KATA PENGANTAR
T
|
elaahan artinya dalam kata benda (noun) berarti study, belajar, atau kajian. Dalam kata kerja (verb) berarti mempelajari, pengkajian yang dalam bahasa Inggris disebut research atau dalam bahasa Indonesia telaahan, lihat ‘google
translate’. Dalam hal ini adalah mempelajari atau mengkaji sesuatu dari
sumbernya, yaitu al-Qur’an atau Qur’anik.
Jadi, tema ‘Manusia Dalam Telaahan Qur’anik’
adalah objek pengkajian atau pengajiannya adalah tentang manusia, yaitu siapa manusia, asal
kejadiannya dan perannya selaku manusia
berdasarkan sumber informasi dari al-Qur’an.
Al-Qur’an ini, merupakan kumpulan firman Allah Pencipta
Alam Semesta, termasuk manusia. Jadi “pisau pembedah” dipinjam dari tangan pertama,
first hand, langsung dari Sang Maha
Penciptanya Manusia (Rabb Al-Nās,
baca: robbin nās - “a” nya dibaca panjang, kadang “a” nya ditulis “aa” atau
“ā”).
Sedang study
atau telaahan lainnya yang bersumber dari pemikiran manusia. Hasilnya bisa
tidak lengkap atau hanya sebagai hypothesis - sangkaan saja. Hipotesis atau
teori sifatnya tidak mutlak atau relatif, karena bisa benar atau tidak lengkap.
Bahkan fatal - salah besar, seperti halnya teori Darwin dalam mengkaji asal
manusia sesuai dengan hasil “penelitian”-nya (abad ke-19) manusia adalah
“berasal dari keturunan kera”. Sementara perkembangan penelitian di abad ke-2o
mengatakan tidak, karena jumlah kromosom kera tidak sama dengan kromosom
manusia. [1]
Seperti apa yang dikatakan oleh Nietzsche, [2]
bahwa bumi atau dunia tempat manusia hidup menurut pendapatnya ‘dunia ini tak
bermakna’, pendapat atau faham mana disebut sebagai paham nihilisme. Dunia
merupakan tempat di mana kematian, keterasingan, kesepian berkuasa. Untuk itu
kita harus menjadi manusia ‘superman’. Lebih kurang kurang begitu pula dengan
Camus [3], hanya saja jalan keluarnya diatasi dengan melakukan ‘pemberontakan’
[4]
Nihilisme adalah sebuah pandangan
filosofi yang sering dihubungkan dengan Friedrich Nietzsche. Nihilisme
mengatakan bahwa dunia ini, terutama keberadaan manusia di dunia, tidak memiliki
suatu tujuan. Nihilis biasanya memiliki beberapa atau semua pandangan ini: tidak
ada bukti yang mendukung keberadaan pencipta, moral sejati tidak diketahui dan
etika sekuler adalah tidak mungkin. Karena itu, kehidupan tidak memiliki arti
dan tidak ada tindakan yang lebih baik daripada yang lain. Beberapa filsuf yang
pernah menulis mengenai nihilisme adalah Friedrich Nietzsche dan Martin
Heidegger. [5]
Demikianlah beberapa contoh dari gambaran
tentang manusia dalam hidupnya di dunia (nama lain dari bumi), kalau hanya
berpegang kepada pendapat atau pemikiran manusia semata. Padahal dalam
pandangan ajaran Islam manusia hidup di bumi tidak fatalistik seperti yang
disebutkan mereka.
Mari ikuti paparan telaahan tentang manusia
sebagai objek study (pengajian, mencari
tahu) menurut ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an Al-Karim seperti
diuraikan berikut dibawah ini.
MANUSIA
DALAM TELAAHAN QUR’ANIK
Oleh: A. Faisal Marzuki
PENDAHULUAN
“dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?”
QS Adz-Adzāriyāt 51:21.
Maka apabila
telah Kusempurnakan kejadiannya (tubuh biologis) dan (kemudian) Kutiupkan
kepadanya ruh (ciptaan) Ku, QS Shad 38:72.
K
|
ata manusia disebut juga orang, yaitu kita. Kita
sendiri sering kali atau suatu waktu pernah terbetik dan bertanya, siapakah
kita sebenarnya. Rasa ingin tahu manusia ini disebut pula dalam firman-Nya yang
artinya, “dan (juga) pada
dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?” QS Adz-Adzāriyāt
51:21.
Dalam bahasa Inggris manusia sebagai kata benda
(noun) disebut human atau man yang
artinya manusia atau orang. Disebut pula human
being yang arti insan. Dalam bahasa yang tertera dalam al-Qur’an disebut Al-Basyar, Al-Insān, Al-Nās, Bani Adam, Al-Ins. Kata-kata tersebut sangat menarik! Kenapa?
Selama ini kata “manusia” atau “man” sering
digambarkan - otomatis dalam benak kita kita - sebagai makhluk hidup (biologis)
yang tidak beda dengan binatang (kera) seperti yang digambarkan dalam teori
Darwin [6].
