Oleh: A. Faisal Marzuki
- Dia (Allah) telah menciptakan kamu (manusia) dari bumi dan menjadikan kamu (manusia) pemakmurnya.* [QS Hud 11:61]
- Dalam memakmurkan bumi Allah Pencipta Manusia mengajarkan: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu): ●Berlaku adil dan ●Berbuat kebajikan, ●Memberi bantuan kepada kerabat (yang memerlukan), Dia melarang (melakukan): ●Perbuatan keji, ●Kemungkaran, dan ●Permusuhan. Dia memberi: ●Pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. [QS Surat An-Nahl 16:90]
D
|
alam penulisan
Kedudukan Manusia di Bumi sebelumnya telah diterangkan bahwa tanpa bimbingan
dari ajaran Tuhan Pencipta (Allõhu Rabbul ‘Alamīn) maka
pasti masyarakat manusia meraba-raba dalam menjalani hidupnya yang disangka
baik (memang ada usaha keras untuk berbuat baik) malah menimbulkan kontroversial
dan tragedi kemanusiaan yakni yang ‘kuat’ memakan yang ‘lemah’. Dengan jalan
itu tidak dikenal (diabaikan) prinsip keadilan dan prinsip kemanusiaan (diluar negaranya),
sebagaimana sebagian negara-negara
Eropah melakukan penjajahan demi kemajuan ekonomi merkantilismenya dengan jalan meluaskan kekuasaannya di bumi
orang lain. Sering hal ini disebut sebagai kebijaksanaan negara-negara ‘penjajah’
ini sebagai ‘kolonialisme’ dan ‘imperialisme’. Kolonialisme adalah suatu paham
yang menghalalkan negara penjajah ini menduduki tanah yang bukan wilayahnya
dengan maksud menguasai negara jajahan dengan jalan kekerasan (perang dan
penindasan warga tanah jajahan) untuk mendudukinya serta mengambil sumber
alamnya guna kepentingan negara penjajah. Dengan itu negara penjajah menjadi
makmur sementara negera yang dijajah tidak. Penduduk yang dijajah mayoritasnya dibiarkan
tidak terdidik maju dan keadaan jiwa dan mentalnya tidak berkembang (tertekan).
Dengan jalan kolonisasi ini negara penjajah bangga sebagai imperial (jaya dan
makmur), imperialisme.
●●●
Sampai saat ini negara-negara Eropah dan
asal Eropah lebih makmur. Dengan itu negaranya lebih stabil, sejahtera dan maju.
Ini ditopang dengan sistim pendidikan yang wajib untuk seluruh warganya, sistim
keadilan ditegakkan, sistim hukum yang berjalan baik, dan pelayanan warga
negaranya (rakyatnya) baik, serta dikembangkannya dan digunakannya kemajuan IPTEK
bagi kekuatan industri, militernya dan kemajuan ekonominya. Sementara negara-negara
bekas jajahan kebanyakan dalam bernegaranya belum mampu berdiri sendiri dalam mensejahterakan
rakyat bangsanya. Juga dalam bernegara penegakan hukum dan pelayanan warga negaranya
(rakyatnya) tidak begitu memadai. Kebijakan ekonomi dan kesejahteraan warganya dalan
sistim (pelaksanaan) pemerintahannya tidak berjalan sebagaimana mestinya jika
diukur dari standard of living warga (rakyat) negaranya dan penciptaan
tersedianya lapangan pekerjaan bagi seluruh warga negaranya (belum mampu menciptakan lapangan pekerjaan
bagi warganya).
Demikianlah
tragedi kemanusiaan yang menghandalkan hanya jalan pikiran manusia yang
cenderung materialisma (hubbud dunya) untuk dinikmati sendiri. Tidak
sepertihalnya menegakkan sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan Yang
Menciptakannya sebagaimana tersebut dalam surat An-Nahl ayat 90 yang tertera
kuotasinya diawal tulisan ini seperti tersebut diatas.
●●●
Negara-negara
bekas penjajah kini sebagai negara maju baik manajemen bernegaranya yang
membuat tersedianya lapangan kerja dan menjamin upah dan gaji minimum yang
layak untuk kehidupan serta pensiun seluruh warganya. Sementara bekas negara jajahannya
belum mampu melakasanakan seperti ‘tuan’-nya yang telah mampu berbuat untuk
negaranya lebih maju ketimbang dari bekas negara yang dijajahnya.
