Kepunyaan Allah-lah Kerajaan (yang ada di) Langit dan Bumi, dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (yang ada di Langit dan Bumi serta yang
ada diantara keduanya). [QS Āli ‘Imrān 3:189]
P
|
emakaian kata ‘langit’ untuk dua hal yang
berbeda ini seringkali membingungkan bagi yang kurang akrab dengan masalah
astronomi. Mereka rancu menyamakan antara atmosfer dengan langit ruang angkasa.
Hal itu, misalnya, terlihat dari pemahaman mereka terhadap ayat-ayat berikut
ini yang artinya:
“Dialah Yang menjadikan Bumi sebagai hamparan bagimu dan langit
sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan
dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah
kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” [QS Al-Baqarah
2:22]
“Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara,
sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat
padanya.” [QS Al-Anbiyā’ 21:32]
Ayat-ayat di atas menceritakan bahwa langit
berfungsi sebagai atap. Hal ini memang cocok dengan fungsi atmosfir sebagai
pelindung Bumi. Keberadaan atmosfer telah melindungi Bumi dari ‘serangan’
batu-batu langit yang setiap hari berjatuhan ke arah Bumi. Batu-batu yang masuk
ke atmosfer Bumi telah dihadang olehnya, untuk kemudian dibakar oleh gesekan
udara yang memiliki kecepatan putar lebih dari 1.600 km per jam. Jadi dalam hal
ini, atmosfer telah berfungsi sebagai atap yang melindungi Bumi.
Persoalannya menjadi lain ketika kita berbicara
tentang langit yang bukan atmosfer. Karena langit angkasa luar tersebut berupa
ruang yang sangat besar, berisi triliyunan benda langit. Bukan berupa
lapisan-lapisan udara seperti yang terdapat dalam atmosfer kita.
Maka, ketika Allah menyebutnya sebagai berlapis
tujuh, cara pemahamannya berbeda dengan memahami atmosfer Bumi. Disinilah
banyak yang terjebak pada pemahaman yang rancu antara keduanya.
Kerancuan itu, misalnya, terlihat dari pemahaman
langit sebagai atap. Banyak beredar pemahaman di kalangan umat Islam, katanya,
langit alam semesta ini berbentuk atap, sebagaimana dijelaskan pada ayat-ayat
di atas. Padahal penjelasan itu terkait ke langit atmosfer. Bukan langit
semesta.
Sehingga, tafsir yang muncul terhadap langit
berlapis tujuh itu menjadi begitu sederhana dan naif. Bahwa, langit alam
semesta dipersepsi bertumpuk-tumpuk seperti kue lapis. Lapis pertama adalah
langit pertama, lapis kedua adalah langit kedua dan seterusnya sampai langit yang
ke tujuh.
Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada. Dan bisa menjadi bahan olok-olok yang tidak mengenakkan hati dari
orang-orang yang tidak suka kepada Islam. Tentu, kita harus memberikan
penafsiran yang lebih proporsional, sesuai kenyataan ilmiah yang disusun dan
diperkirakan dari keadaan alam berdasarkan nature
atau sunatullah.
LANGIT PERTAMA
S
|
ekarang boleh jadi kita telah sepaham, bahwa
yang disebut langit adalah ‘ruang’ tak berhingga besar yang terhampar di atas
kita. Baik bagi kita yang berada di Indonesia, maupun yang di balik Bumi
Indonesia, yaitu di Amerika. Sekali lagi langit adalah ruangan raksasa yang
berisi triliunan benda langit seperti planet, bulan, meteor, matahari, nebula,
galaksi, superkluster, dan lain sebagainya. Termasuk Bumi kita ini berada di
dalam langit. Jadi langit adalah ‘ruang angkasa’.
Nah, Allah mennyebutkankan di dalam Al Qur’an
bahwa langit itu ada tujuh tingkat. Langit yang pertama adalah langit yang
dihuni oleh manusia dan makhluk-makhluk berdimensi 3, seperti binatang,
tumbuhan dan benda-benda mati, yang terdapat di planet Bumi. Ditambah lagi,
segala benda langit yang mengisinya. Itu semua adalah makhluk di langit
pertama. Langit pertama itu di dalam istilah agama disebut sebagai ‘Langit
Dunia’.
