Saturday, June 10, 2017

Memahami Penciptaan Alam Semesta






badī’us (Pencipta) samāwāti (langit) wal-ardhi (bumi) wa-idzā (dan apabila) qodhō (Dia memutuskan) amran (perkara) fa-innamā (maka sungguh) yaqūlu (Dia berkata) lahū (kepadanya) kun (jadilah) fayakūn (maka jadilah ia).

Artinya: (Allah) Pencipta Langit dan Bumi. Apabila Dia hendak menetapkan (menciptakan) sesuatu Dia hanya berkata kepadanya: “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu. [1]


KATA PENGANTAR

A
lam Semesta adalah al-Samāwāt wal-Ard wa-ma baina huma, yaitu Langit yang maha-maha-maha luas dan Bumi (dan segala isinya) serta Yang Ada diantara keduanya (Matahari dan planet-planet lainnya, gugus-gugus bintang dst). Di dalamnya terdapat feomena-fenomena alam yang sangat menarik apabila dibahas. Mulai darimana alam itu ada, tercipta atau muncul, kejadian-kejadian yang ada, sampai rahasia apa dibalik semuanya itu.

Tentu dalam membahasnya, sebagai umat beriman, mengambilnya dari Kitab Suci Al-Qur’an sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Baqarah, Allah Subhāna Wa Tā’lā berfirman: (Allah) Pencipta Langit dan Bumi. Apabila Dia hendak menciptakan sesuatu Dia hanya berkata kepadanya: "Kun Fayakun" - “Jadilah! Maka jadilah sesuatu itu." [1]

Dan upaya pengungkapan ‘rahasia alam’ itu menggunakan akal fikiran manusia (karunia dari-Nya) melalui sains.

Bagaimana selanjutnya, mari ikutilah paparan dari buku Harun Yahya “Berfikirlah Sejak Anda Bangun Tidur”, Bab: ‘Big Bang’, Ledakan Yang Menghancurkan Paham Materialisme sebagai berikut dibawah ini. Selamat menyimak. □ AFM



MEMAHAMI
PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
Oleh: A. Faisal Marzuki


“Sesungguhnya dalam penciptaan Langit dan Bumi, pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (ada yang mencipta dan memeliharanya, kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. [2]



PENDAHULUAN

G
agasan yang umum di abad 19 adalah bahwa alam semesta merupakan kumpulan materi berukuran tak hingga yang telah ada sejak dulu kala dan akan terus ada selamanya. Selain meletakkan dasar berpijak bagi paham materialis, pandangan ini menolak ‘keberadaan sang Pencipta’ dan menyatakan bahwa alam semesta tidak berawal dan tidak berakhir.

Materialisme adalah sistem pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi. Berakar pada kebudayaan Yunani Kuno, dan mendapat penerimaan yang meluas di abad 19, sistem berpikir ini menjadi terkenal dalam bentuk paham Materialisme dialektika Karl Marx.

Para penganut materalisme meyakini model alam semesta tidak berhingga sebagai dasar berpijak paham ateis mereka. Misalnya, dalam bukunya Principes Fondamentaux de Philosophie, filosof materialis George Politzer mengatakan bahwa: “Alam semesta bukanlah sesuatu yang diciptakan” dan menambahkan: "Jika ia diciptakan, ia sudah pasti diciptakan oleh Tuhan dengan seketika dan dari ketiadaan.”

Ketika Politzer berpendapat bahwa alam semesta tidak diciptakan dari ketiadaan, ia berpijak pada model ‘alam semesta statis’ abad 19, dan menganggap dirinya sedang mengemukakan sebuah pernyataan ilmiah. Namun, sains dan teknologi yang berkembang di abad 20 akhirnya meruntuhkan gagasan kuno yang dinamakan ‘materialisme’ ini.


ASTRONOMI MENGATAKAN:
“ALAM SEMESTA DICIPTAKAN”

P
ada tahun 1929, di observatorium Mount Wilson California, ahli astronomi Amerika, Edwin Hubble membuat salah satu penemuan terbesar di sepanjang sejarah astronomi. Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasa, ia menemukan bahwa mereka memancarkan cahaya merah sesuai dengan jaraknya. Hal ini berarti bahwa bintang-bintang ini "bergerak menjauhi" kita. Sebab, menurut hukum fisika yang diketahui, spektrum dari sumber cahaya yang sedang bergerak mendekati pengamat cenderung ke warna ungu, sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung ke warna merah. Selama pengamatan oleh Hubble, cahaya dari bintang-bintang cenderung ke warna merah. Ini berarti bahwa bintang-bintang ini terus-menerus bergerak menjauhi kita.

