oleh A. Faisal Marzuki
Bahwa barang siapa yang membunuh manusia, bukan
karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di bumi,
maka yang membunuh itu seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang
siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah
memelihara kehidupan semua manusia. [QS al-Ma’idah 5:32]
D
|
emikianlah
kalau pandangan hidup yang digunakan manusia yang berasal dari pikiran manusia
saja. Itupun tidak satu pendapat, tapi banyak pendapat. Bahkan ada satu sama
lainnya saling bertentangan, seperti yang telah diuraikan seperlunya dalam
tulisan World Views of Islam (VI), sebelumnya. Kalau cara pandangan ini
dilanjutkan pada millennium 1 ketiga (mulai abad ke-21 yang sudah
berpenduduk 7 milyard lebih) ini dijadikan dasar pijakan hidup manusia tanpa
melibatkan petunjuk (paradigma, nilai-nilai, akhlak, ajaran hidup) dari Rabb Semesta
Alam, bagaimana hidup umat manusia di Bumi ini, nantinya?
Jawabnya, cepat atau lambat akibatnya akan kacau-berantakan (chaos), dan lebih jauh lagi - jika dibiarkan saja- akan benar-benar menjadi hancur-berantakan (catastrophic). Karena ulah manusia maka siksa (akan) datang dari-Nya - sebagai hukum alam-Nya yang pasti berlaku (sunatulLah) - seperti yang telah terjadi pada bangsa-bangsa yang lalu. Pada zaman nabi Nuh as, selamatlah orang-orang yang beriman yaitu percaya kepada firman-firman Allah swt dalam hal apa yang dibolehkan dan apa yang tidak dibolehkan - do it and don't do it - karena itu ada maksud baik dari Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang bagi makhluk-makhluk-Nya. Seperti kalau tidak mau mendengarkan firman-firman-Nya yang mengatakan akan ada banjir bandang besar kalau tidak mengikuti perintah-Nya. Umat yang percaya kepada firman Allah swt yang disampaikan nabi Nuh as melaksanakannya beserta binatang-binatang yang diperlukan bagi manusia berada di atas kapal, selebihnya - yang tidak percaya dan mengolok-olokkannya - kemudiannya tenggelam di telan bulat-bulat oleh air banjir dahsyat dunia. Dan ada lagi peristiwa-peristiwa lainnya. Selanjutnya, peristiwa di Pompeii, Italy dari meletusnya gunung Vesuvius di tahun 79 CE yang mengeluarkan lava yang meleleh dan sangat panas di tengah malam dimana penduduknya telah melakukan perbuatan keji (fahsyā-i) dan kemungkaran (munkari) sedang tertidur lelap. Ada juga yang masih jaga (belum tidur) tapi tidak menyadari adanya lava yang telah membanjiri jalan-jalan dan rumah-rumah mereka sehingga tidak bisa mengelak lagi.
Jawabnya, cepat atau lambat akibatnya akan kacau-berantakan (chaos), dan lebih jauh lagi - jika dibiarkan saja- akan benar-benar menjadi hancur-berantakan (catastrophic). Karena ulah manusia maka siksa (akan) datang dari-Nya - sebagai hukum alam-Nya yang pasti berlaku (sunatulLah) - seperti yang telah terjadi pada bangsa-bangsa yang lalu. Pada zaman nabi Nuh as, selamatlah orang-orang yang beriman yaitu percaya kepada firman-firman Allah swt dalam hal apa yang dibolehkan dan apa yang tidak dibolehkan - do it and don't do it - karena itu ada maksud baik dari Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang bagi makhluk-makhluk-Nya. Seperti kalau tidak mau mendengarkan firman-firman-Nya yang mengatakan akan ada banjir bandang besar kalau tidak mengikuti perintah-Nya. Umat yang percaya kepada firman Allah swt yang disampaikan nabi Nuh as melaksanakannya beserta binatang-binatang yang diperlukan bagi manusia berada di atas kapal, selebihnya - yang tidak percaya dan mengolok-olokkannya - kemudiannya tenggelam di telan bulat-bulat oleh air banjir dahsyat dunia. Dan ada lagi peristiwa-peristiwa lainnya. Selanjutnya, peristiwa di Pompeii, Italy dari meletusnya gunung Vesuvius di tahun 79 CE yang mengeluarkan lava yang meleleh dan sangat panas di tengah malam dimana penduduknya telah melakukan perbuatan keji (fahsyā-i) dan kemungkaran (munkari) sedang tertidur lelap. Ada juga yang masih jaga (belum tidur) tapi tidak menyadari adanya lava yang telah membanjiri jalan-jalan dan rumah-rumah mereka sehingga tidak bisa mengelak lagi.
●●●
Sebenarnya bangunan bangsa atau
bangsa-bangsa dimulai dari diri sendiri. Dari diri diri ini tersusun menjadi satu
keluarga. Dari keluarga inilah kita belajar dari hidup individual menjadi hidup
bersosial. Membina rumah tangga yang tenteram diantara kamu dalam suasana kasih (mawaddah, love)
dan sayang (rahmah, mercy).