Allah telah memberikan gambaran yang menarik di
dalam Al Qur’an, tentang langit Dunia itu yang artinya:
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia
mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat
dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan
sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. [QS
Fushshilat 41:12]
Artinya, seluruh ruang angkasa yang berisi
triliunan bintang, matahari, galaksi, nebula, asteroid, meteor, dan segala benda
langit termasuk Bumi itu, oleh Allah disebut sebagai langit Dunia. Kata ‘Dunia’
memiliki arti ‘dekat’. Jadi, maknanya menjadi langit yang dekat.
Padahal sebagaimana kita tahu, bahwa langit yang
disebut ‘dekat’ oleh Allah itu bukanlah jarak yang dekat bagi manusia. Jarak
bintang yang terdekat, yaitu bintang Centauri, lihat Gambar galaksi Bima Sakti.
Jarak dari bumi 4 tahun cahaya atau 40 triliyun kilometer, karena 1 tahun
cahaya sama dengan 1o triliyun kilometer. Untu itu membutuhkan waktu perjalanan
228 tahun untuk datang ke sana. Itu pun kalau kita menggunakan pesawat tercepat
milik manusia, misalnya Challenger, atau Columbia yang berkecepatan 20.000 km
per jam.
Kalau kita menggunakan kecepatan yang lebih
tinggi, katakanlah cahaya sebagai kecepatan puncak di alam semesta ini waktu
tempuhnya juga masih sangat lama, yaitu butuh waktu 8 tahun, baru sampai di
bintang terdekat itu. Apalagi untuk menuju bintang-bintang yang lebih jauh. Ada
yang membutuhkan waktu sejuta tahun. Ada pula yang memerlukan waktu satu miliyar
tahun. Bahkan yang terjauh bisa membutuhkan waktu 10 miliyar tahun!
Jadi, Langit Dekat itu, bukanlah langit yang
kecil dan gampang kita tempuh. Usia kita yang cuma puluhan tahun ini tidak
berarti apa-apa untuk menempuh jarak antar bintang. Apalagi untuk mengembara
dan mengarungi alam semesta. Sama sekali tidak mungkin!
Padahal kita sudah menggunakan sebuah cara yang
juga mustahil’, yaitu naik pesawat dengan ‘kecepatan cahaya’. Kenapa tidak
mungkin? Karena sungguh, tidak ada benda apa pun di alam semesta yang bisa
dipercepat mencapai kecepatan cahaya. Benda tersebut bakal hancur, semburat
menjadi partikel-partikel kecil sub-atomik.
Ada juga yang tidak percaya dan mempertanyakan,
apakah betul kecepatan tertinggi di alam semesta ini adalah cahaya? Ya,
begitulah sains menyebutkan. Memang
ada semacam ‘angan-angan’ dan harapan dari beberapa kalangan ilmuan supaya di
alam semesta ini ada kecepatan yang lebih tinggi dari cahaya, supaya mereka
bisa menjelaskan beberapa hal yang muskil.
Akan tetapi, sampai sekarang keinginan itu tidak
pernah bisa dibuktikan. Kecepatan tertinggi di alam semesta sampai sekarang,
tetap adalah kecepatan cahaya, yaitu 300.000 km per detik. Maka seluruh
penjelasan tentang gerak di alam semesta ini masih harus berpatokan pada
kecepatan cahaya tersebut. Sehingga, perhitungan relativitas waktu pun masih
diukur dengan kecepatan cahaya.
Jadi, kembali lagi kepada alam semesta, ternyata
alam semesta kita ini memang demikian besarnya. Diperkirakan diameternya
mencapai 30 miliyar tahun cahaya. Artinya, jika cahaya mencoba menyeberangi
alam semesta. dari tepi kiri menuju tepi kanan, ia butuh waktu selama 30 miliyar
tahun! Sungguh sebuah ukuran yang sangat besar!
Apalagi manusia. Jika manusia menyeberangi alam
semesta dengan menggunakan pesawat ulang alik berkecepatan 20.ooo km per jam,
maka waktu yang diperlukannya adalah sekitar 1,62 miliyar miliyar tahun, alias
1,62 dengan sepuluh pangkat 18 tahun, (1.620.000.000.ooo.ooo.ooo tahun). Sebuah
hal yang sangat muskil dilakukan oleh manusia!
