Tuesday, January 2, 2018

Bilal dan Adzan Terakhirnya





KATA PENGANTAR

Seiring dengan perjalanan waktu. Hari demi hari. Minggu demi minggu. Bulan demi bulan. Tahun demi tahun. Abad demi abad. Lantunan Adzan masihlah sama sejak pertama sekali dikumandangkan oleh Bilal, 14 abad silam. Mengapa Bilal? Mari simak hadits berikut ini. Dari hadits ini diketahuilah sejarah dari Adzan dan Iqamah ini.

  Dari Abdullah bin Zaid, dia berkata: "Rasulullah saw pernah menginginkan sebuah buq - terbuat dari tanduk untuk ditiup sebagai terompet tapi tidak jadi. Kemudian memerintahkan untuk dibuatkan naqus - kentungan atau kentongan, lalu dibuatkan" - sebagai pemberitahuan waktu shalat telah tiba, dulu di Indonesia menggunakan beduk yang terbuat dari kayu yang berbentuk selinder, salah satu lubangnya ditutup kulit sapi atau kambing. Permukaan kulit inilah yang dipukul guna memanggil jamaah shalat datang ke Mesjid (Langgar, Surau) dan Mesjid Jami'. Masih usia sekolah dasar penulis pernah melakukan, terutama ketika malam takbiran di Hari Raya 'Idul Fitri.

   Selanjutnya, Abdullah bin Zaid pernah bermimpi, ia berkata: “Aku melihat seorang laki-laki yang memakai dua pakaian hijau membawa naqus”. Lalu aku bertanya kepadanya: “Wahai hamba Allah! Apakah engkau mau menjual naqus itu?” Ia menjawab: “Apa yang ingin kamu perbuat dengan naqus ini?” Aku berkata: “Untuk Aku pakai menyeru kepada shalat”. Lelaki tersebut berkata: “Maukah aku tunjukkan kepadamu yang lebih baik dari itu?” Aku menjawab: “Apakah itu?”Ia berkata; “Ucapkan olehmu; Allāhu Akbar, Allāhu Akbar, Allāhu Akbar, Allāhu Akbar. Asyhadu alā ilāha illallāh, asyhadu alā ilaha illallāh. Asyhadu anna Muhammadar Rasūlullāh, asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Hayya alash-shalāh, hayya alash-shalāh. Hayya alal falāh, hayya alal falāh. Allāhu Akbar, Allāhu Akbar. Lā ilaha illallāh." Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Zaid keluar mendatangi Rasulullah saw untuk mengabarkan apa yang dimimpikannya. Ia  berkata: "Wahai Rasulullah! Aku bermimpi melihat seorang laki-laki memakai dua pakaian berwarna hijau dan membawa naqus." Kemudian Abdullah bin Zaid menceritakan mimpinya secara lengkap kepada Rasulullah, maka Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya teman kalian telah memimpikan sesuatu, pergilah bersama Bilal ke Masjid dan sampaikanlah lafadz adzan tersebut kepadanya dan biarkan Bilal mengumandangkan lafadz itu, karena Bilal bersuara lebih nyaring daripada kalian." Abdullah bin Zaid melanjutkan, "Maka aku pun keluar bersama Bilal ke Masjid, lalu saya sampaikan kepadanya dan diapun mengumandangkan lafadz itu." Ia kembali berkata: "Maka ketika Umar bin Khaththab mendengar adzan tersebut, ia lantas keluar dan berkata: "Wahai Rasulullah! Demi Allah, aku telah memimpikan hal itu  sebagaimana yang ia impikan." Hasan: Al Irwa' (246), Al Misykah (650), Ats-Tsamr Al Mustathab. [Shahih Ibnu Majah nomor 713]. 

   Dalam riwayat lain. Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan berkata, telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq berkata, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij berkata, telah mengabarkan kepadaku Nafi’ bahwa Ibnu ‘Umar berkata, “Ketika Kaum Muslimin tiba di Madinah, mereka berkumpul untuk shalat dengan cara memperkirakan waktunya, dan tidak ada panggilan (adzan) untuk pelaksanaan shalat.


