Friday, January 31, 2020

Manusia Dalam Telaahan Quranik




KATA PENGANTAR

T
elaahan artinya dalam kata benda (noun) berarti study, belajar, atau kajian. Dalam kata kerja (verb) berarti mempelajari, pengkajian yang dalam bahasa Inggris disebut research atau dalam bahasa Indonesia telaahan, lihat ‘google translate’. Dalam hal ini adalah mempelajari atau mengkaji sesuatu dari sumbernya, yaitu al-Qur’an atau Qur’anik.

Jadi, tema ‘Manusia Dalam Telaahan Qur’anik’ adalah objek pengkajian atau pengajiannya adalah tentang manusia, yaitu siapa manusia, asal kejadiannya dan perannya selaku manusia berdasarkan sumber informasi dari al-Qur’an.

Al-Qur’an ini, merupakan kumpulan firman Allah Pencipta Alam Semesta, termasuk manusia. Jadi “pisau pembedah” dipinjam dari tangan pertama, first hand, langsung dari Sang Maha Penciptanya Manusia (Rabb Al-Nās, baca: robbin nās - “a” nya dibaca panjang, kadang “a” nya ditulis “aa” atau “ā”).

Sedang study atau telaahan lainnya yang bersumber dari pemikiran manusia. Hasilnya bisa tidak lengkap atau hanya sebagai hypothesis - sangkaan saja. Hipotesis atau teori sifatnya tidak mutlak atau relatif, karena bisa benar atau tidak lengkap. Bahkan fatal - salah besar, seperti halnya teori Darwin dalam mengkaji asal manusia sesuai dengan hasil “penelitian”-nya (abad ke-19) manusia adalah “berasal dari keturunan kera”. Sementara perkembangan penelitian di abad ke-2o mengatakan tidak, karena jumlah kromosom kera tidak sama dengan kromosom manusia. [1]

Seperti apa yang dikatakan oleh Nietzsche, [2] bahwa bumi atau dunia tempat manusia hidup menurut pendapatnya ‘dunia ini tak bermakna’, pendapat atau faham mana disebut sebagai paham nihilisme. Dunia merupakan tempat di mana kematian, keterasingan, kesepian berkuasa. Untuk itu kita harus menjadi manusia ‘superman’. Lebih kurang kurang begitu pula dengan Camus [3], hanya saja jalan keluarnya diatasi dengan melakukan ‘pemberontakan’ [4]

Nihilisme adalah sebuah pandangan filosofi yang sering dihubungkan dengan Friedrich Nietzsche. Nihilisme mengatakan bahwa dunia ini, terutama keberadaan manusia di dunia, tidak memiliki suatu tujuan. Nihilis biasanya memiliki beberapa atau semua pandangan ini: tidak ada bukti yang mendukung keberadaan pencipta, moral sejati tidak diketahui dan etika sekuler adalah tidak mungkin. Karena itu, kehidupan tidak memiliki arti dan tidak ada tindakan yang lebih baik daripada yang lain. Beberapa filsuf yang pernah menulis mengenai nihilisme adalah Friedrich Nietzsche dan Martin Heidegger. [5]

Demikianlah beberapa contoh dari gambaran tentang manusia dalam hidupnya di dunia (nama lain dari bumi), kalau hanya berpegang kepada pendapat atau pemikiran manusia semata. Padahal dalam pandangan ajaran Islam manusia hidup di bumi tidak fatalistik seperti yang disebutkan mereka.

Mari ikuti paparan telaahan tentang manusia sebagai objek study (pengajian, mencari tahu) menurut ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an Al-Karim seperti diuraikan berikut dibawah ini.




MANUSIA
DALAM TELAAHAN QUR’ANIK
Oleh: A. Faisal Marzuki


PENDAHULUAN

dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?” QS Adz-Adzāriyāt 51:21.

Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya (tubuh biologis) dan (kemudian) Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan) Ku, QS Shad 38:72.



K
ata manusia disebut juga orang, yaitu kita. Kita sendiri sering kali atau suatu waktu pernah terbetik dan bertanya, siapakah kita sebenarnya. Rasa ingin tahu manusia ini disebut pula dalam firman-Nya yang artinya, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?” QS Adz-Adzāriyāt 51:21.

Dalam bahasa Inggris manusia sebagai kata benda (noun) disebut human atau man yang artinya manusia atau orang. Disebut pula human being yang arti insan. Dalam bahasa yang tertera dalam al-Qur’an disebut Al-Basyar, Al-Insān, Al-Nās, Bani Adam, Al-Ins. Kata-kata tersebut sangat menarik! Kenapa?

Selama ini kata “manusia” atau “man” sering digambarkan - otomatis dalam benak kita kita - sebagai makhluk hidup (biologis) yang tidak beda dengan binatang (kera) seperti yang digambarkan dalam teori Darwin [6].