Sementara
itu hubud dunya negara maju menjadi mapan sekali dan menjadi idola pandangan hidup
negara bekas jajahan yang mencitakan pula hubud dunya ini. Tapi ada bedanya
yaitu rakyat bekas penjajah maju terjamin kesejahteraannya, sedangkan negara bekas
dijajah yang sejahtera adalah pegawai pemegang kekuasaan. Rakyat kebanyakan
terutama diperkotaan miskin karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan. Namun
pun jika ada pekerjaan standar gaji dibawah (tidak menutupi) kebutuhan hidupnya.
●●●
Kembali kehidupan hubud dunya (materialisma)
yang telah ditempuh negara maju dan negara sedang berkembang mencitakan (idolanya)
seperti negara maju. Apa benar kehidupan materialisma (saja) menjamin keselamatan
dan kebahagiaan hidup. Ternyata jangka panjangnya tidak, seperti halnya yang dikritisi
oleh Herbert Marcuse 1 mengungkapkan dalam satu tesis
sbb:
Masyarakat industri moderen (Barat)
merupakan masyarakat yang rasional dalam detail, tetapi irasional dalam
keseluruhan. Marcuse menggambarkan bahwa masyarakatnya bagaikan berada di dalam
sebuah bis besar yang bagus, dengan peralatan teknis yang serba lengkap dan
luks, berjalan lancar dan enak, para penumpangnya merasa puas. Tetapi orang tidak
menyadari lagi kemana bis itu mengarah. Orang sudah terbius dengan
kenikmatan untuk tinggal di dalamnya. Bahkan
pengemudinya pun terbawa saja oleh mekanisme gerak motor yang memutar roda bis
tadi pada porosnya, terus melaju seturut jalan satu-satunya yang membawa bis
tersebut. Tanpa sadar jalan tersebut menuju ke jurang kebinasaan. Demikianlah
Herbert Marcuse melihat peradaban masyarakat industri moderen (Barat) sesuatu
yang kelihatannya (memang) enak dan mantap serta membahagiakan tapi tidak tahu mau
kemana hidup ini dibawa (irasional).
Apatah kita mau terjerumus
seperti sinyalemen Marcuse orang Barat yang hidup di Barat yang dalam
pengamatannya justru sebaliknya dari apa yang diyakini ‘kaum terpelajar’ dari
dunia Timur - Bekas negera jajahan Barat?
Demikianlah kehidupan manusia tanpa
bimbingan ajaran hidup dari Tuhan Pencipta Manusia dan Alam Semesta akan
mengalami tragedi ’inhuman’ (’incomplately human being’ , tidak berkemanusiaan komplit,
tidak insan al-kamil) dalam
hidupnya secara keseluruhan, karena manusia tidak hanya butuh material dalam
hidup namun kesejahteraan dan kebahagian spiritual pun diperlukan. Manusia
bukan makhluk materi biologis saja tapi manusia ber’ruh’ (soul). Roh (soul) ini
butuh ’treatment’ pula. Tidak seimbang jika yang satu dipenuhi dan sementara
yang satu tidak, demikian sebaliknya. Budaya materi saja (hubud dunya saja) jika
diikuti terus tidak akan pernah puas-puasnya. 2 Wal-lõhu ‘alam bish-shawab. [Bersambung ke bagian 4]
©AFM
Bersambung ke: Kedudukan
Manusia di Bumi 4
Catatan
Kaki:
1Herbert Marcuse guru besar filsafat Universitas California di San Diego
dalam bukunya One-Dimentional Man.
Siapa Herbert Marcuse? Herbert Marcuse (1898-1979), anggota Sekolah
Frankfurt yang pindah ke Amerika Serikat, kemudian menjabat guru besar filsafat
politik di kampus San Diego, Universitas California. Dia adalah salah satu
filsuf yang populer dikalangan cendikiawan dalam abad ke XX. Dia diberi gelar
‘filsuf bagi New Left’ dan ‘Inspirator Revolusi Mahasiswa tahun 1968’ Lihat
juga blog ini dengan tema: ’Kiblat Kebaikan’
2Lihat juga blog ini dengan tema:
”Kedudukan Manusia di Bumi I”