Friday, March 20, 2015

Makna Surat Al-Ikhlāsh I



Oleh: A. Faisal Marzuki




S
urat al-Ikhlāsh ini merupakan Surat Makkiyyah, yaitu Surat yang diturunkan di Makkah. Inti dari isi Surat al-Ikhlāsh (Surat ke-112 dalam susunan kitab al-Qur’an yang banyak ayatnya 4 ayat), menerangkan tentang siapa diri-Nya yang diberitahukannya kepada Muhammad Shalallahu ‘Alayhi Wassalam. Dengan keterangan langsung dari Allah Rabbul ‘Alamin ini, terjawablah apa yang telah menjadi spekulasi besar di abad sebelum kedatangan Nabi saw yaitu Tuhan-Tuhan Patung sebagai dipertuhankan (disembah) kaum musyrikin Makkah.

   Kelihatannya peristiwa turunnya Surat al-Ikhlāsh ini boleh-boleh saja dianggap remeh sebagaimana halnya agama-agama yang selain Islam. Dimana tuhan digambarkan bukan saja dalam bentuk Tuhan Patung Manusia, tapi juga Tuhan Patung Binatang seketika Nabi Musa as didatangkan kepada kaum Israil yang menyembah Tuhan Sapi. Begitu pula umat Nasrani ketika konsep Tuhan Trinitas yang digambarkan dalam bentuk (yang di) Patung Manusia sebagai simbul Anak Allah yang marak diyakinnya mulai pada abad tengah sampai di zaman modern ini dimana Ilmu Pengetahuan Alam semesta telah berkembang sedemikian rupa, yaitu potret keadaan bagian-bagian dan (relatif) meyeluruh alam semesta ini telah dapat dilihat (potretnya) secara mata telanjang. Berikut ukuran-ukurannya yang sangat sangat sangat amat besarnya (gigantic) yang menegakkan bulu roma disertai warna-warni yang mengagumkan. Ini baru ciptaan-Nya. Belum lagi dzat yang sesungguhnya yaitu Allah yang kita belum diberi kesempatan melihatnya, kecuali di Surga ‘Adn kelak.

Galaksi Bima Sakti


  

  • Dalam Galaksi Bima Sakti terdapat terdapat lk 100 milyar bintang, salah satu diantaranya adalah Tatasurya Matahari dan planet-planit (serta bulan) yang mengelilingi Matahari termasuk Bumi yang kita diami ada disini. Diameter dari tepi ketepi sama dengan 100 ribu tahun cahaya atau sejuta triliyun kilometer (1X1018 Km=1.000.000.000.000.000.000 Km). Sementara ini ditemukan bentuk lempengan galaksi Bima Sakti berlekuk-lekuk (lihat gambar diatas). Ini berarti diperkirakan besar galaksi ini lebih dari yang diduga sebelum. Dengan itu besarnya bertambah antara 50 samai 100 persennya. Jadi diameter galaksi Bima Sakti ini besarnya 1X1036 Km. Banyak bintang-bintangnya   200 (400) milyar bintang. Bagian tengah galaksi berisi lk 80 (160) milyar bintang. Bagian tepinya lk 20 (40) milyard bintang. Sedangkan galaksi-galaksi lainnya di alam semesta raya sepengetahuan manusia kini terdapat milyaran galaksi.


Gedung Meseum Asmaul Husna



  • Gedung Meseum ini terletak disamping Mesjid Nabawi. Dalam gedung ini digambarkan 99 Asmaul Husna diurai satu persatu, jelas dan rinci. Juga di dalam museum ditayangkan peristiwa alam yang terjadi.  Apa yg ada dilangit pertama yakni tatasurya dengan planit-planit seperti Bumi dengan Bulannya, Uranus, Neptunus, dsb. Tayangannya luar biasa. Audio visual yang canggih (Hi-Tech). Luar biasa, merinding bulu roma dalam menyaksikannya. Kita manusia hanya sebutir debu sangat halus di alam semesta ini. Kita manusia tidak ada apa-apanya. Itu baru dibandingkan dengan alam semesta ciptaan-Nya yang maha maha maha gigantic. Belum lagi dengan pencipta-Nya, Allahu Akbar. Benar-benar Allah itu Maha Adzim; Maha Aziz; Maha Mutakabbir, luar biasa terasanya baik menurut akal, perasaan, dan detak jantung kita saat menyaksikannya.


   Oleh sebab itu Surat al-Ikhlāsh yang di wahyukan dan diketahui Rasul saw menjadi sangat penting sekali agar pengikut dikemudian harinya tahu siapa yang disembahnya, kalau tidak diberitahukan secara ekplisit. Artinya diterangkan secara tegas agar tidak salah sangka atau ragu-ragu siapa Tuhan yang sebenarnya. Dengan itu jangan sampai pengikut dikemudiannya menafsirkan (mengarang) sendiri sebagaimana konsep ketuhanan trinitas dalam ajaran Nasrani. Oleh karena Isa Al-Masih lahir tanpa bapak sebagaimana yang berlaku pada umumnya dan sesuai dengan logika umum, maka ditafsirkanlah "Isa adalah anak Tuhan" yang kemudiannya Isa itu telah menjadi Tuhan yang sebenarnya berupa manusia yang mempunyai satu kepala (otak) untuk dapat mengingat dan berfikir alam semesta dengan segala isinya (?). Mempunyai dua mata untuk melihat alam jagat raya yang sangat gigantic dalam bentuk lahir dan mampu tahu hal yang ghaib juga (?). Yang mempunyai hanya dua telinga yang mampu mendengar sekaligus 7 milyar lebih manusia yang berdo’a dan tak berdo’a kepada-Nya (?) Tuhan (bentuk) Manusia yang tidak mengantuk dan tidak tidur, yang selalu jaga (?). Dengan demikian itu dapatkah diterima oleh manusia moderen yang Ilmu Pengetahuan sudah sedemikian pesatnya berkembang! Jangan-jangan banyaknya gereja yang sepi di datangi oleh pemeluknya, bahkan di jual seperti yang terjadi di Eropa maupun di Amerika ini, karena konsep ketuhanannya sudah ‘out of date’?