Sementara Rabb Al-Nās (baca rabbinās, artinya Tuhan yang memelihara, mengurus, dan menciptakan seluruh manusia) menyebutkan dengan kata-katanya: “Al-Basyar”, “Al-Insān”, “Al-Ins”, “Bani Adam”, “Al-Nās” yang di lekatkan kepada kata manusia dalam bahasa kita, bahasa Indonesia. Jadi gambaran manusia dalam tinjau Qur’anik - yang menyebutkannya berbeda kata itu - rupanya masing-masing menunjukkan gambar manusia ditinjau dari “asal kejadian”, “sifat”, dan “tugas” atau “peran” dari manusia itu sendiri.

Kata yang menggambarkan “asal kejadian” yaitu, “Al-Basyar” (makhluk individual biologis); “Al-Insān” dan “Al-Ins” (makhluk individual biologis dan spiritual). Kata yang menggambar “tugas atau berperan” yaitu, “Bani Adam” dan “Al-Nās”, yaitu manusia yang berasal dari keturunan-keturunan Adam, bersifat makhluk sosial, biologis dan spiritual (ruh) yang berperan sebagai khalifah-khalifah pemakmur bumi atau yang membangun peradaban.

Manusia Al-Nās (Bani Adam) adalah makhluk biologis-spiritual yang tidak sama dengan makhluk biologis lainnya seperti tanaman (nabati) dan binatang (khewani). Kedua yang terakhir ini tidak ada kemampuan menejemen (organisasi) dan iptek (ilmu dan teknologi) yang perlu dalam membangun peradaban yang disebut juga tamaddun atau hadharah atau civilization, selain manusia (Al-Nās).

Dalam bahasa yang tertera dalam al-Qur’an disebut al-basyar sebanyak 37 kali, al-insān, al-nās (baca: annās - bacanya a dipanjangkan yang sering ditulis aa atau ā), Bani Adam sebayak 7 kali dalam 7 ayat, dan al-ins sebanyak 18 kali dalam 17 ayat di 9 surah.

Dari lima kata tersebut dapat dipadatkan kedalam tiga kata yaitu, Al-Basyar - manusia sebagai makhluk hayati yang bersifat biologis; Al-Insān - sebagai makhluk hidup yang bersifat biologis dan spiritual; Al-Nās (baca: annās) - sebagai makhluk hidup bersifat sosial, bermasyarakat. Berikut ini adalah uraian tentang Al-Basyar, Al-Insān, Al-Nās.


GAMBARAN MANUSIA
AL-BASYAR (MAKHLUK BIOLOGIS)

A
l-Basyar adalah gambaran manusia secara materi, yang dapat dilihat, memakan sesuatu, berjalan, dan berusaha untuk mencari dan memenuhi kebutuhan kehidupannya. Malah berusaha meningkatkan dirinya dengan menambah pengetahuan melalui iqra’ (tulis-baca adalah kunci ilmu pengetahuan), QS Al-‘Alaq 96:1-5. Manusia dalam pengertian ini terdapat dalam Al-Qur’an sebanyak sekitar 37 kali di berbagai surah.

Menurut M. Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar kata yang bermakna “penampakan sesuatu dengan baik dan indah”. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Al-Qur’an menggunakan kata basyar sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna untuk menunjuk manusia dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya.

Dengan demikian, kata basyar dalam Al-Qur’an menunjuk pada dimensi makhluk hidup yang bersifat material fisikal atau badaniyah. Untuk pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan dirinya diperlukan makan, minum, tidur, dan bekerja dst sebagai layaknya makhluk biologis lainnya.

Dari makna ini lantas lahir makna-makna lain yang lebih memperkaya definisi manusia. Dari akar kata basyar lahir makna bahwa proses penciptaan manusia terjadi secara bertahap sehingga mencapai tahap kedewasaan. Allah 'Azza wa Jalla berfirman yang artinya:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia (basyar) yang berkembang biak.” (QS Ar-Rūm 30:20)

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. [QS Al-Hijr 15:28]

Tanah yang dimaksudkan disini adalah tanah liat kering dari lumpur hitam dan air yang dibentuk, dari pada itu diambil sari patinya, sebagaimana Firman-Nya menyebutkan yang artinya:

Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. [QS Al-Anbiyā’ 21:30]

Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. [QS Al-Mu’minūn 23:12]


Sari Pati Tanah

Secara analisa kimiawi tanah liat atau tanah lumpur yang mengandung air, dan zat-zat kimia dari unsur-unsur karbon, nitrogen, hidrogen dan oksigen. Dengan zat-zat itu memungkinkan sesuatu itu bisa berkembang menjadi sebuah kehidupan. Berdasarkan analisa kimiawi jasad manusia basyar mengandung lk 96% unsur-unsur atom yang sama dengan tanah yaitu dalam bentuk karbon hidrat, lemak, protein dan asam inti. Ini berarti bahwa jasad manusia yang bersifat basyar ini dalam tinjauan saintifik sama seperti yang dikatakan al-Qur’an.

