Monday, March 2, 2015

Kedudukan Manusia di Bumi 1



Oleh: A. Faisal Marzuki

 
Picture of White House in Washington DC

  • Dia (Allah) telah menciptakan kamu (manusia) dari bumi dan menjadikan kamu (manusia) pemakmurnya.* [QS Hud 11:61]


K
alau di tanya kepada orang kebanyakan secara spontan kedudukan manusia di bumi bagaimana dan untuk apa? Kalau bahasa Betawinya ente ade di bumi ngapain aja, dan untuk ape? Atau kalau bahasa sini: “What purposes are you exist on earth?” Pasti jawabannya macam-macam. Coba saja, dan jawabannya tergantung dari  pengetahuan yang didapatnya. Atau apa yang ada dibenaknya ketika itu. Bahkan, ada pula yang tidak tahu sama sekali, I don’t know exactly… honest, I’m telling you.

   Lain lagi dengan filsuf. Filsuf ini adalah orang yang berfikir dalam dan sangat dalam. Logikanya tajam. Bertanya atau mengikuti jalan fikirannya ini biasa dilakukan orang yang ingin tahu sesuatu yang lebih dalam, sampai akhir abad ke-20. Jelang abad ke-21 ditambah lagi yaitu para ilmuan politik dan ekonomi menjadi tempat orang bertanya. Bahkan kalau dia menguraikan sesuatu didengar orang. Kalau dia membuat (menulis) buku di beli orang. Yang membelinya tidak tanggung-tanggung, orangnya yang mempunyai kekuasaan. Apakah dia politisi. Atau pemegang jabatan tinggi eksekutif, legislatif,  bahkan judikatif. Dengan itu setidak-tidaknya dia percaya atau dia handalkan pendapatnya. Yang termakan dengan uraiannya itu, jadilah ia pengikutnya dan melaksanakan apa yang dikatakannya itu. Inilah cara orang zaman sekarang yang akan mengambil langkah keputusan politiknya, bertanya kepadanya. Bahkan seminar-seminar kumpulan orang-orang pintar ini banyak sebagai rujukan para pengambil keputusan. Apakah dia businessman, politisi atau LSM. Lobbi-lobbi pendapat dan tukar pikiran serta pengaruh dan mempengaruhi semacam inilah yang meramaikan dunia zaman sekarang.

   Keributan-keributan dunia zaman sekarang, sebenarnya hasil (pemecahan) dari lobbi-lobbi dan seminar-seminar dunia tentang hal itu. Sebagai contoh saja. Ketika runtuhnya kekuatan blok timur. Maka kekuatan dunia satu-satunya berada di blok barat. Francis Fukuyama berkesimpulan demikian. Sementara Huntington meragukan. Apakah memang demikian? Apakah akan adalagi tandingannya? Huntington dalam bukunya “The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order” (Edisi 1996, sebelumnya 1992 judulnya The Clash of Civilizations) bahwa setelah usai ‘perang dingin’ musuh berikutnya adalah Islam.1

Kenapa Islam? Padahal blog komunis (blok timur) sisanya masih ada dan mempunyai senjata nuklir seperti China dan Korea Utara.
●●● 

   Kita tanyakan kepada ahli filsafat mengenai kedudukan manusia di bumi untuk apa? Sekarang apa jawab Karl Marx (1818-1833) seorang ahli filsafat Jerman, economist, sociologist dan revolutionary socialist. Bahwa  diri manusia baginya kedudukannya adalah (sebagai naruli) sebagai manusia ekonomi (berjuang untuk materi). Baginya manusia hidup untuk mendapatkan materi. Perjuangan klas antara klas buruh yang membuat produk dan klas pemilik modal (yang tidak membuat produk langsung) dalam artian lebih berharga buruh dari pemilik modal. Perjuangan klas ini adalah untuk menguasai ekonomi hajat hidup manusia kepada materialisma. 2

   Lain lagi kalau ditanyakan kepada Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900) seorang ahli filsafat Jerman dan kritik budaya. Manusia baginya adalah sebagai ‘der Wille zur Macht’ artinya bahwa manusia itu adalah sebagi kehendak dan didorong menuju kekuasaan belaka, seperti kejayaan dan ambisi serta perjuangan untuk mencapai posisi kekuasaan setinggi mungkin. 2
   Begitu pula, lain lagi perndapat Albert Camus (1913-1960) seorang ahli filsafat Perancis kelahiran Aljazair. Filsafatnya adalah ‘absurdism’ artinya hidup ini adalah keniscayaan belaka. Bahwa dalam kehidupan ini tidak dapat ditemui adanya nilai dan arti daripada hidup itu sendiri. Malah arti dari moral dalam kehidupan tidak eksis.2