●●●

T
ersebutlah di dalam beberapa riwayat yang dibawakan oleh ahli tafsir bahwa asal mula surat al-Ikhlāsh ialah karena pernah orang musyrikin itu meminta kepada Muhammad saw dengan bertanya: “Shif lanā Rabbaka” yaitu “Coba jelaskan kepada kami apa macamnya Tuhanmu itu, (karena latar belakang pembentukan pemikiran ketuhanannya, maka pertanyaannya yang dibangunnya dalam bentuk paham dalam bahan patung Tuhannya sebagai berikut) emaskah Dia atau tembaga atau loyangkah?”

Menurut hadits yang dirawikan oleh Turmidzi dan Ubay bin Ka’ab, memang ada orang musyrikin meminta kepada Nabi supaya diuraikannya nasab (keturunan dan sejarah) Tuhannya itu. Maka datanglah Surat al-Ikhlāsh yang tegas (eksplisit) ini tentang Tuhan.

   Ayat Kesatu dari Surat al-Ihlas menyatakan: “Katakanlah”, Wahai UtusanKu! “Dia adalah Allah, Maha Esa.” Inilah pokok pangkal akidah (teologi Islam). Kata Esa ini adalah puncak dari kepercayaan tentang ketuhanan. Mengakui yang Esa yang dipertuhankan itu Allah nama-Nya. Tidak ada Tuhan selain Dia. Dia Maha Esa, mutlak Esa, Satu yang tunggal, tidak bersekutu yang lain dengan Dia.

   Ayat Kedua dari Surat al-Ihlas menyatakan: “Allah adalah (tempat) pergantungan (dari setiap makhluk yang Dia ciptakan).” Artinya, bahwa segala sesuatu ini adalah Dia yang menciptakan. Dari sebab itu maka segala sesuatu itu kepada-Nya-lah bergantung. Ada semuanya itu atas kehendak-Nya.

Abu Hurairah menjelaskan: Arti “ash-Shamadu” ialah segala sesuatu memerlukan dan berkehendak kepada Allah, berlindung kepada-Nya. Sedang Dia tidaklah berlindung kepada sesuatu jua pun.” Husain bin Fadhal mengartikan: “Dia berbuat apa yang Dia mau, dan menetapkan apa yang Dia kehendaki.” Meqatil mengartikan: “Yang Maha Sempurna, yang tidak ada cacat-Nya.

   Ayat Ketiga dari Surat al-Ikhlāsh menyatakan:  (Allah) Tidak beranak, dan tidak pula diperanakkan.” (Allah) Tidak beranak. Mustahil dia beranak. Yang memerlukan anak hanyalah makhluk bernyawa yang menghendaki keturunan yang akan melanjutkan hidupnya dari keturunannya. Dengan keturunannya itu berarti hidupnya akan bersambung.

Oleh sebab itu maka Allah Subhana wa Ta’ala mustahil memerlukan anak. Sebab Allah hidup terus, tidak akan pernah mati. Dahulu-Nya tidak pernah berpermulaan. Akhir-Nya tidak pernah berkesudahan. Tegasnya Dia hidup terus dan Kekal terus. Dengan itu tidak memerlukan anak yang akan melanjutkan atau menyambung kekuasaan-Nya sebagaimana seorang raja yang meninggalkan putra mahkota.

   Dan Dia, Allah itu, tidak pula diperanakkan. Tegasnya tidaklah Dia berbapak. Karena kalau Dia berbapak, teranglah bahwa si anak kemudian lahir ke dunia dari ayahnya, dan kemudian ayahnya pun mati. Si anak menyambung kuasa.

Sepertihalnya ajaran Nasrani yang menyatakan bahwa Allah (Tuhan bapak)  itu beranak dan anak itu ialah (Nabi) Isa Al-Masih, yang susunan (logika) kepercayaan, yaitu sama dahulu tidak berpermulaan dan sama akhir yang tidak berkesudahan di antara sang bapak dengan sang anak. Dengan itu bersamalah wujud di antara si bapak dengan si anak, sehingga tidak perlu ada yang bernama bapak dan ada pula yang bernama anak. Dan kalau anak itu kemudian baru lahir, nyatalah anak itu suatu kekuasaan atau ketuhanan yang tidak perlu. Kalau diakui (logikanya seperti itu) bagaimana dengan si bapak kekal dan tidak akan mati (mati-mati), sedang si anak (Tuhan juga) tiba kemudian? [Bersambung] ©AFM

Blog Archive