Protein adalah pondamen yang membentuk terjadinya sebuah kehidupan. Komponen protein ini adalah bahan terjadinya kulit dan kulit tanduk seperti kuku, rambut dan bulu-bulu yang tumbuh (groomy) di tubuh. Protein lainnya membentuk antibodi yang berfungsi sebagai zat yang mempertahankan dari serangan zat lain yang akan merusak tubuh. Dalam bentuk enzym, zat ini sangat dibutuhkan sebagai unsur katalisator (biocatalyst) yang mempercepat ribuan proses reaksi kimia yang rumit untuk menopang (sustaining) kehidupan tubuh manusia.

Karbon hidrat adalah struktur komponen yang vital sebagai sumber utama yang menghasilkan energi yang diperlukan bagi kehidupan organ-organ tubuh lainnya.

Lemak yang dihasilkan oleh sel tubuh sebagian besar berfungsi sama seperti karbon hidrat, namun hasilnya tidak digunakan segera, melainkan disimpan sebagai cadangan yang kelak jika dibutuhkan akan menghasilkan energi. Kenapa orang berpuasa (tidak makan dan tidak minum) masih mempunyai energi, karena antara lain diambil dari lemak tubuh itu.

Asam inti dalam bentuk deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA), adalah bagian yang memegang peranan dalam mesintesa protein dan juga sebagai informasi asal keturunan dari satu generasi ke generasi lainnya. Bahkan bukan itu saja, DNA adalah salah satu bukti tanda jati diri pribadi seorang manusia. Maka dari itu dalam pengadilan abad ke-21 ini dijadikan sebagai alat bukti siapa pelaku suatu kejadian. Setiap manusia unik, satu dan lainnya berbeda rumusan atau struktur DNA-nya. [7]

Yang menjadi pertanyaan besar para ilmuan adalah bila terjadi lompatan dari bahan mati (inorganic chemical) menjadi bahan hidup (biochemical, organic molecules). Atau tanah menjadi jasad tubuh yang hidup, setidaknya dalam bentuk sel sederhana (primitive cells). Sampai kini ilmu pengetahuan belum bisa mengungkapkan secara pasti. [8]

Jadi pada dasarnya jasad manusia - disebut basyar dalam al-Qur’an - terdiri dari kumpulan-kumpulan jenis makhluk hidup yang dinamakan sel (cell), dimana satu individu sel bersama-sama individu-individu sel lainnya membentuk lapisan-lapisan atau disebut juga tissu (tissue). Kumpulan dari tissu ini membentuk organ-organ tubuh. Kumpulan organ-organ inilah kemudian membentuk menjadi lebih besar lagi, namun merupakan satu kesatuan dalam satu sistim yang disebut sebagai tubuh atau manusia. Berlainan dengan jenis makhluk biologis lainnya seperti tanaman dan binatang. Manusia yang bertubuh, mampu berkreasi, karena diberi pula akal budi, QS At-Tin 95:4.

Jalaluddin mengatakan bahwa berdasarkan konsep basyr, manusia tidak jauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia terkait kepada kaidah sebagai makhluk biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia terkait kepada kaidah prinsip kehidupan biologis seperti berkembaing biak. Sebagaimana halnya dengan makhluk biologis lain. Mengenai proses dan fase perkembangan manusia sebagai makhluk biologis, telah disebutkan oleh Allah 'Azza wa Jalla dalam Al-Qur’an 14 abad yang lalu, sebagai berikut:

(1). Prenatal (sebelum lahir), proses penciptaan manusia berawal dari pembuahan (sel telur dengan sperma) di dalam rahim, pembentukan fisik sebagaimana firman-Nya dalam Kitab Suci Al-Qur’an  menyebutkan yang artinya:

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani - nuthfah (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). [QS Al-Mu’minūn 23:12,13]

Kemudian air mani (nuthfah) itu Kami jadikan segumpal darah (’alaqah, a leech-like structure); Lalu segumpal darah (’alaqah, a leech-like structure) itu Kami jadikan segumpal daging (mudghah, a chewed-like structure); Dan segumpal daging (mudghah, a chewed-like structure) itu Kami jadikan tulang belulang (idhāma, bone or skeleton); Lalu tulang belulang (idhāma, bone or skeleton) itu Kami bungkus dengan daging (lahman, kisā, the clothing of bones with flesh or muscle). Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain (al-nash’a). Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. [QS Al-Mu’minūn 23:14]

(2). Pos Natal (sudah lahir) proses perkembangan dari bayi, remaja, dewasa dan usia lanjut, sebagaimana firman-Nya menyebutkan yang artinya:

Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian setetes mani, lalu dari (menjadi) segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak, kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua. Tetapi diantara kamu ada yang dimatikan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) agar kamu sampai kepada waktu yang ditentukan, agar kamu mengerti.  [QS Ghāfir atau Al-Mu’min 40:67]


GAMBARAN MANUSIA AL-INSĀN
(MAKHLUK BIOLOGIS-SPITITUAL)

P
roses menjadi manusia ’basyariah tidak berhenti disitu saja, Tuhan Al-Khāliq menginginkan manusia itu sebagai manusia ’insaniah yaitu manusia yang berakal tapi berbudi pula atau berkesadaran budi. Sering disebut manusia yang berakal budi.

