mengemuka kala itu adalah kehadiran “The End of History” Francis Fukuyama yang menyatakan Demokrasi Liberal Barat sebagai bentuk akhir dari evolusi sosial, kultural dan pemerintahan di dunia dan terjerembabnya nation state dalam tarikan tribalisme dan globalisme. Pecahnya Uni Soviet yang menandakan berakhirnya Perang Dingin membuat Amerika Serikat membutuhkan panduan baru untuk membaca situasi dunia ke depan. Salah satu pemikiran yang mendapatkan perhatian pengambil kebijakan di Amerika Serikat adalah artikel Samuel P. Huntington’s pada tahun 1993 dengan judul “The Clash of Civilizations” di Foreign Affairs journal.
Huntington menyatakan, “It is my hypothesis that the fundamental source of conflict in this new world will not be primarily ideological or primarily economic. The great divisions among humankind and the dominating source of conflict will be cultural … the principal conflicts of global politics will occur between nations and groups of different civilizations. The clash of civilizations will dominate global politics. The fault lines between civilizations will be the battle lines of the future.” - Maksud dari paparan Huntington  diatas adalah: Dalam hipotesisnya, sumber utama konflik di dunia baru ini tidak dalam bentuk ideologi atau ekonomi. Saham besar di antara umat manusia dan dominasi sumber konflik yaitu bersifat “budaya ... sebagai konflik utama politik global akan terjadi antara bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok peradaban yang berbeda. Benturan peradaban akan mendominasi politik global. Batas-batas perbedaan antara peradaban akan menjadi garis pertempuran masa depan.” [1] 
Lewat hipotesisnya, Huntington mencoba menawarkan paradigma baru dalam melihat dunia. Ia melihat ada 7 peradaban yang akan mewarnai persaingan global: Western, Latin American, Confucian, Japanese, Islamic, Hindu dan Slavic-Orthodox.

