Wednesday, September 9, 2015

Besarnya Kerajaan Allah 2





Kepunyaan Allah-lah Kerajaan (yang ada di) Langit dan Bumi, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (yang ada di Langit dan Bumi serta yang ada diantara keduanya). [QS Āli ‘Imrān 3:189]


P
emakaian kata ‘langit’ untuk dua hal yang berbeda ini seringkali membingungkan bagi yang kurang akrab dengan masalah astronomi. Mereka rancu menyamakan antara atmosfer dengan langit ruang angkasa. Hal itu, misalnya, terlihat dari pemahaman mereka terhadap ayat-ayat berikut ini yang artinya:

“Dialah Yang menjadikan Bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” [QS Al-Baqarah 2:22]

“Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya.” [QS Al-Anbiyā’ 21:32]


Ayat-ayat di atas menceritakan bahwa langit berfungsi sebagai atap. Hal ini memang cocok dengan fungsi atmosfir sebagai pelindung Bumi. Keberadaan atmosfer telah melindungi Bumi dari ‘serangan’ batu-batu langit yang setiap hari berjatuhan ke arah Bumi. Batu-batu yang masuk ke atmosfer Bumi telah dihadang olehnya, untuk kemudian dibakar oleh gesekan udara yang memiliki kecepatan putar lebih dari 1.600 km per jam. Jadi dalam hal ini, atmosfer telah berfungsi sebagai atap yang melindungi Bumi.

Persoalannya menjadi lain ketika kita berbicara tentang langit yang bukan atmosfer. Karena langit angkasa luar tersebut berupa ruang yang sangat besar, berisi triliyunan benda langit. Bukan berupa lapisan-lapisan udara seperti yang terdapat dalam atmosfer kita.

Maka, ketika Allah menyebutnya sebagai berlapis tujuh, cara pemahamannya berbeda dengan memahami atmosfer Bumi. Disinilah banyak yang terjebak pada pemahaman yang rancu antara keduanya.

Kerancuan itu, misalnya, terlihat dari pemahaman langit sebagai atap. Banyak beredar pemahaman di kalangan umat Islam, katanya, langit alam semesta ini berbentuk atap, sebagaimana dijelaskan pada ayat-ayat di atas. Padahal penjelasan itu terkait ke langit atmosfer. Bukan langit semesta.

Sehingga, tafsir yang muncul terhadap langit berlapis tujuh itu menjadi begitu sederhana dan naif. Bahwa, langit alam semesta dipersepsi bertumpuk-tumpuk seperti kue lapis. Lapis pertama adalah langit pertama, lapis kedua adalah langit kedua dan seterusnya sampai langit yang ke tujuh.

Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Dan bisa menjadi bahan olok-olok yang tidak mengenakkan hati dari orang-orang yang tidak suka kepada Islam. Tentu, kita harus memberikan penafsiran yang lebih proporsional, sesuai kenyataan ilmiah yang disusun dan diperkirakan dari keadaan alam berdasarkan nature atau sunatullah.


LANGIT PERTAMA

S
ekarang boleh jadi kita telah sepaham, bahwa yang disebut langit adalah ‘ruang’ tak berhingga besar yang terhampar di atas kita. Baik bagi kita yang berada di Indonesia, maupun yang di balik Bumi Indonesia, yaitu di Amerika. Sekali lagi langit adalah ruangan raksasa yang berisi triliunan benda langit seperti planet, bulan, meteor, matahari, nebula, galaksi, superkluster, dan lain sebagainya. Termasuk Bumi kita ini berada di dalam langit. Jadi langit adalah ‘ruang angkasa’.

Nah, Allah mennyebutkankan di dalam Al Qur’an bahwa langit itu ada tujuh tingkat. Langit yang pertama adalah langit yang dihuni oleh manusia dan makhluk-makhluk berdimensi 3, seperti binatang, tumbuhan dan benda-benda mati, yang terdapat di planet Bumi. Ditambah lagi, segala benda langit yang mengisinya. Itu semua adalah makhluk di langit pertama. Langit pertama itu di dalam istilah agama disebut sebagai ‘Langit Dunia’.

