Oleh: A. Faisal Marzuki
- Dia (Allah) telah menciptakan kamu (manusia) dari bumi dan menjadikan kamu (manusia) pemakmurnya.* [QS Hud 11:61]
Pengantar:
Lanjutan tema penulisan Kedudukan Manusia di
Bumi I ke tema Kedudukan Manusia di Bumi II seolah terputus atau sempat
terselingi dengan tema-tema yang sudah para hadirin pembaca ketahui mulai dari Keagungan Freedom?, berlanjut ke tema Jalan dan Cahaya, seterusnya tema Makna Surat Al-Ikhlāsh I dan Makna Surat Al-Ikhlāsh II
, dan tema Kedudukan Ulul Albab I
dan Kedudukan Ulul Albab II, kenapa demikian? Karena penulis memandang dengan tema-tema
sebelum Kedudukan Manusia di Bumi II ini akan dapat membantu memahami dan meresapi
tulisan lanjutan ini. Sebabnya tidak mudah mencerna tulisan lanjutannya, karena
kita telah terbiasa di abad ke-21 milenium ke-3 ini dengan pemikiran-pemikiran
‘padat dunia’ atau isinya dunia melulu (hubbud dunya) dengan itu (seolah-oleh)
ajaran pengetahuan yang bersifat Alam Akhirat yang di ajarkan agama pada
umumnya hampir-hampir tidak mendapat tempat lagi. Padahal dalam ajaran Islam
yang komprehensif tidak mengajarkan demikian.
Dalam
ajaran Islam ‘Dunia’ sangat di perhatikan dalam rangka kelak menuju ‘Akhirat’
sebagaimana firman-Nya:
- “Wabtaghi fīmā ātākalLõhud dārol akhiroh” Artinya: “ Dan carilah (keselamatan dalam menuju bahagia dan sejahtera di) Akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu.”
- “Walā tansa nashībaka minad dunyā” Artinya: “ Tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu (hidup selamat dalam menuju bahagia dan sejahtera) di Dunia.”
Dengan
itu dapat dipahami dengan jelas bahwa ajarannya Islam tidak mengabaikan
kehidupan manusia di Dunia (Bumi). Seperti juga yang telah digambarkan dalam
‘Keagungan Freedom’, yaitu mendudukkan ‘Freedom’ pada tempatnya. Selanjutnya,
‘Jalan dan Cahaya’ dimana ajaran yang dihasilkan berdasarkan semata-mata dari
pemikiran manusia tanpa petunjuk dari-Nya. Dengan itu sangat boleh jadi akan mendapat
kesesatan sehingga tergelincir ke tujuan yang tidak dimaksudkan. Kemudian
‘Makna Surat Al-Ikhlash I dan II’ yang menerangkan siapa dan seperti apa Tuhan
itu sebenarnya. Hal ini sangat diperlukan sekali karena banyak konsep-konsep tentang
ketuhanan hasil pemikiran manusia tidak begitu akurat sebagaimana yang
dimaksudkan-Nya. Dan dalam Ulul Albab I dan II menjelaskan “Para Pemikir Besar’
tentang arti dan makna kehidupan manusia di Dunia (Bumi) kualifikasinya seperti
apa? Landasan pemikirannya dari mana dan untuk apa?
●●●
Seorang anak tumbuh dan besar bukan dalam alam ‘vakum’- bebas ‘nilai’,
melainkan dipengaruhi lingkungan hidupnya. Inilah rumus teori perkembangan
kepribadian ilmu psychologis yang kita tahu pada umumnya. Begitu pula filsafat
menyebutkan seperti dari ‘the one of the greater philosophers of sience, social
and political’ Karl Popper (lahir July 28, 1902 CE di Austria). Katanya sekali Budaya
dan Peradaban telah tercipta (diciptakan manusia) dan menggelinding di
masyarakat, maka masyarakat itu akan tercipta seperti ‘apa ada’-nya Budaya dan Peradaban
yang menjadi ‘cetak biru’ dari pola tingkah laku dan pandangan perasaan dan
pemikiran pada masyaarakat tersebut. Bahkan masyarakat hanya mengikuti saja
seperti apa adanya Budaya dan Peradaban yang telah mengungkung ketat dan erat
diri masyarakat itu sendiri.
Dari itu, konsekuensinya adalah baik
lingkungannya, maka baik pula pertumbuhan mental dan karakter kepribadian
masyarakatnya. Sebaliknya kalau setengah baik dan setengah buruk lingkungannya,
seperti itu pulalah dia ‘menjadi’-nya. Bagitu pula kalau sudah ‘hubbud dunya’ saja,
maka tingkah laku dan pandangan hidupnya ‘hubbud dunya’ saja. Artinya mereka
tidak disadari telah menjadi makhluk mengejar kehidupan Dunia, dimana Akhirat tidak
menjadi tujuannya lagi.