Diperkirakan alam semesta ini memuat partikel
sejumlah 10 pangkat 81, yang tersebar di seluruh penjuru langit. Di antaranya,
yang terbanyak adalah yang berada di pusat alam semesta. Yang lain tersebar
dalam bentuk benda-benda langit dan debu angkasa. Termasuk, partikel-partikel
pembentuk matahari, bintang, nebula, dan planet Bumi.
Secara sederhana, alam semesta ini boleh
diumpamakan seperti sebuah terompet raksasa yang memuat triliunan benda langit.
Mulai dari yang terkecil, debu-debu angkasa, batu meteor, batu komet, batu
asteroid, satelit, planet, matahari, bebagai jenis bintang-bintang, galaksi,
sampai yang terbesar, super cluster.
Seluruh benda langit itu membentuk sistem saling
tarik-menarik dan saling ‘mengikat’ lewat gaya gravitasi. Coba bayangkan, ada
triliunan kelereng yang sedang mengambang di awang-awang. Triliunan benda itu
semuanya bergerak. Tidak ada yang diam! Dan ‘sedikit’ sekali terjadi tabrakan,
terutama pada kelereng-kelereng yang berukuran besar. Karena masing-masing
kelereng itu memiliki lintasan geraknya masing-masing. Kecuali benda-benda
langit yang bergerak bebas dan tidak memiliki lintasan orbit.
Kita melihat sebuah ‘demonstrasi’ kekuatan yang
Maha Dahsyat, yang mengatur keseimbangan gerakan itu. Jika tidak, maka sungguh
seluruh benda langit itu akan saling bertabrakan, dan menjadi kacaulah langit
kita.
Akan tetapi, yang terjadi bukan begitu. Meskipun
sudah berlangsung selama 12 miliar tahun, benda-benda langit itu bergerak
secara harmonis. Benda-benda langit yang berukuran besar, memiliki dua jenis
gerakan. Gerakan pertama adalah gerakan berputar pada dirinya sendiri, yang
dikenal sebagai gerakan rotasi. Sedangkan gerakan kedua adalah gerakan
melingkari benda yang lebih besar dari dirinya, yang dikenal sebagai gerakan
revolusi.
Jadi bisa kita bayangkan, betapa benda yang
paling kecil adalah benda yang paling ‘pusing’. Ambillah contoh, Bulan. Bulan
adalah satelit Bumi. la berputar pada dirinya sendiri. Selain itu, ia juga
mengitari Bumi pada lintasan orbitnya yang berjarak sekitar 1 menit cahaya
alias sekitar 18 juta km dari Bumi.
Lintasan itu memiliki pola yang tetap. Sehingga
pergerakan Bulan bisa dihitung secara akurat oleh manusia. Katakanlah, waktu
terjadinya gerhana Bulan. Manusia telah bisa memperkirakan kapan bakal terjadi gerhana
Bulan di tahun tahun mendatang. Karena itu, pergerakan bulan ini bisa dijadikan
patokan penanggalan alias kalendar. Termasuk kalendar Hijriyah yang digunakan
oleh umat Islam. Satu kali perputaran Bulan mengelilingi Bumi membutuhkan waktu
29,5 hari.
Bukan hanya bulan yang bergerak, tetapi juga
Bumi. Planet yang memuat sekitar 7 miliar manusia ini berputar pada dirinya
sendiri. Satu kali rotasi menghabiskan waktu 24 jam alias sehari. Selain itu
juga berputar mengelilingi matahari dalam kurun waktu 365,25 hari, satu kali
putaran, yang disebut sebagai setahun.
Maka kita melihat di sini, bahwa bulan
mengelilingi Bumi pada periode tertentu, dengan cara tertentu. Dan kemudian,
Bumi bersama Bulan, mengelilingi matahari pada periode tertentu dengan cara
tertentu pula.
Nah, apakah Matahari juga bergerak seperti itu?