Allah telah memberikan gambaran yang menarik di dalam Al Qur’an, tentang langit Dunia itu yang artinya:

Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. [QS Fushshilat 41:12]

Artinya, seluruh ruang angkasa yang berisi triliunan bintang, matahari, galaksi, nebula, asteroid, meteor, dan segala benda langit termasuk Bumi itu, oleh Allah disebut sebagai langit Dunia. Kata ‘Dunia’ memiliki arti ‘dekat’. Jadi, maknanya menjadi langit yang dekat.

Padahal sebagaimana kita tahu, bahwa langit yang disebut ‘dekat’ oleh Allah itu bukanlah jarak yang dekat bagi manusia. Jarak bintang yang terdekat, yaitu bintang Centauri, lihat Gambar galaksi Bima Sakti. Jarak dari bumi 4 tahun cahaya atau 40 triliyun kilometer, karena 1 tahun cahaya sama dengan 1o triliyun kilometer. Untu itu membutuhkan waktu perjalanan 228 tahun untuk datang ke sana. Itu pun kalau kita menggunakan pesawat tercepat milik manusia, misalnya Challenger, atau Columbia yang berkecepatan 20.000 km per jam.

Kalau kita menggunakan kecepatan yang lebih tinggi, katakanlah cahaya sebagai kecepatan puncak di alam semesta ini waktu tempuhnya juga masih sangat lama, yaitu butuh waktu 8 tahun, baru sampai di bintang terdekat itu. Apalagi untuk menuju bintang-bintang yang lebih jauh. Ada yang membutuhkan waktu sejuta tahun. Ada pula yang memerlukan waktu satu miliyar tahun. Bahkan yang terjauh bisa membutuhkan waktu 10 miliyar tahun!

Jadi, Langit Dekat itu, bukanlah langit yang kecil dan gampang kita tempuh. Usia kita yang cuma puluhan tahun ini tidak berarti apa-apa untuk menempuh jarak antar bintang. Apalagi untuk mengembara dan mengarungi alam semesta. Sama sekali tidak mungkin!

Padahal kita sudah menggunakan sebuah cara yang juga mustahil’, yaitu naik pesawat dengan ‘kecepatan cahaya’. Kenapa tidak mungkin? Karena sungguh, tidak ada benda apa pun di alam semesta yang bisa dipercepat mencapai kecepatan cahaya. Benda tersebut bakal hancur, semburat menjadi partikel-partikel kecil sub-atomik.

Ada juga yang tidak percaya dan mempertanyakan, apakah betul kecepatan tertinggi di alam semesta ini adalah cahaya? Ya, begitulah sains menyebutkan. Memang ada semacam ‘angan-angan’ dan harapan dari beberapa kalangan ilmuan supaya di alam semesta ini ada kecepatan yang lebih tinggi dari cahaya, supaya mereka bisa menjelaskan beberapa hal yang muskil.

Akan tetapi, sampai sekarang keinginan itu tidak pernah bisa dibuktikan. Kecepatan tertinggi di alam semesta sampai sekarang, tetap adalah kecepatan cahaya, yaitu 300.000 km per detik. Maka seluruh penjelasan tentang gerak di alam semesta ini masih harus berpatokan pada kecepatan cahaya tersebut. Sehingga, perhitungan relativitas waktu pun masih diukur dengan kecepatan cahaya.

Jadi, kembali lagi kepada alam semesta, ternyata alam semesta kita ini memang demikian besarnya. Diperkirakan diameternya mencapai 30 miliyar tahun cahaya. Artinya, jika cahaya mencoba menyeberangi alam semesta. dari tepi kiri menuju tepi kanan, ia butuh waktu selama 30 miliyar tahun! Sungguh sebuah ukuran yang sangat besar!

Apalagi manusia. Jika manusia menyeberangi alam semesta dengan menggunakan pesawat ulang alik berkecepatan 20.ooo km per jam, maka waktu yang diperlukannya adalah sekitar 1,62 miliyar miliyar tahun, alias 1,62 dengan sepuluh pangkat 18 tahun, (1.620.000.000.ooo.ooo.ooo tahun). Sebuah hal yang sangat muskil dilakukan oleh manusia!

