Tuesday, March 31, 2015

Kedudukan Manusia di Bumi 3



Oleh: A. Faisal Marzuki



  • Dia (Allah) telah menciptakan kamu (manusia) dari bumi dan menjadikan kamu (manusia) pemakmurnya.* [QS Hud 11:61]
  • Dalam memakmurkan bumi Allah Pencipta Manusia mengajarkan: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu): Berlaku adil dan Berbuat kebajikan, Memberi bantuan kepada kerabat (yang memerlukan), Dia melarang (melakukan): Perbuatan keji, Kemungkaran, dan Permusuhan. Dia memberi: Pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. [QS Surat An-Nahl 16:90]


D
alam penulisan Kedudukan Manusia di Bumi sebelumnya telah diterangkan bahwa tanpa bimbingan dari ajaran Tuhan Pencipta (Allõhu Rabbul ‘Alamīn) maka pasti masyarakat manusia meraba-raba dalam menjalani hidupnya yang disangka baik (memang ada usaha keras untuk berbuat baik) malah menimbulkan kontroversial dan tragedi kemanusiaan yakni yang ‘kuat’ memakan yang ‘lemah’. Dengan jalan itu tidak dikenal (diabaikan) prinsip keadilan dan prinsip kemanusiaan (diluar negaranya),  sebagaimana sebagian negara-negara Eropah melakukan penjajahan demi kemajuan ekonomi merkantilismenya  dengan jalan meluaskan kekuasaannya di bumi orang lain. Sering hal ini disebut sebagai kebijaksanaan negara-negara ‘penjajah’ ini sebagai ‘kolonialisme’ dan ‘imperialisme’. Kolonialisme adalah suatu paham yang menghalalkan negara penjajah ini menduduki tanah yang bukan wilayahnya dengan maksud menguasai negara jajahan dengan jalan kekerasan (perang dan penindasan warga tanah jajahan) untuk mendudukinya serta mengambil sumber alamnya guna kepentingan negara penjajah. Dengan itu negara penjajah menjadi makmur sementara negera yang dijajah tidak. Penduduk yang dijajah mayoritasnya dibiarkan tidak terdidik maju dan keadaan jiwa dan mentalnya tidak berkembang (tertekan). Dengan jalan kolonisasi ini negara penjajah bangga sebagai imperial (jaya dan makmur), imperialisme.

●●●
   
   Sampai saat ini negara-negara Eropah dan asal Eropah lebih makmur. Dengan itu negaranya lebih stabil, sejahtera dan maju. Ini ditopang dengan sistim pendidikan yang wajib untuk seluruh warganya, sistim keadilan ditegakkan, sistim hukum yang berjalan baik, dan pelayanan warga negaranya (rakyatnya) baik, serta dikembangkannya dan digunakannya kemajuan IPTEK bagi kekuatan industri, militernya dan kemajuan ekonominya. Sementara negara-negara bekas jajahan kebanyakan dalam bernegaranya belum mampu berdiri sendiri dalam mensejahterakan rakyat bangsanya. Juga dalam bernegara penegakan hukum dan pelayanan warga negaranya (rakyatnya) tidak begitu memadai. Kebijakan ekonomi dan kesejahteraan warganya dalan sistim (pelaksanaan) pemerintahannya tidak berjalan sebagaimana mestinya jika diukur dari standard of living warga (rakyat) negaranya dan penciptaan tersedianya lapangan pekerjaan bagi seluruh warga negaranya  (belum mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi warganya).

   Demikianlah tragedi kemanusiaan yang menghandalkan hanya jalan pikiran manusia yang cenderung materialisma (hubbud dunya) untuk dinikmati sendiri. Tidak sepertihalnya menegakkan sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan Yang Menciptakannya sebagaimana tersebut dalam surat An-Nahl ayat 90 yang tertera kuotasinya diawal tulisan ini seperti tersebut diatas.

●●●
    
   Negara-negara bekas penjajah kini sebagai negara maju baik manajemen bernegaranya yang membuat tersedianya lapangan kerja dan menjamin upah dan gaji minimum yang layak untuk kehidupan serta pensiun seluruh warganya. Sementara bekas negara jajahannya belum mampu melakasanakan seperti ‘tuan’-nya yang telah mampu berbuat untuk negaranya lebih maju ketimbang dari bekas negara yang dijajahnya.