Professor of the Science of Government Harvard University ini memprediksikan akan terjadi konflik di level makro antara negara-negara dari peradaban yang berbeda dalam mengontrol institusi internasional, ekonomi global dan kekuatan militer. Tesis Huntington ini sering dijustifikasi kebenarannya lewat peristiwa mengemparkan 11 September 2001.
Akan tetapi oleh pemikir-pemikir kenamaan lainnya, the Clash Civilizations ala Huntington ini mendapat kritik keras. Tariq Ali misalnya, mempersoalkan kategorisasi “peradaban” Huntington yang cenderung statis dan monolitik. Padahal peradaban sendiri memiliki komplekstitas dan berbagai perbedaan antar pendukungnya. Oleh karena itu, tokoh yang dikenal keras terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat ini lebih cenderung melihat kepada benturan unsur-unsur fundamentalis pada peradaban-peradaban yang ada.
Dari perspektif yang berbeda, Edward Said turut mengkritik pandangan Huntington. Pakar orientalisme ini berpendapat bahwa peradaban bukanlah kotak tertutup. Sejarah memaparkan secara jelas dinamika interaksi, pertukaran, dan saling pinjam antar peradaban. Sehingga paradigma Huntington justru tidak membantu memahami realitas yang ada, meskipun mampu “memberi perspektif” kongkret dan praktis. Selain itu, Said melihat perspektif Huntington memberikan porsi signifikan terhadap Islam sangat dipengaruhi memori lama tentang pertentangan Muslim dan Eropa, khususnya “persaingan” Abramistic Religions. Menurutnya, “benturan antar peradaban” tak lebih dari bahasa baru untuk  mengungkap “seleksi sejarah”, bukan untuk memahami kesalingbergantungan yang terus berlangsung sampai saat ini.
Belum cukup sampai di situ, masih ada Martha Nussbaum yang turut menunjukkan kelemahan tesis Huntington. Bagi Martha, “The real clash is not a civilizational one between “Islam” and “the West,” but instead a clash within virtually all modern nations—between people who are prepared to live with others who are different, on terms of equal respect, and those who seek the protection of homogeneity, achieved through the domination of a single religious and ethnic tradition.” - Maksud dari paparan Martha diatas  adalah: Adanya bentrokan sebenarnya bukan berasal dari peradaban antaraIslam dan Barat, akan tetapi daripada membicarakan adanya bentrokan yang akan terjadi disemua negara - dari warga yang hidup di masa sekarang ini, sebenar duduk soalnya adalah, adanya kemauan orang yang  siap  hidup bersama dengan orang lain dalam perbedaan yang disemangati saling hormat menghormati, dan mereka berusahaan berlindung dari “kesamaan-kesamaan yang ada”, ini dapat dicapai melalui dominasi tradisi agama dan etnik yang berasal dari “yang satu”.  Yang jadi sumber perbenturan menurut Professor of Law and Ethics University of Chicago ini adalah pertentangan antara kehendak menguasai dengan kehendak untuk hidup bersama dalam kesetaraan. [2][3]
Posisi kontra Huntington juga dapat temui pada pandangan Dominique Moisi. Ilmuan politik dari Perancis ini cenderung melihat pertentangan yang terjadi lebih disebabkan oleh faktor psikologis: balutan ketakutan, keterhinaan, dan harapan, Ketakutan Dunia Barat, keterhinaan Dunia Muslim dan harapan sebagian besar negara-negara di Asia. Oleh karena itu, diperlukan upaya menghilangkan ketakutan yang tak berdasar, menciptakan kesetaraan (menumbuhkan martabat) agar melenyapkan rasa keterhinaan, dan terus berusaha mewujudkan masa depan yang penuh harapan dengan semangat perdamaian. [4]
Untuk menciptakan solidaritas global harus dimulai dari upaya saling mengenal. Hal lain yang sangat penting adalah mengenali “musuh bersama” dan problem-problem bersama. Demo anti Perang AS atas Irak menjadi sinyal positif bagi peluang kerjasama antar orang-orang yang punya semangat menciptakan kerukunan dari berbagai belahan dunia. [5] Dalam batas-batas tertentu, upaya inilah yang sedang dilakukan CRCS UGM untuk mewujudkan situasi dunia baru yang lebih harmonis dengan semangat mencari sekutu di antara “musuh” lama. (GUN)□

Catatan Kaki:

[1] Keterangan dalam bahasa Indonesia dari admin blog afaisalmarzuki.
[2] Keterangan dalam bahasa Indonesia dari admin blog afaisalmarzuki.
[3] Wahai manusia! Sungguh, Kami (Allah) telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami (Allah) jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (ta’aruf). [QS Al-Hujurāt 49:13] - Catatan kaki dari admin blog afaisalmarzuki.

[4]Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi (dan diantara keduanya), perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui (untuk saling kenal - ta’aruf, saling memahami - tafahum, - kerja sama - ta’awun). [QS Ar-Rūm 30:22] - Catatan kaki dari admin blog afaisalmarzuki.

[5] Dalam Hubungan Sosial Kemasyarakatan. Dzalim adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, melanggar perkara yang ‘haq’ dan menyakiti sesama manusia baik jiwa, harta maupun perasaannya. Lawan kata Dzalim adalah Adil.

Hukum Berbuat Dzalim:
عَنْ أَبِى ذَرٍّ عَنِ النَّبِىِّ فِيمَا رَوَى عَنِ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ: يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا
Dari Abu Dzar, dari Nabi saw sebagaimana diriwayatkan dari Allah -Tabaraka wa ta’ala- Allah berfirman: “Wahai hambaKu, sesungguhnya Aku mengharamkan atas diriKu berbuat dzalim, dan Aku menjadikannya (kedzaliman) haram diantara kalian maka janganlah kalian saling mendzalimi.” [HR Muslim]

Allah Ta'ala berfirman: "Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, akan tetapi barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka sungguh pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang dzalim. Tetapi orang-orang yang membela diri setelah didzalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka. Sesungguhnya kesalahan hanyalah ada pada orang-orang yang berbuat dzalim kepada manusia dan melampui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itulah akan mendapat siksaan yang pedih. Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia. Dan barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak ada baginya pelindung setelah itu. Kamu akan melihat orang-orang dzalim ketika mereka melihat adzab berkata, ‘Adakah kiranya jalan untuk kembali ke dunia’?" [QS Asy-Syūrõ 42:40-44]. - Catatan kaki dari admin blog afaisalmarzuki.