Jauh sebelumnya, Hubble telah membuat penemuan penting lain. Bintang dan galaksi bergerak tak hanya menjauhi kita, tapi juga menjauhi satu sama lain. Satu-satunya yang dapat disimpulkan dari suatu alam semesta di mana segala sesuatunya bergerak menjauhi satu sama lain adalah bahwa ia terus-menerus "mengembang".

Agar lebih mudah dipahami, alam semesta dapat diumpamakan sebagai permukaan balon yang sedang mengembang. Sebagaimana titik-titik di permukaan balon yang bergerak menjauhi satu sama lain ketika balon membesar, benda-benda di ruang angkasa juga bergerak menjauhi satu sama lain ketika alam semesta terus mengembang.

Sebenarnya, fakta ini secara teoritis telah ditemukan lebih awal. Albert Einstein, yang diakui sebagai ilmuwan terbesar abad 20, berdasarkan perhitungan yang ia buat dalam fisika teori, telah menyimpulkan bahwa alam semesta tidak mungkin statis. Tetapi, ia mendiamkan penemuannya ini, hanya agar tidak bertentangan dengan model alam semesta statis yang diakui luas waktu itu. Di kemudian hari, Einstein menyadari tindakannya ini sebagai 'kesalahan terbesar dalam karirnya'.

Apa arti dari mengembangnya alam semesta? Mengembangnya alam semesta berarti bahwa jika alam semesta dapat bergerak mundur ke masa lampau, maka ia akan terbukti berasal dari satu titik tunggal. Perhitungan menunjukkan bahwa 'titik tunggal' ini yang berisi semua materi alam semesta haruslah memiliki 'volume nol', dan 'kepadatan tak hingga'. Alam semesta telah terbentuk melalui ledakan titik tunggal bervolume nol ini.

Ledakan raksasa yang menandai permulaan alam semesta ini dinamakan Big Bang (“Kun Fayakun”), dan teorinya dikenal dengan nama tersebut. Perlu dikemukakan bahwa 'volume nol' merupakan pernyataan teoritis yang digunakan untuk memudahkan pemahaman. Ilmu pengetahuan dapat mendefinisikan konsep 'ketiadaan', yang berada di luar batas pemahaman manusia, hanya dengan menyatakannya sebagai 'titik bervolume nol'. Sebenarnya, 'sebuah titik tak bervolume' berarti 'ketiadaan'. Demikianlah alam semesta muncul menjadi ‘ada’ dari ‘tidak ada’ (ketiadaan). Dengan kata lain, ia telah diciptakan.

Fakta bahwa alam ini diciptakan, yang baru ditemukan fisika modern pada abad 20, telah dinyatakan dalam Al-Qur'an 14 abad lampau: "Dia Pencipta langit dan bumi" [3]

Teori ‘Big Bang’ - dentuman besar, penciptaan pertama mengeluarkan suara besar - menunjukkan bahwa semua benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian terpisah-pisah. Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui ‘Big Bang’ atau ledakan raksasa dari satu titik tunggal, dan membentuk alam semesta kini dengan cara pemisahan satu dari yang lain.


BIG BANG
LEDAKKAN YANG MENGHANCURKAN
PAHAM MATERIALISME

S
egala bukti meyakinkan sebagaimana dipaparkan dalam diatas telah menyebabkan teori ‘Big Bang’ diterima oleh masyarakat ilmiah. Model ‘Big Bang’ adalah titik terakhir yang dicapai ilmu pengetahuan tentang asal muasal alam semesta. Begitulah, alam semesta ini telah diciptakan oleh Allah Yang Maha Perkasa dengan sempurna tanpa cacat dari ketiadaan.

Seseorang bernama Dennis Sciama, yang selama bertahun-tahun bersama Fred Hoyle mempertahankan teori ‘steady-state’ (materi kekal), yang berlawanan dengan fakta penciptaan alam semesta, menjelaskan posisi akhir yang telah mereka capai setelah semua bukti bagi teori ‘Big Bang’ terungkap.

Sciama menyatakan bahwa ia mempertahankan teori ‘steady-state’ bukan karena ia menanggapnya benar, melainkan karena ia berharap bahwa inilah yang benar. Sciama selanjutnya mengatakan bahwa ketika bukti mulai bertambah, ia harus mengakui bahwa ‘permainan keilmiahan’ telah usai dan teori ‘steady-state’ harus ditolak. Prof. George Abel dari universitas California juga menerima kemenangan akhir ‘Big Bang’ dan menyatakan bahwa bukti yang kini ada menunjukkan bahwa alam semesta bermula milyaran tahun silam melalui peristiwa ‘Big Bang’. Ia mengakui bahwa ia tak memiliki pilihan kecuali menerima teori ‘Big Bang’.
 
Dengan kemenangan ‘Big Bang’, mitos 'materi kekal' yang menjadi dasar berpijak ‘paham materialis’ terhempaskan ke dalam tumpukan sampah sejarah. Lalu keberadaan apakah sebelum ‘Big Bang’, dan kekuatan apa yang memunculkan alam semesta sehingga menjadi 'ada' dengan ledakan raksasa ini saat alam tersebut 'tidak ada'?

