Tuesday, September 15, 2015

Makna Wukuf Arafah III



  • Al-Hajju Arafah – Haji itu adalah wukuf di Arafah. Esensinya adalah mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung didalamnya yaitu ‘Membangunkan Kesadaran Perdamaian antar Umat Islam sebagai jamaah yang mesti kompak-bersatu’ serta dengan ‘Umat Manusia lainnya’ - Islam sebagai Rahmat bagi Alam Semesta.

D

alam situasi kekinian, sayangnya baru negara maju saja sadar berarafah dalam berbangsa dan bernegara. Pemerintahannya berjalan dengan ajeg (baca lembaga Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif berjalan dengan baik 8), karena mempunyai nilai integritas yang tinggi. Hak kontrol rakyat bukan hanya saja dibibir, tapi telah menjadi sikap hidup bersama dalam bernegara. Semua mendapatkan hak dan kewajiban karena bukan saja keyakinan hidup bersama, namun sudah menjadi adat sehari-hari. Tidak ada jalan memintas yang memotong hak orang lain yang menguntungkan yang satu dan merugikan yang lain. Tidak ada yang mumpung, tapi sesuai dengan prosedur dan berjalan sesuai dengan tugas kewajiban masing-masing. Tidak ada monopoli, semuanya ada hak yang sama. Sekali berbuat salah ada konsekuensinya, tanpa pandang bulu. Dihadapan hukum semua sama. Kendatipun penjaga dan pelaksana hukum yang bersalah seperti Polisi, Hakim dan Jaksa. Kalau perlu hukumannya lebih berat.

   Mekanisme hidup antar warga negaranya dalam bermasyarakat atau bernegara layaknya seperti sistim tata surya. Masing-masing beredar pada garis edarnya. Ini tandanya ‘islam’, yaitu berserah diri kepada ketentuan hukum alam (nature, sunatullah) bagi alam. Hukum hati nurani dan akal budi (akhlak mulia, integritas, kepekaan tepaselira) bagi sesama manusia. Inilah arti negara maju yaitu berperadapan maju dan berakhlak mulia. Akhlak mana bukan hanya saja diketahui atau diucapkan tapi diamalkan. Menjadi sikap dan kemakluman bersama. Contohnya yang paling gamblang adalah kalau tiba waktu makan siang di restoran (atau pelayanan umum lainnya di kantor-kantor umum atau pemerintah) pada jam-jam itu penuh. Yang datang belakangan menunggu antri sampai tiba gilirannya. Tidak ada yang duduk terus lupa berdiri, karena disitu ada hak orang lain yang sedang menunggu gilirannya. Tidak ada yang menyelak dalam antrian panjang. Semuanya sabar menunggu. Walaupun umumnya negara maju khususnya Amerika sistim ekonominya kapitalis yang katanya ‘tamak’, namun undang-undang anti monopoli yang popular disebut anti trust dibuat. Dan dijalankan dengan konsekuen.

   Negara-negara yang hendak maju - yang ingin maju seperti negara-negara maju, kebanyakan yang ditirunya hanya ‘sampah’-nya saja. Tidak substansinya seperti life style dalam ekstasi (drug), minum-minum, berpakaian minim, berkebebasan ('free country') dan seterusnya. Artinya yang lahiriahnya semacam itu yang ditiru. Malah sering berlebihan dari negara asalnya. Padahal di negara maju seperti Amerika ini ramai-ramai dibicarakan ‘back to traditional life’. Nilai-nilai hidup berkeluarga menjadi issue yang hangat. Malah President Amerika Clinton yang bermain-main dengan seorang wanita, heboh dibicarakan masyarakatnya ketika itu terjadi. Hampir saja kena impeachment (dipecat dari jabatan kepresidenan gara-gara skandalnya).

   Sepertinya negara yang ingin maju itu selalu hebohnya lebih banyak dari stabilnya. Kesusahannya lebih banyak dari kenyamanannya. Miskinnya lebih banyak dari yang kayanya secara mencolok. Ketidak teraturannya lebih banyak dari keteraturan dan keberesannya. Penegakan formal (berpura-pura) hukumnya lebih dominan dari hukum yang sebenarnya. Formal lahiriahnya dari perbuatannya lebih banyak dari esensi yang sebenarnya yang mesti mereka lakukan. Karena apa? Karena nilai Arafahnya belum diwujudkan secara nyata.

Dalam berhaji di (wukuf) Arafah jelaslah kini. Merupakan bukan saja lambang kesatuan umat Islam  dalam kasih sesama (dan manusia lainnya), melainkan diupayakan dengan konsisten dan sungguh-sungguh. Sebagaimana layaknya pertemuan Adam as dan Hawa ra di Bukit Kasih (Jabal ar-Rahmah) seperti yang telah diuraikan dalam Makna Wukuf Arafah I dan II sebelumnya. Berbagai warna kulit. Berbagai bangsa dan bahasa. Berbagai tingkat kedudukan sosial dan kekayaan. Semuanya numplek di sana. Memakai satu warna pakaian ihram yang tidak berjahit dalam warna putih. Lambang kebersihan dan kesucian asli (tak berjahit, fitrah) manusia. Lambang dari Adam as diciptakan bersama teman hidupnya (istrinya) Hawa ra. Lambang ketekatan hidup saling memperhatikan, menghargai, bekerja sama yang saling menopang dan menguntungkan sesama. Sama-sama wukuf di Arafah dalam bersimpuh sujud dalam berdo’a, berdzikir dan berta’dzim di hadapan Yang Maha Kasih lagi Maha Sayang di Padang Arafah.