   Boleh jadi dari paham-paham seperti tersebut diatas melahirkan manusia benua Eropah berlomba-lomba mengejar kekayaan materi sebanyak-banyaknya. karena dirasakan bahwa ‘money and power are yummy’. Dan kalau sudah masuk menjadi tatanan sosial kehidupan (peradabannya) merasa haus tanpa materi. Materi seperti ibarat air laut. Makin diminum bukan merasa lepas dahaganya tapi tetap (merasa) haus. Sejalan dengan itu berkembang pula paham ekonomi merkantilisma (mercantilism). 3 Tambah dipacu lagi dengan terjadinya revolusi industri. 4


   Dengan industri ini cost per unit produk yang dihasilkan menjadi lebih murah ketimbang dibuat secara individual. Barang hasil produk menjadi melimpah ruah. Dengan itu memerlukan pasar yang lebih besar agar produknya terserap (laku terjual).

   Bersamaan dengan itu tumbuh pula paham pemisahan antara ‘religion’ (yang dipahaminya hanya untuk urusan peribadatan dengan Tuhan saja) dan (ajaran, urusan negara) dunia. 5 Boleh jadi berlainan dengan ajaran Islam yang kaffah, ajaran Kristiani tentang dunia dan ilmu pengetahuan tidak mendukung kemajuan di zaman bangunnya Eropah  (renaissance) 6 dari abad gelap (dark age) Eropa ketika itu.  Artinya dalam ekstrimnya agama tidak diperlukan lagi (atheism, agnostic) dalam urusan hidup di Dunia. Dalam bentuk moderatnya boleh yaitu sebagai ajaran spiritual individual kalau dia mau, tapi jangan campuri urusan berbangsa atau bernegara sebagaimana yang berlaku pada zaman Eropa abad tengah (sementara zaman kekhalifahan Islam maju justru tidak ada pemisahan antara urusan dunia dan agama yang disebut ajaran kaffah). Religion, religion saja. Dunia, ya urusan dunia saja. Urusan dunia tergantung konvensi diantara manusia, tidak ada (ajaran) agama dalam urusan dunia (bernegara).

   Kembali ke masalah materi (ekonomi) dan power yang memerlukan bahan baku,  dan perluasan pasar (yang telah tidak terserap di dalam negeri Eropa), dengan demikian diperlukan tanah-tanah baru (sebagai sumber bahan mentah industrinya dan pelemparan pasar dari produk industrinya) yaitu di luar Eropa seperti Asia, Afrika, Australia dan Amerika. Maka Eropah menjalani politik kekuasaan ‘koloni’ (penjajahan) dan berlomba-lamba antara sesama bangsa-bangsa di Eropah seperti Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Portugis dan Spanyol memperebutkan tanah jajahan. Mereka perlu rempah-rempah, batubara, kayu, kopi. Kemudian minyak mentah, emas, besi dan bauxite dan pasar untuk melakukan barang hasil industrinya. Demikianlah perkembangan manusia yang melek dunia, materi dan kekuasaan yang ada dibenaknya. Sementara dunia timur tidur lelap dalam lupa kehidupan dunianya, karena asyik (menekankan hanya kepada) mencari kebutuhan batin-spiritual (religion dalam arti sempit - tidak kaffah). Padahal Islam mengajarkan: 

  • Disamping Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan: ”Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan Manusia, melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. [QS adz-Dzāriyāt 51:56]

  • Juga menyebutkan pula: "Barang siapa menghendaki keuntungan di Akhirat, akan kami tambahkan keuntungan itu. Dan barang siapa menghendaki keuntungan di Dunia, Kami berikan sebagian darinya (keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di Akhirat." [QS asy-Syūra 42:20]

  • Firman-Nya lain menyebutkan tugas manusia di dunia (di Bumi): "Dia (Allah) telah menciptakan kamu (manusia) dari bumi dan menjadikan kamu (manusia) pemakmurnya." [QS Hud 11:61]

  • Firman-Nya yang lain menegaskan tentang pentingnya Akhirat dan juga Dunia: "Dan carilah negeri Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan kepadamu. Tapi janganlah kamu lupakan bagianmu di Dunia." [QS Al-Qahash 28:77]


Sementara bangsa-bangsa Eropah puas mendapatkan kehidupan materi (ekonomi) dan kekuasaan (power) terhadap dunia sampai sekarang. Wal-lõhu ‘alam bish-shawab. ©AFM




Catatan kaki:

1The Clash of Civilizations is a theory, proposed by political scientist Samuel P. Huntington, that people's cultural and religious identities will be the primary source of conflict in the post-Cold War world. The theory was originally formulated in a 1992 lecture at the American Enterprise Institute, which was then developed in a 1993 Foreign Affairs article titled "The Clash of Civilizations?", in response to Francis Fukuyama's 1992 book, The End of History and the Last Man. Huntington later expanded his thesis in a 1996 book The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order.