Pengertian akal budi ini sepertinya double amphasis, saling memperkuat yaitu budi itu akal. Dalam kamus umum bahasa Indonesia oleh Poerwadarminta kata budi artinya akal, yakni sebagai akal batin untuk menimbang baik dan buruk, benar dan tidak. Budi bisa pula berarti tabiat, watak, atau perangai yang ber-akhlak. Budi bisa pula berarti kebaikan. Budi berarti pula daya upaya atau ikhtiar. [9]

Akal itu budi yaitu akal yang dapat bimbingan kearah yang bermanfaat, kebaikan yang merupakan rahmat bagi diri tubuh manusia. Bagaimana caranya supaya potensi manusia berakal budi, maka Tuhan Al-Khāliq Al-Insān meniupkan ruh (ciptaan-Nya) ke dalam jasad tubuh manusia yang telah tercipta itu sebagaimana firman Allah ’Azza wa Jalla sendiri menyebutkan yang artinya sebagai berikut:

Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya (tubuh, jasad, bashar) dan (kemudian) Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan) Ku, [QS Shād 38:72]

Disinilah letak bedanya dengan makhluk-makhluk biologis lainnya, seperti makhluk tumbuhan dan makhluk khewan lainnya, sebagaimana dijelaskan juga oleh Dr. Emeritus Keith L. Moore dalam suatu forum organisasi Islam di Amerika sebagai berikut.



Embryology

Tahun 1940-an, Professor Stiger dari Institut Carnegie Embryology Washington D. C. telah menuliskan penemuannya dalam bidang biologi khususnya ‘stages of human development’ - tahap-tahap perkembangan cabang bayi (dalam kandungan). Dia (Professor Stiger) mengatakan bahwa dari sperma menjadi manusia diperlukan 23 tahap berdasarkan bentuknya. Namun, pendapat ini hanya bertahan sampai tahun 1970, tidak lama setelah ilmuan yang lain melakukan penelitian kembali selama 4 tahun berdasarkan tinjauan dari ayat-ayat Al-Qur’an dan penelitian ‘microscope research’. Dari Al-Qur’an diambil dari Surah At-Tāriq ayat 6 dan Surah Al-Mu’minūn (the Believers) ayat 12-14. [10]

Demikianlah seperti yang dikatakan oleh Dr Emeritus Keith L. Moore, Prof of Anatomy and Cell Biology, Canada. Dr. Moore, is one of the world’s most prominent scientist it’s in the fields of anatomy and embryology - Dr. Moore, adalah salah seorang ilmuan paling terkemuka di dunia di bidang anatomi dan embriologi.

Ia menyusun pula sebuah buku yang berjudul: ‘Developing Human’, the best book authorize by one person - Perkembangan Manusia Dalam Rahim (Kandungan), sebuah buku yang diotorisasi oleh satu orang, oleh lembaga ilmu pengetahuan embryology Amerika. Buku ini telah diterjemahkan ke beberapa bahasa.

Kata Dr. Moore: “However Quran uses vivid details to explain the stages of human embryology. Way before any human being presented anything on embryology, let alone stages of embryology. Surah 23 (the Believers) verse 12-14” - Namun (firman Allah Azza wa Jalla) Al-Quran (14 abad silam telah) menyebutkan detail-detailnya terperinci untuk menjelaskan tahapan perkembangan embriologi manusia (cabang bayi). Jauh sebelum manusia menyajikan apa pun tentang embriologi, termasuk detail dari tahapan-tahapan perkembangan embriologinya. (Seperti diterangkan dalam) Surah ke-23 (Al-Mu’minūn) ayat 12-14.

Selanjutnya, pentahapan kejadian manusia ini sebagaimana yang diuraikan seperti tersebut diatas [QS Al-Mu’minūn 23:12,13,14] [QS Shād 38:72] dapat disimpulkan seperti berikut:

Dari tahap jasad tanah (chemical inorganic) berlanjut menjadi tahap hayat, atau disebut juga tahap biologis (chemical organic) dan berjiwa. Nah manusia semacam inilah yang baru dikenal oleh ilmu pengetahuan (common science) manusia. Yaitu sejak dari maniyyun (sel sperma dan ovum) sampai mudhghah (lengkap dengan jaringan daging, otot, organ-organ dan rangka tubuh serta rangka atau frame manusia seperti tengkorak dan tulang belulang lainnya).

Tahap final yang sesungguhnya benar-benar sebagai manusia adalah tahap yang menentukan manusia sebagai manusia insaniah (al-insān) dimana tubuh biologis dan berjiwa itu mengandung pula zat berupa ruh  - seperti yang disebutkan dalam firman Allah ’Azza wa Jalla dalam Al-Qur’an Surah ke-38, Shād ayat 72 - Keseluruhan itu semua jadi satu paket ’jasad plus ruh’ yang dinamakan diri atau nafs. [11]

Yang disebut manusia kemudiannya meninggal dunia (mati) yaitu tubuh (jasad) dari tanah kembali ke tanah, sedangkan ruh (tetap hidup) kembali ke ’langit’ sebagai ’produk’ langit. Ruh (jati diri sebenarnya dari manusia) tersebut dimintai pertanggungan jawab atas pekerjaannya ’baik’ atau ’tidak’ selama semasih hidup atau berada di dunia yang diberi ’cangkang jasad’ untuk memudahkan melaksanakan pekerjaannya dalam kehidupnya. Apakah sesuai dengan amanah yang diberikan Tuhan Pencipta-nya?

