Wednesday, March 16, 2016

Konsep Persatuan Kehidupan dalam Islam 3



Oleh: A. Faisal Marzuki




Kata Pengantar

   Gambaran penduduk Islam dengan penduduk dunia seperti yang dipapar oleh Dr. M. Masri Muadz di REPUBLIKA.CO.ID dapat dilihat seperti berikut, bahwa: Jumlah penduduk dunia (2013) adalah tujuh miliar dua puluh satu juta lebih (7.021.836.029). Sebaran menurut agama dimulai dari prosentasi yang terbesar dan diakhiri dengan prosentasi terkecil, adalah: Islam 22.43%, Kristen Katolik 16.83%, Kristen Protestan 6.08%, Orthodok 4.03%, Anglikan 1.26%, Hindu 13.78%, Buddhist 7.13%, Sikh 0.36%, Jewish 0.21%, Baha’i 0.11%, Lainnya 11.17%, Non Agama 9.42%, dan Atheists 2.04% (www.30 days.net).



Bahkan dikatakan bahwa jumlah pemeluk Islam pada 2012 adalah 2.1 milyar. Sedangkan jumlah pemeluk Kristen dan Protestan adalah 2 milyar. Sehingga Islam saat ini, kendati dibandingkan dengan pemeluk Kristen dan Protestan sekalipun, sudah menjadi agama terbesar di dunia (www.religiouspopulation). Subhanallah.

Penduduk dunia (2011) tumbuh 137% dalam satu dekade terakhir, di mana Kristen tumbuh sebanyak hanya 46%, sebaliknya,  Islam tumbuh sebanyak 5 kali lipatnya: 235%. (The Almanac Book of Facts, 2011). Dikatakan, bila tren pertumbuhan ini terus berlangsung, diperkirakan pada tahun 2030, 1 dari 3 penduduk dunia adalah orang Islam. (www.muslimpopulation.com).

Dilihat per benua, menurut data UN (2012), sejak tahun 1989 sampai tahun 2012, perkembangan jumlah pemeluk agama Islam yang paling cepat terjadi di Australia  dan Oceania/Pacific 257.01%; kemudian berturut-turut diikuti oleh Eropa 142.35%; Amerika 25%; Asia 12.57%; Afrika 2.15%; dan Amerika Latin 4.73% (www.30-days.net).
 
Menurut The Almanac Book of Facts (2011), dalam sepuluh tahun terakhir, penduduk dunia bertambah sebanyak 137%. Di mana pemeluk agama Kristen bertambah sebanyak 46%. Sedangkan pemeluk agama Islam bertambah sebanyak 235% (www.geocities.com).

Sehingga disimpulkan bahwa Islam adalah agama dengan pertumbuhan pemeluk yang tertinggi di dunia, setiap tahunnya. Antara 1990 sampai 2000, diperkiraan sekitar 12.5 juta orang dari berbagai agama, pindah ke agama Islam. (Guinness Book of World Records, 2011).

Perkembangan Islam yang sangat cepat ini disebabkan oleh dua faktor penting. Pertama, oleh tingkat kelahiran (fertility rate) yang tinggi di negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim.

Kedua, oleh jumlah orang-orang yang pindah (conversion) dari agama lain ke agama Islam yang juga tinggi, terutama di Amerika, Eropa dan Australia dalam 20 tahun terakhir (The Almanac Book of Facts, 2011).

Menurut hasil poll (2012) di Amerika, diketahui sekitar 200.000 orang setiap tahunnya pindah dari agama Kristen ke agama Islam. (www.usislam.org)

Sebuah studi oleh Faith Matters (2011) di Inggris, diketahui bahwa dalam 10 tahun terakhir, diperkirakan jumlah orang Inggris yang pindah dari agama lain (Kristen) menjadi pemeluk agama Islam adalah sebanyak 5.000 orang setiap tahun (http://insideislam.wisc.edu).

Terkait dengan perkembangan Islam yang cepat ini, menurut CNN, pemeluk Kristen semakin tidak meyakini kebenaran ajaran agama mereka. Sebaliknya pemeluk Islam, keyakinan terhadap kebenaran agama mereka semakin meningkat.