Sementara Rabb
Al-Nās (baca rabbinās, artinya Tuhan yang memelihara, mengurus, dan
menciptakan seluruh manusia) menyebutkan dengan kata-katanya: “Al-Basyar”, “Al-Insān”, “Al-Ins”, “Bani
Adam”, “Al-Nās” yang di lekatkan
kepada kata manusia dalam bahasa kita, bahasa Indonesia. Jadi gambaran manusia
dalam tinjau Qur’anik - yang menyebutkannya berbeda kata itu - rupanya masing-masing
menunjukkan gambar manusia ditinjau dari “asal kejadian”, “sifat”, dan “tugas”
atau “peran” dari manusia itu sendiri.
Kata yang menggambarkan “asal kejadian” yaitu, “Al-Basyar” (makhluk individual
biologis); “Al-Insān” dan “Al-Ins” (makhluk individual biologis dan
spiritual). Kata yang menggambar “tugas atau berperan” yaitu, “Bani Adam” dan “Al-Nās”, yaitu manusia yang berasal dari
keturunan-keturunan Adam, bersifat makhluk sosial, biologis dan spiritual (ruh)
yang berperan sebagai khalifah-khalifah pemakmur bumi atau yang membangun
peradaban.
Manusia Al-Nās (Bani Adam) adalah makhluk
biologis-spiritual yang tidak sama dengan makhluk biologis lainnya seperti
tanaman (nabati) dan binatang (khewani). Kedua yang terakhir ini tidak ada
kemampuan menejemen (organisasi) dan iptek (ilmu dan teknologi) yang perlu
dalam membangun peradaban yang disebut juga tamaddun
atau hadharah atau civilization, selain manusia (Al-Nās).
Dalam bahasa yang tertera dalam al-Qur’an
disebut al-basyar sebanyak 37 kali, al-insān, al-nās (baca: annās -
bacanya a dipanjangkan yang sering ditulis aa atau ā), Bani Adam sebayak 7 kali
dalam 7 ayat, dan al-ins sebanyak 18
kali dalam 17 ayat di 9 surah.
Dari lima kata tersebut dapat dipadatkan kedalam
tiga kata yaitu, Al-Basyar - manusia
sebagai makhluk hayati yang bersifat biologis; Al-Insān - sebagai makhluk hidup yang bersifat biologis dan
spiritual; Al-Nās (baca: annās) -
sebagai makhluk hidup bersifat sosial, bermasyarakat. Berikut ini adalah uraian
tentang Al-Basyar, Al-Insān, Al-Nās.
GAMBARAN MANUSIA
AL-BASYAR (MAKHLUK BIOLOGIS)
A
|
l-Basyar adalah
gambaran manusia secara materi, yang dapat dilihat, memakan sesuatu, berjalan,
dan berusaha untuk mencari dan memenuhi kebutuhan kehidupannya. Malah berusaha
meningkatkan dirinya dengan menambah pengetahuan melalui iqra’ (tulis-baca adalah kunci ilmu pengetahuan), QS Al-‘Alaq
96:1-5. Manusia dalam pengertian ini terdapat dalam Al-Qur’an sebanyak sekitar
37 kali di berbagai surah.
Menurut M. Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar kata yang
bermakna “penampakan sesuatu dengan baik dan indah”. Dari akar kata
yang sama lahir kata basyarah yang
berarti kulit. Al-Qur’an
menggunakan kata basyar sebanyak
36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna untuk menunjuk manusia
dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya.
Dengan demikian, kata basyar dalam Al-Qur’an menunjuk
pada dimensi makhluk hidup yang bersifat material fisikal atau badaniyah. Untuk
pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan dirinya diperlukan makan, minum,
tidur, dan bekerja dst sebagai layaknya makhluk biologis lainnya.
Dari makna ini lantas lahir makna-makna lain
yang lebih memperkaya definisi manusia. Dari akar kata basyar lahir makna bahwa proses
penciptaan manusia terjadi secara bertahap sehingga mencapai tahap kedewasaan.
Allah 'Azza wa Jalla berfirman yang artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari
tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia (basyar) yang berkembang
biak.” (QS Ar-Rūm 30:20)
Dan (ingatlah),
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk. [QS Al-Hijr 15:28]
Tanah yang dimaksudkan
disini adalah tanah liat kering dari lumpur
hitam dan air yang dibentuk, dari pada itu diambil sari patinya, sebagaimana Firman-Nya
menyebutkan yang artinya:
Dan dari air Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup. [QS Al-Anbiyā’ 21:30]
Dan sungguh, Kami
telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. [QS Al-Mu’minūn 23:12]
Sari
Pati Tanah
Secara analisa kimiawi
tanah liat atau tanah lumpur yang mengandung air, dan zat-zat kimia dari
unsur-unsur karbon, nitrogen, hidrogen dan oksigen. Dengan zat-zat itu
memungkinkan sesuatu itu bisa berkembang menjadi sebuah kehidupan. Berdasarkan
analisa kimiawi jasad manusia basyar
mengandung lk 96% unsur-unsur atom yang sama dengan tanah yaitu dalam bentuk
karbon hidrat, lemak, protein dan asam inti. Ini berarti bahwa jasad manusia
yang bersifat basyar ini dalam tinjauan saintifik sama seperti yang dikatakan al-Qur’an.
Protein adalah
pondamen yang membentuk terjadinya sebuah kehidupan. Komponen protein ini
adalah bahan terjadinya kulit dan kulit tanduk seperti kuku, rambut dan
bulu-bulu yang tumbuh (groomy)
di tubuh. Protein lainnya membentuk antibodi yang berfungsi sebagai zat yang
mempertahankan dari serangan zat lain yang akan merusak tubuh. Dalam bentuk
enzym, zat ini sangat dibutuhkan sebagai unsur katalisator (biocatalyst) yang mempercepat
ribuan proses reaksi kimia yang rumit untuk menopang (sustaining) kehidupan tubuh
manusia.