Dalam al-Qur’an kata al-ins atau al-insān disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali, kata al-ins senantiasa dipertentangkan dengan al-jinn (jin), yakni sejenis makhluk halus yang tidak bersifat materi yang hidup diluar alam manusia (alam fisikal), dan tidak tunduk kepada hukum alam kehidupan manusia sebagaimana disebutkan oleh Allah ’Azza wa Jalla dalam Al-Qur’an sebagai makhluk diciptakan dari api. Makhluk yang membangkang tatkala diperintahkan untuk bersujud kepada Adam.


Al-Insān

Kata al-insān bukan berarti basyar dan bukan juga dalam pengertian al-ins. Pemakaian kata Al-Insān dalam Al-Qur’an, mengandung pengertian makhluk mukallaf (yang dibebani tanggung jawab) mengemban amanah Allah untuk menjadi khalifah dalam rangka memakmurkan bumi. Al-insān sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-‘Alaq adalah mengandung pengertian sebagai makhluk yang diciptakan dari segumpal darah, makhluk yang mulia sebab memiliki ilmu, dan makhluk yang melampaui batas karena telah merasa puas dengan apa yang ia miliki.

Potensi manusia menurut konsep al-Insān diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan berinovasi (Jalaluddin, 2003: 23). Jelas sekali bahwa dari kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan berupa pemikiran (ilmu pengetahuan dan teknologi), kesenian, ataupun benda-benda buatan manusia. Kemudian melalui kemampuan berinovasi, manusia mampu merekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian manusia dapat menjadikan dirinya makhluk yang berbudaya dan berperadaban.


Insan

Sementara itu, kata insan terambil dari kata ins yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Musa Asy’arie menambahkan bahwa kata insan berasal dari tiga kata: anasa yang berarti melihat, meminta izin, dan mengetahui; nasiya yang berarti lupa; dan al-uns yang berarti jinak. Menurut M. Quraish Shihab, makna jinak, harmonis, dan tampak lebih tepat daripada pendapat yang mengatakan bahwa kata insan terambil dari kata nasiya (lupa) dan kata nāsa-yanūsu (berguncang).

Dalam Al-Qur’an, kata insān disebut sebanyak 65 kali. Kata insān digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa (ruh atau spiritual) dan raga. Bahkan, lebih jauh Bintusy Syathi’ menegaskan bahwa makna kata insān inilah yang membawa manusia sampai pada derajat yang membuatnya pantas menjadi khalifah di muka bumi, menerima beban taklīf dan amanat kekuasaan.


Consciousness (Kesadaran, Qalbu)

Tuhan sebenarnya telah melengkapi pada diri manusia peralatan yang kita tidak sadari sangat canggih (malah menurut psikologi-eksperimen melebihi kemampuan pemikiran otak) berupa komponen ‘bio-spiritual’ yang tidak terdapat pada makhluk-makhluk lain yaitu berupa consciousness (kesadaran), atau dalam istilah agama disebut ‘hati’ atau boleh juga disebut ‘hati-nurani’ atau ‘qalbu’.

Manifestasi dari hati-nurani atau qalbu ini keluar dalam bentuk adanya kesadaran tentang moral, integritas, kesadaran baik, menimbang mana yang baik dan mana yang buruk kemudian mengikuti yang baiknya, inilah yang disebut akhlak. Dengan kesadaran akhlak ini manusia selalu terbimbing dengan baik.

Hati atau Qalbu adalah indera dari ‘akal-batin’. Yaitu suatu visi yang mampu menangkap kebenaran, rasa keadilan dan nilai-nilai baik atau hakikat-hakikat yang baik dan benar. Tahu diri itu datangnya dari sini. Sesuatu yang terbaik dan benar inilah motivasinya dalam bekerja. Motivasinya massif, melebihi kemampuan akal-otak.

Kalau kita menyebutkan hati atau hati-nurani atau qalbu, maka para psikolog menyebutnya ‘EI’ (baca i-ai). Yaitu kependekan dari ‘Emotional Intelligence’ yang lebih ampuh dari ‘IQ’ (baca ai-kyuw) yaitu kependekan dari ‘Intelligence Quotient’ artinya derajat kecerdasan. Jadi para pakar psikologi modern kini beralih dari kekagumannya kepada ‘IQ kini beralih kepada ‘EI’, makna mana bersesuaian dengan al-Qur’an. Qalbu mampu membedakan mana yang moral dan a-moral, jujur dan curang, korupsi dan tidak korupsi, kriminal dan budi baik. Akal-Otak (biologis), tidak tahu nilai.  Sedang Akal-Hati, tahu. Bukan berarti Akal-Otak (biologis) tidak penting, tapi harus dibimbing oleh Akal-Hati (spiritual). Kedua kinerja ini sangat diperlukan sebagai makhluk manusia al-Insān (makhluk biologis dan spiritualis), baca juga: Blain Spot Hidden biases of good people


