Oleh: A. Faisal Marzuki
- Dia (Allah) telah menciptakan kamu (manusia) dari bumi dan menjadikan kamu (manusia) pemakmurnya.* [QS Hud 11:61]
K
|
alau di
tanya kepada orang kebanyakan secara spontan kedudukan manusia di bumi bagaimana
dan untuk apa? Kalau bahasa Betawinya ente ade di bumi ngapain aja, dan untuk
ape? Atau kalau bahasa sini: “What purposes are you exist on earth?” Pasti
jawabannya macam-macam. Coba saja, dan jawabannya tergantung dari pengetahuan yang didapatnya. Atau apa yang ada
dibenaknya ketika itu. Bahkan, ada pula yang tidak tahu sama sekali, I don’t
know exactly… honest, I’m telling you.
Lain lagi dengan filsuf.
Filsuf ini adalah orang yang berfikir dalam dan sangat dalam. Logikanya tajam. Bertanya
atau mengikuti jalan fikirannya ini biasa dilakukan orang yang ingin tahu
sesuatu yang lebih dalam, sampai akhir abad ke-20. Jelang abad ke-21 ditambah
lagi yaitu para ilmuan politik dan ekonomi menjadi tempat orang bertanya.
Bahkan kalau dia menguraikan sesuatu didengar orang. Kalau dia membuat
(menulis) buku di beli orang. Yang membelinya tidak tanggung-tanggung, orangnya
yang mempunyai kekuasaan. Apakah dia politisi. Atau pemegang jabatan tinggi eksekutif,
legislatif, bahkan judikatif. Dengan itu
setidak-tidaknya dia percaya atau dia handalkan pendapatnya. Yang termakan
dengan uraiannya itu, jadilah ia pengikutnya dan melaksanakan apa yang
dikatakannya itu. Inilah cara orang zaman sekarang yang akan mengambil langkah
keputusan politiknya, bertanya kepadanya. Bahkan seminar-seminar kumpulan orang-orang
pintar ini banyak sebagai rujukan para pengambil keputusan. Apakah dia
businessman, politisi atau LSM. Lobbi-lobbi pendapat dan tukar pikiran serta
pengaruh dan mempengaruhi semacam inilah yang meramaikan dunia zaman sekarang.
Keributan-keributan dunia zaman sekarang,
sebenarnya hasil (pemecahan) dari lobbi-lobbi dan seminar-seminar dunia tentang hal itu. Sebagai
contoh saja. Ketika runtuhnya kekuatan blok timur. Maka kekuatan dunia satu-satunya
berada di blok barat. Francis Fukuyama berkesimpulan demikian. Sementara Huntington
meragukan. Apakah memang demikian? Apakah akan adalagi tandingannya? Huntington
dalam bukunya “The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order”
(Edisi 1996, sebelumnya 1992 judulnya The Clash of Civilizations) bahwa
setelah usai ‘perang dingin’ musuh berikutnya adalah Islam.1
Kenapa
Islam? Padahal blog komunis (blok timur) sisanya masih ada dan mempunyai
senjata nuklir seperti China dan Korea Utara.
●●●
Kita
tanyakan kepada ahli filsafat mengenai kedudukan manusia di bumi untuk apa?
Sekarang apa jawab Karl Marx (1818-1833) seorang ahli filsafat
Jerman, economist, sociologist dan revolutionary socialist. Bahwa diri manusia baginya kedudukannya adalah (sebagai
naruli) sebagai manusia ekonomi (berjuang untuk materi). Baginya manusia hidup
untuk mendapatkan materi. Perjuangan klas antara klas buruh yang membuat produk
dan klas pemilik modal (yang tidak membuat produk langsung) dalam artian lebih
berharga buruh dari pemilik modal. Perjuangan klas ini adalah untuk menguasai
ekonomi hajat hidup manusia kepada materialisma. 2
Lain lagi kalau ditanyakan kepada Friedrich
Wilhelm Nietzsche (1844-1900)
seorang ahli filsafat Jerman dan kritik budaya. Manusia baginya adalah sebagai
‘der Wille zur Macht’ artinya bahwa
manusia itu adalah sebagi kehendak dan didorong menuju kekuasaan belaka, seperti kejayaan dan ambisi serta
perjuangan untuk mencapai posisi kekuasaan setinggi mungkin. 2
Begitu pula, lain lagi perndapat Albert
Camus (1913-1960) seorang ahli
filsafat Perancis kelahiran Aljazair. Filsafatnya adalah ‘absurdism’ artinya hidup ini adalah keniscayaan belaka. Bahwa dalam
kehidupan ini tidak dapat ditemui adanya nilai dan arti daripada hidup itu
sendiri. Malah arti dari moral dalam kehidupan tidak eksis.2
Boleh jadi dari paham-paham
seperti tersebut diatas melahirkan manusia benua Eropah berlomba-lomba mengejar
kekayaan materi sebanyak-banyaknya. karena dirasakan bahwa ‘money
and power are yummy’. Dan kalau sudah masuk menjadi tatanan sosial
kehidupan (peradabannya) merasa haus tanpa materi. Materi seperti ibarat air
laut. Makin diminum bukan merasa lepas dahaganya tapi tetap (merasa) haus. Sejalan
dengan itu berkembang pula paham ekonomi merkantilisma (mercantilism). 3
Tambah dipacu lagi dengan terjadinya revolusi industri. 4
Dengan
industri ini cost per unit produk yang dihasilkan menjadi lebih murah
ketimbang dibuat secara individual. Barang hasil produk menjadi melimpah ruah.