Karbon hidrat adalah
struktur komponen yang vital sebagai sumber utama yang menghasilkan energi yang
diperlukan bagi kehidupan organ-organ tubuh lainnya.
Lemak yang dihasilkan
oleh sel tubuh sebagian besar berfungsi sama seperti karbon hidrat, namun
hasilnya tidak digunakan segera, melainkan disimpan sebagai cadangan yang kelak
jika dibutuhkan akan menghasilkan energi. Kenapa orang berpuasa (tidak makan
dan tidak minum) masih mempunyai energi, karena antara lain diambil dari lemak
tubuh itu.
Asam inti dalam bentuk
deoxyribonucleic acid
(DNA) dan ribonucleic acid
(RNA), adalah bagian yang memegang peranan dalam mesintesa protein dan juga
sebagai informasi asal keturunan dari satu generasi ke generasi lainnya. Bahkan
bukan itu saja, DNA adalah salah satu bukti tanda jati diri pribadi seorang manusia.
Maka dari itu dalam pengadilan abad ke-21 ini dijadikan sebagai alat bukti
siapa pelaku suatu kejadian. Setiap manusia unik, satu dan lainnya berbeda
rumusan atau struktur DNA-nya. [7]
Yang menjadi
pertanyaan besar para ilmuan adalah bila terjadi lompatan dari bahan mati (inorganic chemical) menjadi bahan
hidup (biochemical, organic
molecules). Atau tanah menjadi jasad tubuh yang hidup, setidaknya
dalam bentuk sel sederhana (primitive
cells). Sampai kini ilmu pengetahuan belum bisa mengungkapkan secara
pasti. [8]
Jadi pada dasarnya jasad manusia - disebut
basyar dalam al-Qur’an - terdiri dari
kumpulan-kumpulan jenis makhluk hidup yang dinamakan sel (cell), dimana satu individu sel bersama-sama individu-individu sel
lainnya membentuk lapisan-lapisan atau disebut juga tissu (tissue). Kumpulan dari tissu ini membentuk organ-organ tubuh.
Kumpulan organ-organ inilah kemudian membentuk menjadi lebih besar lagi, namun
merupakan satu kesatuan dalam satu sistim yang disebut sebagai tubuh atau manusia.
Berlainan dengan jenis makhluk biologis lainnya seperti tanaman dan binatang.
Manusia yang bertubuh, mampu berkreasi, karena diberi pula akal budi, QS At-Tin
95:4.
Jalaluddin mengatakan bahwa berdasarkan konsep basyr, manusia tidak jauh berbeda dengan
makhluk biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia terkait kepada kaidah
sebagai makhluk biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia terkait
kepada kaidah prinsip kehidupan biologis seperti berkembaing biak. Sebagaimana
halnya dengan makhluk biologis lain. Mengenai proses dan fase perkembangan
manusia sebagai makhluk biologis, telah disebutkan oleh Allah 'Azza wa Jalla dalam Al-Qur’an 14 abad yang lalu,
sebagai berikut:
(1). Prenatal (sebelum lahir), proses penciptaan
manusia berawal dari pembuahan (sel telur dengan sperma) di dalam
rahim, pembentukan fisik sebagaimana firman-Nya dalam Kitab Suci Al-Qur’an menyebutkan yang artinya:
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan
saripati itu air mani - nuthfah (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). [QS Al-Mu’minūn 23:12,13]
Kemudian air mani (nuthfah) itu Kami jadikan segumpal darah (’alaqah, a leech-like structure); Lalu segumpal darah (’alaqah, a leech-like structure) itu Kami jadikan segumpal daging (mudghah, a chewed-like structure); Dan segumpal daging (mudghah, a chewed-like structure) itu Kami jadikan tulang belulang (idhāma, bone or skeleton); Lalu tulang belulang (idhāma, bone or skeleton) itu Kami bungkus dengan daging (lahman, kisā, the clothing of bones
with flesh or muscle). Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain (al-nash’a). Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang
Paling Baik. [QS Al-Mu’minūn 23:14]
(2). Pos Natal (sudah lahir) proses perkembangan
dari bayi, remaja, dewasa dan usia lanjut, sebagaimana firman-Nya menyebutkan
yang artinya:
Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian setetes mani,
lalu dari (menjadi) segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang
anak, kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua. Tetapi diantara
kamu ada yang dimatikan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) agar kamu sampai
kepada waktu yang ditentukan, agar kamu mengerti. [QS Ghāfir atau Al-Mu’min 40:67]
GAMBARAN MANUSIA AL-INSĀN
(MAKHLUK
BIOLOGIS-SPITITUAL)
P
|
roses menjadi manusia ’basyariah’
tidak berhenti disitu saja, Tuhan Al-Khāliq menginginkan manusia itu sebagai manusia ’insaniah’ yaitu manusia
yang berakal tapi berbudi pula atau berkesadaran budi. Sering disebut
manusia yang berakal budi.