Berlainan dengan ajaran Islam yang dapat menciptakan hidup baik di Dunia
dan baik pula di Akhirat. Pedulinya
Allah Yang Mahakasih lagi Mahasayang kepada manusia yang diciptakan-Nya adalah
agar mereka itu tumbuh sehat lahir dan bathin, sejahtera dan damai dalam
hidupnya di Bumi. Terutama, sebenarnya (ajaran) Islam sangat jelas
mengajarkannya akan hal itu. Dengan itu kedudukan Manusia di Bumi ini mejadi
mulia, terhormat karena saling kenal (kerjasama) dan damai dalam membentuk dan
membangun ‘Budaya dan Peradaban’. Bentuk Budaya dan Peribatannya sangat komprehensif yaitu dengan jalan memakmurkan kehidupan
manusia di Bumi disertai atau berbarengan melakukan peribadatan kepada-Nya guna
mencapai kehidupan di Akhirat yang abadi bersama manusia beriman dan melakukan
perbuatan amal shaleh disegala bidang kehidupan di Dunia. Kenapa manusia
dipandang mulia dan terhormat oleh Allah penciptanya ikutilah uraiannya berikut
ini.
S
|
emua manusia yang baru lahir siapa pun
dia, warna kulit apa pun yang ada padanya. Bayi laki-laki atau pun perempuan. Apapun
status sosial dan kekayaan yang dimiliki, kurang atau lebih bahkan sangat lebih
sekali. Dari bangsa atau suku apa pun orang tuanya, lahir dalam keadaan
telanjang. Tidak memakai baju sehelai pun untuk menutup auratnya. Belum bisa
berbicara, kecuali mengeluarkan suara tangisan. Tangisan itu adalah bahasa awal
yang artinya bisa lapar, berarti minta disuapi makanan berbentuk cair (air susu
ibu, atau susu botol). Kalau tidak buang air kecil atau besar - bayi tidak
merasa kerasan (nyaman), artinya minta diganti pakaian baru (bersih).
Gambaran tersebut diatas hanya mau menunjukkan bahwa sejak kecil bayi
hidup dan tumbuh dan besar ‘diajari atau dibentuk oleh lingkungannya’.
Bahasanya tergantung dimana dia berasal dan asalnya menggunakan bahasa apa,
dengan itu ia tumbuh dan besar menggunakan bahasa asal lingkungannya.
Lingkunganlah yang membentuknya seperti itu. Pertama sekali yang dikenalnya
dengan akrab adalah Ibu-Bapak dan lain yang berada dalam lingkungan rumah.
Kemudian lingkungan dokter dan suster (nurse) yang memelihara kesehatannya.
Berlanjut televisi. Kemudian dia tumbuh menjadi anak yang sudah bisa berjalan keluar.
Dengan itu kini gurunya bertambah yaitu lingkungan tetangga. Selanjutnya dalam
usia sekolah, lingkungan yang membentuknya bertambah yaitu guru sekolah, teman sekolah
dan seterusnya.
Pahamlah bahwa menjadi bertambah
perkembangan tubuh pisiknya bersamaan dengan itu tumbuh pula perkembangan
kejiwaannya. Kejiwaannya tumbuh dipengaruhi oleh faktor lingkungannya. Pertama
dari rumahnya dimana dia ditinggal. Dalam hal ini faktor orang tua sangat besar
pengaruhnya ketika masih kecil. Terutama bahasa komunikasinya adalah bahasa
orang tuanya. Kemudian mengenal mana hal-hal yang berbahaya diberitahu seperti
air panas, sengatan tenaga listrik, barang-barang dari kaca (pecah belah) yang
berbahaya utnuk anak kecil. Kemudian cara memegang makanan untuk dimakan dengan
tangan kanan. Berkata yang baik dan sopan. Begitu pula tentang hal yang
menyangkut dengan keagamaan. Dalam hal ini sering dikatakan bahwa Nasrani, Majusi
atau apa saja agama kepercayaan atau tidak berkepercayaan anak tergantung dari
ajaran (pembiaran) orang tuanya.
Selanjutnya bertambah usianya dan kini
menjadi remaja atau umur belasan tahun yang artinya sudah luas kontak sosialnya
maka bertambah lagi perkembangan karakter, kepribadian dan ‘pandangan hidup’
yang dipengaruhi lingkungan dimana dia berada dalam bersosialisasinya.
Demikianlah bahwa hasil Budaya dan Peradaban
manusia yang ada (terjadi) pada anak (kecil, remaja dan beranjak menjadi dewasa)
karena sudah adanya nilai Budaya dan Peradaban yang telah menanti dan siap
pakai itu. Yang menjadikan pertanyaan besar adalah Budaya dan Peradaban yang
ada disekeliling anak itu mendukung atau tidak dari perkembangan sianak muslim
itu menjadi muslim yang benar-benar sesuai dengan ajaran Islam? Disinilah
peranan orang menjadi sangat menentukan, yaitu lingkungan pertumbuhan anaknya
mesti dijaga dari pengaruh yang negatif dan bersamaan dengan itu tetap
menumbuhkan dan memelihara agar selalu dalam koridor islami.
