Saturday, December 27, 2014

Pelajaran dari Roma (IV)



oleh A. Faisal Marzuki

Area: 30,000 m2, Capacity 12,000 people, Distance from Vatican City: 5 km.


Memperkenalkan kepada kalangan pembaca blog ini akan esensi dan kearifan, keindahan dan keagungan daripada kitab suci al-Qur’an surat ke-30 yaitu ar-Rūm ayat 2 sampai dengan ayat 7.

Dengan pertolongan Allah. Ditolong-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. (Karena) Dia Maha Kuasa lagi Maha Mengayomi. (Itulah) janji Allah! Tidak pernah Allah mengingkari janji-Nya. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Mereka mengetahui yang lahir (saja) dalam kehidupan dunia. (Namun) terhadap akibat kemudiannya tidak diperhatikan (dunia tidak dimengerti untuk apa, akhiratnya lalai). [QS ar-Rum 30:5.6.7]




J
ika Allah Azza wa Jalla telah berucap (berfirman) ‘akan menolong’, maka pasti akan ditolongnya. Jangan sak (ragu) lagi (sedikitpun). Itulah maknanya kisah yang ada dan terjadi dalam rekaman (bukti) sejarah yang telah dipaparkan dalam ‘Pelajaran dari Roma’ I sampai III sura ar-Rūm ini.  Kehendak Allah yang ber-maha-gelar Al-Qõdir (diantara 99 maha-gelar asmāul husnā lainnya) adalah mutlak (absolute) (pasti) berlaku, karena Dia sangat berkuasa [Al-Qõdir] dan sangat mempunyai kemampuan untuk melakukannya. Kesemuanya itu dilakukan-Nya berkat dari pancaran sinar dari rasa pengayoman atau Kasih-Nya seperti yang difirmankan-Nya pada ayat 5 surat ar-Rūm berikut ini:

BinashrilLāh
Dengan pertolongan Allah
Yanshuru mayyasyā-u
Ditolong-Nya siapa yang dikehendaki-Nya
wa Huwal ‘Azizur Rõhīm
(Karena) Dia Maha Kuasa lagi Maha Mengayomi

Khususnya pada masa kini abad ke-21 yang berada dalam millennium ke-3, diharapkan hajad masing-masing pribadi atau rencana organisasi masing-masing jamaah kaum muslimin akan memperoleh sebagaimana telah kesampainnya pengharapan kaum Muslimin Makah (ketika itu). Yaitu mengharapkan kepada Allah Azza wa Jalla untuk dapat memenangkan bangsa Romawi Ahlul Kitab yang seolah merupakan bagian dari dirinya (yang tidak tega dikalahkan kaum Musyrikin Persia). Maka, janji Allah yang akan berpihak kepada anda (kita semua) itu pasti berlaku juga, asalkan mengerti apa yang diperjuangkan itu demi Allah - tentu dengan cara-cara yang direstui Allah. Nah, karena janji Allah itu benar adanya seperti yang telah dibuktikan kepada kaum Romawi. Jangan sak lagi akan janji Allah itu! Ayat 6 surat ar-Rūm Allah berfirman seperti berikut ini, mempertegasnya:

Wa’dalLāh
(Itulah) janji Allah!
Lā yukh lifulLāhu wa’dah
Tidak pernah Allah mengingkari janji-Nya.
Wa lā kinna ak-tsoron nās,
Tetapi kebanyakan manusia
Lā ya’ lamūn
tidak mengetahuinya.

Kenapa ada disebutkan pada ujung ayat 6 surat ar-Rūm ini disebutkan ‘wa lā kinna ak-tsoron nās, lā ya’ lamūn’, artinya: Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Maksudnya, tidak banyak manusia yang mengambil pelajaran dari kejadian dalam catatan sejarah itu. Karena apa? Karena, jangan sampai tidak begitu menjadikan al-Qur’an menjadi buku panduan hidup yang seutuhnya. Jangan pula ada hanya dalam usaha nafsi-nafsi jamaah yang ‘terfirkah-firkah’, dan belum dalam jamaah yang terintegrasi baik secara bulat dan total. Itulah yang dimaksudkan oleh Tuhan Pencipta Semesta Alam adalah adanya paradigma dalam suatu kesatuan paham tentang kehidupan. Yaitu maksudnya adalah suatu satu prinsip dalam satu kesatuan gerakan yang menjadi kekuatan yang utuh dalam menegakkan keadilan (justice) , kesejahteraan (well being), kedamaian (peace and love) diantara manusia dan ekosistimnya.