GAMBARAN MANUSIA AL-NĀS (MAKHLUK SOSIAL)
MAMPU MENGEMBAN TUGAS ‘KHALIFAH’

D
alam konsep al-nās (baca: an-nās) pada umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial (Jalaluddin, 2003: 24). Tentunya sebagai makhluk sosial manusia harus mengutamakan keharmonisan bermasyarakat. Manusia harus hidup bersosial. Artinya tidak boleh atau tidak bisa hidup sendiri-sendiri, karena manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa kerjasama dengan manusia lain di sekitarnya.

Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan perempuan (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi masyarakat. Dengan kata lain adanya pengakuan terhadap spesis ini di dunia. Ini menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh saling menjatuhkan atau bermusuhan dan perang memerangi satu sama lainnya. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia dalam konsep al-nās. Yaitu manusia yang bertetangga, bermasyarakat, bernegara dan antar negara, sebagaimana yang ditegas Tuhan Maha Pencipta Manusia dalam firman-Nya yang artinya:

Wahai Manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (lita'ārafū) satu sama lainnya. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. [QS Al-Hujurāt 49:13]

Apa arti dan makna berta’aruf ini? Prinsip Ta’aruf ini meliputi: Ta’aruf; Tafahum; Ta’awun dan Itsar. Maknanya adalah (T) Ta’aruf yakni saling mengenal; (T) Tafahum yakni saling memaklumi latar belakang hidup, keyakinan dan pandangan hidup; namun dapat melakukan (T) Ta’awun yakni kerja sama dalam masalah hubungan sesama manusia; (I) Itsar yakni tidak saling bertengkar, tidak saling memusuhi, tidak saling memerangi.

Selain itu, kata basyar dan al-insān juga al-nās ini dimana manusia bukan hanya semata-mata manusia basyar (biologis), namun manusia yang dalam jasadnya ada rūh sebagaimana Pencipta-nya menyebutkan dalam firman-Nya yang artinya:

Maka apabila Aku telah menyempurnakan (kejadiannya), dan Aku telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku kedalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (tanda penghormatan, hormat). [QS Al-Hijr 15:29]

Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan rūh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)-nya dan Dia menjadikan (pada ruh itu melekatnya daya) pendengaran (daya simak), penglihatan (daya visi dan misi hidup) hati (daya kesadaran merasa dan mengerti) bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur (menggunakan daya-daya tersebut). [QS As-Sajdah 32:9]

Adanya ruh (kesadaran - melekatnya daya pendengaran, penglihatan dan hati) dalam cangkang - jasad basyar (biologis) manusia - inilah yang membedakan dengan makhluk-makhluk biologis nabati dan khewani lainnya, kalaupun serupa (seolah serupa) tapi tak sama. Manusia yang dalam ayat-ayat al-Qur’an disebut lebih rinci, yaitu sebagai basyar, al-insān, dan al-nās - yang dalam bahasa Indonesia disebut manusia saja. Nama-nama yang disebutkan dalam al-Qur’an ini terkait sebagai bahan asal kejadiannya sampai kepada perannya  dan tugas serta kewajibannya sebagai manusia yang beribadah kepada-Nya, melakukan amalan-amalan baik seperti membangun, memelihara lingkungan hidup, memelihara hubungan baik antar sesama manusia, karena sebagaimana firman-Nya menyebutkan yang artinya:

Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dengan sia-sia. (Sia-sia) Itu anggapan orang-orang kafir (yang tidak percaya sebagaimana yang telah disebutkan Frederich Nietzsche dan Albert Camus diatas atau belum membaca firman-Nya), maka celakalah orang-orang kafir (tidak mempercayai firman-Nya) itu karena (itu) mereka akan masuk neraka (karena menyesatkan). [QS Shād 38:27]

Ruh adalah daya (suatu makhluk ciptaan-Nya) yang ditiupkan Allah kepada janin dalam kandungan (Surat Al-Hijr 15:29, Surat As-Sajdah 32:9) ketika janin berumur 4 bulan 10 hari. Walaupun dalam istilah bahasa dikenal adanya istilah ruhani, namun kata ini lebih mengarah pada aspek kejiwaan, yang dalam istilah Al-Qur’an disebut nafs.

Dalam diri manusia, ruh berfungsi untuk: 1. Membawa dan menerima wahyu (Yang dibawa turun oleh Ar-Rūh Al-Amīn - Jibril, QS Asy-Syu’arā’ 26:193); 2. Menguatkan iman (Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari Dia, QS Al-Mujādalah 58:22). Dari ayat ini dapat dipahami bahwa manusia pada dasarnya sudah siap menerima beban perintah-perintah Allah dan sebagai orang yang dibekali dengan ruh ini dikaitkan dengan kedewasaan manusia yang menjadikannya mampu memikul tanggung jawab.