●●●
Budaya dan Peradaban ada, selanjutnya
tumbuh dan berkembang dibuat dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh
komunitas lingkungannya baik secara disadarinya maupun tidak. Sebelum menjadi
kebiasaan terbentuk, dimulainya dari perasaan-perasaan dari mengingini sesuatu.
Boleh juga timbul dari lintasan-lintasan pikiran-pikiran disamping
perasaan-perasaan yang telah disebutkan sebelumnya. Demikian lebih kurangnya
Ibnu Qoyyim Al-Jawziyyah (691 AH/1292 CE-751
AH/1350 CE) seorang ulama besar dalam bidang Ilmu Jiwa Tingkah Laku Manusia dan Etika (Human
Behavior and Ethics), Hukum Islam (Islamic jurisprudence), Akaid (Islamic Theology),
Ilmu Hadits dan Fikih (Sciences of Hadith and Fiqh) dan Filosuf (Philosophy). Dari
situ di ikhtiarkan atau diupayakan dengan melakukannya. Kemudian dari
pengalaman-pengalaman yang menyenangkannya (mempermudah kehidupannya, mendapat
berlipat ganda hasil, berhasil apa yang dipikirkan menjadi kenyataan), maka dilakukanlah
berulang kali. Sedangkan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan dan merugikan
dihentikannya. Kemudian mencoba cara baru sampai mendapat pengalaman yang
sesuai dengan keinginan atau seleranya atau tujuan yang hendak dicapainya.
Pengalaman-pengalaman dari masing-masing individu anggota masyarakatnya dialami
yang sama dengan anggota masyarakat yang lain, menjadilah kebiasaan-kebiasaan
setempat. Bahkan lebih luas lagi, dengan itu timbullah menjadi adat-kebiasaan
lingkungan. Generasi yang baru lahir, tumbuh dan menjadi dewasa kemudiannya
meneruskan kebiasaan-kebiasaan yang telah dilakukan orang tua dan pendahulu
sebelumnya. Pertumbuhan kebiasaan ini meluas, dan dari tahun ke tahun menjadi
solid (mapan). Dengan itu terciptalah Budaya dan Peradaban daerah atau bangsa
tersebut.
●●●
Dizaman modern ini faktor-faktor pertumbuhan Budaya dan Peradaban dapat
lebih ditumbuhkan dan dikembangan serta dilestarikan melalui lembaga pendidikan
formal seperti sekolah umum sejak dari dasar sampai tingkat tinggi. Sekolah
kejuruan misal berbagai teknik kejuruan. Sekolah dan perguruan tinggi agama,
senitari, musik dan lukisan bahkan madrasah dan lembaga-lembaga training
pengetahuan dan keahlian tertentu.
Bersamaan adanya pendidikan formal dalam ilmu pengetahuan dan teknologi
tumbuhlah pula ‘pendidikan informal’ melalui entertainment seperti filem,
sandiwara, pemberitaan TV, pemberitaan iklan dan media sosial lainnya seperti
internet dalam bentuk email, FB, Twitter, dan ‘electronic game’ dan lainnya melalui
computer laptop, desktop dan smartphone. Penyajiannya luar biasa. Warna sangat
menarik. Costum (pakaian) yang seronok. Semuanya membuat penggunanya kerasan
(enjoy). Karena ditambah lagi gambarnya kwalitas HD, suaranya kwalitas stereo surround
system. Dengan itu media ‘pendidikan’ informal ini cukup besar dan efektif
pengaruhnya kepada masyarakat penonton dewasa apalagi anak-anak. Secara tidak
disadari telah digunakan sebagai media bisnis dan pembentuk public opini
sponsor dan penanaman nilai-nilai budaya hubbud-dunya (menumbuhkan budaya materi
konsumerisma dan penyuburan budaya hedonism). Dan efektif pula untuk
menumbuhkan opini pro sponsor. Baik untuk kepentingan politik, ekonomi,
keuangan, etika dan moral hidup bagi keuntungan ekonomi, ideology dan kekuatan
dan hegomoni (power) sponsor.
Dengan itu peranan ajaran Islam sangat diperlukan sekali untuk
mengontrol dan mengendalikan nilai-nilai Budaya dan Peradaban Duniawi yang
tidak seperti yang dimaksudkan oleh ajaran Islam (Hidup Sejahtera dan Damai
serta Adil bagi seluruh manusia) yang sebenarnya. Yaitu menjadikan Insanul-Kamil
(Manusia Sempurna) seperti Cetak Biru (Blue-Print) yang dibuat oleh Tuhan Mahapencipta
Alam Semesta dan Manusia dimana Manusia dicipta untuk mengelola Bumi dan seisinya
(Pemakmur Bumi). Wal-lõhu ‘alam bish-shawab. ©AFM
Bersambung ke: Kedudukan
Manusia di Bumi 3