   Menurut hemat kami karena kita hampir tidak pernah mau memikirkan lebih dalam lagi apa yang ada dibalik (beyond)  dari apa yang ada tampak dalam lahirnya. Kita jangan sampai jarang atau belum pernah melihat secara ‘visi’ kejadian yang lahir dan menganalisa kecenderungannya (trend) kemana dan apa berikutnya yang akan terjadi. Dengan cara itu ridha Allah datang, maka kelestarian hidup dapat diraih bersama dalam keharmonisan dan kecukupan hidup di dunia serta juga sebagai jembatan untuk hidup di akhirat kelak.

   Disinilah orang beriman dituntut ke piawaiannya dalam ber –Ulil Albab. 1  Yakni orang beriman atau pemimpin atau pendakwah mesti menggunakan akal pikiran (IQ) untuk merenungkan, menganalisa, meng-observasi alam raya dan alam jiwa manusia. Dan ber-Ulil Abshor. 2  Yakni orang beriman atau pemimpin atau pendakwah mesti mempunyai pandangan yang tajam melihat kedepan yang baik buat umat dalam masa-masa dimana dia hidup. Dia membaca kondisi hidup di zamannya agar lebih baik dari umat sebelum dan sekelilingnya. Para Ulil Abshor ini umumnya menggunakan rasa emosi positif yang membangun, peran metoda Ulil Abshor inilah yang menentukan keberhasilannya hidup manusia (atas ketaqwaan kepada-Nya). Keberhasilan Ulil Abshor menggunakan akal nurani disebut juga qalbu; visi; al-bayan atau daya kepahaman akan sesuatu. Menurut penelitian ahli psychology dan ahli lainnya yang berkenaan dengan jiwa manusia mengatakan keberhasilan manusia ditentukan oleh tingkat pemikiran akal fikiran 3 atau IQ (Intelligent Quotion) hanya 20% selebihnya ditentukan oleh kecerdasan emosional - EQ (Emotional Quation)  yaitu kemampuan memahami ‘Perasaan’ (Daniel Goleman). 4 Dan kecerdasan ‘Spiritual’ - SQ (Spiritual Quotion) yaitu kemampuan dari adanya ‘God Spot’ dalam otak manusia (Danah Zohar dan Ian Marshal) yang berkemampuan memahami Nilai dan Makna. 5 Yaitu orang yang memotivasi hidupnya dilandasi nilai-nilai kesucian seperti yang diajarkan oleh nilai-nilai ruhaniah dalam nilai-nilai ketuhanan. Dengan nilai-nilai ketuhanan itulah manusia akan mampu memahami nilai dan makna kehidupan. Mereka itu dapat mengembangkan pesan-pesan Allah Azza wa Jalla yang terdapat di Alam Raya dan terdapat dalam Kitab Suci (al-Qur’an). Kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di zamannya dimana umatnya berada (ajaran hablum minan nas atau muamalah Islam). Sementara ajaran hablum minalLah atau ajaran hubungan dengan Allah Maha Pencipta rengkuh kuat-kuat, jangan tinggalkan tapi terapkan bergandengan dengan ajaran muamalah Islam yang bijak ini. Sinergi ini akan membawa kehidupan dalam rel ‘shirõthol mustaqīm’ 6 - jalan keberhasilan.