Akibat kemampuan mengemban tanggung jawab inilah, maka pantas tugas kekhalifahan dibebankan kepada manusia, sebagaimana firman-Nya menyebutkan yang artinya: Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ’Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’”. [QS Al-Baqarah 2:30]. Dan keturunan-keturunannya demikian pula: Dan Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi”. [QS Al-An’ām 6:165]


Manusia dalam Konsep Khalifah

Khalifah berarti pemimpin pengganti, yaitu pengganti dari jenis makhluk yang lain. Pemimpin dalam arti makhluk yang diberi amanah oleh Allah agar  melaksanakan perintah-Nya di muka bumi. Pada hakikatnya, eksistensi manusia dalam kehidupan dunia ini adalah untuk melaksanakan amanah Allah yaitu dengan cara mengelola dunia sesuai dengan kehendak penciptanya.

Peranan yang dimainkan oleh manusia menurut statusnya sebagai khalifah-khalifah Allah adalah terdiri daripada dua jalur yaitu jalur horizontal yang sering disebut hablum minannās dan jalur vertikal yang sering pula disebut hablum minallāh.

Peranan dalam jalur horizontal mengacu kepada bagaimana manusia mengatur hubungan yang baik sesama manusia dan alam sekitarnya. Sedangkan peranan dalam jalur vertikal pula menggambarkan bagaimana manusia berperanan sebagai hamba Allah melalui cara pengabdian diri hanya kepada-Nya sebagaimana firman-Nya menyebutkan yang artinya:

Dan Aku tiada menciptakan Jin dan Manusia, melainkan supaya mereka beribadat kepada-Ku. [QS adz-Dzāriyāt 51:56]

Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi. [QS Fathir 35:39]

Dalam peranan ini manusia perlu menyadari bahwa kemampuan yang dimilikinya untuk menguasai alam dan hubungan sesama manusia adalah kerana perintah dari Allah, yaitu untuk memakmurkan kehidupan di muka bumi. Sebagaimana  Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya:

“Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya, QS Hūd 11:61.

Manusia sebagai penghuni bumi untuk menguasai, memakmurkan dan memelihara lingkungan hidup dan ekosistimnya. Bangunnya kemakmuran dalam suatu peradaban dimungkinkan dengan adanya kedamaian hubungan antar masyarakat di suatu negara, begitu pula masyarakat antar negara.


PENUTUP

D
emikianlah Al-Qur’an telah memberikan petunjuk dan pengajaran serta gambaran kepada ummat manusia bahwa dari mana asal manusia, apa dan siapa manusia, serta peran apa dan bagaimana semestinya mengambil posisinya dalam kehidupannya di bumi.

Isi uraiannya benar-benar amazing dan mencerahkan kehidupan manusia di bumi yang berisi menyerukan hubungan baik sesama manusia yang amat diperlukan di milenium ke-3 seperti telah diterangkan diatas dengan konsep 3T1I-Nya.

Tidak ada alternatif lain yang lebih baik dan sempurna bagi ummat manusia, kecuali seperti pengenalan pengetahuan tentang “manusia sebenarnya” yang mengandung pengajaran seperti yang telah dipaparkan diatas.

Isi uraian tersebut pantas dipedomani dalam menjalani hidup kita agar tidak mudah terjerembab dalam kubangan nihilisma para pemikir-pemikir agnostik [12] yang meremehkan kehadiran dan ajaran Rabb  Al-‘Ālamīn wa Rabb Al-Nās. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. □ AFM



