oleh A. Faisal Marzuki
“Barang siapa yang menghilangkan kesusahan dunia
dari seorang muslim, Allah akan menghilangkan satu kesusahan dari
kesusahan-kesusahan hari kiamat”. [HR Muslim]
S
|
ebelumnya
kita telah membahas tentang manusia untuk apa ‘ada’, dan ‘apa’ keperluannya hadir
di bumi ini. Tinjauannya menggunakan ‘paradigma atas’. Yaitu dari Maha Pencipta
dari yang segala yang ada ini. Kita mengetahuinya pun bukan pula atas dasar
cerita-cerita orang lain, melainkan langsung dari firman-firman-Nya. Firman-firman
mana mudah didapat, karena telah tercetak di atas kumpulan kertas yang kita
sebut sebagai Kitab Suci. Tinggal lagi kita mau tidak membacanya serta
mentadaburinya. Kalau perlu belajar ke suatu guru yang kompeten. Bahkan di
mesjid-mesjid dan organisasi Islam biasanya ada yang mengajarkannya.
Khususnya bagi umat Islam riwayat turunnya
firman-firman itu, serta penyusunannya dimulai dari hafalan Rasul saw sendiri. Malaikat Jibril bertugas sebagai utusan Allah
swt dalam membawa wahyu-Nya untuk disampaikan kepada Rasul saw. Setiap bulan
Ramadhan bersama Jibril as me-‘rivews’ hafalan yang ada pada Rasul saw sesuai
dengan wahyu yang telah diberikannya. Sedapatnya wahyu dari Jibril langsung
dihafal Rasul saw dan selanjutnya diajarkan kepada para sahabat ra, kemudian para
sahabat ra menghafalkannya sebagaimana Rasul saw menghafalnya. Selanjutnya hafalan-hafalan
mana dicatat pula oleh sahabat-sahabat ra yang pandai baca-tulis. Apa yang
diketahui dari hafalannya itu diaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Turunnya firman-firman itu berangsur-angsur selama
23 tahun yang pada umumnya datang berkenaan persoalan yang ada. Disamping mudah
dihafal karena bahasanya adalah bahasa Arab yaitu bahasa Rasul saw dan kaumnya.
1 Serta dapat mudah dimengerti dan pahami, karena turunnya
sesuai dengan persoalan yang tengah dihadapi para kaumnya 2 [ada
‘case’ ada ‘solution’-nya]. Kemudian para penghafalnya dan kumpulan-kumpulan tulisan-tulisan
yang ada, disusunlah dalam bentuk buku yang komplit [Kitab Suci Al-Qur’an] yang
terdiri dari 30 juz, 114 surat dari 6.236 ayat. Dikumpulkan sejak Khalifah I,
Abu Bakar ra. Selanjutnya dibukukannya sejak Khalifah II Umar bin Khatab ra,
dan dibagikan ke segenap punjuru wilayah Islam ketika itu.
Ketika Rasul saw hidup para sahabat
menghandalkan hafalan. Al-Qur’an tidak seperti buku ‘text-book’ (buku ilmiah) yang
tidak bisa dihafal kalimat demi kalimat; satu surat (bab, chapter) demi satu surat (bab,
chapter);
dan seluruh dari 114 surat (seluruh isi kitab, the whole book),
al-Qur’an bisa. Karena al-Qur’an tulisannya bergaya puisi, bahasanya indah,
tatabahasanya pun jelas dan sempurna dan dibacanya berirama seperti sebuah syair
lagu. Dengan gaya ucapan bahasa seperti itu memudahkan untuk dihafal. Apalagi
jika diajarkan kepada anak usia dini. Sejak 14 abad setelah al-Qur’an
diturunkan sampai sekarang penghafal al-Qur’an tetap ada, bahkan tidak jarang
umur 7 sampai 11 tahun (apalagi umur dewasa) sudah dapat menjadi hafizh
al-Qur’an 30 juz.
●●●
Nah sekarang kita mencoba melihat manusia
menurut pandangan manusia sendiri. Tanpa adanya keharusan melibatkan Kitab Suci
Al-Qur’an. Ajaran Islam dari ‘langit’ yaitu Pencipta dari segala yang ada.
Maksudnya hal ini diketengahkan adalah untuk dapat melihat benar-benar
bagaimana sebenarnya manusia melihat dirinya sendiri dan berhukum hanya
semata-mata kepada pendapat manusia dan konvensi diantara sesama manusia
sendiri. Bagaimana kalau cara itu dibiarkan saja? Dan apa selanjutnya yang akan
terjadi kalau ini dijadikan hukum baku yang tidak lagi (mau) melibatkan ajaran
dari ‘langit’.