Sumber:

(Dinarasikan dari slide powerpoint yang disampaikan oleh Dr. Zainal Abidin Bagir pada Diskusi “Great Thinkers” Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 31 Oktober 2011).
http://crcs.ugm.ac.id/articles/493/menguji-the-clash-of-civilizations-samuel-p-huntington.html


Tuesday, February 23, 2016

Syumuliyyah Islam 2







Keimanan adalah sumber tenaga jiwa yang mendorong manusia untuk merealisasikan kebaikan dan kehendak Allah dalam kehidupan ril (senyatanya). Islam memandang bahwa, keimanan yang tidak dapat mendorong manusia untuk bekerja mengeksplorasi potensi alam dan potensi dirinya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik, adalah keimanan yang negatif dan fatal.

Itulah sebabnya Islam memberi penghargaan besar kepada kerja sebagai bukti sikap positif dan dinamika dalam mengelola kehidupannya. Allah swt berfirman: “Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman (mukmin)”, QS At-Taubah 9:105.



KARAKTERISTIK (AJARAN) ISLAM


S
ebagai sebuah sistim, Islam mempunyai karakteristik yang membedakannya dengan sistim-sistim yang lain. Karakteristik adalah ciri-ciri umum yang menjadi bingkai dari keseluruhan ajaran Islam. Cara pandang Islam terhadap berbagai permasalahan eksistensial seperti Tuhan, alam, manusia dan kehidupan, serta interpretasinya terhadap berbagai peristiwa selamanya akan berada dalam bingkai ciri-ciri umum tersebut. Karakteristik ini pula yang kemudian menjadi letak keunggulan Islam terhadap sistim-sistim lainnya. Ciri-ciri umum tersebut adalah rabbaniyah, syumuliyah, insaniyah, tsabat, tawazun, waqi’iyyah, dan ijabiyyah. Paparan penjelasannya dari karateristik-karakteristik tersebut sebagai berikut uraian dibawah ini.


Rabbaniyyah

Rabbaniyyah adalah nisbat kepada kata Rabb yang berarti Tuhan. Artinya Islam ini adalah agama atau jalan hidup yang bersumber dari Tuhan. Ia bukan kreasi manusia, juga bukan kreasi nabi yang membawanya. Maka Islam adalah jalan Tuhan. Tugas para nabi adalah menerima, memahami dan menyampaikan ajaran itu kepada umat manusia:
  • “Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya”, QS Al-Mā’idah 5:67.

Sumber ajaran merupakan titik perbedaan paling signifikan antara berbagai ideologi. Sumber ajaran Islam adalah Allah swt, Tuhan semesta alam, Tuhan yang menciptakan manusia dan yang paling mengetahui hakikat manusia serta apa saja yang dibutuhkannya; kebutuhan fisik, ruh dan akalnya. Ia adalah sumber yang terpercaya yang memiliki semua hak dan kelayakan untuk mengatur manusia. Kekuatan sumber itu melahirkan rasa aman untuk menerima kebenaran dan menghilangkan keraguan. Ia bukan saja mambawa kebenaran mutlak, tapi juga terjaga validitasnya sepanjang masa, sebagai firman-Nya dalam Kitab Suci Al-Qur'an yang artinya:
  • “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang ragu”, QS Al-Baqarah 2:147.

Semua ideologi lain memiliki kelemahan mendasar karena sumbernya adalah manusia yang tidak pernah bisa membebaskan diri dari hawa nafsu, katerbatasan, kelemahan dan ketidakberdayaan. Ideologi manusia tidak pernah sanggup melampaui hambatan ruang dan waktu dan dengan mudah menjadi usang dan dibuang ke ruang masa lalu oleh ketidaksesuaian.