Pengertian akal budi
ini sepertinya double amphasis,
saling memperkuat yaitu budi itu akal. Dalam kamus umum bahasa Indonesia oleh
Poerwadarminta kata budi artinya akal, yakni sebagai akal batin untuk menimbang
baik dan buruk, benar dan tidak. Budi bisa pula
berarti tabiat, watak, atau perangai yang ber-akhlak. Budi bisa pula berarti kebaikan. Budi berarti pula daya
upaya atau ikhtiar. [9]
Akal itu budi yaitu
akal yang dapat bimbingan kearah yang bermanfaat, kebaikan yang merupakan
rahmat bagi diri tubuh manusia. Bagaimana caranya supaya potensi manusia
berakal budi, maka Tuhan Al-Khāliq Al-Insān meniupkan ruh (ciptaan-Nya) ke dalam jasad tubuh
manusia yang telah tercipta itu sebagaimana firman Allah ’Azza wa Jalla sendiri menyebutkan yang artinya sebagai berikut:
Maka apabila
telah Kusempurnakan kejadiannya (tubuh, jasad, bashar) dan (kemudian) Kutiupkan
kepadanya ruh (ciptaan) Ku, [QS Shād 38:72]
Disinilah letak
bedanya dengan makhluk-makhluk biologis lainnya, seperti makhluk tumbuhan dan
makhluk khewan lainnya, sebagaimana dijelaskan juga oleh Dr.
Emeritus Keith L. Moore dalam suatu forum organisasi Islam di Amerika sebagai berikut.
Embryology
Tahun 1940-an, Professor Stiger dari Institut
Carnegie Embryology Washington D. C. telah menuliskan penemuannya dalam bidang
biologi khususnya ‘stages of human
development’ - tahap-tahap perkembangan cabang bayi (dalam kandungan). Dia (Professor
Stiger) mengatakan bahwa dari sperma menjadi manusia diperlukan 23 tahap
berdasarkan bentuknya. Namun, pendapat ini hanya bertahan sampai tahun 1970,
tidak lama setelah ilmuan yang lain melakukan penelitian kembali selama 4 tahun
berdasarkan tinjauan dari ayat-ayat Al-Qur’an dan penelitian ‘microscope research’. Dari Al-Qur’an
diambil dari Surah At-Tāriq ayat 6 dan Surah Al-Mu’minūn (the Believers) ayat 12-14. [10]
Demikianlah seperti yang dikatakan oleh Dr
Emeritus Keith L. Moore, Prof of Anatomy and Cell Biology, Canada. Dr. Moore, is one of the world’s most
prominent scientist it’s in the fields of anatomy and embryology - Dr.
Moore, adalah salah seorang ilmuan paling terkemuka di dunia di bidang anatomi
dan embriologi.
Ia menyusun pula sebuah buku yang berjudul: ‘Developing Human’, the best book authorize by
one person - Perkembangan Manusia Dalam Rahim (Kandungan), sebuah buku yang
diotorisasi oleh satu orang, oleh lembaga ilmu pengetahuan embryology Amerika.
Buku ini telah diterjemahkan ke beberapa bahasa.
Kata Dr. Moore: “However Quran uses vivid details to explain the stages of human
embryology. Way before any human being presented anything on embryology, let
alone stages of embryology. Surah 23 (the Believers) verse 12-14” - Namun (firman Allah Azza wa Jalla) Al-Qur’an (14
abad silam telah) menyebutkan detail-detailnya terperinci untuk menjelaskan tahapan perkembangan
embriologi manusia (cabang bayi). Jauh sebelum manusia menyajikan apa pun tentang embriologi, termasuk detail dari tahapan-tahapan perkembangan embriologinya. (Seperti diterangkan dalam) Surah ke-23
(Al-Mu’minūn) ayat 12-14.
Selanjutnya, pentahapan
kejadian manusia ini sebagaimana yang diuraikan seperti tersebut diatas [QS
Al-Mu’minūn 23:12,13,14] [QS Shād
38:72] dapat disimpulkan seperti berikut:
Dari tahap jasad tanah
(chemical inorganic)
berlanjut menjadi tahap hayat, atau disebut juga tahap biologis (chemical organic) dan berjiwa. Nah
manusia semacam inilah yang baru dikenal oleh ilmu pengetahuan (common science) manusia. Yaitu
sejak dari maniyyun (sel
sperma dan ovum) sampai mudhghah
(lengkap dengan jaringan daging, otot, organ-organ dan rangka tubuh serta rangka
atau frame manusia seperti tengkorak
dan tulang belulang lainnya).
Tahap final yang
sesungguhnya benar-benar sebagai manusia adalah tahap yang menentukan manusia
sebagai manusia insaniah (al-insān) dimana tubuh biologis dan berjiwa itu mengandung pula zat berupa ruh
- seperti yang disebutkan dalam firman
Allah ’Azza wa Jalla dalam Al-Qur’an
Surah ke-38, Shād ayat 72 - Keseluruhan itu semua jadi satu paket ’jasad plus ruh’ yang dinamakan diri atau nafs. [11]
Yang disebut manusia
kemudiannya meninggal dunia (mati) yaitu tubuh (jasad) dari tanah kembali ke
tanah, sedangkan ruh (tetap hidup) kembali ke ’langit’ sebagai ’produk’ langit.
