Wednesday, December 3, 2014

World Views of Islam (VI)



oleh A. Faisal Marzuki


Hidup adalah sebuah pilihan...


“Barang siapa yang menghilangkan kesusahan dunia dari seorang muslim, Allah akan menghilangkan satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat”. [HR Muslim]
 
S
ebelumnya kita telah membahas tentang manusia untuk apa ‘ada’, dan ‘apa’ keperluannya hadir di bumi ini. Tinjauannya menggunakan ‘paradigma atas’. Yaitu dari Maha Pencipta dari yang segala yang ada ini. Kita mengetahuinya pun bukan pula atas dasar cerita-cerita orang lain, melainkan langsung dari firman-firman-Nya. Firman-firman mana mudah didapat, karena telah tercetak di atas kumpulan kertas yang kita sebut sebagai Kitab Suci. Tinggal lagi kita mau tidak membacanya serta mentadaburinya. Kalau perlu belajar ke suatu guru yang kompeten. Bahkan di mesjid-mesjid dan organisasi Islam biasanya ada yang mengajarkannya.
   Khususnya bagi umat Islam riwayat turunnya firman-firman itu, serta penyusunannya dimulai dari hafalan Rasul saw sendiri.  Malaikat Jibril bertugas sebagai utusan Allah swt dalam membawa wahyu-Nya untuk disampaikan kepada Rasul saw. Setiap bulan Ramadhan bersama Jibril as me-‘rivews’ hafalan yang ada pada Rasul saw sesuai dengan wahyu yang telah diberikannya. Sedapatnya wahyu dari Jibril langsung dihafal Rasul saw dan selanjutnya diajarkan kepada para sahabat ra, kemudian para sahabat ra menghafalkannya sebagaimana Rasul saw menghafalnya. Selanjutnya hafalan-hafalan mana dicatat pula oleh sahabat-sahabat ra yang pandai baca-tulis. Apa yang diketahui dari hafalannya itu diaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
   Turunnya firman-firman itu berangsur-angsur selama 23 tahun yang pada umumnya datang berkenaan persoalan yang ada. Disamping mudah dihafal karena bahasanya adalah bahasa Arab yaitu bahasa Rasul saw dan kaumnya. 1  Serta dapat  mudah dimengerti dan pahami, karena turunnya sesuai dengan persoalan yang tengah dihadapi para kaumnya 2 [ada ‘case’ ada ‘solution’-nya]. Kemudian para penghafalnya dan kumpulan-kumpulan tulisan-tulisan yang ada, disusunlah dalam bentuk buku yang komplit [Kitab Suci Al-Qur’an] yang terdiri dari 30 juz, 114 surat dari 6.236 ayat. Dikumpulkan sejak Khalifah I, Abu Bakar ra. Selanjutnya dibukukannya sejak Khalifah II Umar bin Khatab ra, dan dibagikan ke segenap punjuru wilayah Islam ketika itu.
   Ketika Rasul saw hidup para sahabat menghandalkan hafalan. Al-Qur’an tidak seperti buku ‘text-book’ (buku ilmiah) yang tidak bisa dihafal kalimat demi kalimat; satu surat (bab, chapter) demi satu surat (bab, chapter); dan seluruh dari 114 surat (seluruh isi kitab, the whole book), al-Qur’an bisa. Karena al-Qur’an tulisannya bergaya puisi, bahasanya indah, tatabahasanya pun jelas dan sempurna dan dibacanya berirama seperti sebuah syair lagu. Dengan gaya ucapan bahasa seperti itu memudahkan untuk dihafal. Apalagi jika diajarkan kepada anak usia dini. Sejak 14 abad setelah al-Qur’an diturunkan sampai sekarang penghafal al-Qur’an tetap ada, bahkan tidak jarang umur 7 sampai 11 tahun (apalagi umur dewasa) sudah dapat menjadi hafizh al-Qur’an 30 juz.
●●●
   Nah sekarang kita mencoba melihat manusia menurut pandangan manusia sendiri. Tanpa adanya keharusan melibatkan Kitab Suci Al-Qur’an. Ajaran Islam dari ‘langit’ yaitu Pencipta dari segala yang ada. Maksudnya hal ini diketengahkan adalah untuk dapat melihat benar-benar bagaimana sebenarnya manusia melihat dirinya sendiri dan berhukum hanya semata-mata kepada pendapat manusia dan konvensi diantara sesama manusia sendiri. Bagaimana kalau cara itu dibiarkan saja? Dan apa selanjutnya yang akan terjadi kalau ini dijadikan hukum baku yang tidak lagi (mau) melibatkan ajaran dari ‘langit’.
   Tersebutlah beberapa nama sebagai contoh bagaimanana sebuah pendapat, cara berfikir, pandangan, prinsip yang dibuahkannya itu bila dijadikan aturan umum bagi kehidupan manusia keseluruhan yang berjumlah 6 milyard di abad ke-21 ini. Kita mulai dari Rene Descartes (1596-1650) seorang yang terkenal sebagai ahli filsafat [juga ahli ilmu pasti, ilmu mekanika, ilmu alam dan kedokteran] yang baru bangun dari tidur kesadarannya (consciousness), apa katanya ‘cogito ergo sum’ [ketika itu bahasa Latin di Eropah menjadi bahasa Ilmu dan Kitab Injil] yang artinya ‘saya berfikir, maka saya ada’. Makanya ‘dunia’ itu diadakan (maksudnya terpahami) kalau kita pikirkan atau kita sadari. Kalau kita sadari ‘ada’, maka ‘adalah dia’, dan sebaliknya. Jadi dunia ini tergantung dari kita, kesadaran kita dengan adanya atau tidak adanya sesuatu dihadapan kita.
   Pandangan Sigmund Freud (1856-1939) seorang ahli Psychoanalysis [juga dalam bidang neurology dan psychotherapy]. Manusia bagi dirinya adalah menganggap sebagai naruli seksuil (libido); mencari kenikmatan hidup (pleasure); dan tidak mau susah (pain) 3
   Karl Marx (1818-1833) seorang ahli filsafat Jerman, economist, sociologist dan revolutionary socialist. Bahwa  diri manusia baginya adalah sebagai naruli ekonomi. Perjuangan klas antara klas buruh yang membuat produk dan klas pemilik modal (yang tidak membuat produk langsung) dalam artian lebih berharga buruh dari pemilik modal. Perjuangan klas ini adalah untuk menguasai ekonomi hajat hidup manusia kepada materialisma.
   Sedang Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900) seorang ahli filsafat Jerman dan kritik budaya. Manusia baginya adalah sebagai ‘der Wille zur Macht’ artinya bahwa manusia itu adalah sebagi kehendak dan didorong menuju kekuasaan belaka, seperti kejayaan dan ambisi serta perjuangan untuk mencapai posisi kekuasaan setinggi mungkin. 4  
   Albert Camus (1913-1960) seorang ahli filsafat Perancis kelahiran Aljazair. Filsafatnya adalah ‘absurdism’ artinya hidup ini adalah keniscayaan belaka. Bahwa dalam kehidupan ini tidak dapat ditemui adanya nilai dan arti daripada hidup itu sendiri. Malah arti dari moral dalam kehidupan tidak eksis.5