   Gambaran lain dari dunia Islam adalah seperti yang diposting oleh Kamaludin Khair dalam blognya dengan tajuk "Furu’iyah Dalam Islam". Apa itu furu’iyah? Mengapa furu’iyah bisa memicu perpecahan? Hal itulah yang akan kita coba bahas dalam tulisan ini.

Secara etimologis atau secara bahasa, furu’iyah berarti perbedaan. Perbedaan yang akan kita bahas kali ini di antaranya adalah perbedaan-perbedaan pandangan, pola fikir, pendapat, faham, dan berbagai perbedaan lain yang seringkali memicu perpecahan.

Fakta saat ini, Islam telah terbagi-bagi menjadi banyak golongan. Di Indonesia sendiri, telah begitu banyak golongan-golongan yang menamakan golongan mereka dengan nama yang berbeda-beda, berdasarkan faham yang dianut. Nah, apakah perbedaan-perbedaan ini yang menjadi masalah? Tentu saja bukan. Perbedaan-perbedaan adalah sesuatu yang wajar, bahkan selalu ada.

Perbedaan ini bahkan telah terjadi sejak zaman Rasulullah saw. Perbedaan faham itu seringkali terjadi di antara para sahabat. Namun kendati demikian, perbedaan yang terjadi pada masa rasulullah tidak menimbulkan perpecahan internal karena setiap terjadi suatu perbedan, perbedaan tersebut selalu bisa teratasi dengan adanya Rasulullah saw sebagai rujukan dan pedoman. Perbedaan-perbedaan baru banyak terjadi setelah Rasulullah wafat. Dan di sinilah mulai terjadi banyak perpecahan. Banyaknya perubahan yang terjadi setelah wafatnya Rasulullah saw membuat banyak para sahabat dan ulama melakukan ijtihad terhadap suatu hukum. Kalau saat Rasulullah saw masih hidup, tentunya segala hal akan berpedoman pada Rasulullah saw. Namun dengan meninggalnya Rasulullah saw, ijtihad para ulama sangat mempengaruhi perkembangan Islam pada masa setelahnya. Perbedaan sudut pandang, pemikiran, kondisi, dan faham membuat para ulama memiliki ijtihad yang berbeda-beda. Karena perbedaan ini, muncullah golongan-golongan baru. Beberapa golongan-golongan ini kemudian menganggap golongan mereka sebagai satu-satunya golongan yang benar dan mengklaim golongan-golongan lain sebagai golongan yang salah. Hal inilah yang sesungguhnya tidak boleh terjadi.

Dalam kondisi kita saat ini, seharusnya setiap golongan saling menghormati kepada golongan lain. Tidak boleh ada saling menjatuhkan di antara sesama muslim. Setiap perbedaan seharusnya bisa menjadi bahan bagi setiap golongan untuk memperbaiki golongannya sendiri menjadi lebih baik. Jangan selalu melihat sisi buruk dari golongan lain, karena setiap golongan pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan dari golongan lain bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki golongannya sendiri menjadi lebih baik.

Dengan adanya saling menghargai antar golongan, Islam tentunya akan jauh lebih kuat. Islam akan mampu menghadapi tantangan zaman jika mereka bersatu dalam visi yang sama demi mewujudkan kejayaan Islam. Tidak ada suatu hukum yang dapat dianggap salah ketika hukum itu jelas sumbernya. Rasulullah saw tidak pernah menyalahkan pendapat dari salah satu sahabat yang memiliki pemikiran atau tindakan yang berbeda, selama pemikiran dan tindakannya tersebut memiliki dasar dan sumber yang benar dan kuat. Perbedaan sudah lazim terjadi dalam hal tatacara ibadah dan sebagainya. Hal itu tidaklah seharusnya membuat Islam menjadi terpecah. Tidak ada yang boleh mengklaim sesat golongan lain selama apa yang mereka perdebatkan tidak ada sangkut pautnya dengan masalah akidah. □



Keniscayaan Hidup Sesama Muslim


“Sesungguhnya orang-orang mu’min itu bersaudara, karena itu damaikanlah antar kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kamu kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. [QS Al-Hujarāt 49:10]