Syumuliyyah

Syumuliyyah, artinya ajaran. Ajaran ini mencakup seluruh dimensi kehidupan manusia. Yaitu mulai dari pribadi, keluarga, masyarakat hingga negara; dari sosial, ekonomi, politik, hukum, keamanan, lingkungan, pendidikan hingga kebudayaan; dari etnis Arab dan non-Arab yaitu meliputi seluruh etnis manusia, dari kepercayaan, sistim hingga akhlak; dari Adam hingga manusia terakhir; dari sejak kita bangun tidur hingga kita tidur kembali; dari kehidupan dunia hingga kehidupan akhirat. Jadi kecakupan Islam dapat kita dari beberapa dimensi; yaitu ● dimensi waktu, ● dimensi demografis, ● dimensi geografis dan ● dimensi kehidupan. Apa yang dimaksudkan dengan dimensi-dimensi tersebut, paparannya adalah seperti berikut dibawah ini.

Yang dimaksud dengan dimensi waktu adalah bahwa Islam telah diturunkan Allah swt sejak Nabi Adam as hingga mata rantai kenabian ditutup pada masa Rasulullah Muhammad saw. Dan Islam bukan agama yang hanya diturunkan untuk masa hidup Rasulullah saw, tapi untuk masa hidup seluruh umat manusia di muka bumi, sebagaimana firman-Nya yang artinya:
  • “Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Siapa yang berbalik kebelakang, maka ia tidak dapat merugikan Allah sedikitpun.  Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur", QS Āli ‘Imrān 3:144.

Yang dimaksud dengan dimensi demografis adalah bahwa Islam diturunkan untuk seluruh umat manusia dengan seluruh etnisnya, dan bahwa mereka semua sama di mata Allah swt sebagai ciptaan-Nya dan dibedakan satu sama lain karena asas ketakwaan: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sebagaimana firman-Nya menyebutkan yang artinya:
  • Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti”, QS Al-Hujarāt 49:13.
  • “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua  umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”, QS Saba’ 34:28.

Yang dimaksud dengan dimensi geografis adalah bahwa ajaran Islam diturunkan untuk diterapkan di seluruh penjuru bumi. Maka Islam tidak dapat diidentikkan dengan kawasan Arab (Arabisme), karena itu hanya tempat lahirnya. Islam tidak mengenal sekat-sekat tanah air, sama seperti ia tidak mengenal batasan-batasan etnis, firman-Nya menyebutkan yang artinya:
  • “Dan (ingatlah), ketika Tuhamu berfirman kepada para malaikat: “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi”. Mereka berkata: “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami kami senantiasa bertasbih, memuji-Mu dan mensucikan nama-Mu?” Dia  berfirman; ”Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”, QS Al-Baqarah 2:30.
  • “Al-Qur’an itu tidak lain adalah peringatan bagi semesta alam, (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang menghendaki menempuh jalan yang lurus”, QS At-Takwīr 81:27-28.
  • “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”, QS Al-Anbiyā’ 21:107.

Yang dimaksud dengan dimensi kehidupan adalah bahwa Islam membawa ajaran-ajaran yang terkait dengan seluruh dimensi kehidupan manusia; sosial, ekonomi, politik, hukum, keamanan, pendidikan, lingkungan dan kebudayaan. Itulah sebabnya Allah swt menyuruh berislam secara kaffah, atau berislam dalam semua dimensi kehidupan kita.
  • ”Wahai orang-orang yang berirman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan jangankah kamu ikuti langkah-langkah syaitan. Sungguh, ia (Syetan) musuh yang nyata bagimu”, QS Al-Baqarah 2: 208.
Ini pula yang dimaksud Allah swt bahwa Ia telah menyempurnakan agama ini dan karena itu meridhoinya sebagai agama terbaik bagi umat manusia:
  • “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu”, QS  Al-Mā’idah 5:3.