Tersebutlah beberapa nama sebagai contoh
bagaimanana sebuah pendapat, cara berfikir, pandangan, prinsip yang dibuahkannya
itu bila dijadikan aturan umum bagi kehidupan manusia keseluruhan yang
berjumlah 6 milyard di abad ke-21 ini. Kita mulai dari Rene Descartes (1596-1650) seorang yang
terkenal sebagai ahli filsafat [juga ahli ilmu pasti, ilmu mekanika, ilmu alam
dan kedokteran] yang baru bangun dari tidur kesadarannya (consciousness), apa
katanya ‘cogito ergo sum’ [ketika itu bahasa Latin di Eropah menjadi
bahasa Ilmu dan Kitab Injil] yang artinya ‘saya
berfikir, maka saya ada’. Makanya ‘dunia’ itu diadakan (maksudnya
terpahami) kalau kita pikirkan atau kita sadari. Kalau kita sadari ‘ada’, maka ‘adalah
dia’, dan sebaliknya. Jadi dunia ini tergantung dari kita, kesadaran kita
dengan adanya atau tidak adanya sesuatu dihadapan kita.
Pandangan Sigmund Freud (1856-1939) seorang ahli Psychoanalysis [juga dalam bidang
neurology dan psychotherapy]. Manusia bagi dirinya adalah menganggap sebagai
naruli seksuil (libido); mencari kenikmatan hidup (pleasure); dan tidak mau
susah (pain) 3
Karl Marx
(1818-1833) seorang ahli filsafat Jerman, economist, sociologist dan
revolutionary socialist. Bahwa diri
manusia baginya adalah sebagai naruli ekonomi. Perjuangan klas antara klas
buruh yang membuat produk dan klas pemilik modal (yang tidak membuat produk
langsung) dalam artian lebih berharga buruh dari pemilik modal. Perjuangan klas
ini adalah untuk menguasai ekonomi hajat hidup manusia kepada materialisma.
Sedang Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900) seorang ahli
filsafat Jerman dan kritik budaya. Manusia baginya adalah sebagai ‘der Wille zur Macht’ artinya bahwa
manusia itu adalah sebagi kehendak dan didorong menuju kekuasaan belaka,
seperti kejayaan dan ambisi serta perjuangan untuk mencapai posisi kekuasaan
setinggi mungkin. 4
Albert Camus
(1913-1960) seorang ahli filsafat Perancis kelahiran Aljazair. Filsafatnya adalah
‘absurdism’ artinya hidup ini adalah
keniscayaan belaka. Bahwa dalam kehidupan ini tidak dapat ditemui adanya nilai
dan arti daripada hidup itu sendiri. Malah arti dari moral dalam kehidupan
tidak eksis.5
Demikianlah sisi cara pandang hidup
manusia yang tergantung dari cara menyimpulkan arti dari pada hidup ini. Semua
pemikiran itu berlatar belakangi keadaan dalam mengartikan kebebasan ekspresi
manusia modern Eropah abad ke-16 sampai ke-20. Dari situ timbul kebebasan
hubungan sex manusia sebagai paham dari pandangan Sigmund Freud. Manusia bagi
dirinya adalah menganggap sebagai naruli seksuil (libido), karena hukum sekuler
yang dibuat manusia membolehkannya karena ‘suka sama suka’ tanpa nikah. Begitu
pula perang dunia pertama dan kedua yang terjadi, khususnya perang dunia ke-2
yang memakan korban manusia mencapai dari 60 sampai 85 juta orang mati terbunuh
termasuk militer yang berjumlah 22 sampai 25 juta tentara. Korban terbesar
sepanjang sejarah manusia. Kebetulan Hitler orang Jerman yang membaca konsep
‘der Wille zur Macht’ (sebagi kehendak menuju kekuasaan belaka) ajaran dari
Friedrich Nietzsche seorang filosof Jerman. Mungkin ada yang merasa kawatir
kalau buku yang ditulis oleh Huntington dalam bukunya “The Clach of
Civilizations” yang diterbitkan tahun 1992 dan diperbaharui tahun 1996
dengan judul “The
Clash of Civilizations and the Remaking of World Order“ bahwa setelah
usai ‘perang dingin’ musuh berikutnya adalah Islam di jadikan dasar
pembenarannya. Sebagai Hitler yang membenarkan tindakannya sesuai dengan
pandangan Friedrich Nietzsche. 6 Dalam hal ini bukankah peristiwa
9-11 tahun 2001 merupakan ‘rekayasa’ atau konspirasi untuk memojokkan atau
menghancurkan (ajaran) Islam sebagaimana teori yang diajukan oleh seorang
political scientist Samuel P. Huntington?
Inikah bekal cara hidup manusia dari cara
pandangan hidup hasil pemikiran manusia? Apakah begini cara pandang manusia di
abad ke-21? Apa yang diharapkan dari hasil pemikiran manusia untuk hidup
seperti itu? Apakah manusia bisa bertahan hidup aman, damai, selamat dan
sejahtera dan bahagia dalam hidup di dunia [jangan tanya lagi tentang kehidupan
di akhirat kelak]?
Demikianlah hidup manusia dalam paham
sekuler, tanpa ‘din’ (agama way of life) menjadikan
manusia ‘Homo Homini Lupus’ Dalam artian abad modern adalah bangsa kuat akan
memangsa (mengatur) bangsa yang lemah. Atau paham sekulerisme akan memangsa (mengatur)
paham agama ‘addinul Islam’?