3Mercantilism was an economic theory and practice, dominant in Europe from the 16th to the 18th century, that promoted governmental regulation of a nation's economy for the purpose of augmenting state power at the expense of rival national powers. It is the economic counterpart of political absolutism. Mercantilism includes a national economic policy aimed at accumulating monetary reserves through a positive balance of trade, especially of finished goods. Historically, such policies frequently led to war and also motivated colonial expansion. The Mercantilism theory varies in sophistication from one writer to another and has evolved over time. High tariffs, especially on manufactured goods, are an almost universal feature of mercantilism policy.

4The Industrial Revolution was the transition to new manufacturing processes in the period from about 1760 to sometime between 1820 and 1840. This transition included going from hand production methods to machines, new chemical manufacturing and iron production processes, improved efficiency of water power, the increasing use of steam power, and the development of machine tools. It also included the change from wood and other bio-fuels to coal. Textiles were the dominant industry of the Industrial Revolution in terms of employment, value of output and capital invested; the textile industry was also the first to use modern production methods. The Industrial Revolution began in Great Britain, and spread to Western Europe and the United States within a few decades. The precise start and end of the Industrial Revolution is still debated among historians, as is the pace of economic and social changes. GDP per capita was broadly stable before the Industrial Revolution and the emergence of the modern capitalist economy, while the Industrial Revolution began an era of per-capita economic growth in capitalist economies. Economic historians are in agreement that the onset of the Industrial Revolution is the most important event in the history of humanity since the domestication of animals, plants and fire.
The Industrial Revolution marks a major turning point in history; almost every aspect of daily life was influenced in some way. In particular, average income and population began to exhibit unprecedented sustained growth. Some economists say that the major impact of the Industrial Revolution was that the standard of living for the general population began to increase consistently for the first time in history, although others have said that it did not begin to meaningfully improve until the late 19th and 20th centuries

5 For centuries, monarchs ruled by the idea of divine right. Sometimes this began to be used by a monarch to support the notion that the king ruled both his own kingdom and Church within its boundaries, a theory known as caesaropapism. On the other side was the Catholic doctrine that the Pope, as the Vicar of Christ on earth, should have the ultimate authority over the Church, and indirectly over the state. Moreover, throughout the Middle Ages the Pope claimed the right to depose the Catholic kings of Western Europe and tried to exercise it, sometimes successfully (see the investiture controversy, below), sometimes not, such as was the case with Henry VIII of England and Henry III of Navarre.

In the West the issue of the separation of church and state during the medieval period centered on monarchs who ruled in the secular sphere but encroached on the Church's rule of the spiritual sphere. This unresolved contradiction in ultimate control of the Church led to power struggles and crises of leadership, notably in the Investiture Controversy, which was resolved in the Concordat of Worms in 1122. By this concordat, the Emperor renounced the right to invest ecclesiastics with ring and crosier, the symbols of their spiritual power, and guaranteed election by the canons of cathedral or abbey and free consecration.

6The Renaissance was a cultural movement that profoundly affected European intellectual life in the early modern period. Beginning in Italy, and spreading to the rest of Europe by the 16th century, its influence was felt in literature, philosophy, art, music, politics, science, religion, and other aspects of intellectual inquiry. Renaissance scholars employed the humanist method in study, and searched for realism and human emotion in art. 

Renaissance humanists such as Poggio Bracciolini sought out in Europe's monastic libraries the Latin literary, historical, and oratorical texts of Antiquity, while the Fall of Constantinople (1453) generated a wave of émigré Greek scholars bringing precious manuscripts in ancient Greek, many of which had fallen into obscurity in the West. It is in their new focus on literary and historical texts that Renaissance scholars differed so markedly from the medieval scholars of the Renaissance of the 12th century, who had focused on studying Greek and Arabic (Muslim intelctual) works of natural sciences, philosophy and mathematics, rather than on such cultural texts.□

Blog Archive