Dari
kajian makalah yang akan dipaparkan dapat disimpulkan bahwa secara historis,
pemikiran Ibnu Khaldun, Father of
Economic, tentang ekonomi, jauh mendahului para sarjana Barat modern. Malah
sampai hari ini masih up to date di
pelajari.
Kata
Pengantar
S
|
alah satu ajaran yang mengatur kehidupan manusia
adalah aspek kehidupan (muamalahiqati shadiyah).
Ajaran Islam tentang ekonomi cukup banyak, baik dalam Al-Qur’an, Sunnah, maupun
ijtihad para ulama. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam masalah
ekonomi sangat besar.
Disamping masalah ibadah atau aqidah, Al-Qur’an sangat
memberikan perhatian yang dalam atas masalah perekonomian ini. Dari surat
Al-Baqarah ayat 282, ayatnya sangat panjang, di dalamnya mengandung
butiran-butiran yang rinci sekali tentang ekonomi. Menurut Ibnu ‘Arabi
(932-1030) - dikenal luas sebagai ulama besar yang banyak pengaruhnya dalam
percaturan intelektualisme Islam - ayat ini mengandung 25 hukum ekonomi.
Pada masa kenabian dan kekhalifahan - pemerintahan yang dilakukan oleh muslim, pemikiran berlandaskan ajaran Islam menguasai semua bidang termasuk di dalamnya ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya, disisi lain ternyata abad kegelapan yang dialami oleh dunia Barat ternyata berbanding terbalik dengan perkembangan keilmuan pada dunia Islam.
Pada masa tersebut adalah masa keemasan Umat
Islam, dimana banyak ilmuan muslim yang meneliti, kemudian menuliskan apa yang
didapatkan dari hasil penelitiannya kedalam bentuk teori-teori ilmu yang
didapatnya. Dalam paparan ini adalah masalah ekonomi. Teori-teori ekonomi yang dihasilkannya
hingga kini masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan.
Beberapa ilmuan muslim yang berhasil menghasilkan karya fenomenal pada teori ekonomi diantaranya adalah Ibnu Taimiyyah, Ibnu Rushd, Ibnu Khaldun, al-Ghazali dan lainnya, seperti Ibnu ‘Arabi.
Pada
pembahasan tajuk ekonomi ini akan membahas pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun, dan
bagaimana implikasinya terhadap perekonomian sekarang ini.
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Wali Ad-Din’
Abd Al-Rahman Ibn Muhammad Ibn Al-Hasan Ibnu Al-Jabir, Ibnu Muhammad Ibn
Ibrahim Ibn Al-Rahman Ibn Khaldun. Ulama ini lahir di Tunisia pada tahun 1332 Kalendar
Gregorian (KG) dan meninggal di Mesir tahun 808 Kakendar Hijriyah bertepatan
dengan tahun 1406 KG.
Leluhurnya berasal dari Hadramaut, Yaman. Mereka
hijrah ke Spanyol pada abad ke delapan bersamaan gelombang penaklukan Islam di
Semenanjung Al-Andalus (selanjutnya disebut Andalusia).
Bani Khaldun lahir dan tumbuh di kota Qaramunah di Andalusia. Disana ia menetap bersama kakeknya, Khalid bin Usman. Keluarga ini pertama kali dikenal dengan disebut-sebut setelah Daulah Muwahidin disebut juga Almohads (terletak di Spanyol bagian selatan- Andalusia dan Afrika Utara bagian barat) yang menguasai Andalusia (Spanyol bagian selatan) melemah.
Ayah Ibnu Khaldun seorang ulama yang ahli dalam
ilmu agama. Banyak diantara keturunannya menjadi ulama terkemuka di Magribi (Afrika Utara) dan Andalusia.
Diantaranya adalah Umar bin Khaldun (wafat 3 abad sebelum lahirnya Ibnu
Khaldun) yang terkenal dalam ilmu matematika dan astronomi. Seluruh nenek
moyangnya merupakan orang-orang istana yang pandai dan mereka juga seorang
ilmuwan yang bekerja di Istana Kerajaan Hafsidz (Magribi - Afrika Utara, sekarang Aljazair timur, Tunisia dan
Aljazair timur). [85]
Ibnu
Khaldun hidup pada masa antara 1332-1405 KG ketika peradaban Islam dalam proses
penurunan dan disintegrasi. Khalifah Abbasiyah diambang keruntuhan setelah
penjarahan, pembakaran, dan penghancuran Baghdad dan wilayah disekitarnya oleh
bangsa Mongol pada tahun 1258, sekitar tujuh puluh lima tahun sebelum kelahiran
Ibnu Khaldun. Dinasti Mamluk (1250-1517), selama periode kristalisasi gagasan
Ibnu Khaldun hanya berkontribusi pada percepatan penurunan peradaban akibat
korupsi dan inefisiensi yang mendera kekhalifahan, kecuali pada masa awal-awal
periode pertama yang singkat dari sejarah kekhalifahan Mamluk. Periode pertama
Bahri/Turki Mamluk (1250-1382) yang banyak mendapat pujian dari tarikh
(perjalanan sejarah), periode kedua adalah Burji Mamluk (1382-1517), yang
dikelilingi serangkaian krisis ekonomi yang parah.