Meminjam istilah Arthur Eddington, pertanyaan ini jelas mengarah pada fakta yang 'secara filosofis menjijikkan' bagi kaum materialis, yakni keberadaan sang Pencipta. Filosof ateis terkenal Antony Flew berkata tentang hal ini: ‘Sayangnya, pengakuan adalah baik bagi jiwa. Karenanya, saya akan memulai dengan pengakuan bahwa kaum Ateis Stratonisian terpaksa dipermalukan oleh kesepakatan kosmologi zaman ini. Sebab, tampaknya para ahli kosmologi tengah memberikan bukti ilmiah bahwa alam semesta memiliki permulaan.”

Banyak ilmuwan yang tidak secara buta menempatkan dirinya sebagai ateis telah mengakui peran Pencipta yang Mahaperkasa dalam penciptaan alam semesta. ‘Pencipta’ ini haruslah ‘Dzat’ yang telah menciptakan materi dan waktu, namun tidak terikat oleh keduanya. Ahli astrofisika terkenal Hugh Ross mengatakan: “Jika permulaan waktu terjadi bersamaan dengan permulaan alam semesta, sebagaimana pernyataan teorema ruang, maka penyebab terbentuknya alam semesta pastilah sesuatu yang bekerja pada dimensi waktu yang sama sekali tidak tergantung dan lebih dulu ada dari dimensi waktu alam semesta. Kesimpulan ini memberitahu kita bahwa ‘Tuhan’ bukanlah alam semesta itu sendiri, Tuhan tidak pula berada di dalam alam semesta.”


Begitulah, materi dan waktu diciptakan oleh sang Pencipta yang tidak terikat oleh keduanya. Pencipta ini adalah Allah, Dialah Penguasa langit dan bumi.
 
Sebenarnya, ‘Big Bang’ telah menimbulkan masalah yang lebih besar bagi kaum materialis daripada pengakuan Filosof ateis, Antony Flew. Sebab, ‘Big Bang’ tak hanya membuktikan bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan, tetapi ia juga diciptakan secara sangat terencana, sistematis dan teratur.

‘Big Bang’ terjadi melalui ledakan suatu titik yang berisi semua materi dan energi alam semesta serta penyebarannya ke segenap penjuru ruang angkasa dengan kecepatan yang sangat tinggi. Dari materi dan energi ini, munculah suatu keseimbangan luar biasa yang melingkupi berbagai galaksi, bintang, matahari, bulan, dan benda angkasa lainnya.

Hukum alam pun terbentuk yang kemudian disebut 'hukum fisika', yang seragam di seluruh penjuru alam semesta, dan tidak berubah. Hukum fisika yang muncul bersamaan dengan ‘Big Bang’ tak berubah sama sekali selama lebih dari 15 milyar tahun.

Selain itu, hukum ini didasarkan atas perhitungan yang sangat teliti sehingga penyimpangan satu milimeter saja dari angka yang ada sekarang akan berakibat pada kehancuran seluruh bangunan dan tatanan alam semesta. Semua ini menunjukkan bahwa suatu tatanan sempurna muncul setelah ‘Big Bang’.

Namun, ledakan tidak mungkin memunculkan tatanan sempurna. Semua ledakan yang diketahui cenderung berbahaya, menghancurkan, dan merusak apa yang ada. Jika kita diberitahu tentang kemunculan tatanan sangat sempurna setelah suatu ledakan, kita dapat menyimpulkan bahwa ada campur ‘tangan cerdas’ di balik ledakan ini, dan segala serpihan yang berhamburan akibat ledakan ini telah digerakkan secara sangat terkendali.

Sir Fred Hoyle, yang akhirnya harus menerima teori ‘Big Bang’ setelah bertahun-tahun menentangnya, mengungkapkan hal ini dengan jelas: “Teori ‘Big Bang’ menyatakan bahwa alam semesta berawal dari satu ledakan tunggal. Tapi, sebagaimana diketahui, ledakan hanya menghancurkan materi berkeping-keping, sementara ‘Big Bang’ secara misterius telah menghasilkan dampak yang berlawanan - yakni materi yang saling bergabung dan membentuk galaksi-galaksi.”


KESIMPULAN DAN PENUTUP

T
idak ada keraguan, jika suatu tatanan sempurna muncul melalui sebuah ledakan, maka harus diakui bahwa terdapat campur tangan Pencipta yang berperan di setiap saat dalam ledakan ini.