“Seorang Muslim bagi Muslim yang lain bagai suatu bangunan, yang saling menguatkan satu sama lain”. (HR Bukhari Muslim)



K
eniscayaan dalam bahasa Inggris disebut necessity, artinya unavoidability yaitu: keharusan yang tidak dapat dihindari lagi. Atau indispensable, artinya absolutely necessary, kata sifat yang berarti: sangat atau mutlak penting dan wajib dilakukan. Dalam filsafat berarti: the principle according to which something must be so, by virtue either of logic or of natural law, yaitu: prinsip yang menurut sesuatu harus begitu, berdasarkan salah satu dari logika berfikir atau hukum alam memang demikian atau axiomatic: self-evident or unquestionable. Artinya   terbukti dengan sendirinya atau tidak perlu dipertanyakan lagi.

Juga populer disebut “sine qua non” or “condicio sine qua non”: an indispensable and essential action, condition, or ingredient, yaitu: “sine qua non” or “condicio sine qua non” adalah suatu tindakan yang sangat diperlukan, dengan membuat  kondisi yang kondusif, sebagai obat penyembuh untuk menjadi sehat - dalam hubungan sosial kemasyarakatan antara sesama muslim dan sesama manusia.  Dengan itu maka “Persatuan dan Kerukunan” dalam hidup bermasyarakat, berorganisasi, bernegara, berantar negara sekarang ini diperlukan, harus ada, tidak boleh tidak, “Persatuan dan Kerukunan” mesti ditegakkan di dunia ini.

Kalau tidak, maka manusia bukan lagi sebagai manusia homo-social - makhluk yang suka bersosial kemasyarakatan, tapi telah menjadi manusia homo homini lupus. Homo homini lupus is a Latin proverb meaning "A man is a wolf to another man" (Homo homini lupus adalah pepatah Latin yang berarti "Manusia adalah serigala bagi manusia lain"). Dalam bahasa Indonesianya lazim disebut - makhluk yang saling memangsa satu sama lainnya. Kalau ini terjadi di abad ke-21 ini atau di millennium ke-3 akan sangat berbeda dengan dengan abad ke-20. Dalam Perang Dunia ke-1 dan Perang Dunia ke-2 menghabisi 100 juta manusia dengan menggunakan senjata konvensional. Namun perang berikutnya adalah perang dengan menggunakan senjata pemusnah masal yang massif seperti senjata nuklir, kuman, kimia yang daya rusaknya luar luar biasa karena mengakibatkan “doomsday”. Yaitu suatu akibat yang dibuat oleh manusia itu sendiri, bukan hukum takdir kauniyyah yang telah ditentukan oleh Tuhan Maha Pencipta Alam Semesta Raya di Raya. Terutama perang Antar Bangsa (Antar Negara), atau antara kelompok-kelompok Bangsa (kelompok Negara) dengan kelompok-kelompok Bangsa lainnya (kelompok Negara lainnya).

Apa arti kata doomday? Doomsday: A time or event of crisis or great danger - Waktu atau peristiwa krisis atau bahaya besar.  Disebut juga: The last day of the world's existence, artinya: Hari terakhir dari keberadaan dunia - akibat perang yang tidak lagi menggunakan senjata konvensional tapi nuklir, kuman dan kimia, bahkan sinar laser (star war). Lihat juga blog ini dalam tajuk Senjata Nuklir dan Daya Rusaknya I, Senjata Nuklir dan Daya Rusaknya II.


Dalil Persatuan dan Kerukunan

Persatuan dan kerukunan artinya, orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, kalau terjadi pertikaian (perbedaan) pendapat, damaikanlah. Sebagaimana firman-Nya menyebutkan:  “Sesungguhnya orang-orang mu’min itu bersaudara, karena itu damaikanlah antar kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kamu kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. [QS Al-Hujarāt 49:10]


