Monday, February 17, 2020

Pesona Masjid Raya Sumatra Barat





PESONA MASJID RAYA
SUMATERA BARAT
Oleh: A. Faisal Marzuki


Pesona Masjid Raya Sumatera Barat yang dibangun atas dasar falsafah perdamai yang dicontohkan Nabi saw yang membangun peradaban dan falsafah minang “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” [A. F. Marzuki]


PENDAHULUAN

M
asjid Raya Sumatra Barat (Ejaan Arabnya: مسجد راي سومترا بارت) adalah masjid terbesar di Sumatra Barat (Sumbar) yang terletak di Jalan Khatib Sulaiman, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang Diawali peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007, pembangunannya tuntas pada 4 Januari 2019 dengan total biaya sekitar lk Rp 330 miliar, sebagian besar menggunakan dana APBD Sumatra Barat. Pengerjaannya dilakukan secara bertahap karena keterbatasan anggaran tiap tahun dari Provinsi Sumbar.

Konstruksi masjid terdiri dari tiga lantai. Ruang utama yang dipergunakan sebagai ruang shalat terletak di lantai atas, memiliki teras yang melandai ke jalan. Denah masjid berbentuk persegi yang melancip di empat penjurunya. Bentuk sudut lancip sekaligus mewakili atap bergonjong pada rumah adat (rumah gadang) Minangkabau.

Masjid Raya Sumatra Barat menurut rencana dibangun dengan biaya sedikitnya Rp. 500 miliar karena rancangannya didesain dengan konstruksi tahan gempa. Kerajaan Arab Saudi telah mengirim bantuan sekitar Rp. 500 miliar untuk pembangunan masjid, namun karena terjadi gempa bumi pada tahun 2009, peruntukan bantuan dialihkan oleh pemerintah pusat untuk keperluan rehabilitasi dan rekonstruksi di Sumbar.

Pada 2015, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla meminta anggaran pembangunan dipangkas. Pemangkasan anggaran ini membuat desain masjid berubah di tengah jalan, termasuk jumlah menara dari awalnya empat menjadi satu.


GAGASAN

Gagasan pembangunan Masjid Raya Sumatra Barat telah muncul pada 2005. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menganggap Padang selaku ibu kota tidak memiliki masjid yang representatif untuk menampung jemaah dalam jumlah banyak. Dorongan untuk membangun "masjid raya" menguat, walaupun Padang telah memiliki masjid besar seperti Masjid Nurul Iman.

Pada Januari 2006, berlangsung pertemuan bilateral antara Indonesia dan Malaysia yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi di Bukittinggi. Saat itu, panitia kebingungan mencari masjid yang tepat bagi kedua kepala negara untuk melaksanakan shalat Jumat, sehingga dipilih lokasi Masjid Agung Tangah Sawah di Bukittinggi. Peristiwa ini disebut menjadi pelecut bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk membangun Masjid Raya Sumatra Barat.

Gubernur Sumatra Barat Gamawan Fauzi melakukan peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan Masjid Raya Sumatra Barat pada 21 Desember 2007.


ARSITEKTURAL

Masjid Raya Sumatra Barat menampilkan arsitektur modern yang tidak berkubah sebagaimana lazimnya. Atap bangunan menggambarkan bentuk bentangan kain yang digunakan untuk mengusung batu Hajar Aswad yang menjadi cekung seperti atap masjid. Sementara sudut lancip sekaligus mewakili atap bergonjong pada rumah adat Minangkabau. Dengan itu bentuk arsitektur Masjid Raya Sumbar menggambarkan pula falsafah Minangkabau yaitu, “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah - adat bersendikan (berdasarkan) agama, agama bersendikan (berdasarkan) Kitab Allah (Al-Qur'an).

Sungguh sangat mencerahkan mengambil pelajaran dari peristiwa empat kabilah suku Quraisy di Makkah yang sebelumnya berselisih pendapat mengenai siapa yang berhak memindahkan batu Hajar Aswad ke tempat semula, setelah renovasi Ka'bah. Kemudian
Muhammad * mengusulkan agar sebaiknya batu Hajar Aswad ini letakkan di atas selembar kain yang kemudian diangkat bersama ketempatnya, pendapat ini dengan suara bulat diterima dan disetujui oleh para kabilah. Sehingga dengan rasa senang dan damai - karena mendapatkan kesempatan yang sama - diusunglah batu tersebut oleh para perwakilan dari setiap kabilah dengan memegang masing-masing sudut kain yang menjadi cekung (karena ada batu Hajar Aswad ditengahnya) seperti atap Masjid Raya Sumbar ini.