Hal lain dari tatanan luar biasa yang terbentuk di alam menyusul peristiwa ‘Big Bang’ ini adalah penciptaan 'alam semesta yang dapat dihuni'. Persyaratan bagi pembentukan suatu planet layak huni sungguh sangat banyak dan kompleks, sehingga mustahil untuk beranggapan bahwa pembentukan ini bersifat kebetulan. Setelah melakukan perhitungan tentang kecepatan mengembangnya alam semesta, Paul Davis, profesor fisika teori terkemuka, berkata bahwa kecepatan ini memiliki ketelitian yang sungguh tak terbayangkan. Davis berkata: “Perhitungan jeli menempatkan kecepatan pengembangan ini sangat dekat pada angka kritis yang dengannya alam semesta akan terlepas dari ‘gravitasi’-nya dan mengembang selamanya. Sedikit lebih lambat dan alam ini akan runtuh, sedikit lebih cepat dan keseluruhan materi alam semesta sudah berhamburan sejak dulu. Jelasnya, ‘Big Bang’ bukanlah sekedar ledakan zaman dulu, tapi ledakan yang terencana dengan sangat cermat.”

Fisikawan terkenal, Prof. Stephen Hawking mengatakan dalam bukunya A Brief History of Time, bahwa “alam semesta dibangun berdasarkan perhitungan dan keseimbangan yang lebih akurat dari yang dapat kita bayangkan”. Dengan merujuk pada kecepatan mengembangnya alam semesta, Hawking berkata: “Jika kecepatan pengembangan ini dalam satu detik setelah ‘Big Bang’ berkurang meski hanya sebesar angka satu per-seratus ribu juta juta, alam semesta ini akan telah runtuh sebelum pernah mencapai ukurannya yang sekarang.”

Paul Davis juga menjelaskan akibat tak terhindarkan dari keseimbangan dan perhitungan yang luar biasa akuratnya ini: “Adalah sulit menghindarkan kesan bahwa tatanan alam semesta sekarang, yang terlihat begitu sensitif terhadap perubahan angka sekecil apapun, telah direncanakan dengan sangat teliti. Kemunculan serentak angka-angka yang tampak ajaib ini, yang digunakan alam sebagai konstanta-konstanta dasarnya, pastilah menjadi bukti paling meyakinkan bagi keberadaan desain alam semesta.”

Berkenaan dengan kenyataan yang sama ini, profesor astronomi Amerika, George Greenstein menulis dalam bukunya The Symbiotic Universe: “Ketika kita mengkaji semua bukti yang ada, pemikiran yang senantiasa muncul adalah bahwa kekuatan ‘supernatural’ pasti terlibat.”


Singkatnya, saat meneliti sistem mengagumkan di alam semesta, akan kita pahami bahwa keberadaan dan cara kerjanya bersandar pada keseimbangan yang sangat sensitif dan tatanan yang terlalu kompleks untuk dijelaskan oleh peristiwa kebetulan.

Sebagaimana dimaklumi, tidaklah mungkin keseimbangan dan tatanan luar biasa ini terbentuk dengan sendirinya dan secara kebetulan melalui suatu ledakan besar. Pembentukan tatanan semacam ini menyusul ledakan seperti ‘Big Bang’ adalah satu bukti nyata adanya penciptaan (oleh) ‘Supernatural’.
 
Rancangan dan tatanan tanpa tara di alam semesta ini tentulah membuktikan keberadaan Pencipta, beserta Ilmu, Keagungan dan Hikmah-Nya yang tak terbatas, Yang telah menciptakan materi dari ketiadaan dan Yang berkuasa mengaturnya tanpa henti. Sang Pencipta ini adalah Allah, Tuhan seluruh sekalian alam.

Berkatalah Ūlil Albāb (Orang berakal, Cendikiawan): “Sesungguhnya dalam penciptaan Langit dan Bumi, pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (ada yang mencipta dan memeliharanya, kebesaran Allah) bagi orang yang berakal…”Wahai Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semuanya ini sia-sia; Mahasuci (Mahasempurna) Engkau, lindungilah kami dari azab neraka (karena menyangka yang tidak kaffah antara ayat-ayat Kauniyah dan Qauliyah, tidak benar-benar menyadari kebesaran-Nya yang sesungguhnya)". [4] Sebagaimana yang telah di kupas atau dipaparkan seperti tersebut diatas.  Wallāhu ‘alam bish-shawab. Billāhit Taufiq wal Hidāyah. □ AFM



Catatan Kaki:
[1] QS Al-Baqarah 2:117
[2] QS Āli ‘Imrān 3:190
[3] QS Al-An’ām, 6: 101
[4] QS Āli ‘Imrān 3:190-191

Sumber:
Harun Yahya “Berfikirlah Sejak Anda Bangun Tidur”, Bab: Big Bang, Ledakan Yang Menghancurkan Paham Materialisme.
ALFATIH, Al-Qur’an Tafsir Per Kata, Di Sarikan Dari Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka ALFATIH □□

Thursday, June 8, 2017

Isra’ Mi’raj





Pengantar

Barusan penulis dalam tengah membaca Kitab Suci Al-Qur’an sampai kepada juz 15, surah Al-Isra’ menarik perhatian penulis, karena mengingat peristiwa Isra’ Mi’raj yang terjadi di bulan Rajab hari 27 tahun ke-11 kerasulan Beliau atau 2 tahun sebelum penanggalan Hijriyah. Tahun 2017 ini jatuh pada tanggal 24 April, 1 ½ bulan yang lalu. Baru membaca ayat 1 tergugah hati penulis untuk mencoba mendalami mu’jizat, tafsir dan makna dari ayat itu.