Dengan itu memerlukan pasar yang lebih besar agar produknya terserap (laku
terjual).
Bersamaan dengan itu tumbuh
pula paham pemisahan antara ‘religion’ (yang dipahaminya hanya untuk urusan peribadatan dengan Tuhan
saja) dan (ajaran, urusan negara) dunia. 5 Boleh jadi berlainan dengan
ajaran Islam yang kaffah, ajaran Kristiani tentang dunia dan ilmu pengetahuan tidak
mendukung kemajuan di zaman bangunnya Eropah (renaissance) 6 dari abad gelap (dark age) Eropa ketika itu. Artinya dalam ekstrimnya agama tidak diperlukan lagi (atheism, agnostic) dalam urusan hidup di Dunia.
Dalam bentuk moderatnya boleh yaitu sebagai ajaran spiritual individual kalau dia
mau, tapi jangan campuri urusan berbangsa atau bernegara sebagaimana yang berlaku pada zaman Eropa abad tengah (sementara zaman kekhalifahan Islam maju justru tidak ada pemisahan antara urusan dunia dan agama yang disebut ajaran kaffah). Religion, religion
saja. Dunia, ya urusan dunia saja. Urusan dunia tergantung konvensi diantara
manusia, tidak ada (ajaran) agama dalam urusan dunia (bernegara).
Kembali ke masalah materi (ekonomi) dan power yang memerlukan bahan baku, dan perluasan
pasar (yang telah tidak terserap di dalam negeri Eropa), dengan demikian
diperlukan tanah-tanah baru (sebagai sumber bahan mentah industrinya dan pelemparan pasar dari produk industrinya) yaitu di luar Eropa seperti Asia, Afrika, Australia dan
Amerika. Maka Eropah menjalani politik kekuasaan ‘koloni’ (penjajahan) dan berlomba-lamba antara
sesama bangsa-bangsa di Eropah seperti Inggris, Perancis, Jerman, Italia,
Portugis dan Spanyol memperebutkan tanah jajahan. Mereka perlu rempah-rempah, batubara,
kayu, kopi. Kemudian minyak mentah, emas, besi dan bauxite dan pasar untuk
melakukan barang hasil industrinya. Demikianlah perkembangan manusia yang melek dunia,
materi dan kekuasaan yang ada dibenaknya. Sementara dunia timur tidur lelap
dalam lupa kehidupan dunianya, karena asyik (menekankan hanya kepada) mencari kebutuhan batin-spiritual
(religion dalam arti sempit - tidak kaffah). Padahal Islam mengajarkan:
- Disamping Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan: ”Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan Manusia, melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. [QS adz-Dzāriyāt 51:56]
- Juga menyebutkan pula: "Barang siapa menghendaki keuntungan di Akhirat, akan kami tambahkan keuntungan itu. Dan barang siapa menghendaki keuntungan di Dunia, Kami berikan sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di Akhirat." [QS asy-Syūra 42:20]
- Firman-Nya lain menyebutkan tugas manusia di dunia (di Bumi): "Dia (Allah) telah menciptakan kamu (manusia) dari bumi dan menjadikan kamu (manusia) pemakmurnya." [QS Hud 11:61]
- Firman-Nya yang lain menegaskan tentang pentingnya Akhirat dan juga Dunia: "Dan carilah negeri Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan kepadamu. Tapi janganlah kamu lupakan bagianmu di Dunia." [QS Al-Qahash 28:77]
Sementara bangsa-bangsa Eropah puas mendapatkan kehidupan materi (ekonomi) dan kekuasaan (power) terhadap dunia sampai sekarang. Wal-lõhu ‘alam bish-shawab. ©AFM
Bersambung ke: Kedudukan
Manusia di Bumi 2
Catatan kaki:
1The
Clash of Civilizations is a theory, proposed by political
scientist Samuel P. Huntington, that people's cultural and religious identities
will be the primary source of conflict in the post-Cold War world. The theory
was originally formulated in a 1992 lecture at the American Enterprise Institute,
which was then developed in a 1993 Foreign Affairs article titled
"The Clash of Civilizations?", in response to Francis Fukuyama's 1992
book, The End of History and the Last Man. Huntington later expanded his
thesis in a 1996 book The Clash of Civilizations and the Remaking of World
Order.