Ruh (jati diri sebenarnya dari manusia) tersebut dimintai pertanggungan jawab
atas pekerjaannya ’baik’ atau ’tidak’ selama semasih hidup atau berada di dunia
yang diberi ’cangkang jasad’ untuk memudahkan melaksanakan pekerjaannya dalam
kehidupnya. Apakah sesuai dengan amanah yang diberikan Tuhan Pencipta-nya?
Dalam al-Qur’an kata al-ins atau al-insān
disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali, kata al-ins senantiasa dipertentangkan dengan al-jinn (jin), yakni sejenis makhluk halus yang tidak bersifat
materi yang hidup diluar alam manusia (alam fisikal), dan tidak tunduk kepada
hukum alam kehidupan manusia sebagaimana disebutkan oleh Allah ’Azza wa
Jalla dalam
Al-Qur’an sebagai makhluk diciptakan dari api. Makhluk yang membangkang tatkala
diperintahkan untuk bersujud kepada Adam.
Al-Insān
Kata al-insān
bukan berarti basyar dan bukan juga
dalam pengertian al-ins. Pemakaian kata
Al-Insān dalam Al-Qur’an, mengandung
pengertian makhluk mukallaf (yang
dibebani tanggung jawab) mengemban amanah Allah untuk menjadi khalifah dalam
rangka memakmurkan bumi. Al-insān
sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-‘Alaq adalah mengandung pengertian
sebagai makhluk yang diciptakan dari segumpal darah, makhluk yang mulia sebab
memiliki ilmu, dan makhluk yang melampaui batas karena telah merasa puas dengan
apa yang ia miliki.
Potensi manusia menurut konsep al-Insān diarahkan pada upaya mendorong
manusia untuk berkreasi dan berinovasi (Jalaluddin, 2003: 23). Jelas sekali
bahwa dari kreativitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan berupa
pemikiran (ilmu pengetahuan dan teknologi), kesenian, ataupun benda-benda buatan
manusia. Kemudian melalui kemampuan berinovasi, manusia mampu merekayasa
temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian manusia dapat
menjadikan dirinya makhluk yang berbudaya dan berperadaban.
Insan
Sementara itu, kata insan terambil dari kata ins yang berarti jinak,
harmonis, dan tampak. Musa Asy’arie menambahkan
bahwa kata insan berasal
dari tiga kata: anasa yang
berarti melihat, meminta izin, dan mengetahui; nasiya yang berarti lupa; dan al-uns yang berarti jinak. Menurut
M. Quraish Shihab, makna jinak,
harmonis, dan tampak lebih tepat daripada
pendapat yang mengatakan bahwa kata insan
terambil dari kata nasiya (lupa) dan
kata nāsa-yanūsu (berguncang).
Dalam Al-Qur’an, kata insān disebut sebanyak 65 kali.
Kata insān digunakan Al-Qur’an untuk
menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa (ruh atau spiritual) dan raga. Bahkan, lebih
jauh Bintusy Syathi’ menegaskan bahwa makna kata insān inilah yang membawa manusia sampai pada derajat
yang membuatnya pantas menjadi khalifah di muka bumi, menerima beban taklīf dan amanat kekuasaan.
Consciousness (Kesadaran, Qalbu)
Tuhan sebenarnya telah melengkapi pada
diri manusia peralatan yang kita tidak sadari sangat canggih (malah menurut
psikologi-eksperimen melebihi kemampuan pemikiran otak) berupa komponen
‘bio-spiritual’ yang tidak terdapat pada makhluk-makhluk lain yaitu berupa consciousness (kesadaran), atau dalam
istilah agama disebut ‘hati’ atau boleh juga disebut ‘hati-nurani’ atau ‘qalbu’.
Manifestasi dari hati-nurani atau qalbu
ini keluar dalam bentuk adanya kesadaran tentang moral, integritas, kesadaran
baik, menimbang mana yang baik dan mana yang buruk kemudian mengikuti yang
baiknya, inilah yang disebut akhlak. Dengan kesadaran akhlak ini manusia selalu
terbimbing dengan baik.
Hati atau Qalbu adalah indera dari
‘akal-batin’. Yaitu suatu visi yang mampu menangkap kebenaran, rasa keadilan
dan nilai-nilai baik atau hakikat-hakikat yang baik dan benar. Tahu diri itu
datangnya dari sini. Sesuatu yang terbaik dan benar inilah motivasinya dalam
bekerja. Motivasinya massif, melebihi kemampuan akal-otak.
Kalau kita menyebutkan hati atau
hati-nurani atau qalbu, maka para psikolog menyebutnya ‘EI’ (baca i-ai). Yaitu
kependekan dari ‘Emotional Intelligence’
yang lebih ampuh dari ‘IQ’ (baca ai-kyuw) yaitu kependekan dari ‘Intelligence Quotient’ artinya derajat
kecerdasan. Jadi para pakar psikologi modern kini beralih dari kekagumannya
kepada ‘IQ kini beralih kepada ‘EI’, makna mana bersesuaian dengan al-Qur’an. Qalbu
mampu membedakan mana yang moral dan a-moral, jujur dan curang, korupsi dan tidak
korupsi, kriminal dan budi baik. Akal-Otak (biologis), tidak tahu nilai. Sedang Akal-Hati, tahu. Bukan berarti
Akal-Otak (biologis) tidak penting, tapi harus dibimbing oleh Akal-Hati
(spiritual). Kedua kinerja ini sangat diperlukan sebagai makhluk manusia al-Insān (makhluk
biologis dan spiritualis), baca juga: Blain
Spot Hidden biases of good people
GAMBARAN MANUSIA AL-NĀS (MAKHLUK SOSIAL)
MAMPU MENGEMBAN TUGAS
‘KHALIFAH’
D
|
alam konsep al-nās
(baca: an-nās) pada umumnya
dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial (Jalaluddin, 2003:
24). Tentunya sebagai makhluk sosial manusia harus mengutamakan keharmonisan
bermasyarakat. Manusia harus hidup bersosial. Artinya tidak boleh atau tidak
bisa hidup sendiri-sendiri, karena manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa kerjasama
dengan manusia lain di sekitarnya.