   Pada akhir, surat mengenai masalah ‘Pelajaran dari Roma’ – ar-Rūm ini disinggung dalam firman Allah Azza wa Jalla pada ayat 7 surat ar-Rūm:

Ya’lamūna dzõhirom minal hayawātid dunyā
Mereka mengetahui yang lahir (saja) dalam kehidupan dunia

Wa hum’anil ākhiratihum ghõfilūn
(Namun) terhadap akibat kemudiannya tidak diperhatikan
(dunia tidak dimengerti untuk apa, akhiratnya lalai)

   Maka daya kritis dalam cara berfikir ‘emotional-EQ’ dan ‘spiritual’-SQ atas sesuatu masalah dimintakan kepada kita untuk memahaminya. Selanjutnya sebagai ‘agent of development’- ‘amar ma’ruf’ dan ‘agent of change’ – nahi mungkar mengupayakannya kepada hal yang lebih baik lagi.7 Inilah yang dimaksudkan dengan cara kerja manusia khalifah-khalifah di muka bumi yang kelengkapannya telah diberikan dalam bentuk ‘akal fikiran’-IQ dan ‘akal qalbu’-EQ dan SQ. Yaitu seberapa jauh kemampuan manusia berinteraksi dengan Alam Raya (IQ); Seberapa jauh manusia berinteraksi sesama manusia dalam harmonis dan berkecukupan (EQ); Seberapa jauh manusia berinteraksi dengan Tuhannya (SQ) dalam beribadah (hablum minalLahu) kepada-Nya dan menerapkan nilai-nilai ketuhanan di dunia dalam merealisasikan ajaran ‘habblum minan nas-nya’ selama hidup di dunia ini, agar harmonis dan sejahtera dengan umat yang lain menjadi muallaf atau setidak-tidaknya mengerti bahwa Islam ini adalah mengajarkan dan melaksanakan kedamaian hidup bersama dengan umat lainnya. Inilah inti pesan hidup kedua dari surat ar-Rum dari ayat 5 sampai dengan ayat 7 (hikmah dibalik kejadian atau ‘Pengajaran dari Roma’ itu). Sedang pesan pertamanya (dari surat ar-Rum ayat 2 sampai dengan ayat 4 adalah menerangkan kebenaran firman Allah dan iman Islam (janji Allah terlaksana).

   Demikianlah isi pesan dari surat ar-Rūm ayat 2 sampai dengan ayat 7 yang patut kita hikmati dengan sunguh-sungguh dan terapkan dalam kehidupan keseharian kita. Mudah-mudahan tahun-tahun kedepan dalam menghadapi tahap pertama dari 4 etape kehidupan abad ke-21 dapat kita lalui dengan harmonis (harmony), aman (safe), damai  (peace, and love) dan sejahtera (well being), dan kalaupun mungkin tidak 100%, masih tetap terkendali dalam garis rata-rata normal. God already gave all humankind the opportunity for a good life on earth. Now, it is your turn to believe and choose! ©AFM




Catatan kaki:
1Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (ayat-ayat kauniyah, keterangan tentang tabiat atau hukum alam, dan kebesaran Allah) bagi orang yang berakal - Ulil Albab. [QS ‘Āli Imrõn 3:190]
2Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan - Ulil Abshor, Visioner! [QS al-Hasyr 59:2]
3 Keith Devlin, Goodbye Descartes, The end of logic and the search for a new cosmology of the mind, John Wiley & Sons, Inc. Keith Devlin Ph.D. adalah Senior Researcher pada Stanford University’s Center dalam bidang studi Bahasa dan Komunikasi.
4 Daniel Goleman Ph.D., Emotional Intelligence – Why it can matter more than IQ. He has taught at Harvard (where he received his Ph.D.) and was formerly senior editor at Psychology Today.
5Danah Zohar and Ian Marshall, The Ultimate Intelligence, Bloomsbury Publishing PLC.
Zohar studied Physics and Philosophy at MIT and did post graduate in Philosophy, Religion and Psychology at Harvard University. Ian Marshal is a psychiatric.
6Jalan yang telah membuktikan keberhasilan hidup di setiap zaman yang dibimbing oleh para Nabi atau Rasul dan kemudian dilaksanakan oleh generasi setelah para Nabi dan Rasul tidak ada, berdasarkan nilai-nilai dari contoh bagaimana melaksanakannya ajaran berdasarkan Kitab Suci (dan ajaran-ajaran-Nya yang terkumpul dalam bentuk lainnya) yang ada pada setiap zaman.
7Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang yang makruf - membangun kebajikan (amar ma’ruf, agent of development) dan mencegah dari yang mungkar – mecegah merusak, mengganti dengan yang lebih baik (nahi mungkar, agent of change), dan beriman kepada Allah. [QS Āli ‘Imrān 3:110] ©AFM

Blog Archive