Insaniyyah

Insaniyyah, artinya bahwa ajaran Islam mendudukan manusia pada posisi kunci dalam struktur kehidupan ini. Manusia adalah pelaku yang diberi tanggungjawab dan wewenang untuk mengimplementasikan kehendak-kehendak Allah swt dimuka bumi (khalifah). Maka Allah swt memberi penghormatan tertinggi kepada manusia dalam firman-Nya menyebutkan yang artinya:
  • “Dan sunguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di daratan dan di laut, dam Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik,  dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”, QS Al-Isrā’ 17:70.
Selanjutnya Allah swt menyusun ajaran-ajaran Islam sedemikian rupa sesuai dengan fitrah dasar manusia, sebagaimana firman-Nya yang menyebutkan:
  • “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui", QS Ar-Rūm 30:30.
 
Islam datang untuk membebaskan umat manusia dari perbudakan sesama manusia. Di hadapan Rustum menjelang Perang Qadisiyah, Rub’i bin ‘Amir menjelaskan misi itu ketika beliau berkata: “Kami datang untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada manusia yang lain.”

Hak asasi manusia - dalam semua bentuknya - merupakan bagian paling inheren dalam keseluruhan ajaran-ajaran Islam. Hak-hak asasi itu merupakan seperangkat kondisi dan wilayah kewenangan yang mutlak dibutuhkan manusia untuk menjalankan misinya dalam kehidupan ini.

Hal ini tercatat dalam sejarah Islam sebagai berikut: “Sejak kapan kamu memperbudak manusia, padahal ibu-ibu mereka telah melahirkan mereka dalam keadaan bebas”, kata Umar Bin Khattab kepada ‘Amru Bin ‘Ash saat puteranya menampar wajah seorang warga Qibthy (Kristen).


Tsabat dan Tathawwur

Tsabat artinya permanen, sedang Tathawwur artinya pertumbuhan. Ciri permanensi adalah turunan dari ciri Rabbaniyyah. Maksudnya adalah bahwa Islam membawa ajaran yang berisi hakikat-hakikat besar yang bersifat tetap dan permanen dan tidak akan pernah berubah dalam semua ruang dan waktu. Hakikat-hakikat itu melampaui batas-batas ruang dan waktu, serta bersifat abadi.

Seperti hakikat abadi tentang wujud dan keesaan Allah, hakikat penyembahan kepada Allah, hakikat alam sebagai ciptaan dan wadah fisik bagi kehidupan kita, hakikat manusia sebagai makhluk yang paling terhormat karena misi khilafahnya, hakikat iman kepada Allah, malaikat, rasul, kitab suci dan takdir baik dan buruk serta hari akhirat adalah syarat diterimanya semua amal manusia, hakikat ibadah sebagai tujuan hidup manusia, hakikat aqidah sebagai ikatan komunitas Muslim, hakikat dunia sebagai tempat ujian, hakikat Islam sebagai agama satu-satunya yang diterima Allah.

Semua hakikat itu bersifat abadi dan permanen dan tidak berubah karena faktor ruang dan waktu. Hakikat-hakikat dasar dan nilai-nilai itu bukan saja tidak dapat berubah, tapi juga tidak mungkin bertumbuh; sebagaimana realitas dan pola-pola kehidupan manusia terus berubah dan bertumbuh, sebagaimana firman-Nya menyebutkan yang artinya:
  • “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, QS Ar-Rūm 30:30.
Itu sama sekali tidak berarti bahwa Islam mengebiri dan membekukan gerakan pemikiran dan kehidupan secara keseluruhan. Yang dilakukan Islam hanyalah memberi bingkai (frame of reference) di dalam mana pemikiran dan kehidupan manusia bergerak dan bertumbuh. Dalam bingkai itulah kaum Muslimin bergerak dan berkreasi, menghadapi tantangan perubahan hidup secara pasti dan elastis, bermetamorfosis secara teratur dan terarah, bertumbuh secara dinamis dan terkendali.