Diperkirakan alam semesta ini memuat partikel sejumlah 10 pangkat 81, yang tersebar di seluruh penjuru langit. Di antaranya, yang terbanyak adalah yang berada di pusat alam semesta. Yang lain tersebar dalam bentuk benda-benda langit dan debu angkasa. Termasuk, partikel-partikel pembentuk matahari, bintang, nebula, dan planet Bumi.

Secara sederhana, alam semesta ini boleh diumpamakan seperti sebuah terompet raksasa yang memuat triliunan benda langit. Mulai dari yang terkecil, debu-debu angkasa, batu meteor, batu komet, batu asteroid, satelit, planet, matahari, bebagai jenis bintang-bintang, galaksi, sampai yang terbesar, super cluster.

Seluruh benda langit itu membentuk sistem saling tarik-menarik dan saling ‘mengikat’ lewat gaya gravitasi. Coba bayangkan, ada triliunan kelereng yang sedang mengambang di awang-awang. Triliunan benda itu semuanya bergerak. Tidak ada yang diam! Dan ‘sedikit’ sekali terjadi tabrakan, terutama pada kelereng-kelereng yang berukuran besar. Karena masing-masing kelereng itu memiliki lintasan geraknya masing-masing. Kecuali benda-benda langit yang bergerak bebas dan tidak memiliki lintasan orbit.

Kita melihat sebuah ‘demonstrasi’ kekuatan yang Maha Dahsyat, yang mengatur keseimbangan gerakan itu. Jika tidak, maka sungguh seluruh benda langit itu akan saling bertabrakan, dan menjadi kacaulah langit kita.

Akan tetapi, yang terjadi bukan begitu. Meskipun sudah berlangsung selama 12 miliar tahun, benda-benda langit itu bergerak secara harmonis. Benda-benda langit yang berukuran besar, memiliki dua jenis gerakan. Gerakan pertama adalah gerakan berputar pada dirinya sendiri, yang dikenal sebagai gerakan rotasi. Sedangkan gerakan kedua adalah gerakan melingkari benda yang lebih besar dari dirinya, yang dikenal sebagai gerakan revolusi.

Jadi bisa kita bayangkan, betapa benda yang paling kecil adalah benda yang paling ‘pusing’. Ambillah contoh, Bulan. Bulan adalah satelit Bumi. la berputar pada dirinya sendiri. Selain itu, ia juga mengitari Bumi pada lintasan orbitnya yang berjarak sekitar 1 menit cahaya alias sekitar 18 juta km dari Bumi.

Lintasan itu memiliki pola yang tetap. Sehingga pergerakan Bulan bisa dihitung secara akurat oleh manusia. Katakanlah, waktu terjadinya gerhana Bulan. Manusia telah bisa memperkirakan kapan bakal terjadi gerhana Bulan di tahun tahun mendatang. Karena itu, pergerakan bulan ini bisa dijadikan patokan penanggalan alias kalendar. Termasuk kalendar Hijriyah yang digunakan oleh umat Islam. Satu kali perputaran Bulan mengelilingi Bumi membutuhkan waktu 29,5 hari.

Bukan hanya bulan yang bergerak, tetapi juga Bumi. Planet yang memuat sekitar 7 miliar manusia ini berputar pada dirinya sendiri. Satu kali rotasi menghabiskan waktu 24 jam alias sehari. Selain itu juga berputar mengelilingi matahari dalam kurun waktu 365,25 hari, satu kali putaran, yang disebut sebagai setahun.

Maka kita melihat di sini, bahwa bulan mengelilingi Bumi pada periode tertentu, dengan cara tertentu. Dan kemudian, Bumi bersama Bulan, mengelilingi matahari pada periode tertentu dengan cara tertentu pula.

Nah, apakah Matahari juga bergerak seperti itu? Ternyata ya. Matahari yang menjadi pusat pergerakan sembilan planet termasuk Bumi ini, ternyata juga bergerak berotasi dan berevolusi. Selama sekitar 5 miliar tahun Matahari bergerak berirama bersama kesembilan planet, yaitu Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto; mengelilingi sebuah Bintang yang berukuran sangat besar yang berada di pusat Galaksi Bima sakti.