●●●
Penulis
sendiri tidak percaya, karena selamanya kebatilan tidak akan pernah bisa
mengalahkan kebenaran. Itu janji Allah Azza wa Jalla. 7 Balance of
Power of the Almighty God selalu menyertainya. That is the power of believe in True God. Islam mengajarkan manusia hidup sebagai manusia khalifah-khalifah sebagai
pemakmur bumi, 8 bukan
penghancur bumi. Sebagaimana telah terjadi pada perang dunia ke-2 yang sebenarnya perang antar sesama bangsa
Barat 9. Perang mana melibatkan teknologi yang menelan nyawa manusia
60 sampai 85 juta selama 6 tahun perang dunia ke-2 (perang sesama Negara Barat)
nyawa manusia melayang dalam keadaan sia-sia belaka, terutama tiga perempatnya
warga sipil 10 akibat hawanafsu yang menginginkan ‘superiority power’ dan materialisma yang ingin lebih besar
lagi. ©AFM
Bersambung ke: World Views of Islam (VII)
Bersambung ke: World Views of Islam (VII)
Catatan kaki:
1Wa kadzālika anzalnāhu hukman ‘arabiyyan, Dan
demikianlah, Kami (Allah swt) telah menurunkan al-Qur’an sebagai peraturan
(yang benar) dalam bahasa Arab. [QS Ar-Ra’d 13:37]
2Dan mengapa kamu
(heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada perang Uhud), padahal (sebelumnya)
kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada Perang
Badar) kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah, “(sebenarnya)
Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Sungguh, Allah MahaKuasa atas segala
sesuatu. [QS Āli ‘Imrān 3:165]
Asbabun Nuzul
surat ‘Imrān ayat 165, dari Umar bin Khattab bahwa apa yang terjadi di perang
Uhud akibat perbuatan mereka yang mengambil tebusan perang dalam perang Badar
sehingga pada perang Uhud 70 orang meninggal syahid, sebahagian lari bercerai-berai,
bahkan gigi Rasulullah saw yang keempat patah, topi besinya patah hingga
berlumuran darah di mukanya. maka Allah swt menurunkan ayat ini sebagai
peringatan bahwa penderitaan tersebut akibat perbuatan mereka sendiri (motif
perang untuk memperoleh harta rampasan perang).
3In Freudian
psychology, the pleasure principle is the instinctual seeking of pleasure and
avoiding of pain in order to satisfy biological and psychological needs.
Specifically, the pleasure principle is driving force guiding the id. Id, ego and super ego are three parts of psychic
apparatus defines by Sigmund Freud’s structural model of the psyche. Acording
to this model of the psyche, the id
is the set of uncoordinated instinctual trends; the super-ego plays the critical and moralizing role; and the ego is the organized, realistic part
that mediates between the desires of the id
and the super-ego. The super ego can stop one from doing
certain things that one’s id may
want to do. Libido, and colloquially
sex drive, is a person’s overall sexual drive or desire for sexual activity.
Sex drive is determined by biological, psychological, and social factors.
4The will to
power (der Wille zur Macht) is a prominent concept in the philosophy of
Friedrich Nietzsche. The will to power describes what Friedrich Nietzsche may
have believed to be the main driving
force in humans: achievement, ambition, the striving to reach the highest
possible position in life; these are all manifestations of the will to power.
5In philosophy,
the ‘Absurd’ refers to the conflict
between the human tendency to seek inherent value and meaning in life and the
human inability to find any. Dan ‘nihilism’
artinya bahwa aspek atau doctrine kehidupan ini tidak ada artinya, kegunaannya,
dan nilai hidupnya (without objective meaning, purpose, or intrinsic value).
Moral dalam hidup itu tidak ada (moral nihilists assert that morality does not
inherently exist)
7Wa qul jā-al haqqu wa za haqol bāthilu, innal bāthila kāna zahūqon, Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sungguh yang batil itu pasti lenyap. [QS al-Isrā’ 17:81]
8 ”Dan Dia-lah (Allah swt) yang
menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi.” [QS al-An’am
6:165] “Dia telah menciptakan kamu dari
bumi dan menjadikan kamu pemakmurnya”. [QS Hud 11:61]
9Perang
yang disebut dalam literature sejarah atau berita-berita resmi selanjutnya
adalah ‘Perang Dunia II’, padahal tidak begitu. Karena pada dasarnya negara-negara
Asia dan Afrika tidak terlibat sama sekali. Sebahagian besar tanah-tanah di Asia
dan Afrika sewaktu perang yang disebut perang dunia ke-2 (tahun 1939-1945) masih
dalam keadaan tidak merdeka. Arti masih dibawah penjajahan beberapa negara-negara
Barat. Negara-negara tersebut, menduduki tanah serta mengexploitasi
sumber-sumber alam dan penduduk bangsa-bangsa Asia dan Afrika.
10www.accessgenealogy.com/…/worl-war-…