Sementara itu hubud dunya negara maju menjadi mapan sekali dan menjadi idola pandangan hidup negara bekas jajahan yang mencitakan pula hubud dunya ini. Tapi ada bedanya yaitu rakyat bekas penjajah maju terjamin kesejahteraannya, sedangkan negara bekas dijajah yang sejahtera adalah pegawai pemegang kekuasaan. Rakyat kebanyakan terutama diperkotaan miskin karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan. Namun pun jika ada pekerjaan standar gaji dibawah (tidak menutupi) kebutuhan hidupnya.

●●●
   
   Kembali kehidupan hubud dunya (materialisma) yang telah ditempuh negara maju dan negara sedang berkembang mencitakan (idolanya) seperti negara maju. Apa benar kehidupan materialisma (saja) menjamin keselamatan dan kebahagiaan hidup. Ternyata jangka panjangnya tidak, seperti halnya yang dikritisi oleh Herbert Marcuse 1 mengungkapkan dalam satu tesis sbb:

   Masyarakat industri moderen (Barat) merupakan masyarakat yang rasional dalam detail, tetapi irasional dalam keseluruhan. Marcuse menggambarkan bahwa masyarakatnya bagaikan berada di dalam sebuah bis besar yang bagus, dengan peralatan teknis yang serba lengkap dan luks, berjalan lancar dan enak, para penumpangnya merasa puas. Tetapi orang tidak menyadari lagi kemana bis itu mengarah. Orang sudah terbius dengan kenikmatan  untuk tinggal di dalamnya. Bahkan pengemudinya pun terbawa saja oleh mekanisme gerak motor yang memutar roda bis tadi pada porosnya, terus melaju seturut jalan satu-satunya yang membawa bis tersebut. Tanpa sadar jalan tersebut menuju ke jurang kebinasaan. Demikianlah Herbert Marcuse melihat peradaban masyarakat industri moderen (Barat) sesuatu yang kelihatannya (memang) enak dan mantap serta membahagiakan tapi tidak tahu mau kemana hidup ini dibawa (irasional).

Apatah kita mau terjerumus seperti sinyalemen Marcuse orang Barat yang hidup di Barat yang dalam pengamatannya justru sebaliknya dari apa yang diyakini ‘kaum terpelajar’ dari dunia Timur - Bekas negera jajahan Barat?

   Demikianlah kehidupan manusia tanpa bimbingan ajaran hidup dari Tuhan Pencipta Manusia dan Alam Semesta akan mengalami tragedi  inhuman’ (’incomplately human being’ , tidak berkemanusiaan komplit, tidak insan al-kamil) dalam hidupnya secara keseluruhan, karena manusia tidak hanya butuh material dalam hidup namun kesejahteraan dan kebahagian spiritual pun diperlukan. Manusia bukan makhluk materi biologis saja tapi manusia ber’ruh’ (soul). Roh (soul) ini butuh ’treatment’ pula. Tidak seimbang jika yang satu dipenuhi dan sementara yang satu tidak, demikian sebaliknya. Budaya materi saja (hubud dunya saja) jika diikuti terus tidak akan pernah puas-puasnya. 2 Wal-lõhu ‘alam bish-shawab. [Bersambung ke bagian 4] ©AFM


Catatan Kaki:

1Herbert Marcuse guru besar  filsafat Universitas California di San Diego dalam bukunya One-Dimentional Man. Siapa Herbert Marcuse? Herbert Marcuse (1898-1979), anggota Sekolah Frankfurt yang pindah ke Amerika Serikat, kemudian menjabat guru besar filsafat politik di kampus San Diego, Universitas California. Dia adalah salah satu filsuf yang populer dikalangan cendikiawan dalam abad ke XX. Dia diberi gelar ‘filsuf bagi New Left’ dan ‘Inspirator Revolusi Mahasiswa tahun 1968’ Lihat juga blog ini dengan tema: ’Kiblat Kebaikan’

2Lihat juga blog ini dengan tema: ”Kedudukan Manusia di Bumi I”

Blog Archive