Dalil Larangan Bercerai-berai

Dilarang bercerai-berai (tidak kompak, tidak bersatu), artinya mesti tetap dalam satu wadah, mengingat ada suatu kemashalatan yang lebih besar dari hanya perbedaan pendapat (jika perlu, walaupun berbeda pendapat setelah kubu-kubu yang berbeda mengutarakan pendapatnya, maka diambil pemungutan suara yang jujur). Berdasarkan firman-Nya: “Dan berpegang-teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka (kesengsaraan dalam hidup bernafsi-nafsi), lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. [QS Āli ‘Imrān 3:103]


Dalil Larangan Perbuatan yang Merusak Persatuan dan Kerukunan

Dilarangnya perbuatan yang merusak persatuan dan kerukunan adalah untuk tetap menyelamatkan tujuan yang telah digariskan bersama yaitu untuk kemashalatan bersama. Agar persatuan dan kerukunan tetap utuh maka kita harus menghindari perbuatan yang dapat merusak persatuan dan kerukunan sebagaimana yang dijelaskan dalam firman-Nya: Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian  prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebahagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, Sungguh Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [QS Al-Hujarāt 49:12]

Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penyebab runtuhnya persatuan dan kerukunan adalah sebagai berikut:

a).   Berburuk sangka sebelum menanyakan terlebih dahulu kepada yang bersangkutan, b).    Mencari-cari kesalahan orang lain, c).    Menggunjing sesorang dibelakang orang yang digunjingkan, d). Hasad atau dengki atas kelebihan orang lain tanpa menyadari dirinya sendiri ada kekurangannya,  e).    Memperolok-olok orang lain baik laki-laki maupun perempuan, f).   Mencaci orang lain dengan kata-kata yang menyakitkan, g).    Memanggil orang lain dengan gelar-gelar yang tidak disukai. Semuanya itu karena tanpa kebersihan hati atau tanpa ada dialog atau komunikasi terlebih dahulu. Pun kalau ada dialog yang tidak tercapai kesatuan pendapat dalam suatu issue tertentu tanpa sopan santun yang memadai (tanpa saling menghargai dan toleran dalam perbedaan pendapat, atau tidak mengakui kebenaran lawan dialognya yamg memang pantas didengarkan dan selanjutnya diakui).
   

Nilai-Nilai Positif Sikap Persatuan dan Kerukunan

Mengandung nilai positif (manfaat) yang cukup besar bagi setiap Muslim yang mengamal kan persatuan dan kerukunan  antara lain: a).   Persatuan dan kerukunan umat merupakan awal dan pondasi terjalinnya ukhuwah dalam masyarakat, b). Memperkukuh persatuan dan kesatuan yang menjadi syarat mutlak untuk mencapai cita-cita yang tinggi dan mulia, c).   Memudahkan seseorang untuk mengais rezeki atau manfaat dari kemashlahatan bersama (dalam teamwork), sebab dengan sikap ini akan menjadikan kehidupan tenang serta membangun kerjasama dan merentas jalan untuk memperoleh rezeki dan manfaat lainnya, d).  Menimbulkan ketenteraman dan kedamaian dalam hidup bermasyarakat, e).  Menjadi pilar utama untuk memberdayakan potensi dan membangun masyarakat kearah yang lebih maju dan berperadaban, f). Menjadi tolak ukur solidaritas kemanusiaan yang akan mengantarkan kearah kesejehteraan kehidupan dalam bermasyarakat, g). Memiliki dampak bagi terciptanya masyarakat yang beradab dan sebagai sarana mendapat rahmat Allah swt.


Membiasakan Sikap Persatuan dan Kerukunan

Pada umumnya manusia cenderung di kuasai oleh hawa nafsu (egoism) untuk merasa menang dan benar sendiri dalam berbagai hal. Supaya persatuan dan kerukunan dapat tegak dengan kokoh diperlukan empat tiang penyangga yaitu hal-hal berikut:

1). Ta’aruf, yaitu saling kenal mengenal yang tidak hanya bersifat fisik atau biodata ringkas belaka, tetapi lebih jauh lagi menyangkut latar belakang pendidikan, budaya, madzab agama, pemikiran, ide-ide, cita-cita, serta problema hidup yang di alami.