Galaksi Bima Sakti beranggotakan sekitar 100 miliyar matahari, lihat Gambar galaksi Bima Sakti. Kesemuanya berputar mengelilingi pusat galaksi yang berbentuk cakram. Bumi dan tatasurya kita terletak di salah satu wilayah agak ke pinggir dari cakram tersebut.

Maka, Dalam satu galaksi ini saja kita bisa ‘melihat’ betapa ada bermiliyar-miliyar benda langit yang sedang bergerak dalam sebuah irama yang sangat harmonis. Ratusan miliar matahari, dan triliunan planet, asteroid, satelit, serta berbagai batu angkasa sedang ‘menari-nari’ dalam komposisi irama galaksi Bima Sakti yang sangat mengagumkan.




Namun, dari data Astronomi juga diketahui bahwa jumlah galaksi di alam semesta ini ternyata sangatlah banyak, lihat Gambar Samudra galaksi di alam semesta. Bisa mencapai ratusan miliyar galaksi. Bahkan boleh jadi triliunan. Setiap saat, para ahli astronomi bisa menemukan sejumlah gugusan bintang alias galaksi lewat teleskop Hubble atau Spitzer atau Compton.

Ternyata, bukan hanya matahari atau bintang-bintang yang bergerak secara berirama dalam satu gugusan. Melainkan, galaksi-galaksi itupun bergerak berotasi dan revolusi mengelilingi sebuah galaksi yang sangat besar. Tidak kurang dari 100 miliyar galaksi diperkirakan bergerak berirama membentuk gugusan galaksi yang disebut Supercluster. Lagi-lagi kita melihat sebuah “orchestra alam semesta” yang luar biasa dahsyatnya, dalam sebuah parade triliunan matahari yang ‘menari-nari’ dengan cantik sekali.

Sampai disinikah besarnya alam semesta? Ternyata tidak. Gerakan-gerakan berputar dan berirama itu terus membesar, membesar dan membesar. Dari Bulan mengelilingi Bumi, kemudian mengelilingi Matahari, lantas mengelilingi pusat galaksi, dan berevolusi mengitari pusat Supercluster, diperkirakan masih terus membentuk gugusan gugusan yang lebih besar yang belum ketahuan tepinya. Meskipun, para ahli menyimpulkan alam semesta ini besarnya terbatas pada diameter 30 miliyar tahun cahaya. Tapi, disinilah manusia mulai merasakan situasi ‘kritis’ atas pemahamannya terhadap alam semesta. Mereka dihadang oleh sebuah ‘Kekuasaan’ dan ‘Kecerdasan’ yang Sangat Misterius, yang sedang menggelar sebuah “Orchestra Maha Dahsyat” dalam skala “Besarnya Kerajaan Allah” yang tidak terbayangkan!

Demikian Tuhan Hayyun (Hidup Kekal) Qayyun (Tegak Berdiri Sendiri Mengurus Ciptaan-Nya) mempunyai wilayah Kerajaan amat amat amat luas dan maha-maha maha besar. Alam semesta raya di raya dengan segala isinya merupakan hasil ciptaan-Nya tidak dibiarkan begitu saja, melainkan diurus-Nya dengan baik. Masing-masing hidup dan tumbuh dalam koordinasi rapih. Gerakannya harmonis dan indah. Dalam garis edarnya yang anggun dalam suasana damai – tidak berbenturan. Allahu Akbar, wallahu a’lam bish-shawab. [Tamat] □ AFM





Sumber:
Urgensi Mengenal Allah, B1, Inside of Dinul Islam in a serial great topics, Powered by AFM Washington DC – Jakarta.
Jalan Mengenal Allah, B2, Inside of Dinul Islam in a serial great topics, Powered by AFM Washington DC – Jakarta.
https://mitrakencana.wordpress.com/2010/03/30/memahami-sidratul-muntaha/□□□

Blog Archive