  Suatu hari mereka memperbincangkan masalah tersebut, di antara mereka ada yang mengusulkan lonceng seperti loncengnya kaum Nashrani dan sebagaian lain mengusulkan untuk meniup terompet sebagaimana kaum Yahudi. Maka ‘Umar pun berkata, "Mengapa tidak kalian suruh seseorang untuk mengumandangkan panggilan shalat?” Rasulullah saw kemudian bersabda: "Wahai Bilal! Bangkit dan serukanlah panggilan shalat." [Shahih Bukhari nomor 569].


   Dari kedua hadits diatas jelas bahwa orang yang pertama sekali mengumandangkan adzan adalah seorang sahabat Rasulullah saw yang bernama Bilal bin Rabah ra. Selain orang yang pertama mengumandangkan adzan yang dijelaskan dalam hadits diatas, disana ada juga penjelasan mengapa adzan sebagai panggilan untuk shalat  bagi umat muslim atau panggilan tanda masuk waktu untuk mengerjakan shalat bagi seluruh muslim di seluruh muka bumi (dunia). Pada hadits pertama dijelaskan bahwa pertama kali seruan itu dimimpikan oleh sahabat Rasulullah saw bernama Abdullah bin Said yang kemudian langsung menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah, dan 'Umar bin Khaththab juga menjelaskan bahwa ia juga pernah dimimpikan dengan hal yang serupa.


   Dalam hadits kedua, yang mana  pada pertama kalinya para sahabat kebingungan dalam hal pemanggilan atau pemberitahuan tanda masuknya waktu. Ada diantara sahabat yang mengusulkan pemanggilan peribadatan sebagai mana yang dilakukan oleh orang Nasrani yaitu menggunakan lonceng dan ada pula yang menganjurkan untuk memanggil umat muslim seperti halnya dilakukan oleh umat Yahudi yaitu dengan meniup terompet. Hingga pada akhirnya Nabi saw memerintahkan Bilal bin Rabbah untuk mengumandangkan adzan.


   Demikian sejarah dimulainya adzan. Adzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Sebelumnya Rasulullah saw hanya mengucapkan ashshalātu jamia'ah (mari shalat berjamaah), ketika mau memulai shalat Rasulullah.


PENDAHULUAN

Bilal bin Rabah (Arab: رباح بن بلال, hidup sekitar tahun 580 dan wafat tahun 640 Masehi. Namanya disebut juga: Bilal al-Habsyi, Bilal bin Riyah, Ibnu Rabah. Bilal bin Rabah radiallahu anhu (ra) adalah seorang budak berkulit hitam dari Habsyah (sekarang Ethiopia) yang masuk Islam ketika masih budak. Setelah majikannya mengetahui bahwa Bilal masuk Islam, maka Bilal disiksa terus menerus setiap harinya, guna mengembalikan keyakinannya agar tidak memeluk Islam. Tetapi Bilal tidak mau kembali kepada kekafirannya dan tetap melantunkan "Ahadun Ahad, Ahadun Ahad..." Pada akhirnya Bilal dimerdekakan oleh Abu Bakar ra, dan menjadi salah seorang sahabat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihis wasallam (saw).

   Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa Rasulullah saw pernah mendengar suara terompah Bilal ra di surga. Ketika hukum syariat adzan diperintahkan oleh Allah swt, maka orang yang pertama kali disuruh oleh Rasullullah saw untuk mengumandangkan adzan adalah Bilal bin Rabah ra, ia dipilih karena suaranya sangat merdu dan lantang. Ia dikenal sebagai muadzin pertama dalam Islam. Dan Rasulullah saw telah mendengar sendal Bilal ra di Surga.


KISAH BILAL BIN RABAH SEBAGAI MUADZIN PERTAMA

K
Kisah Bilal ra ini sangat emosional dan dramatis, baik kita mulai kisahnya. Semenjak Rasulullah saw wafat, Bilal bin Rabbah ra mengatakan bahwa dirinya tidak akan mengumandangkan adzan lagi di Masjid Madinah Al-Munawwarah. Waktu itu Rasulullah saw wafat. Beliau terpukul sekali jiwanya. Ia ingat Rasul saw lah yang mengangkat harkat dirinya ditengah-tengah zaman jahiliyah musyrikin Makkah sebagai manusia yang dimanusiakan - sebelumnya seorang budak yang diperlakukan sesuka tuannya, kini Beliau saw telah tiada.