Ayat 1 ini mengisahkan perjalanan Rasulullah saw dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang pada inti atau hakekatnya adalah “menjemput” perintah shalat lima waktu di langit yang tak ada lagi makhluk yang dapat mencapainya kecuali Rasulullah Muhammad saw, karena mu’jizat dari-Nya.

Untuk itu penulis membaca tafsir Buya Hamka dan tulisan T. Djamaluddin seorang doktor bidang Astronomi. Seperti yang dapat dibaca dibawah ini. Selamat menyimaknya. □ AFM



ISRA’ wa MI’RAJ
Mu’jizat, Tafsir dan Maknanya
Oleh A. Faisal Marzuki


Pendahuluan

D
alam memperingati Isra' wa Mi'raj sering kita diajak oleh pembicara pengajian akbar melanglang buana sampai ke langit, dan kadang-kadang dibumbui dengan analisis yang nampaknya berdasar sains. Sebenarnya yang diterangkannya aspek astronomis atau kosmologi sama sekali tidak ada dalam kajian Isra' Mi'raj-nya.

Tulisan ini dimaksudkan untuk mendudukkan masalah Isra' dan Mi'raj sebagai mana adanya yang diceritakan di dalam Al-Qur'an dan Hadits-Hadits sahih. Untuk itu pula akan diulas kesalahpahaman yang sering terjadi dalam mengaitkan Isra' wa Mi'raj dengan kajian astronomi oleh Dr. T. Djamaluddin. Sedang kajian Hadits dari yang tidak mempercai perjalan ini oleh kaum musyrikin Makkah terutama oleh Abu Jahal diambilkan dari Tafsir Al-Azhar Buya Hamka.

“Selayaknya makna penting Isra' wa Mi'raj yang mestinya kita tekankan yaitu perintah shalat 5 waktu ini”. Walaupun “cara” perjalanan ini sangat menakjubkan, diluar jangkauan pengetahuan biasa dan akal manusia yang terbatas ini. Terutama alam yang ada “dibalik” alam yang kita kenal sekarang ini melalui sains.


Kisah Isra’ yang tidak dipercayai oleh Musyrikin Makkah

Dalam sebuah Hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah saw shalat dulu di waktu Isya’ sebelum tidur. Setelah shalat barulah tidur. Setalah hari Subuh Rasul saw menceritakan kepada Ummi Hani’ binti Abu Thalib, salah seorang kerabat beliau, tentang kisah diperjalankannya dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis. Setelah mendengarkannya berkatalah Ummi Hani’: “Wahai Nabi Allah! Jangan engkau ceritakan hal ini kepada orang, nanti engkau didustakannya dan disakitinya.” Beliau menjawab: “Demi Allah! Mesti Aku ceritakan.” Maka pergilah beliau menceritakannya.

Rasuk saw pergi ke masjid. Di sana bertemu Abu Jahal. Lalu Abu Jahal bertanya sambil berolok: “Ada berita baru? Beliau menjawab: “Ada!” Kata Abu Jahal: “Apa?” Beliau jawab: “Saya diperjalankan tadi malam ke Baitul Maqdis. “Ke Baitul Maqdis?” Tanya Abu Jahal.

Ini tidak dapat dipercayainya, karena perjalan biasa dengan jalan kaki atau naik unta dari Makkah ke Palestina memakan waktu 40 hari. Kisah ini baru kisah Isra’ yaitu perjalan dari Makkah Al-Mukarramah ke Masjidl Aqsha, Palestina. Belum lagi dari Masjidil Aqsha ke Langit Sidratul Muntaha.

Ditengah kaum Quraisy Makkah bersama Abu Jahal Rasulullah saw menceritakan apa yang dilihat dan dialaminya, bahwa tadi dia di Baitul Maqdis, shalat disana. Mendengar itu orang-orang Quraisy Makkah bertepuk tangan, ada yang bersiul, sebagian mencemooh dan mendustakan berita yang tidak masuk akal mereka.