Ternyata ya. Matahari yang menjadi pusat pergerakan sembilan planet termasuk
Bumi ini, ternyata juga bergerak berotasi dan berevolusi. Selama sekitar 5
miliar tahun Matahari bergerak berirama bersama kesembilan planet, yaitu
Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto;
mengelilingi sebuah Bintang yang berukuran sangat besar yang berada di pusat
Galaksi Bima sakti.
Galaksi Bima Sakti beranggotakan sekitar 100
miliyar matahari, lihat Gambar galaksi Bima Sakti. Kesemuanya berputar
mengelilingi pusat galaksi yang berbentuk cakram. Bumi dan tatasurya kita
terletak di salah satu wilayah agak ke pinggir dari cakram tersebut.
Maka, Dalam satu galaksi ini saja kita bisa
‘melihat’ betapa ada bermiliyar-miliyar benda langit yang sedang bergerak dalam
sebuah irama yang sangat harmonis. Ratusan miliar matahari, dan triliunan
planet, asteroid, satelit, serta berbagai batu angkasa sedang ‘menari-nari’
dalam komposisi irama galaksi Bima Sakti yang sangat mengagumkan.
Namun, dari data Astronomi juga diketahui bahwa
jumlah galaksi di alam semesta ini ternyata sangatlah banyak, lihat Gambar
Samudra galaksi di alam semesta. Bisa mencapai ratusan miliyar galaksi. Bahkan
boleh jadi triliunan. Setiap saat, para ahli astronomi bisa menemukan sejumlah
gugusan bintang alias galaksi lewat teleskop Hubble atau Spitzer atau Compton.
Ternyata, bukan hanya matahari atau
bintang-bintang yang bergerak secara berirama dalam satu gugusan. Melainkan,
galaksi-galaksi itupun bergerak berotasi dan revolusi mengelilingi sebuah
galaksi yang sangat besar. Tidak kurang dari 100 miliyar galaksi diperkirakan
bergerak berirama membentuk gugusan galaksi yang disebut Supercluster.
Lagi-lagi kita melihat sebuah “orchestra alam semesta” yang luar biasa dahsyatnya, dalam
sebuah parade triliunan matahari yang ‘menari-nari’ dengan cantik sekali.
Sampai disinikah besarnya alam semesta? Ternyata
tidak. Gerakan-gerakan berputar dan berirama itu terus membesar, membesar dan
membesar. Dari Bulan mengelilingi Bumi, kemudian mengelilingi Matahari, lantas
mengelilingi pusat galaksi, dan berevolusi mengitari pusat Supercluster,
diperkirakan masih terus membentuk gugusan gugusan yang lebih besar yang belum
ketahuan tepinya. Meskipun, para ahli menyimpulkan alam semesta ini besarnya
terbatas pada diameter 30 miliyar tahun cahaya. Tapi, disinilah manusia mulai
merasakan situasi ‘kritis’ atas pemahamannya terhadap alam semesta. Mereka
dihadang oleh sebuah ‘Kekuasaan’ dan ‘Kecerdasan’ yang Sangat Misterius, yang
sedang menggelar sebuah “Orchestra Maha Dahsyat”
dalam skala “Besarnya Kerajaan Allah” yang tidak terbayangkan!
Demikian Tuhan Hayyun (Hidup Kekal) Qayyun (Tegak Berdiri Sendiri Mengurus
Ciptaan-Nya) mempunyai wilayah Kerajaan amat amat amat luas dan maha-maha maha
besar. Alam semesta raya di raya dengan segala isinya merupakan hasil
ciptaan-Nya tidak dibiarkan begitu saja, melainkan diurus-Nya dengan baik. Masing-masing
hidup dan tumbuh dalam koordinasi rapih. Gerakannya harmonis dan indah. Dalam
garis edarnya yang anggun dalam suasana damai – tidak berbenturan. Allahu Akbar,
wallahu a’lam bish-shawab. [Tamat] □
AFM
---klik--> Kembali Besarnya KerajaanAllah 1
Sumber:
Urgensi Mengenal Allah, B1, Inside of Dinul
Islam in a serial great topics, Powered by AFM Washington DC – Jakarta.
Jalan Mengenal Allah, B2, Inside of Dinul Islam
in a serial great topics, Powered by AFM Washington DC – Jakarta.
https://mitrakencana.wordpress.com/2010/03/30/memahami-sidratul-muntaha/□□□