Bingkai seperti ini mutlak dibutuhkan untuk menciptakan rasa aman dan kepastian, keterarahan dan keutuhan, konsistensi dan kesinambungan. Kalau ada rahasia di balik soliditas dunia Islam selama lebih dari seribu tahun, itu karena adanya frame of reference tersebut. Itu kekuatan ideologi dan spiritual yang senantiasa memproteksi Islam dari penyimpangan dan keusangan, sebagaimana firman-Nya menyebutkan yang artinya:
  • “Dan seandai kebenaran itu menuruti keinginan mereka, pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya. Bahkan Kami telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu, QS Al-Mu’minūn 23: 71.

Tawazun

Tawazun, artinya keseimbangan. Ajaran-ajaran Islam seluruhnya seimbang dan memberi porsi kepada seluruh aspek kehidupan manusia secara proporsional. Tidak ada yang berlebihan atau kekurangan, tidak ada perhatian yang ekstrim terhadap satu aspek dengan mengorbankan aspek yang lain. Karena semua aspek itu adalah satu kesatuan dan menjalankan fungsi yang sama dalam struktur kehidupan manusia.

Ada keseimbangan antara bagian-bagian yang bersifat fisik (lahir, konkrit) dan metafisik (gaib, abstrak) dalam keimanan. Ada keseimbangan antara kecondongan kepada materialisme dan spiritualisme dalam kehidupan. Ada keseimbangan antara aspek ketegasan hukum dan persuasi moral dalam bernegara. Ada keseimbangan antara Sunnah Kauniyah yang eksak dan pasti dengan kehendak Allah yang tetap bebas dan tidak terbatas (seperti dalam kasus istri nabi Ibrahim yang melahirkan di usia yang sangat tua, atau Maryam yang melahirkan tanpa proses biologis normal, atau pendinginan api bagi Ibrahim dan lainnya, semua ini tanpa harus mengganggu kepastian gerak alam yang dapat diobservasi oleh manusia secara empiris). Ada keseimbangan antara ibadah yang bersifat mahdhah (khusus) dengan ibadah dengan wilayah yang luas. Firman-Nya menyebutkan yang artinya:
  • “Sungguh, Kami menciptakan sesuatu menurut ukuran (kadarnya masing-masing)”, QS Al-Qamar 54:49.
Dalam firman-Nya yang lain menyebutkan yang artinya:
  • “Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih”, QS Al-Mulk 67:3.

Ciri keseimbangan ini telah memproteksi Islam dari keterpecahan dan dikhotomi yang selalu ada dalam ideologi lainnya. Ada spiritualisme yang ekstrim dalam gereja di abad pertengahan, tapi juga ada materialisme yang ekstrim pada kaum sekuler. Ada porsi kelompok yang berlebihan dalam sosialisme, tapi juga ada porsi individu yang ekstrim dalam kapitalisme liberal. Ini menciptakan pertentangan-pertentangan dalam struktur ideologi dan senantiasa mewariskan kegoncangan psikologis akibat ketidakutuhan dalam diri pada pemeluknya.


Waqi’iyyah

Waqi’iyyah, artinya realisme. Islam diturunkan untuk berinteraksi dengan realitas-realitas obyektif yang nyata-nyata ada sebagaimana ia adanya. Selain itu ajaran-ajarannya didisain (di-design) sedemikian rupa yang memungkinkannya diterapkan secara nyata dalam kehidupan manusia. Ia bukan nilai-nilai ideal yang enak dibaca tapi tidak dapat diterapkan. Ia merupakan idealisme yang realistis, tapi juga realisme yang idealis.

Tuhan adalah realitas obyektif yang benar-benar wujud dan wujud-Nya diketahui melalui ciptaan-Nya dan kehendak-Nya diketahui melalui gerakan alam. Alam dan manusia juga realitas obyektif, sebagaimana firman-Nya menyebutkan yang artinya:
  • “Sungguh, Allah menumbuhkan butir (padi-padian) dan biji (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Itulah (kekuasaan) Allah, maka mengapa kamu masih berpaling? Dia menyingsingkan pagi dan manjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketetapan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”, QS Al-An’ām 6:95-96.