2 Tanpa membangun (suasana) kasih dan sayang, bangunan rumah tangga
tidak akan pernah ada. Kunci sukses hidupnya terletak dari bersosial rumah
tangga itu adalah mawaddah wa rahmah, love and mercy inilah sebagai
perekat hidup individual menjadi hidup dalam bersosial rumah tangga yang
berlanjut menjadi anak-cucu keturunannya. Inilah cikal bakalnya menjadi suatu masyarakat
yang lebih luas lagi, yang juga meneruskan tradisi kasih dan sayang. Dengan
cara itu keluarga bangsa dan keluarga antar bangsa akan langgeng seperti
kehidupan ‘mini’ keluarga seperti diuraikan diatas.
Disamping itu dalam bentuk yang lebih besar
lagi adalah suku atau bangsa. Seperti kita sudah maklumi bahwa setiap bangsa
terdiri dari suku-suku dengan berbagai bahasa dan warna kulit. Dari kelompok
suku yang satu dengan yang lainnya apakah bisa bergaul? Dari lain bahasa bisa
berinteraksi dalam satu kampung atau kota? Atau warna kulit berbeda satu dengan
lainnya ada hambatan walaupun satu bahasa sehingga perlu ada pemisahan seperti:
di sekolah; di kendaraan umum; di pasar;
atau di rumah ibadat? Dari satu orang atau kelompok terhadap satu orang atau
kelompok lain, apakah perlu saling hujat menghujat? Dari bangsa satu terhadap
bangsa lain apakah perlu saling perang memerangi?
Dalam kenyataannya sekarang ini, bangsa-bangsa
di dunia ini terdiri dari suku-suku bangsa, bahasa, warna kulit. Dalam hal ini
konsep ajaran Islam menggariskan bahwa semua bangsa terdiri dari berbagai
bahasa; warna kulit; suku itu, berasal dari satu keturunan. Semuanya berasal
dari satu bapak, yaitu Adam as. Jadi kedudukannya sama yang satu dengan lainnya.
Tidak ada perbedaan dalam bersosial kemasyarakatan seperti berbangsa dan
berantar bangsa, sebagaimana firman Allah swt menyebutkan: Wahai manusia! Sesungguhnya Kami (Allah swt) menciptakan kamu dari
seorang laki-laki (Adam as) dan seorang perempuan (Hawa as, Eve as), dan
(kemudiannya dari keturunan Adam dan Hawa) menjadi berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling lita’ārafū.
3 Lita’ārafū artinya saling kenal mengenal; saling menghargai satu
sama lain (respect each other); sapa menyapa; atau tolong menolong, itu lebih
baik. Setidak-tidaknya, tidak saling membenci atau memerangi satu sama lainnya.
Maknanya adalah status sosial di mata Allah swt adalah sama. Tidak ada kasta. Satu
yang lainnya tidak ada beda di hadapan Allah Penciptanya. Dari kesemuanya itu
bagi-Nya ukurannya adalah siapa diantara kamu dari orang-seorang yang paling
mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa kepada-Nya. Dalam hal takwa yang
dimaksudkan di sini adalah menjalani perintah lita’ārafū, sebagai
individual atau kelompok dan kelompok yang lebih besar lagi seperti bangsa dan
antar bangsa. 4 Lita’ārafū, saling kenal mengenal (respect
each other). Setidak-tidaknya tidak saling merendahkan; merasa lebih dari yang
lain; atau memerangi satu sama lainnya.
Lita’ārafū dapat ditegakkan jika ada kedamaian
atau peace.
Kedamaian dapat ditegakkan karena adanya keadilan, 5 lawan keadilan
adalah kezaliman; keseweng-wenangan; curang karena merasa lebih kuat atau lebih
cerdik atau lebih tinggi derajatnya dalam suatu sistim sosial kemasyarakatan
dalam berbangsa dan antar bangsa. Dalam sistim sosial terbuka di abad ke-21 ini
dimana citizen (warga anggota) bangsa atau antar bangsa sangat memerlukan
konsep lita’ārafū. Tegaknya lita’ārafū
ini bisa dijamin dengan adanya suasana peace (damai; tidak main
hakim sendiri dengan melakukan kriminal), love (saling menghargai, membantu,
dan memberi maaf), juctice (adanya keadilan), tolerant (dalam berbeda pendapat
atau agama) 6, honesty (jujur; tidak berbuat salah yang disengaja; tidak
berkata bohong) dan integrity (berakhlak mulia,7 satu kata dengan perbuatan dan bertanggung jawab akan hal itu - jangan lain apa yang dikatakan (apa yang dijanjikan) tapi tidak dilakukan (khianat) 8, empati –
merasakan ada orang lain). Menjauhi kejahatan seperti cara-cara tidak adil; zalim
(menindas); keseweng-wenangan – karena merasa kuat; dan berbuat curang (unfair).
