Mukaddimah:
Y
|
ang dimaksudkan dengan “World
View of Islam” disini adalah bagaimana “cara pandang dunia dalam Ajaran Islam”.
Selama ini pada umumnya kita telah banyak mempelajari ajaran Islam dalam sisi
beribadah ‘habblum minAllah’ yaitu hubungan manusia dengan Tuhan Pencipta manusia
dan alam-alam selain manusia. Buku-buku telah banyak diterbitkan dan di baca. Penyampaian-penyampaian
dakwah semacam ini marak di Majelis Ta’lim, Pengajian Mingguan, dan Pengajian Bulanan
dan sebagainya. Bahkan detail sekali, baik ditinjau secara Fikih maupun Tasawwuf.
Ini tidak salah, melainkan sungguh benar. Pengetahuan ini baik sekali kita
rengkuh sekuat-kuatnya jangan sampai lepas, dan amalkan dengan sesungguh-sungguhnya
dan sebaik-baiknya, lahir dan bathin. Dengan itu akan didapat kemudahan
mencapai akhirat karena tahu ilmunya dan diamalkan serta akan berdampak positif
bagi-dan-di-dunia.
Selanjutnya
sepengetahuan penulis tidak banyak yang mentadabburi dan mengajarkan ajaran
Islam ditinjau dari sisi ‘habblum minannas’, hubungan manusia sesamanya (+alam),
secara ‘konseptual’ yaitu lebih dalam dan membumi serta applicable. Applicable
yang dimaksudkan disini adalah ‘dapat dilaksanakan’ dalam tinjauan hidup di
dunia bersama dengan masyarakat-masyarakat (yang belum) Non Muslim tanpa meninggalkankan
aqidah (tauhid) Islam itu sendiri. Penulis yakin sangat bahwa ajaran Islam itu
adalah ajaran hidup dalam suatu ‘sistim kehidupan’ betapapun kompleksnya hidup
itu. Karena ajaran Islam datangnya bukan dari makhluk (yang diciptakan), tapi datang dari Khaliq (yang menciptakan). Ajaran
serta paradigma bagaimana sistim
kehidupan di dunia itu sendiri ada dalam ajaran Islam sebagai firman-Nya dalam
surat ke 28 al-Qashash ayat 77 “●Dan carilah negeri Akhirat dengan apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu. ●Tapi janganlah kamu lupakan bagianmu (hidupmu
semasih) di Dunia. Selanjutnya penulis
buku “The 100: A Ranking of the Most Influencial Persons in History”, Michael
H. Hart mengatakan: “…Muhammad was ‘supremely successful’ in both ● the ‘religious’
and ●‘seculer’ realm”. Yang artinya disini adalah Muhammad Rasul Allah
saw telah sangat berhasil baik dalam membawa (dan membumikan) kedua ajaran
Islam yang bersumber dari Allah Khaliq pencipta manusia dan alam-alam lainnya, yaitu
ajaran ●‘habblum minAllah’ (religious),
dan ajaran Islam yang berkenaan dengan ● ‘habblum
minannas’ (seculer, artinya dunia, bukan secularism). Dengan itu
telah testified (‘uji coba’ yang berhasil). Kemudian 82 hari sebelum
kembalinya Rasul saw ‘kepangkuan Kekasih-nya, Allah Azza wa Jalla’ turunlah
ayat yang memberikan sertifikasi validitas pemberlakuan “Ad-Dinul Islam” sebagai
‘agama’ bagi seluruh ummat ras manusia (humankind)
dan terakhir yang berlaku sepanjang zaman. Isi dari sertifikat Ad-Dinul Islam dari
Allah Tuhan Raja di Raja Alam Raya di Raya Semesta itu berbunyi: “Pada hari ini
telah Aku (Allah) sempurnakan agamamu (bernama Islam) untukmu (wahai ummat
manusia), telah Aku (Allah) cukupkan nikmat-Ku (pemberian sangat berharga bagi kedamaian
dan kesejahteraan kehidupan manusia dari Allah) bagimu (wahai ummat manusia),
Dan Aku (Allah) ridhai (syahkan) Islam sebagai ‘dīn’(agama way of life) mu (wahai ummat manusia).” Surat ke-5 al-Mā’idah ayat 3.
Kemampuan pengetahuan makhluk dalam ‘dealing’ dengan sistim kehidupan yang
kompleks itu ada, tapi sifatnya relatif dan subjektif. Karena apa? Sifat fikiran
dan keinginan manusia baik dari tinjauan ‘ego’ diri dalam diri sendiri atau ‘ego’
kolektif dari kelompoknya sendiri cenderung membela ‘diri’ atau ‘kelompok’ kepentingannya
sendiri. Diri dalam pengertian kelompok yang lebih luas lagi adalah dalam
bentuk negara atau bangsa. Dalam keadaan sifat semacam itu terutama dalam kaitan
kemauan ‘interest’ ego kelompok manusia
cenderung subjektif, yaitu membela kepentingannya. Maka dalam hal ini akan
terjadi dalam menghadapi interest-nya
itu suatu sikap “tiba pada diri di
kembangkan, tiba pada orang lain dikempiskan”. Inilah yang dimaksudkan
bahwa sistim hidup yang diciptakan manusia itu relatif. Contoh konkrit adalah di
abad ke-21 ini Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang didirikan dipertengahan
abad ke-20 ini bisakah menyelesaikan (masalah) keamanan dan kedamaian dunia abad
ke-21? Ternyata tidak begitu tuntas, keamanan dan kedamaian dunia masih -ditinjau
secara merata- mimpi belaka, perang di sana-sini masih merajalela. Ternyatapun cara
menyelesaikannya tidak semuanya melalui jalur PBB. Juga tidak dengan cara-cara damai,
melainkan dengan tangan besi ‘Ular Naga’ super power. Sementara itu ‘Cacing-cacing’
yang merasa dirugikan (menurutnya) menggeliat dan memberontak dengan cara-cara
kekerasan pula, yang kini menjadi bulan-bulanan gempuran ‘Ular Naga’ super
power. Cacing-cacing vs Ular Naga ini menelan korban jiwa satu sama lainnya
plus korban jutaan manusia yang tak berdosa seperti anak-anak, orang tua dan
warga sipil lainnya. Dan masalahnya sampai sekarang masih menggantung, yang
masing-masing merasa menang, kedua-duanya juga masih eksis dan juga tidak
tunduk satu sama lainnya (mati cacing yang satu, tumbuh cacing yang lain).
Demikianlah akibatnya jika ajaran muamalah
yang disusun oleh manusia itu akan selalu relatif dan tidak lepas dari
kepentingan (‘interest’) kelompok manusia itu sendiri, walaupu dia pandai dan
banyak tahu (katanya) selalu saja tidak akan bisa adil dan tidak akan memuaskan
manusia. Karena cara berfikir manusia tidak lepas dari ‘hawa nafsu’nya sendiri
atau kelompoknya. Selain Khalik sebagai Architect (of universe plus humankind) yang menurunkan ajaran “Islam” bagi kepentingan
manusia itu sendiri dengan sifat-Nya yang selalu Rahman lagi Rahim. “Islam”
yang dimaksudkan disini adalah berserah
diri kepada (ajaran) Tuhan dan mengamalkannya. Agar manusia damai dan sejahtera hidup di dunia. Bagi yang beriman penuh (kaffah,
beribadat, taqwa) kepada-Nya disamping dunia didapatnya juga mendapat kedamaian
dan kesejahteraan di akhirat dalam Surga Adnan. Wallahu 'alam Bish-Shawab. ©AFM
Bersambung
ke: World
Views of Islam (II)