   Ketika khalifah Abu Bakar ra memintanya untuk menjadi muadzin kembali. Dengan hati pilu lagi sendu Bilal berkata: “Biarlah aku hanya menjadi muadzin Rasulullah saja. Rasulullah saw telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi.” Abu Bakar ra pun tidak bisa lagi mendesak Bilal ra untuk kembali mengumandangkan adzan, sebab ditinggalkan wafat Rasullah saw terus mengendap dihati Bilal ra.

   Dengan kesedihannya  itu lah yang medorongnya meninggalkan kota Madinah, ia ikut pasukan Fath Islamy menuju Syam dan kemudian tinggal di Homs, Syria.

   Lama Bilal ra tidak mengunjungi Madinah pada suatu malam, Rasulullah saw hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya: “Ya Bilal, wa mā hadzal jafa?” – Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa sampai seperti ini? Bilal ra pun bangun terperanjat, segera ia mempersiapkan perjalanan ke Madinah, untuk ziarah ke makam Rasululullah saw.

   Sekian tahun sudah ia meninggalkan Rasulullah saw. Setiba di Madinah, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Rasulullah saw, pada sang kekasih. Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa, mendekatinya. Keduanya adalah cucu Rasulullah saw, Hasan dan Husein. Dengan mata sembab oleh tangis, Bilal ra yang kian beranjak tua memeluk kedua cucu Rasulullah saw. Salah satu dari keduanya berkata kepada Bilal ra: “Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan untuk kami? Kami ingin mengenang kakek kami”. Ketika itu Umar bin Khaththab ra yang telah jadi Khalifah ke-2 juga sedang melihat pemandangan dan kejadian itu yang mengharapkan Bilal ra sebagai muadzin kembali, dan beliau juga memohon kepada Bilal ra untuk mengumandangan adzan, meski sekali saja.

   Akhirnya Bilal ra pun memenuhi permintaan itu. Saat waktu shalat tiba, dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada masa Rasulullah saw masih hidup. Mulailah dia mengumandangkan adzan.

Saat lafadz Allahu Akbar di kumandangkan akhirnya mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang bertahun-tahun hilang, suasana yang mengingatkan pada sosok Nan Agung, suara yang begitu dirindukan itu telah kembali.

   Ketika Bilal ra melantunkan suara deras kata “Asyhadu an lā ilaha illAllāhu”, seluruh isi kota Madinah berlarian ke arah suara itu sambil mengulangi dan berseru yang sama, bahkan para gadis dalam pingitan mereka pun keluar. Dan, saat Bilal ra mengumandangkan “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullāh”, Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan.

   Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Rasulullah saw, Umar bin Khattab ra yang paling keras tangisannya, bahkan Bilal ra sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya, lidahnya tercekat oleh airmata yang berderai.

   Hari itu Madinah mengenang masa saat masih Rasulullah saw ada diantara mereka. Hari itu adalah adzan pertama dan terakhir bagi Bilal ra sesudah Rasulullah saw wafat. Adzan yang tidak bisa dirampungkan Bilal ra. SubhanAllāh...

Kisah diatas ini mampu menyatukan berbagai perasaan kita. Mampu membuat kita menitikkan airmata tanda kecintaan kita kepada Rasulullah saw sebagaimana cinta kita kepada ummat Muhammad saw, salah satunya Bilal bin Rabah ra dan kita yang hidup di zaman sekarang begitu pula – ukhuwah Islamiyyah sejak dulu sampai kini sebagai ummat yang satu, ummat Muhammad.

   Itulah pentingnya ukhuwah, karena ukhuwah sesama ummat Muhammad – ummat Muslimīn itu merupakan penanda keimanan kita. SubhanAllāh. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM



Sumber:
A. Faisal Marzuki, Shalat Membangun Peradaban
Wikipedia
Dan sumber-sumber lainnya.□□

Blog Archive