Jika kita kembali ke asal mula terjadinya
manusia yang bermula dari pasangan laki-laki dan perempuan (Adam dan Hawa), dan
berkembang menjadi masyarakat. Dengan kata lain adanya pengakuan terhadap
spesis ini di dunia. Ini menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan
tidak boleh saling menjatuhkan atau bermusuhan dan perang memerangi satu sama
lainnya. Secara sederhana, inilah sebenarnya fungsi manusia dalam konsep al-nās.
Yaitu manusia yang bertetangga, bermasyarakat, bernegara dan antar negara,
sebagaimana yang ditegas Tuhan Maha Pencipta Manusia dalam firman-Nya yang
artinya:
Wahai Manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (lita'ārafū) satu sama
lainnya. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. [QS
Al-Hujurāt 49:13]
Apa arti dan makna berta’aruf ini? Prinsip Ta’aruf ini
meliputi: Ta’aruf; Tafahum; Ta’awun dan Itsar. Maknanya adalah (T) Ta’aruf
yakni saling mengenal; (T) Tafahum yakni saling memaklumi latar belakang hidup,
keyakinan dan pandangan hidup; namun dapat melakukan (T) Ta’awun yakni kerja
sama dalam masalah hubungan sesama manusia; (I) Itsar yakni tidak saling
bertengkar, tidak saling memusuhi, tidak saling memerangi.
Selain itu, kata basyar dan al-insān juga al-nās ini dimana manusia bukan hanya
semata-mata manusia basyar
(biologis), namun manusia yang dalam jasadnya ada rūh sebagaimana Pencipta-nya menyebutkan dalam firman-Nya yang
artinya:
Maka apabila Aku telah menyempurnakan (kejadiannya), dan Aku
telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku kedalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya
dengan bersujud (tanda penghormatan, hormat). [QS Al-Hijr 15:29]
Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan rūh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)-nya
dan Dia menjadikan (pada ruh itu melekatnya daya) pendengaran (daya simak),
penglihatan (daya visi dan misi hidup) hati (daya kesadaran merasa dan
mengerti) bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur (menggunakan daya-daya
tersebut). [QS As-Sajdah 32:9]
Adanya ruh (kesadaran - melekatnya daya
pendengaran, penglihatan dan hati) dalam cangkang - jasad basyar (biologis) manusia - inilah yang membedakan dengan
makhluk-makhluk biologis nabati dan khewani lainnya, kalaupun serupa (seolah
serupa) tapi tak sama. Manusia yang dalam ayat-ayat al-Qur’an disebut lebih
rinci, yaitu sebagai basyar, al-insān, dan al-nās - yang dalam bahasa Indonesia disebut manusia saja.
Nama-nama yang disebutkan dalam al-Qur’an ini terkait sebagai bahan asal
kejadiannya sampai kepada perannya dan
tugas serta kewajibannya sebagai manusia yang beribadah kepada-Nya, melakukan
amalan-amalan baik seperti membangun, memelihara lingkungan hidup, memelihara
hubungan baik antar sesama manusia, karena sebagaimana firman-Nya menyebutkan
yang artinya:
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
diantara keduanya dengan sia-sia. (Sia-sia) Itu anggapan orang-orang kafir
(yang tidak percaya sebagaimana yang telah disebutkan Frederich Nietzsche dan
Albert Camus diatas atau belum membaca firman-Nya), maka celakalah orang-orang
kafir (tidak mempercayai firman-Nya) itu karena (itu) mereka akan masuk neraka
(karena menyesatkan). [QS Shād 38:27]
Ruh adalah daya (suatu makhluk ciptaan-Nya) yang
ditiupkan Allah kepada janin dalam kandungan (Surat Al-Hijr 15:29, Surat
As-Sajdah 32:9) ketika janin berumur 4 bulan 10 hari. Walaupun dalam istilah
bahasa dikenal adanya istilah ruhani, namun kata ini lebih mengarah pada aspek
kejiwaan, yang dalam istilah Al-Qur’an
disebut nafs.
Dalam diri manusia, ruh berfungsi untuk: 1.
Membawa dan menerima wahyu (Yang dibawa turun oleh Ar-Rūh Al-Amīn - Jibril, QS Asy-Syu’arā’ 26:193); 2. Menguatkan
iman (Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah
keimanan dan Allah telah menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari
Dia, QS Al-Mujādalah 58:22). Dari ayat ini dapat dipahami bahwa manusia pada
dasarnya sudah siap menerima beban perintah-perintah Allah dan sebagai orang
yang dibekali dengan ruh ini dikaitkan dengan kedewasaan manusia yang
menjadikannya mampu memikul tanggung jawab.