2). Tafahum, yaitu saling memaklumi kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan masing-masing, sehingga segala macam bentuk kesalahpahaman dapat di hindari. Saling isi mengisi dalam mengisi dari yang kurang diisi oleh yang lebih, yang lebih mem-backup yang kurang.


3). Ta’awun, yaitu tolong menolong atau ta’awun adalah kebutuhan hidup manusia yang tidak dapat dipungkiri sebagai makhluk sosial. Kenyataan membuktikan, bahwa suatu pekerjaan atau apa saja yang membutuhkan pihak lain, pasti tidak akan dapat dilakukan sendirian oleh seseorang meski dia memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang hal itu. Ini menunjukkan, bahwa tolong-menolong dan saling membantu (teamwork) adalah keharusan dalam hidup manusia. Allah subhānahū wa ta’ālā telah berfirman,”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” [QS Al-Maidah  5:2].

Ta’awun dalam artian semangat teamwork dalam bekerja, yaitu tolong menolong dimana yang kuat menolong yang lemah dan yang memiliki kelebihan menolong orang yang kekurangan.

4).  Takaful,  yaitu saling memberikan jaminan, sehingga menimbulkan rasa aman, tidak ada rasa kekhawatiran dan kecemasan menghadapi hidup ini, karena ada jaminan dari semua saudara untuk memberikan pertolongan yang diperlukan dalam menjalani hidup.

Dalam artian yang lain adalah: Saling memikul resiko (misalnya tertimpa musibah) diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara setiap orang mengeluarkan dana kebajikan (baca; tabarru’) yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut.

5) Itsar, saling membela dan tidak bertengkar satu sama lainnya melainkan dengan ada dialog, komunikasi, musyawarah dan antar pribadi dan pribadi-pribadi dalam organisasi yang disemangati rasa “Persatuan dan Kerukunan”, sebagaimana firman-Nya:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” [QS Al-Mā’idah  5:2].

Rasul Muhammad saw bersabda:

“Seorang Muslim bagi Muslim yang lain bagai suatu bangunan, yang saling menguatkan satu sama lain”. (HR Bukhari Muslim)

“Perumpamaan kaum Muslimin dalam saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling menolong di antara mereka seperti perumpamaan satu tubuh. Tatkala salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lainnya akan merasakan pula dengan demam dan tidak bisa tidur”. (HR Imam Muslim dalam Shahih-nya.)

“Salah seorang dari kalian tidak beriman (dengan sempurna) sampai ia mencintai saudaranya, sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim)

“Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya”.
 
“Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin lainnya, dia tidak membiarkannya (di dalam kesusahan), tidak merendahkannya, dan tidak menyerahkannya (kepada musuh)”.
 
Semua ini adalah ajaran yang mengkuatkan hubungan setiap sesama muslim, dan menyatukan setiap hati individu-individu muslim dalam persatuan yang kokoh dan kuat tak tergoyahkan dari segala hembusan, bisikan, berita yang akan memecah belahnya dalam perpecahan. Bahkan apabila kita memperhatikan firman Allah ‘Azza wa Jalla yang lainnya sebagai berikut:
 
"Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran, dan saling menasihati untuk kesabaran". [QS Al-‘Ashr 103:1-3].
 
Dengan memperhatikan firman Allah di atas dapat dipahami, yaitu: sesama muslim saling memberikan nasihat”, ini juga termasuk menumbuhkan rasa persaudaraan dalam persatuan. Karena saling menasihati tidak akan terjadi pada satu orang saja, tapi terjadi pada suatu kelompok, antara satu dengan yang lainnya, saling mengingatkan, saling menasehati dan saling meluruskan dalam kesabaran masing-masing.

Jangan saling bertengkar dalam masalah furu’iyah dan berita yang memecah belah.

Furu’ (jamak far’un) sendiri berarti cabang atau cabang-cabang, ialah ketentuan hukum yang bersifat rinci sebagai hasil ijtihad. Masalah furu’ adalah masalah fikih yang ada beberapa isinya kontroversialnya (tidak semua). Furu’ disebut juga sebagai masalah ijtihadiyah atau masalah khilafiyah. Ilmu fikih sendiri sering disebut juga ilmu furu’. Perbedaan dalam furu’ (khilafiyah) ini wajar, dan tidak masalah pokok yang substantive. Dalam masalah furu’ ini dapat ditolerir dengan baik, dan tidak perlu dipertengkarkan, dan tidak perlu terjadi pecah-belah sesama umat.