Kemudian
menetapi janji apabila berjanji, 9 seperti undang-undang yang dibuat
dan disyahkan mesti dilaksanakan. Menjadi saksi yang benar, apabila diminta
atau tidak diminta. Jangan melanggar sumpah setelah diikrarkan, 10
seperti sumpah dalam pengadilan atau jabatan sewaktu diangkat sebagai pegawai
atau pejabat tertentu dalam jabatan pemerintahan mesti dipenuhi
.
●●●
Bagaimana
dengan berita yang melebih-lebihkan dari masalah yang sebenarnya, apalagi
dengan pemberitaan yang genjar dan kadang kala memutar balikkan fakta dalam
berita umum melalui misalnya TV; Surat Kabar; Radio; Facebook; Email; dan berita
beranting yang tidak dicek dulu kebenarannya, semuanya itu dalam kategori
melakukan kebencian (hate, hasad). Hal tersebut jangan dibalas lagi dengan kebencian
(hate, hasad). Karena apa? Karena kebencian dibalas dengan kebencian tidak akan
menyelesaikan masalah, melainkan dengan keyakinan yang besar akan posisi
kebenaran yang dimiliki dengan menunjukkan kebaikan akhlak (morality, integrity, honesty, responsibility, kindness, patient 11). Orang yang hasad sebenarnya
masih jahil (bodoh), karena tidak tahu kebenaran yang sesunggahnya dari keyakinan
orang yang dibencinya. Sadarilah bahwa mereka yang melakukan kebencian itu sebenarnya
butuh ditunjuki jalan keyakinan yang benar (akhlak Rasul saw demikian). Kata
orang sini “Hate can’t drive out Hate,
only Love can do.” Lain hal kalau hasad berubah jadi fitnah, maka
sesungguhnya ceritanya akan lain. Karena
fitnah itu lebih berbahaya dari pembunuhan. 12
Allah lebih menyukai jalan yang tidak dengan
kekerasan, seperti membunuh orang 13 Lebih baik ditempuh dengan jalan musyawarah. 14
dan damai. 15 Demikianlah
uraian terakhir dari tema tulisan World View of Islam ini. ©AFM
Kembali
ke: World
Views of Islam (I)
Catatan kaki:
1Satu
millennium sama dengan seribu tahun.
2Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia (Allah swt) mencipta untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri (yaitu sesama manusia). supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya (istrinya, demikian sebaliknya) dan dijadikannya
diantaramu rasa kasih dan sayang. [QS ar-Rūm 30:21]
3[QS
al-Hujarat 49:13]
4Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa diantara kamu [QS al-Hujarat 49:13]
5Sesungguhnya
Allah menyuruh (memerintahkan kamu) berlaku adil. [QS an-Nahl 16:90]
6Tidak
ada paksaan untuk memeluk agama Islam, sesungguhnya telah jelas perbedaan
antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. [QS al-Baqarah 2:256]
Dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukku agamaku –
toleransi. [QS al-Kafirun 109:4,5,6]
7Sesungguhnya
aku (Rasul saw) diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia (budi pekerti yang
menghantarkan manusia menuju peradaban yang maju dan mulia). [Al-Hadits]
8Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang (kemudiannya) tidak kamu perbuat (kerjakan)? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa (berkata, berjanji) yang (kemudiannya) tiada kamu kerjakan. [QS ash-Shaff 61:2-3]
8Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang (kemudiannya) tidak kamu perbuat (kerjakan)? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa (berkata, berjanji) yang (kemudiannya) tiada kamu kerjakan. [QS ash-Shaff 61:2-3]
9Dan
tepatilah janji dengan Allah apabila berjanji. [QS an-Nahl 16:91]
10dan
janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan. [QS an-Nahl 16:91]
11Patient
[adjective word]: Able to accept or tolerate delays, problem, or suffering without
becoming annoyed or anxious. "Be patient, your time will come." - Don't
think every things is just change it instantly.
12…dan
fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan,… [QS al-Baqarah 2:191]
13Bahwa
barang siapa yang membunuh manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh semua manusia. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang
manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan semua manusia. [QS
al-Ma’idah 5:32]
14dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan (yang diperselisihkan) itu. [QS ‘Āli Imrān 3:159]
15Dan
jika mereka condong kepada perdamaian, maka condongkanlah kepadanya (perdamaian
itu) dan setelah perjanjian perdamaian itu dilakukan) bertawakallah (Allah swt
akan menjaganya) kepada Allah. Sesungguhnya Dialah (Allah swt lah) Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS al-Anfāl 8:61]
Baca pula blog ini dengan
judul “Tatanan Masyarakat dalam Al-Qur’an (III) ”; “Tatanan Masyarakat dalam
Al-Qur’an (IV)”; “Muamalah & Karakter Muslim”,
karena menguatkan (tali bertali dengan) tulisan terakhir dari “World Views of Islam (VII) ini.