Akibat kemampuan mengemban tanggung jawab
inilah, maka pantas tugas kekhalifahan dibebankan kepada manusia, sebagaimana
firman-Nya menyebutkan yang artinya: “Dan Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ’Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi’”. [QS Al-Baqarah 2:30]. Dan keturunan-keturunannya demikian pula: ”Dan Dia-lah yang
menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi”. [QS Al-An’ām 6:165]
Manusia dalam Konsep Khalifah
Khalifah berarti pemimpin
pengganti, yaitu pengganti dari jenis makhluk yang lain. Pemimpin dalam arti
makhluk yang diberi amanah oleh Allah agar melaksanakan perintah-Nya di
muka bumi. Pada hakikatnya, eksistensi manusia dalam kehidupan dunia ini adalah
untuk melaksanakan amanah Allah yaitu dengan cara mengelola dunia sesuai dengan
kehendak penciptanya.
Peranan yang
dimainkan oleh manusia menurut statusnya sebagai khalifah-khalifah Allah adalah
terdiri daripada dua jalur yaitu jalur horizontal yang sering disebut hablum minannās dan jalur vertikal yang
sering pula disebut hablum minallāh.
Peranan dalam jalur horizontal mengacu kepada bagaimana manusia mengatur hubungan yang baik sesama manusia dan alam sekitarnya. Sedangkan peranan dalam jalur vertikal pula menggambarkan bagaimana manusia berperanan sebagai hamba Allah melalui cara pengabdian diri hanya kepada-Nya sebagaimana firman-Nya menyebutkan yang artinya:
Dan
Aku tiada menciptakan Jin dan Manusia, melainkan supaya mereka beribadat
kepada-Ku. [QS adz-Dzāriyāt 51:56]
Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi.
[QS Fathir 35:39]
Dalam peranan ini
manusia perlu menyadari bahwa kemampuan yang dimilikinya untuk menguasai alam
dan hubungan sesama manusia adalah kerana perintah dari Allah, yaitu untuk
memakmurkan kehidupan di muka bumi. Sebagaimana
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman
dalam Al-Qur’an yang artinya:
“Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah)
dan menjadikanmu pemakmurnya, QS Hūd 11:61.
Manusia sebagai penghuni bumi untuk menguasai, memakmurkan dan memelihara
lingkungan hidup dan ekosistimnya. Bangunnya kemakmuran dalam suatu
peradaban dimungkinkan dengan adanya kedamaian hubungan antar masyarakat di
suatu negara, begitu pula masyarakat antar negara.
PENUTUP
D
|
emikianlah Al-Qur’an telah
memberikan petunjuk dan pengajaran serta gambaran kepada ummat manusia bahwa
dari mana asal manusia, apa dan siapa manusia, serta peran apa dan bagaimana
semestinya mengambil posisinya dalam kehidupannya di bumi.
Isi uraiannya
benar-benar amazing dan mencerahkan
kehidupan manusia di bumi yang berisi menyerukan hubungan baik sesama manusia
yang amat diperlukan di milenium ke-3 seperti telah diterangkan diatas dengan
konsep 3T1I-Nya.
Tidak ada
alternatif lain yang lebih baik dan sempurna bagi ummat manusia, kecuali
seperti pengenalan pengetahuan tentang “manusia sebenarnya” yang mengandung pengajaran
seperti yang telah dipaparkan diatas.
Isi uraian
tersebut pantas dipedomani dalam menjalani hidup kita agar tidak mudah
terjerembab dalam kubangan nihilisma
para pemikir-pemikir agnostik [12] yang meremehkan kehadiran dan ajaran Rabb
Al-‘Ālamīn wa Rabb Al-Nās. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. □ AFM
CATATAN KAKI:
[1]
Charles Robert Darwin (1809-1882) adalah seorang naturalist dan biologist - Teori
Darwin yang menyimpulkan bahwa “asal manusia dari keturunan kera (simpanse)”.
Kesimpulan seperti itu didasari oleh penyaksian dan pengamatan belaka.
Seharusnya menggunakan ilmu genetika sebagai alat pembuktian bagi teori
asal-usul makhluk hidup, kendati ilmu genetika baru sempurna didasari oleh
prinsip-prinsip ilmiah yang benar jauh setelah Charles Darwin meninggal dunia
pada tahun 1882. Artinya, teori Darwin tidak didasari oleh prinsip ilmiah yang
benar sama sekali.
Para
ilmuan genetika modern mengatakan bahwa inti sel hidup mengandung
kromosom-kromosom yang membawa setiap faktor genetika unik bagi tiap-tiap
makhluk hidup. Mereka baru mempelajari kromosom dalam sel yang hidup pada tahun
1903.
Setelah
itu, ditemukan bahwa jumlah kromosom masing-masing makhluk hidup berbeda satu
sama lain. Kemudian, pada tahun 1912, mereka menemukan jumlah kromosom pada
inti sel simpanse (kera) sebanyak 48 buah. Berdasarkan teori Darwin bahwa
manusia adalah kera, para ilmuan pada saat itu meyakini bahwa jumlah kromosom
pada inti sel manusia mestilah berjumlah 48 juga. Faktanya, para ilmuan pada
tahun 1956 menemukan bahwa jumlah kromosom pada inti sel manusia hanya sebanyak
46 buah (23 pasang). Dari sinilah mereka lalu meyakini bahwa manusia adalah
spesies makhluk yang sama sekali berbeda dari kera, dan bahwa sejak
diciptakannya manusia tetaplah manusia, begitu pula halnya kera (kera tetaplah
kera). [Misteri
Potensi Gaib Manusia, Prof. Dr. Ahmad Syauqi Ibrahim. Jakarta. Qisthi Press.