Tapi konsep Islam juga didisain sesuai dengan realitas obyektif manusia, kondisi ruang dan waktu yang melingkupinya, hambatan internal dan eksternalnya, potensi ril yang dimiliki manusia untuk menjalani hidup. Islam memandang manusia dengan segala kekuatan dan kelemahannya; dengan ruh, akal dan fisiknya; dengan harapan-harapan dan ketakutannya; dengan mimpi dan keterbatasannya. Lalu berdasarkan itu semua Islam menyusun konsep hidup ideal yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan nyata manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya. Islam bukan idealisme yang tidak mempunyai akar dalam kenyataan (fitrah manusia dan sunatullahnya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya yang artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”, QS Al-Baqarah 2:286.


Ijabiyyah

Ijabiyyah, artinya sikap positif dalam menjalani kehidupan sebagai lawan dari pesimisme dan fatalisme. Keimanan bukanlah sesuatu yang beku dan kering yang tidak sanggup menggerakkan manusia. Keimanan adalah sumber tenaga jiwa yang mendorong manusia untuk merealisasikan kebaikan dan kehendak Allah dalam kehidupan ril. Islam memandang bahwa, keimanan yang tidak dapat mendorong manusia untuk bekerja mengeksplorasi potensi alam dan potensi dirinya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik, adalah keimanan yang negatif dan fatal.

Itulah sebabnya Islam memberi penghargaan besar kepada kerja sebagai bukti sikap positif dan dinamika dalam mengelola kehidupannya. Allah swt berfirman yang artinya: “Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman (mukmin)”, QS At-Taubah 9:105.


KESIMPULAN


T
asawwur (pemahaman makna) Islam ini memberi gambaran umum dan menyeluruh tentang ciri-ciri utama yang menjadikan agama Islam begitu istimewa dan tetap relevan untuk memandu kehidupan sepanjang zaman.

Secara umum, ciri-ciri utama bagi agama Islam boleh disimpulkan kepada beberapa ciri yang penting seperti berikut: Ketuhanan (Rabbaniyyah); Lengkap (Syumuliyyah); Realistik (Waqi’iyyah) Sejagat (Universal, ‘Alamiyyah); Tetap tetapi anjal - elastic, keras tapi lembut (Al-Thabat wa Al-Murunah); Seimbang (Al-Tawazun); Sederhana (Wasatiyyah). Positif (Ijabiyyah). Paparan dalam bahasa Inggris (dan diartikan dalam bahasa Indonesia), dalam bentuk ringkasannya sebagai berikut:

Rabbaniyyah - Derived from Rab. It simply means godliness. In Islam, all Muslim must believe that all deeds are connected with the willing of God. - Berasal dari kata Rabb. Yang berarti kesalehan. Dalam Islam, semua Muslim mesti percaya bahwa semua perbuatan berhubungan dengan keridhaan Tuhan

Syumuliyyah - Comprehensive. Muslims believe that Islamic teaching include every single thing in their daily life. - Lengkap (dan sempurna). Seorang Muslim percaya bahwa ajaran Islam mencakup setiap hal yang ada dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Waqi'iyyah - Realistic. It means that Islam is suitable for humanity or human needs. For instance, people naturally need sexual relation. So in Islam, there is a way to channel this need in the best way, which is through marriage. - Realistis. Artinya Islam cocok untuk fitrah kemanusiaan atau kebutuhan manusia. Misalnya, orang secara alami membutuhkan hubungan seksual. Jadi dalam Islam, ada cara untuk menyalurkan kebutuhan ini dengan cara terbaik, yaitu melalui pernikahan.

Alamiyah - Universal. Islam is not only for Arab even though it was revealed initially to Arab people. It is however, suitable for all ethnics and races. - Universal. Islam tidak hanya untuk Arab meskipun ia diturunkan pada awalnya di seputar orang-orang Arab (karena mulai turunnya di tanah Arab). Namun demikian,cocok untuk semua suku dan ras manusia yang ada di muka bumi.