Masalah berita yang dapat memecah-belah harus kita waspadai, karena belum tentu benar adanya. Perlu diteliti dulu kebenarannya, sebagai firman-Nya:

Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan, tanpa mengetahui keadaannya yang sebenarnya) yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. [QS Al-Hujurāt 49:6]
 
Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

“Dan berpeganglah kamu semuanya pada tali (agama) Allah (ajaran dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah), dan janganlah kamu bercerai-berai”. [QS Āli ‘Imrān 3:103]

Berpegang teguh dalam tali persatuan, kesatuan dan kebersamaan dalam persaudaraan sesama muslim yang diajarkan dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasul-Nya.

Untuk mewujudkan ukhuwah islamiyyah, para pemimpin Islam, para ulama, tokoh masyarakat, dan para cendikiawan dan anggota masyarakat Islam hendaknya mengerti dan kemudiannya mempunyai kesamaan prinsip dalam empat hal yaitu adanya kesamaan visi yaitu pandangan kedepan dalam 1). Wawasan keagamaannya, 2). Wawasan kemasyarakatannya, 3). Wawasan universal, 4). Wawasan sesama organisasi-organisasi Islam yang mesti bersatu dalam kerukunan dengan memahami makna dari ta’aruf (saling mengenal); tafahum (saling memaklumi); ta’awun (saling tolong-menolong); takaful (saling memberi jaminan); dan Itsar (saling membela dan tidak bertengkar satu sama lainnya).

Juga memahami betul kemanfaatan dari “Persatuan dan Kerukunan” seperti yang diuraikan diatas. Sebaliknya, memahami betul bahwa perpecahan itu membawa konsekuensi yang fatal berupa malapetaka dan  azab kesengsaraan (neraka) bagi umat sesama Muslim yaitu mudah dimangsa oleh mereka yang tidak menyenangi Islam sebagai “rahmatan lil ‘alamīn”, dan hal itu tidak disukai oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Bahwa Allah ‘Azza wa Jalla telah menyempurnakan dan telah mencukupkan nikmat-Nya (dalam ajaran Islam) serta meridhai Islam sebagai agama kaum Muslimin [QS Al-Mā’idah 5:3]. Juga ajarannya yang kaffah yaitu:  “kebaikan hidup bagi pemeluknya di dunia dan di akhirat” - Rabbanā ātinā fid dunyā hasanah, wa fil ākhirati hasanah, wa qinā ‘adzāban nār. [QS Al-Baqarah 2:201]
         
Dengan telah membaca secara seksama uraian yang bermanfaat seperti tersebut diatas, maka tiada lain, mari membiasakan kebiasaan “Persatuan dan Kerukunan” beragama sesama umat muslim dengan cara memahami dan menyadari dengan sungguh dari hati dan pemikiran yang sehat bahwa persatuan dan kerukunan dapat: 1). Melahirkan kekuatan bagi sesama umat, 2). Menciptakan kebersamaan dalam kehidupan sesama muslim, 3). Melahirkan persaudaraan diantara sesama muslim, 4).    Menciptakan kehidupan yang damai dan tenang bagi setiap individu muslim dalam jamaah, 5). Melahirkan sikap saling menghargai dan toleran sesama umat, 6). Mencegah berbagai konflik yang merusak persatuan dan kerunan sesama umat muslim yang tidak perlu terjadi, dan dilarang sama sekali dalam ajaran Islam. Allahu ‘alam bish-shawab. Bersambung ke: Konsep Persatuan Kehidupan dalam Islam 4. □ AFM



Hidup dalam "Persatuan dan Kerukunan" menjadikan kita kuat. Musuh datang untuk "memangsa", tidak ada daya. Klik: BERSATU KITA KUAT.


Sumber:

Terjemahan ayat-ayat berpedoman kepada Terjemahan Tafsir Per Kata AlFatih, Pustaka AlFatih. □□□

Blog Archive