2011, hal. 8]
[2] Frederick Nietzsche (1844-1900), filsuf
Jerman, seorang pemikir yang sangat mempengaruhi alam pemikiran modern. Kritiknya
terhadap alam masyarakat barat tempat dimana dia berasal dan hidup, terutama
terhadap kebudayaan, agama Kristen, konformisme, nasionalisme dan rasa dendam
mewarnai isi renungannya.
[3] Albert Camus (1913-1960), pengerang Perancis
berhaluan eksistensialisme. Kesia-siaan hidup (absurditas) menjadi inspirasi
penulis novel-novelnya. Tahun 1957 mendapat hadiah Nobel untuk kesusasteraan.
[4] Manusia Multi Dimensional, sebuah renungan
filsafat, M. Sastrapratedja, editor, PT Gramedia, Jakarta, 1982. Halaman xi.
[5] https://id.wikipedia.org/wiki/Nihilisme
[6] Charles Robert Darwin (1809-1882) adalah seorang naturalis dan geologi.
Ia menulis buku “The Origin of Spesies” (1859 dan “The Descent of Man” (1871). Dalam
teorinya (Teori Darwin) yang
terkenal dalam kehidupan manusia. Darwin
berpendapat bahwa manusia berasal dari Kera. Nenek moyang manusia adalah kera
yang berevolusi menjadi manusia modern seperti sekarang ini. Pendukung teori Darwin beranggapan bahwa semua
makhluk berasal dari nenek moyang yang sama. [www.kompasiana.com]
[7] Bahan bacaan dari Britanica Encyclopedia,
Biochemical of Organisms, hal 1007.
[8] Nobody knows what caused the spark of
life to ignite in the primeval oceans over fours billion years ago. Even today
the leap from inorganic chemical to primitive cells remain a mystery - Tidak ada yang tahu apa yang menyebabkan percikan
kehidupan menyala di lautan purba lebih dari empat miliar tahun yang lalu.
Bahkan hari ini lompatan dari bahan kimia anorganik ke sel primitif tetap
menjadi misteri. [The
Way Nature Works, MacMillan Publishing Co., New York, hal 90]
[9] Kamus Umum Bahasa Indonesia, disusun oleh
W.J.S. Poerwadarminta, Balai Pustaka, Jakarta 1995, hal. 158.
[10] The Divine Book 6_10 (Human Embryology),
MPEG-4 Movie
[11] وفضلناهم على كثير ممن خلقنا تفضيلا - wa fadhdholnāhum ‘alā katsīrim mimman
khalaqnā tafdhīlan - “Kami lebihkan mereka (manusia, anak cucu cicit dari
keturunan Adam as) di atas banyak
makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”. [QS
Al-Isrā’ 17:70]
[12]
Agnostic (Agnostik, Agnostisisme) adalah
suatu pandangan bahwa ada atau tidaknya Tuhan atau hal-hal supranatural adalah
suatu yang tidak diketahui atau tidak dapat diketahui.
Definisi
lain yang diberikan adalah pandangan bahwa "alasan yang dimiliki manusia
tidak mampu memberikan dasar rasional yang cukup untuk membenarkan keyakinan
bahwa Tuhan itu ada atau keyakinan bahwa Tuhan itu tidak ada.
Agnostisisme adalah kepercayaan atau prinsip
dari agnostik mengenai eksistensi dari segala hal yang diluar atau dibalik dari
fenomena material atau pengetahuan tentang Sebab Pertama atau Tuhan, dan
bukanlah suatu agama. [https://id.wikipedia.org/wiki/Agnostisisme]. □□
REFERENSI
Britanica Encyclopedia, Biochemical of Organisms.
The Way Nature Works, MacMillan Publishing Co.,
New York.
Photographic Atlas of the Body, Pictures
Supplied by the Science Photo Library,
Foreword by Baroness Susan Greenfield CBE, Firely Books
The Divine Book 6_10 (Human Embryology), MPEG-4
Movie
https://www.kompasiana.com/arif_hidayatullah/567792ae62afbdbf1627d 929/tiga-nama-manusia-dalam-al-quran?page=all
https://afaisalmarzuki.blogspot.com/2014/05/islam-ilmu-pengetahuan- i.html
https://www.academia.edu/9113973/HAKIKAT_MANUSIA_MENURUT_ ISLAM?email_work_card=thumbnail
Alfatih Tafsir Perkata
Di Sarikan Dari Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Alfatih.
Anatomi Diri, telaahan
Qur’anik, A.Faisal Marzuki (penulisan hasil kajian bersama Ustadz Wahfiudin bin Sakam dan penelitian perpustakaan sehubungan dengan topik kajian),
Maryland (USA), 1999.
Misteri Potensi Gaib Manusia, Prof. Dr. Ahmad Syauqi
Ibrahim. Jakarta. Qisthi Press. 2011
Dan sumber-sumber lainnya. □□□