Thabat and Murunah - Firm yet flexible. For example, it is compulsory for Muslims to cover their aurat. This ruling is fixed. However, the way you cover it is flexible. For instance, men can wear jean or trouser or sarong. Women can wear either niqab or hijab or tudung. - Tegas (Tetap) namun fleksibel. Sebagai contoh, wajib bagi umat Islam untuk menutupi aurat mereka. Putusan ini sudah tegas (tetap). Namun, cara Anda menutupnya fleksibel. Misalnya, pria bisa mengenakan jean atau celana panjang atau sarung. Perempuan bisa mengenakan niqab atau hijab atau tudung (kerudungan).

Tawazun - Balanced between spiritual and material. For instance, Muslims are recommended to become wealthy by striving to get money. This is for their material needs. However, they are also obligated to pay charity, to fulfill their spiritual needs. - Seimbang antara spiritual dan material. Misalnya, umat Islam dianjurkan untuk menjadi kaya dengan berusaha mendapatkan uang yang halal. Ini untuk kebutuhan material mereka. Namun, mereka juga berkewajiban untuk membayar zakat dan memberikan sedekah, sebagai amalan dalam memenuhi kebutuhan spiritual mereka.

Wasatiyah - Moderate. In Islamic civilization, Muslims must keep everything lawful, based on shari'ah, in moderate way, i.e. not to extreme and not too inferior. - Moderat. Dalam peradaban Islam, umat Islam harus menjaga segala hal yang halal, (yaitu) berdasarkan syari'ah (akhlak dan peraturan atau ajaran Islam), dengan cara moderat, yaitu tidak ekstrim dan tidak pula merendah aturan pokok yang ada.

Penutup pembahasan tajuk ini ada baiknya di kutip pendapat Yusuf al-Qaradawi yang menerangkan ke-alsyumuliyyah-an (ajaran, paradigm, aturan) Islam sebagai berikut:

Al-Syumuliyyah merupakan satu keistimewaan Islam yang membedakan Islam dengan agama, falsafah dan aliran lain yang diketahui oleh manusia dengan segala makna dan dimensi yang terkandung di dalam perkataan syumul itu sendiri. Ia meliputi semua zaman, seluruh kehidupan dan seluruh unsur manusia, (Yusuf al-Qaradawi, 2000:256)

Di dalam al-Qur’an, Allah swt telah menyebut dengan jelas tentang kesyumulan Islam. Firman Allah swt yang tersebut seperti itu yang artinya:

“Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan (melainkan ada) di dalam Kitab”, QS Al-An’am 6:38.

Selain itu, Allah swt berfirman:

Alyawma akmaltu lakum dīnakum wa atmamtu ‘alykum ni’matī wa radhītu lakumul  islāma dīnā - “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu (din al Islam) untukmu dan, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu”, QS al-Ma’idah 5:3.


Demikianlah ajaran dan cita Islam yang sesungguhnya bagi kemanusian yang berkemajuan dalam peradabannya. Luar biasa cakupan serta isi dari ajaran dan paradigma Islam itu.

Dari kejelasan (al-bayān) yang didapat, kemudiannya, mari kita pedomani dan amalkan dalam keseharian hidup kita seperti yang telah dipaparkan dalam pembelajaran yang bertajuk Syumuliyyah Islam 1 dan Syumuliyyah Islam 2 diatas. Billahi taufiq wal hidayah. □ AFM


Kembali ke (klik--->): Syumuliyyah Islam 1


Sumber:
Terjemahan ayat-ayat berdasarkan Terjemahan Tafsir Per Kata AlFatih, Pustaka AlFatih.
http://pksrancah.blogspot.com/2012/01/syumuliyah-islam-kemenyuluruhan-islam.html
https://quizlet.com/28519394/characteristic-of-islamic-civilization-flash-cards/□□□

Blog Archive