Selanjutnya cerita itu merembet dan pecahlah khabarnya di seluruh Makkah. Maka ada orang datang kepada Abu Bakar ra menceritakan apa yang di khabarkan Nabi itu. Maka kata Abu Bakar: “Kamu dustakankah itu? Kalau begitu ujar Abu Bakar yang ia katakan, benarlah yang dikatakan itu!

Orang Quraisy sampai bertanya: Kalau benar engkau baru saja kembali dari Baitul Maqdis (Palestina), adakah engkau melihat di jalan ‘irr (rombongan) kafilah perniagaan kami? Berapa ekor unta dan bagaimana keadaannya? Dengan tegas beliau jawab: “Rombongan itu sekarang berada tengan menuju pulang, sekian banyak orangnya, dan sekian banyak untanya.” Dilanjutkan lagi oleh beliau: “Hari ini ketika matahari terbit, sampailah robongan itu. Unta yang di muka sekali, putih warnanya.” Demikianlah penjeleasan beliau saw secara terperinci.

Maka hari yang beliau sebutkan itu, ada diantara mereka pergi menunggu keluar kota. Ada yang berkata: “Mana dia? Matahari sudah terbit. Mereka belum nampak!” Tiba-tiba temannya berkata: “Itu dia, sudah datang! Dimuka sekali unta berwarna putih!”

Demikian Kisah Isra’ dengan ringkas. Dan waktu itu pulalah beliau Mi’raj, yang di jelaskan dalam surah an-Najm surah ke-53, ayat 11 s/d 12 sebagai berikut “Hatinya tidak mendustakan apa yang dilihatnya. Maka apakah kamu (Musyrikin Makkah) hendak membantahnya apa yang dia lihat itu?


Kisah dalam Al-Qur'an dan Hadits

Di dalam Kitab Suci Al-Qur’an, surah Al-Isrā', Allah menjelaskan tentang Isra' yang artinya:

"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad saw) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS Al-Isrā' 17:1)

Dan tentang Mi'raj Allah menjelaskan dalam Kitab Suci Al-Qur’an, Surah Al-Isrā', Allah swt berfirman yang artinya:

"Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad saw) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada Syurga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (QS Al-Isrā' 53:13-18)

Sidratul Muntaha secara harfiah berarti 'tumbuhan sidrah yang tak terlampaui', suatu perlambang batas yang tak seorang manusia atau makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah yang tahu hal-hal yang lebih jauh dari batas itu. Sedikit sekali penjelasan dalam Al-Qur'an dan Hadits yang menerangkan apa, di mana, dan bagaimana Sidratul Muntaha itu.

Kejadian-kejadian sekitar Isra' wa Mi'raj dijelaskan di dalam Hadits-Hadits Nabi saw. Dari Hadits-Hadits yang sahih, didapati rangkaian kisah-kisah berikut. Suatu hari malaikat Jibril datang dan membawa Nabi saw, lalu dibedahnya dada Nabi dan dibersihkannya hatinya, diisinya dengan iman dan hikmah. Kemudian didatangkan Buraq, 'binatang' berwarna putih yang langkahnya sejauh pandangan mata. Dengan Buraq itu Nabi melakukan Isra' dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis) di Palestina.

Nabi saw shalat dua rakaat di Baitul Maqdis, lalu dibawakan oleh Jibril segelas khamr (minuman keras) dan segelas susu; Nabi saw memilih susu. Kata malaikat Jibril, "Engkau dalam kesucian, sekiranya kau pilih khamr, sesatlah ummat engkau." Ini artinya, bahwa yang diceritakan Rasul ini bukanlah dalam keadaan mabuk akibat minuman khamr, melainkan dengan “kesadaran utuh”.

Dengan Buraq pula Nabi saw melanjutkan perjalanan memasuki langit dunia. Di sana dijumpainya Nabi Adam as yang dikanannya berjejer para Ruh Ahli Surga dan di kirinya para Ruh Ahli Neraka. Perjalanan diteruskan ke langit ke dua sampai ke tujuh. Di langit ke dua dijumpainya Nabi Isa as dan Nabi Yahya as. Di langit ke tiga ada Nabi Yusuf as. Nabi Idris as dijumpai di langit ke empat. Lalu Nabi saw bertemu dengan Nabi Harun as di langit ke lima, Nabi Musa as di langit ke enam, dan Nabi Ibrahim as di langit ke tujuh. Di langit ke tujuh dilihatnya Baitul Ma'mur, tempat 70.000 Malaikat shalat tiap harinya, setiap Malaikat hanya sekali memasukinya dan tak akan pernah masuk lagi.