3Mercantilism was an economic theory and practice,
dominant in Europe from the 16th to the 18th century, that promoted governmental regulation of a nation's
economy for the purpose of augmenting state power at the expense of rival
national powers. It is the economic counterpart of political absolutism. Mercantilism includes a national economic policy aimed at accumulating monetary reserves through
a positive balance of trade,
especially of finished goods.
Historically, such policies frequently led to war and also motivated colonial
expansion. The Mercantilism theory varies in sophistication from one writer to
another and has evolved over time. High tariffs,
especially on manufactured goods, are an almost universal feature of
mercantilism policy.
4The Industrial Revolution was the
transition to new manufacturing
processes in the period from about 1760 to sometime between 1820 and 1840. This
transition included going from hand production methods to machines, new
chemical manufacturing and iron production processes , improved efficiency of water power, the increasing use of steam power, and the development of machine tools. It also included the change from wood and other
bio-fuels to coal. Textiles were the dominant industry of
the Industrial Revolution in terms of employment, value of output and capital
invested; the textile industry was also the first to use modern production
methods. The Industrial Revolution began in Great Britain, and spread to
Western Europe and the United States within a few decades. The precise start and end of the Industrial Revolution is still
debated among historians, as is the pace of economic and social changes. GDP per capita was broadly
stable before the Industrial Revolution and the emergence of the modern capitalist economy, while the Industrial Revolution began an
era of per-capita economic growth in
capitalist economies. Economic historians are in agreement that the onset of
the Industrial Revolution is the most important event in the history of humanity
since the domestication of animals, plants and fire.
The Industrial Revolution marks a major
turning point in history; almost every aspect of daily life was influenced in
some way. In particular, average income and population began to exhibit
unprecedented sustained growth. Some economists say that the major impact of
the Industrial Revolution was that the standard of living for the
general population began to increase consistently for the first time in
history, although others have said that it did not begin to meaningfully
improve until the late 19th and 20th centuries
5 For
centuries, monarchs ruled by the idea of divine right. Sometimes
this began to be used by a monarch to support the notion that the king ruled
both his own kingdom and Church within its boundaries, a theory known as caesaropapism. On the other side was the Catholic doctrine
that the Pope, as the Vicar of
Christ on earth, should have the ultimate authority over the Church, and
indirectly over the state. Moreover, throughout the Middle Ages the Pope
claimed the right to depose the Catholic kings of Western Europe and tried to
exercise it, sometimes successfully (see the investiture controversy, below),
sometimes not, such as was the case with Henry VIII of England and Henry III of Navarre.
In the West the issue of the separation of
church and state during the medieval period centered on monarchs who ruled in the secular sphere
but encroached on the Church's rule of the spiritual sphere. This unresolved
contradiction in ultimate control of the Church led to power struggles and
crises of leadership, notably in the Investiture Controversy,
which was resolved in the Concordat of Worms in
1122. By this concordat, the Emperor renounced the right to invest ecclesiastics
with ring and crosier, the symbols of their spiritual power, and guaranteed
election by the canons of cathedral or abbey and free consecration.
6The Renaissance was a cultural movement that
profoundly affected European intellectual life in the early modern period.
Beginning in Italy, and spreading to the rest of Europe by the 16th century,
its influence was felt in literature, philosophy, art, music, politics,
science, religion, and other aspects of intellectual inquiry. Renaissance
scholars employed the humanist method in study,
and searched for realism and human emotion in art.
Renaissance humanists such
as Poggio Bracciolini sought
out in Europe's monastic libraries the Latin literary, historical, and
oratorical texts of Antiquity, while the Fall of Constantinople
(1453) generated a wave of émigré Greek scholars bringing precious manuscripts
in ancient Greek, many of which had fallen into obscurity in the
West. It is in their new focus on literary and historical texts that
Renaissance scholars differed so markedly from the medieval scholars of the Renaissance of the 12th century,
who had focused on studying Greek and
Arabic (Muslim intelctual) works of natural sciences, philosophy and
mathematics, rather than on such cultural texts.□