CATATAN KAKI:
[1] Charles Robert Darwin (1809-1882) adalah seorang naturalist dan biologist - Teori Darwin yang menyimpulkan bahwa “asal manusia dari keturunan kera (simpanse)”. Kesimpulan seperti itu didasari oleh penyaksian dan pengamatan belaka. Seharusnya menggunakan ilmu genetika sebagai alat pembuktian bagi teori asal-usul makhluk hidup, kendati ilmu genetika baru sempurna didasari oleh prinsip-prinsip ilmiah yang benar jauh setelah Charles Darwin meninggal dunia pada tahun 1882. Artinya, teori Darwin tidak didasari oleh prinsip ilmiah yang benar sama sekali.
Para ilmuan genetika modern mengatakan bahwa inti sel hidup mengandung kromosom-kromosom yang membawa setiap faktor genetika unik bagi tiap-tiap makhluk hidup. Mereka baru mempelajari kromosom dalam sel yang hidup pada tahun 1903.
Setelah itu, ditemukan bahwa jumlah kromosom masing-masing makhluk hidup berbeda satu sama lain. Kemudian, pada tahun 1912, mereka menemukan jumlah kromosom pada inti sel simpanse (kera) sebanyak 48 buah. Berdasarkan teori Darwin bahwa manusia adalah kera, para ilmuan pada saat itu meyakini bahwa jumlah kromosom pada inti sel manusia mestilah berjumlah 48 juga. Faktanya, para ilmuan pada tahun 1956 menemukan bahwa jumlah kromosom pada inti sel manusia hanya sebanyak 46 buah (23 pasang). Dari sinilah mereka lalu meyakini bahwa manusia adalah spesies makhluk yang sama sekali berbeda dari kera, dan bahwa sejak diciptakannya manusia tetaplah manusia, begitu pula halnya kera (kera tetaplah kera). [Misteri Potensi Gaib Manusia, Prof. Dr. Ahmad Syauqi Ibrahim. Jakarta. Qisthi Press. 2011, hal. 8]
[2] Frederick Nietzsche (1844-1900), filsuf Jerman, seorang pemikir yang sangat mempengaruhi alam pemikiran modern. Kritiknya terhadap alam masyarakat barat tempat dimana dia berasal dan hidup, terutama terhadap kebudayaan, agama Kristen, konformisme, nasionalisme dan rasa dendam mewarnai isi renungannya.
[3] Albert Camus (1913-1960), pengerang Perancis berhaluan eksistensialisme. Kesia-siaan hidup (absurditas) menjadi inspirasi penulis novel-novelnya. Tahun 1957 mendapat hadiah Nobel untuk kesusasteraan.
[4] Manusia Multi Dimensional, sebuah renungan filsafat, M. Sastrapratedja, editor, PT Gramedia, Jakarta, 1982. Halaman xi.
[5] https://id.wikipedia.org/wiki/Nihilisme
[6] Charles Robert Darwin (1809-1882) adalah seorang naturalis dan geologi. Ia menulis buku “The Origin of Spesies” (1859 dan “The Descent of Man” (1871). Dalam teorinya (Teori Darwin) yang terkenal dalam kehidupan manusia. Darwin berpendapat bahwa manusia berasal dari Kera. Nenek moyang manusia adalah kera yang berevolusi menjadi manusia modern seperti sekarang ini. Pendukung teori Darwin beranggapan bahwa semua makhluk berasal dari nenek moyang yang sama. [www.kompasiana.com]
[7] Bahan bacaan dari Britanica Encyclopedia, Biochemical of Organisms, hal 1007.
[8] Nobody knows what caused the spark of life to ignite in the primeval oceans over fours billion years ago. Even today the leap from inorganic chemical to primitive cells remain a mystery - Tidak ada yang tahu apa yang menyebabkan percikan kehidupan menyala di lautan purba lebih dari empat miliar tahun yang lalu. Bahkan hari ini lompatan dari bahan kimia anorganik ke sel primitif tetap menjadi misteri.  [The Way Nature Works, MacMillan Publishing Co., New York, hal 90]
[9] Kamus Umum Bahasa Indonesia, disusun oleh W.J.S. Poerwadarminta, Balai Pustaka, Jakarta 1995, hal. 158.
[10] The Divine Book 6_10 (Human Embryology), MPEG-4 Movie
[11]  وفضلناهم على كثير ممن خلقنا تفضيلا  - wa fadhdholnāhum ‘alā katsīrim mimman khalaqnā tafdhīlan - “Kami lebihkan mereka (manusia, anak cucu cicit dari keturunan Adam as) di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”. [QS Al-Isrā’ 17:70]
[12] Agnostic (Agnostik, Agnostisisme) adalah suatu pandangan bahwa ada atau tidaknya Tuhan atau hal-hal supranatural adalah suatu yang tidak diketahui atau tidak dapat diketahui.
Definisi lain yang diberikan adalah pandangan bahwa "alasan yang dimiliki manusia tidak mampu memberikan dasar rasional yang cukup untuk membenarkan keyakinan bahwa Tuhan itu ada atau keyakinan bahwa Tuhan itu tidak ada.
Agnostisisme adalah kepercayaan atau prinsip dari agnostik mengenai eksistensi dari segala hal yang diluar atau dibalik dari fenomena material atau pengetahuan tentang Sebab Pertama atau Tuhan, dan bukanlah suatu agama. [https://id.wikipedia.org/wiki/Agnostisisme].  □□



REFERENSI
Britanica Encyclopedia, Biochemical of Organisms.
The Way Nature Works, MacMillan Publishing Co., New York.
Photographic Atlas of the Body, Pictures Supplied by the Science Photo      Library, Foreword by Baroness Susan Greenfield CBE, Firely Books
The Divine Book 6_10 (Human Embryology), MPEG-4 Movie
https://www.kompasiana.com/arif_hidayatullah/567792ae62afbdbf1627d 929/tiga-nama-manusia-dalam-al-quran?page=all
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2014/05/islam-ilmu-pengetahuan-   i.html
https://www.academia.edu/9113973/HAKIKAT_MANUSIA_MENURUT_         ISLAM?email_work_card=thumbnail
Alfatih Tafsir Perkata Di Sarikan Dari Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Alfatih.
Anatomi Diri, telaahan Qur’anik, A.Faisal Marzuki (penulisan hasil kajian    bersama Ustadz Wahfiudin bin Sakam dan penelitian perpustakaan         sehubungan dengan topik kajian), Maryland (USA), 1999.
Misteri Potensi Gaib Manusia, Prof. Dr. Ahmad Syauqi Ibrahim. Jakarta.    Qisthi Press. 2011
Dan sumber-sumber lainnya. □□□

Blog Archive