Oleh: Zainal
Abidin Bagir | CRCS
Wahai manusia! Sungguh, Kami (Allah) telah menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami (Allah)
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (ta’aruf). [QS Al-Hujurāt 49:13]
P
|
ada akhir 1980-an, dunia sedang
memasuki politik tahap baru pasca meredanya Perang Dingin antara Amerika
Serikat dan Uni Soviet. Ciri yang cukup mengemuka kala itu adalah kehadiran
“The End of History” Francis Fukuyama yang menyatakan Demokrasi Liberal Barat
sebagai bentuk akhir dari evolusi sosial, kultural dan pemerintahan di dunia
dan terjerembabnya nation state dalam tarikan tribalisme dan globalisme.
Pecahnya Uni Soviet yang menandakan berakhirnya Perang Dingin membuat Amerika
Serikat membutuhkan panduan baru untuk membaca situasi dunia ke depan. Salah
satu pemikiran yang mendapatkan perhatian pengambil kebijakan di Amerika
Serikat adalah artikel Samuel P. Huntington’s pada tahun 1993 dengan judul “The
Clash of Civilizations” di Foreign Affairs journal.
Huntington
menyatakan, “It is my hypothesis that the fundamental source of conflict in
this new world will not be primarily ideological or primarily economic. The
great divisions among humankind and the dominating source of conflict will be
cultural … the principal conflicts of global politics will occur between
nations and groups of different civilizations. The clash of civilizations will
dominate global politics. The fault lines between civilizations will be the
battle lines of the future.” - Maksud dari paparan Huntington diatas adalah: Dalam hipotesisnya, sumber utama konflik di dunia baru ini tidak dalam
bentuk ideologi atau ekonomi. Saham besar di antara umat manusia dan dominasi sumber konflik
yaitu bersifat “budaya” ... sebagai konflik utama politik global akan terjadi antara
bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok peradaban yang berbeda. Benturan peradaban akan
mendominasi politik global. Batas-batas perbedaan antara peradaban akan menjadi garis pertempuran masa
depan.”
[1]
Lewat
hipotesisnya, Huntington mencoba menawarkan paradigma baru dalam melihat dunia.
Ia melihat ada 7 peradaban yang akan mewarnai persaingan global: Western, Latin
American, Confucian, Japanese, Islamic, Hindu dan Slavic-Orthodox.
Professor of the
Science of Government Harvard University ini memprediksikan akan terjadi
konflik di level makro antara negara-negara dari peradaban yang berbeda dalam
mengontrol institusi internasional, ekonomi global dan kekuatan militer. Tesis
Huntington ini sering dijustifikasi kebenarannya lewat peristiwa mengemparkan
11 September 2001.
Akan tetapi oleh
pemikir-pemikir kenamaan lainnya, the Clash Civilizations ala Huntington
ini mendapat kritik keras. Tariq Ali misalnya, mempersoalkan kategorisasi “peradaban”
Huntington yang cenderung statis dan monolitik. Padahal peradaban sendiri
memiliki komplekstitas dan berbagai perbedaan antar pendukungnya. Oleh karena
itu, tokoh yang dikenal keras terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat
ini lebih cenderung melihat kepada benturan unsur-unsur fundamentalis pada
peradaban-peradaban yang ada.
Dari perspektif yang
berbeda, Edward Said turut mengkritik pandangan Huntington. Pakar orientalisme
ini berpendapat bahwa peradaban bukanlah kotak tertutup. Sejarah memaparkan
secara jelas dinamika interaksi, pertukaran, dan saling pinjam antar peradaban.
Sehingga paradigma Huntington justru tidak membantu memahami realitas yang ada,
meskipun mampu “memberi perspektif” kongkret dan praktis. Selain itu, Said
melihat perspektif Huntington memberikan porsi signifikan terhadap Islam sangat
dipengaruhi memori lama tentang pertentangan Muslim dan Eropa, khususnya “persaingan”
Abramistic Religions. Menurutnya, “benturan
antar peradaban” tak lebih dari bahasa baru untuk mengungkap “seleksi sejarah”, bukan untuk
memahami kesalingbergantungan yang terus berlangsung sampai saat ini.