   Maka sesungguhnya tugas para haji dan hajah yang mempunyai ilmu, kekuasaan, atau apa saja yang ada didirinya, seyogyanyalah membenahi kesenjangan-kesenjangan yang ada. Kekurangan-kekurangan yang ada. Ketidakberesan-ketidakberesan yang ada. Kecurangan-kecurangan yang ada. Itulah sesunggungnya dari arti yang haji mabrur. Manusia yang bermanfaat adalah manusia yang dapat memberi manfaat kepada manusia yang lain. [Al Hadits]. Lebih kepada sifat pengamalannya ketimbang titelnya. Lebih dari proamalnya ketimbang social legitimization-nya. Lebih kepada nilai-nilai substantial yang terkandung didalamnya daripada statusnya. Kata kebanyakan orang, “Banyak Onta di sana, tapi Onta itu tidak haji”. Karena haji adalah suatu kesadaran yang utuh akan maknanya yang berbuat banyak bagi “prokema’rufan” bagi kemanfaatan sesama. “Antikemungkaran” dari mencelakakan sesama. Demikian positifnya makna yang dalam dari berwukuf di Arafah. Wukuf merupakan bukan saja lambang, tapi lebih dari itu adalah ‘wujud’ yang mesti diwujudkan dalam kesehari-harian hidup kita. Kesetiakawanan di dalam wujud teamwork dan networking. Tolong menolong sesama. Topang menopang sesama. Seperti halnya pada sunatullah yang terdapat dalam alam tabiat kerja komuniti Angsa dalam teamwork, solidarity, leadership yang dapat menjadi pelajaran dan contoh aplikasinya sebagai berikut.



  • Ketika jama’ah Angsa terbang selalu dalam formasi bershaf. Dengan itu kecepatan terbangnya 70% lebih daripada terbang sendirian. Angsa berbagi kesempatan dalam kepemimpinan. Ketika ‘imam’ Angsa lelah, ia kembali kebelakang menjadi ‘makmum’ yang tetap dalam shaf berbentuk formasi ujung tombak (‘V’) selanjutnya salah satu ma’mum yang dibelakang menduduki posisi ‘imam’. Angsa tetap setia kepada jamaah yang ‘uzur’ (sakit, lemah). Ketika salah satu Angsa  sakit atau lemah dan tidak sanggup lagi terbang lagi dalam formasi, setidaknya seekor dari jamaah lainnya turun mengikutinya untuk membantu dan melindunginya.

Firman Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan juga sebagi berikut:

  • Innallõha yuhibbul lazīna yuqõtiluna fī sabīlihi – Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berperang (maksudnya berjuang dan bekerja di jalan-Nya). 
  • Shoffā – Dalam barisan yang teratur rapih (seperti dalam shaf, teamwork, networking).
  • Ka annahum bun yānun marshush – Bagai bangunan yang teguh (saling menopang, saling kerjasama, terkoordnir, terencana dalam suatu kepemimpinan). [QS Ash-Shaff 61:4]
   
     Dengan itu umat ini akan sangat memungkinkan (Insya Allah) menjadi umat yang sejahtera, maju dan jaya bersama. Menjadi rahmat bagi manusia lain (bagi alam lingkungan hidupnya, rahmatan lil ‘ālamīn). Semoga keteladanan dari spirit berhaji ini menjadi motivasi hidup diantara kita, masyarakat (tetangga, komuniti) dan masyarakat yang lebih luas lagi seperti tingkat lokal, regional, nasional (bangsa) dan international (berantar bangsa). Āmīn Yā Rabbul ‘Ālamīn. □ AFM



Catatan Kaki:

8Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.

Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.

Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Ini dapat berjalan dengan baik jika masing-masing dari pribadi-pribadi yang duduk mempunyai dasar pengetahuan bernegara, mempunyai nilai moral integritas yang tinggi seperti jujur, adil, bersih, mempunyai dedikasi yang tinggi dalam bernegara, tau arti amanah dan tanggung jawab, dan satria. Pribadinya dapat mengukur kapasitas kesanggupannya, tidak bersikap ‘mumpung’, satu kata dengan perbuatan, menjaga amanah konstituen, menjauhkan praktek sogok dan menerima upeti atau sogokan. Dan ingat jabatan itu adalah amanah. Mengutamakan kepentingan warga, bukan diri pelaku pemegang kekuasaan). [http://setabasri01.blogspot.com/2009/02/trias-politika-pemisahan-kekuasaan.html] □□□

Blog Archive