   Demikianlah sisi cara pandang hidup manusia yang tergantung dari cara menyimpulkan arti dari pada hidup ini. Semua pemikiran itu berlatar belakangi keadaan dalam mengartikan kebebasan ekspresi manusia modern Eropah abad ke-16 sampai ke-20. Dari situ timbul kebebasan hubungan sex manusia sebagai paham dari pandangan Sigmund Freud. Manusia bagi dirinya adalah menganggap sebagai naruli seksuil (libido), karena hukum sekuler yang dibuat manusia membolehkannya karena ‘suka sama suka’ tanpa nikah. Begitu pula perang dunia pertama dan kedua yang terjadi, khususnya perang dunia ke-2 yang memakan korban manusia mencapai dari 60 sampai 85 juta orang mati terbunuh termasuk militer yang berjumlah 22 sampai 25 juta tentara. Korban terbesar sepanjang sejarah manusia. Kebetulan Hitler orang Jerman yang membaca konsep ‘der Wille zur Macht’ (sebagi kehendak menuju kekuasaan belaka) ajaran dari Friedrich Nietzsche seorang filosof Jerman. Mungkin ada yang merasa kawatir kalau buku yang ditulis oleh Huntington dalam bukunya “The Clach of Civilizations” yang diterbitkan tahun 1992 dan diperbaharui tahun 1996 dengan judul “The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order“ bahwa setelah usai ‘perang dingin’ musuh berikutnya adalah Islam di jadikan dasar pembenarannya. Sebagai Hitler yang membenarkan tindakannya sesuai dengan pandangan Friedrich Nietzsche. 6 Dalam hal ini bukankah peristiwa 9-11 tahun 2001 merupakan ‘rekayasa’ atau konspirasi untuk memojokkan atau menghancurkan (ajaran) Islam sebagaimana teori yang diajukan oleh seorang political scientist Samuel P. Huntington?
   Inikah bekal cara hidup manusia dari cara pandangan hidup hasil pemikiran manusia? Apakah begini cara pandang manusia di abad ke-21? Apa yang diharapkan dari hasil pemikiran manusia untuk hidup seperti itu? Apakah manusia bisa bertahan hidup aman, damai, selamat dan sejahtera dan bahagia dalam hidup di dunia [jangan tanya lagi tentang kehidupan di akhirat kelak]?
   Demikianlah hidup manusia dalam paham sekuler, tanpa ‘din’ (agama way of life) menjadikan manusia ‘Homo Homini Lupus’ Dalam artian abad modern adalah bangsa kuat akan memangsa (mengatur) bangsa yang lemah. Atau paham sekulerisme akan memangsa (mengatur) paham agama ‘addinul Islam’?