Perjalanan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Dari Sidratul Muntaha didengarnya kalam-kalam ('pena'). Dari Sidratul Muntaha dilihatnya pula empat sungai, dua sungai non-fisik (bathin) di Surga, dua sungai fisik (dzahir) di dunia: sungai Efrat dan sungai Nil. Lalu Jibril membawa tiga gelas berisi khamr, susu, dan madu, dipilihnya susu. Jibril pun berkomentar, "Itulah (perlambang) fitrah (kesucian) engkau dan ummat engkau." Jibril mengajak Nabi saw melihat Surga yang indah. Inilah yang dijelaskan pula dalam Al-Qur'an surat An-Najm. Di Sidratul Muntaha itu pula Nabi saw  melihat wujud Jibril yang sebenarnya.

Puncak dari perjalanan itu adalah diterimanya perintah shalat wajib. Mulanya diwajibkan shalat lima puluh kali sehari-semalam. Atas saran Nabi Musa as, Nabi saw meminta keringanan dan diberinya pengurangan sepuluh-sepuluh setiap meminta. Akhirnya diwajibkan lima kali sehari semalam. Nabi saw enggan meminta keringanan lagi, "Saya telah meminta keringan kepada Tuhanku, kini saya rela dan menyerah." Maka Allah swt berfirman, "Itulah fardlu-Ku dan Aku telah meringankannya atas hamba-Ku."

Urutan kejadian sejak melihat Baitul Ma'mur sampai menerima perintah shalat tidak sama dalam beberapa Hadits, mungkin menunjukkan kejadian-kajadian itu serempak dialami Nabi saw. Dalam kisah itu, hal yang fisik (dzahir) dan non-fisik (bathin) bersatu dan perlambang pun terdapat di dalamnya. Nabi saw yang pergi dengan badan fisik hingga bisa shalat di Masjidil Aqsha dan memilih susu yang ditawarkan Jibril, tetapi mengalami hal-hal non-fisik, seperti pertemuan dengan ruh para Nabi yang telah wafat jauh sebelum kelahiran Nabi saw dan pergi sampai ke Surga. Juga ditunjukkan dua sungai non-fisik di surga dan dua sungai fisik di dunia. Dijelaskannya makna perlambang pemilihan susu oleh Nabi Muhammad saw, dan menolak khamr atau madu. Ini benar-benar ujian keimanan, bagi orang Mu'min semua kejadian itu benar diyakini terjadinya. Allah Maha Kuasa atas segalanya sebagaimana Firman-Nya dalam Surah Al-Isrā' menyebutkan yang artinya.

"Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: "Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia". Dan Kami tidak menjadikan pemandangan yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia...." [QS Al-Isrā’ 17:60].

Dalam sebuah Al-Hadits menyebutkan yang artinya:

"Ketika orang-orang Quraisy tak mempercayai saya (kata Nabi saw), saya berdiri di Hijr (menjawab berbagai pertanyaan mereka). Lalu Allah menampakkan kepada saya Baitul Maqdis, saya dapatkan apa yang saya inginkan dan saya jelaskan kepada mereka tanda-tandanya, saya memperhatikannya...." [HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya].


Hakikat Tujuh Langit

Peristiwa Isra' wa Mi'raj yang menyebut-nyebut tujuh langit mau tak mau mengusik keingintahuan kita akan hakikat langit, khususnya berkaitan dengan tujuh langit yang juga sering disebut-sebut dalam Al-Qur'an.

Bila kita dengar kata langit, yang terbayang adalah kubah biru yang melingkupi bumi kita. Benarkah yang dimaksud langit itu lapisan biru di atas sana dan berlapis-lapis sebanyak tujuh lapisan? Warna biru hanyalah semu, yang dihasilkan dari hamburan cahaya biru dari matahari oleh partikel-partikel atmosfer. Langit (samā' atau samāwāt) berarti segala yang ada di atas kita, yang berarti pula angkasa luar, yang berisi galaksi, bintang, planet, batuan, debu dan gas yang bertebaran. Dan lapisan-lapisan yang melukiskan tempat kedudukan benda-benda langit sama sekali tidak ada.

Bilangan 'tujuh' sendiri dalam beberapa hal di Al-Qur'an tidak selalu menyatakan hitungan eksak dalam sistem desimal. Di dalam Al-Qur'an ungkapan 'tujuh' atau 'tujuh puluh' sering mengacu pada jumlah yang tak terhitung. Misalnya, di dalam Kitab Suci Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah Allah swt menjanjikan yang artinya:

"Siapa yang menafkahkan hartanya di jalan Allah ibarat menanam sebiji benih yang menumbuhkan TUJUH tangkai yang masing-masingnya berbuah seratus butir. Allah MELIPATGANDAKAN pahala orang-orang yang dikehendakinya....". (QS Al-Baqarah 2:261)

Juga di dalam Kitab Suci Al-Qur’an, Surah Luqmān Allah swt berfirman yang artinya:

"Jika seandainya semua pohon di bumi dijadikan sebagai pena dan lautan menjadi tintanya dan ditambahkan TUJUH lautan lagi, maka tak akan habis Kalimat Allah...." (QS Luqmān 31:27)

Jadi 'tujuh langit' lebih mengena bila difahamkan sebagai tatanan benda-benda langit yang tak terhitung banyaknya, bukan sebagai lapisan-lapisan langit.