Belum
cukup sampai di situ, masih ada Martha Nussbaum yang turut menunjukkan
kelemahan tesis Huntington. Bagi Martha, “The real clash is not a
civilizational one between “Islam” and “the West,” but instead a clash within
virtually all modern nations—between people who are prepared to live with
others who are different, on terms of equal respect, and those who seek the
protection of homogeneity, achieved through the domination of a single
religious and ethnic tradition.” - Maksud dari paparan Martha diatas adalah: Adanya
bentrokan sebenarnya bukan berasal
dari peradaban antara
“Islam” dan “Barat”, akan tetapi daripada membicarakan adanya
bentrokan yang akan terjadi disemua negara - dari warga yang hidup di masa
sekarang ini, sebenar duduk soalnya adalah, adanya kemauan orang yang
siap hidup bersama dengan orang
lain dalam perbedaan yang disemangati saling hormat menghormati, dan mereka
berusahaan berlindung dari “kesamaan-kesamaan yang ada”, ini dapat dicapai
melalui dominasi tradisi agama dan etnik yang berasal dari “yang satu”. Yang jadi sumber perbenturan menurut
Professor of Law and Ethics University of Chicago ini adalah pertentangan antara kehendak menguasai
dengan kehendak untuk hidup bersama dalam kesetaraan. [2][3]
Posisi kontra
Huntington juga dapat temui pada pandangan Dominique Moisi. Ilmuan politik dari
Perancis ini cenderung melihat pertentangan yang terjadi lebih disebabkan oleh
faktor psikologis: balutan ketakutan, keterhinaan, dan harapan, Ketakutan Dunia
Barat, keterhinaan Dunia Muslim dan harapan sebagian besar negara-negara di
Asia. Oleh karena itu, diperlukan upaya
menghilangkan ketakutan yang tak berdasar, menciptakan kesetaraan (menumbuhkan
martabat) agar melenyapkan rasa keterhinaan, dan terus berusaha mewujudkan masa
depan yang penuh harapan dengan semangat perdamaian. [4]
Untuk menciptakan solidaritas
global harus dimulai dari upaya saling mengenal. Hal lain yang sangat penting
adalah mengenali “musuh bersama” dan problem-problem bersama. Demo anti Perang
AS atas Irak menjadi sinyal positif bagi peluang kerjasama antar orang-orang
yang punya semangat menciptakan kerukunan dari berbagai belahan dunia. [5]
Dalam batas-batas tertentu, upaya inilah yang sedang dilakukan CRCS UGM untuk
mewujudkan situasi dunia baru yang lebih harmonis dengan semangat mencari
sekutu di antara “musuh” lama. (GUN)□
Catatan Kaki:
[1]
Keterangan dalam bahasa Indonesia dari admin blog afaisalmarzuki.
[2]
Keterangan dalam bahasa Indonesia dari admin blog afaisalmarzuki.
[3] Wahai manusia! Sungguh, Kami (Allah) telah menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami (Allah)
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (ta’aruf). [QS Al-Hujurāt 49:13] -
Catatan kaki dari admin blog afaisalmarzuki.
[4]Dan di antara tanda-tanda
(kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi (dan diantara keduanya),
perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui (untuk saling
kenal - ta’aruf, saling memahami - tafahum, - kerja sama - ta’awun). [QS Ar-Rūm 30:22] - Catatan kaki dari admin blog afaisalmarzuki.
[5] Dalam Hubungan Sosial Kemasyarakatan. Dzalim
adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, melanggar perkara yang ‘haq’
dan menyakiti sesama manusia baik jiwa, harta maupun perasaannya. Lawan kata
Dzalim adalah Adil.
Hukum Berbuat Dzalim:
عَنْ أَبِى ذَرٍّ عَنِ النَّبِىِّ فِيمَا رَوَى عَنِ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ: يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا
Dari
Abu Dzar, dari Nabi saw sebagaimana
diriwayatkan dari Allah -Tabaraka wa ta’ala- Allah berfirman: “Wahai hambaKu,
sesungguhnya Aku mengharamkan atas diriKu berbuat dzalim, dan Aku menjadikannya
(kedzaliman) haram diantara kalian maka janganlah kalian saling mendzalimi.”
[HR Muslim]
Allah
Ta'ala berfirman: "●
Dan
balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, akan tetapi barangsiapa
yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka sungguh
pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang dzalim. ● Tetapi orang-orang
yang membela diri setelah didzalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka.
● Sesungguhnya kesalahan
hanyalah ada pada orang-orang yang berbuat dzalim kepada manusia dan melampui
batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itulah akan mendapat
siksaan yang pedih. ●
Tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk
perbuatan yang mulia. ●
Dan barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak ada baginya pelindung
setelah itu. Kamu akan melihat orang-orang dzalim ketika mereka melihat adzab
berkata, ‘Adakah kiranya jalan untuk kembali ke dunia’?" [QS Asy-Syūrõ
42:40-44]. - Catatan kaki
dari admin blog afaisalmarzuki.
Sumber:
(Dinarasikan dari slide
powerpoint yang disampaikan oleh Dr. Zainal Abidin Bagir pada Diskusi “Great
Thinkers” Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, 31 Oktober 2011).
http://crcs.ugm.ac.id/articles/493/menguji-the-clash-of-civilizations-samuel-p-huntington.html