KONSTRUKSI BANGUNAN

Bangunan utama Masjid Raya Sumatra Barat memiliki denah dasar seluas 4.430 meter persegi. Konstruksi bangunan dirancang menyikapi kondisi geografis Sumatra Barat yang beberapa kali diguncang gempa berkekuatan besar. Masjid ini ditopang oleh 631 tiang pancang dengan fondasi poer berdiameter 1,7 meter pada kedalaman 7,7 meter. Dengan kondisi topografi yang masih dalam keadaan rawa, kedalaman setiap fondasi tidak dipatok karena menyesuaikan titik jenuh tanah.

Ruang utama yang dipergunakan sebagai tempat shalat terletak di lantai atas berupa ruang lepas. Lantai atas dengan elevasi tujuh meter terhubung ke permukaan jalan melalui ramp, teras terbuka yang melandai ke jalan. Dengan luas 4.430 meter persegi, lantai atas diperkirakan dapat menampung 5 ribu sampai 6 ribu jemaah. Adapun lantai dua berupa mezanin berbentuk leter U memiliki luas 1.832 meter persegi.

Konstruksi rangka atap menggunakan pipa baja. Gaya vertikal beban atap didistribusikan oleh empat kolom beton miring setinggi 47 meter dan dua balok beton lengkung yang mempertemukan kolom beton miring secara diagonal. Setiap kolom miring ditancapkan ke dalam tanah dengan kedalaman 21 meter, memiliki fondasi tiang bor sebanyak 24 titik dengan diameter 80 centimeter. Pekerjaan kolom miring melewati 13 tahap pengecoran selama 108 hari dengan memperhatikan titik koordinat yang tepat. Perhitungan-perhitung jelimet tersebut berdasarkan kondisi tanah, daya berat bangunan dan beban pikul serta tahan gempa.


PENUTUP

Alhamdulillah akhirnya setelah satu dawawarsa Masjid Raya Sumatera Barat yang fantastik dan gigantik ini pembangunannya selesai tuntas pada tanggal 4 Januari 2019, namun  dua tahun sebelumnya telah dinikmati penggunaan untuk beribadah oleh warga setempatnya walaupun sifatnya terbatas.

Bangunan tiga lantai, menara dan pelataran serta pertamanan dapat dilihat imej gambarmya, baik eksterior maupun interior seperti berikut dibawah.




Adapun atap bangunannya mengambil falsafah perdamaian (persatuan) dari kebhinekaan warga-warga bangsa dari unsur-unsur yang berbeda menjadi dapat bekerjasama untuk membangun peradabannya yang diambil dari kisah Nabi Muhammad saw serta berpaduannya dengan falsafah Minangkabau seperti yang diuraikan diatas.


Dapat pula dilihat disini gambar hidup layar penuh (full screen) melalui video youtube berdurasi 4 menit 15 detik, berwarna (full color) yang diambil bulan Februari tahun 2019 dengan mengklik (--->) MENELUSURI KEMEGAHAN MASJID RAYA SUMATERA BARAT, kemudian klik panah yang berada dalam gambar.

Demikianlah sajian tulisan dan imej gambar dari “Pesona Masjid Raya Sumatera Barat” yang dibangun atas dasar falsafah perdamai yang dicontohkan Nabi saw yang membangun peradaban dan falsafah minang “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” ini. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. Germantown, MD. 23 Jumādī Tsāni 1441 / 17 Februari 2020 M. □ AFM




Catatan
* Semasa Rasulullah Muhammad saw belum diangkat sebagai Rasul, Beliau telah terkenal sebagai seorang yang sangat jujur, berlatarbelakang keluarga terhormat dan memiliki kelebihan yang mampu meredam pertikaian antar suku (kabilah). Sehingga beberapa kali Muhammad muda dipercayai memberikan keputusan-keputusan krusial menyangkut kepentingan bersama.


Salah satu contoh paling populer tentang keberhasilan Muhammad (Nabi saw) menyelesaikan sengketa di antara kaumnya ketika terjadi peristiwa renovasi Ka’bah. Kala itu, masyarakat Makkah merenovasi Ka’bah setelah musibah banjir yang menenggelamkan kota, termasuk bangunan Ka’bah. Kondisi ini memanggil orang-orang Quraisy harus membangun Ka’bah kembali demi menjaga kehormatan dan kesucian situs peninggalan leluhur mereka, Ibrahim as yang tetap dijaga kelestariannya. Menurut riwayat yang paling shahih, ketika itu Muhammad berusia 35 tahun.



Referensi
https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Raya_Sumatra_Barat 
https://www.youtube.com/embed/PUjrU-Ei2nE 
Dan sumber-sumber lainnya. □

Blog Archive