Lalu, apa hakikatnya langit dunia, langit ke dua, langit ke tiga, ... sampai langit ke tujuh dalam kisah Isra' wa Mi'raj? Mungkin ada orang mengada-ada penafsiran, mengaitkan dengan astronomi. Para penafsir dulu ada yang berpendapat bulan di langit pertama, matahari di langit ke empat, dan planet-planet lain di lapisan lainnya. Kini ada sembilan planet yang sudah diketahui, lebih dari tujuh. Tetapi, mungkin masih ada orang yang ingin mereka-reka. Kebetulan, dari jumlah planet yang sampai saat ini kita ketahui, dua planet dekat matahari (Merkurius dan Venus), tujuh lainnya --termasuk bumi-- mengorbit jauh dari Matahari. Nah, orang mungkin akan berfikir langit dunia itulah orbit bumi, langit ke dua orbit Mars, ke tiga orbit Jupiter, ke empat orbit Saturnus, ke lima Uranus, ke enam Neptunus, dan ke tujuh Pluto. Kok, klop ya. Kalau begitu, Masjidil Aqsha yang berarti masjid terjauh dalam (yang digambarkan) dalam Kitab Suci Al-Qur’an, Surah Al-Isra’ ayat, ada di planet Pluto?

Dan Sidratul Muntaha adalah planet ke sepuluh yang tak mungkin terlampaui. Jadilah, Isra' wa Mi'raj dibayangkan seperti kisah Science Fiction, perjalanan antar planet dalam satu malam. Na'udzu Billah Mindzalik.

Saya berpendapat, pengertian langit dalam kisah Isra' dan Mi'raj bukanlah pengertian langit secara fisik. Karena, fenomena yang diceritakan Nabi saw pun bukan fenomena fisik, seperti perjumpaan dengan ruh para Nabi. Langit dan Sidratul Muntaha dalam kisah Isra' wa Mi'raj adalah alam ghaib yang tak bisa kita ketahui hakikatnya dengan keterbatasan ilmu manusia. Hanya Rasulullah saw yang berkesempatan mengetahuinya. Isra' wa Mi'raj adalah mu'jizat yang hanya diberikan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw.


Makna pentingnya

Bagaimanapun ilmu manusia tak mungkin bisa menjabarkan hakikat perjalanan Isra' wa Mi'raj. Allah hanya memberikan ilmu kepada manusia sedikit sekali, QS Al-Isrā’ 17:85. Hanya dengan iman kita mempercayai bahwa Isra' wa Mi'raj benar-benar terjadi dan dilakukan oleh Rasulullah saw. Rupanya, begitulah rencana Allah menguji keimanan hamba-hamba-Nya, QS Al-Isrā’ 17:60 dan menyampaikan perintah shalat wajib secara langsung kepada Rasulullah saw.


Makna Isra’ Mi’raj

Makna penting Isra' wa Mi'raj bagi ummat Islam ada pada keistimewaan penyampaian perintah shalat wajib lima waktu. Ini menunjukkan kekhususan shalat sebagai ibadah utama dalam Islam. Shalat mesti dilakukan oleh setiap Muslim, baik dia kaya maupun miskin, dia sehat maupun sakit. Ini berbeda dari ibadah zakat yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang mampu secara ekonomi, atau puasa bagi yang kuat fisiknya, atau haji bagi yang sehat badannya dan mampu keuangannya.

Shalat lima kali sehari semalam yang didistribusikan di sela-sela kesibukan aktivitas kehidupan, mestinya mampu membersihkan diri dan jiwa setiap Muslim. Allah mengingatkan seperti dalam firman-Nya dalam Surah Al-‘Ankabūt yang artinya:

"Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. [QS Al-‘Ankabūt 29:45]

Demikianlah uraian dari tema Isra’ wa Mi’raj. Semoga bermanfaat. Billāhit Taufiq wal Hidāyah. □ AFM


Kepustakaan:
1, Dr. Thomas Djamaluddin adalah peneliti bidang matahari dan lingkungan antariksa, Lapan, Bandung. Lulus dari ITB (1986) kemudian masuk LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) Bandung menjadi peneliti antariksa. Dan tahun 1988-1994 mendapat kesempatan tugas belajar program S2 dan S3 ke Jepang di Department of Astronomy, Kyoto University. Tesis master dan doktornya berkaitan dengan materi antar bintang dan pembentukan bintang.
(http://media.isnet.org/kmi/isnet/ Djamal/)

2. Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 15, Surah Al-Isra’ ayat 1, halalaman 7 s/d 11 □□

Blog Archive