●●● 

Penulis sendiri tidak percaya, karena selamanya kebatilan tidak akan pernah bisa mengalahkan kebenaran. Itu janji Allah Azza wa Jalla. 7 Balance of Power of the Almighty God selalu menyertainya. That is the power of believe in True God. Islam mengajarkan manusia hidup sebagai manusia khalifah-khalifah sebagai pemakmur bumi, 8 bukan penghancur bumi. Sebagaimana telah terjadi pada perang dunia ke-2  yang sebenarnya perang antar sesama bangsa Barat 9. Perang mana melibatkan teknologi yang menelan nyawa manusia 60 sampai 85 juta selama 6 tahun perang dunia ke-2 (perang sesama Negara Barat) nyawa manusia melayang dalam keadaan sia-sia belaka, terutama tiga perempatnya warga sipil 10 akibat hawanafsu yang menginginkan ‘superiority power’ dan materialisma yang ingin lebih besar lagi. ©AFM


Bersambung ke: World Views of Islam (VII)
 

Catatan kaki:
1Wa kadzālika anzalnāhu hukman ‘arabiyyan, Dan demikianlah, Kami (Allah swt) telah menurunkan al-Qur’an sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. [QS Ar-Ra’d 13:37]
2Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada perang Uhud), padahal (sebelumnya) kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada Perang Badar) kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah, “(sebenarnya) Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Sungguh, Allah MahaKuasa atas segala sesuatu. [QS Āli ‘Imrān 3:165]
Asbabun Nuzul surat ‘Imrān ayat 165, dari Umar bin Khattab bahwa apa yang terjadi di perang Uhud akibat perbuatan mereka yang mengambil tebusan perang dalam perang Badar sehingga pada perang Uhud 70 orang meninggal syahid, sebahagian lari bercerai-berai, bahkan gigi Rasulullah saw yang keempat patah, topi besinya patah hingga berlumuran darah di mukanya. maka Allah swt menurunkan ayat ini sebagai peringatan bahwa penderitaan tersebut akibat perbuatan mereka sendiri (motif perang untuk memperoleh harta rampasan perang).
3In Freudian psychology, the pleasure principle is the instinctual seeking of pleasure and avoiding of pain in order to satisfy biological and psychological needs. Specifically, the pleasure principle is driving force guiding the id. Id, ego and super ego are three parts of psychic apparatus defines by Sigmund Freud’s structural model of the psyche. Acording to this model of the psyche, the id is the set of uncoordinated instinctual trends; the super-ego plays the critical and moralizing role; and the ego is the organized, realistic part that mediates between the desires of the id and the super-ego. The super ego can stop one from doing certain things that one’s id may want to do. Libido, and colloquially sex drive, is a person’s overall sexual drive or desire for sexual activity. Sex drive is determined by biological, psychological, and social factors.
4The will to power (der Wille zur Macht) is a prominent concept in the philosophy of Friedrich Nietzsche. The will to power describes what Friedrich Nietzsche may have believed to be the main driving force in humans: achievement, ambition, the striving to reach the highest possible position in life; these are all manifestations of the will to power.
5In philosophy, the ‘Absurd’ refers to the conflict between the human tendency to seek inherent value and meaning in life and the human inability to find any. Dan ‘nihilism’ artinya bahwa aspek atau doctrine kehidupan ini tidak ada artinya, kegunaannya, dan nilai hidupnya (without objective meaning, purpose, or intrinsic value). Moral dalam hidup itu tidak ada (moral nihilists assert that morality does not inherently exist)
  
6 The Clash of Civilizations is a theory, proposed by political scientist Samuel P. Huntington, that people's cultural and religious identities will be the primary source of conflict in the post-Cold War world. The theory was originally formulated in a 1992 lecture at the American Enterprise Institute, which was then developed in a 1993 Foreign Affairs article titled "The Clash of Civilizations?", in response to Francis Fukuyama's 1992 book, The End of History and the Last Man. Huntington later expanded his thesis in a 1996 book The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order.
  
7Wa qul jā-al haqqu wa za haqol bāthilu, innal bāthila kāna zahūqon, Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sungguh yang batil itu pasti lenyap. [QS al-Isrā’ 17:81]

8 ”Dan Dia-lah (Allah swt) yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi.” [QS al-An’am 6:165] “Dia telah menciptakan kamu dari bumi dan menjadikan kamu pemakmurnya”. [QS Hud 11:61]

9Perang yang disebut dalam literature sejarah atau berita-berita resmi selanjutnya adalah ‘Perang Dunia II’, padahal tidak begitu. Karena pada dasarnya negara-negara Asia dan Afrika tidak terlibat sama sekali. Sebahagian besar tanah-tanah di Asia dan Afrika sewaktu perang yang disebut perang dunia ke-2 (tahun 1939-1945) masih dalam keadaan tidak merdeka. Arti masih dibawah penjajahan beberapa negara-negara Barat. Negara-negara tersebut, menduduki tanah serta mengexploitasi sumber-sumber alam dan penduduk bangsa-bangsa Asia dan Afrika.
10www.accessgenealogy.com/…/worl-war-…

Blog Archive