Sebagai seorang muslim yang sadar, Ibnu Khaldun tekun mengamati bagaimana caranya membalik atau mereversi gelombang penurunan peradaban Islam. Sebagai ilmuwan sosial, Ibnu Khaldun sangat menyadari bahwa reverse (pengembalian sejarah) tersebut tidak akan dapat tergambarkan tanpa menggambarkan pelajaran-pelajaran dari sejarah terlebih dahulu untuk menentukan faktor-faktor yang membawa sebuah peradaban besar kenapa melemah dan menurun drastis, yang kemudian akan dipelajari generasi mendatang untuk dapat bangkit kembali.
Sejak kecil Ibnu Khaldun telah belajar menghafal Al-Qur’an, dan ilmu pengetahuan lain dari guru-gurunya. Tempat belajar Ibnu Khaldun, yaitu masjid Al-Quba. Ayahnya adalah guru pertama yaitu kewajiban orang tua mengurus pendidikan anaknya sebaik mungkin sedini mungkin. Kemudian Ibnu Khaldun mempelajari bahasa pada sejumlah guru kemudian ia belajar tentang hadits, fiqh, dan ilmu-ilmu rasional (filosofis) yakni teologi, logika, ilmu-ilmu kealaman, matematika dan astronomi.
Pendidikan formal tersebut hanya sempat ditempuh sampai usia 18 tahun karena ketika Ibnu Khaldun berusia 18 tahun terjadi 2 peristiwa penting yang menyebabkan berhenti belajar secara formal. Pada tahun 789 KH/1349 KG disebagian besar belahan timur dan barat terjangkit wabah penyakit pes ganas. Dalam bencana itu Ibnu Khaldun kehilangan orang tuanya dan sejumlah guru-gurunya.
Dalam usia yang relatif muda Ibnu Khaldun telah menguasai berbagai disiplin ilmu Al-Aqliyyah (ilmu kefilsafatan, tasawuf, dan metafisika). Dalam bidang fiqh dia berafiliasi ke mazhab Maliki. Disamping itu dia tertarik pada ilmu-ilmu sosial termasuk ilmu pendidikan. Setelah itu, Ibnu Khaldun memasuki masa belajar mandiri, Ibnu Khaldun mendalami setiap disiplin ilmu yang berkembang pada saat itu disamping tugasnya sebagai diplomat, hakim agung, guru besar pada beberapa perguruan tinggi terkenal pada masa itu.
Diantara jabatan yang pernah dipegangnya yaitu, Ibnu Khaldun pernah menjabat sebagai Perdana Mentri pada masa Dinasti Bani Hafidz yang berkuasa di Tunisia kemudian dia menjabat Perdana Mentri di Maroko pada masa dinasti Bani Marin yang berkuasa setelah itu dia menjabat sebagai penasehat Khalifah pada dinasti Abd Al-Wad di Al-Jazair. Selain itu Ibnu Khaldun juga merupakan seorang Guru Besar di Universitas Qasabah. Dengan demikian dia telah memadukan antara kegiatan ilmu dalam saat yang bersamaan.
Pemikiran
Ekonomi Ibnu Khaldun yang sejak abad 17
sering pendapatnya dikutip untuk jadi
bahan penulisan teori yang akan disusunnya oleh para ahli ekonomi Barat sampai
abad kini, termasuk Ronald Reagen, nama lengkap Ronald Wilson Reagen (1911-2004)
mengutip pendapatnya dalam pemecahan masalah ekonomi yang dihadapi Amerika ketika
beliau menjadi Presiden Amerika ke-40, tahun 1981-1989.
Outline
Pembahasan
Tulisan ini dibagi dalam 3 serial tulisan:
Serial ke-1
1.
Kata Pengantar
2.
Pendahuluan
3.
Ibnu Khladun: Bapak Ilmu Ekonomi
4.
Urgensi Ekonomi Menurut Ibnu Khladun
Serial ke-2
5.
Keterkaitan Ekonomi dan Politik
6.
Pembagian Kerja (Division of Labour)
7.
Perdagangan
8.
Perindusterian
9.
Teori Harga dan Hukum Supply and Demand
Serial ke-3
10.
Upah Buruh
11.
Faktor-Faktor Produksi
12.
Penutup
Baik,
mari ikuti paparannya dari tulisan Agustianto, Sekjend DPP Ikatan Ahli Ekonomi
Islam Indonesia (IAEI) yang sebelumnya ada pengeditan tertentu dan penambahan,
agar mudah diikuti alur pemaparannya bagi hadirin pembaca. Tentu, tanpa
mengurangi isi dan makna tulisannya. Selamat menyimak. Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM
PEMIKIRAN
EKONOMI IBNU KHALDUN
Pendahuluan
K
|
emunculan ilmu ekonomi Islam pada tiga dasawarsa
belakangan ini, telah mengarahkan perhatian para ilmuan modern kepada pemikiran
ekonomi Islam klasik. Salah satunya disebutkan oleh Vatican - Kantor Pusat Agama
Katolik: Vatikan mengatakan
Sistim
Keuangan Islami dapat membantu
Bank-Bank
Barat yang
dalam keadaan Krisis. “Prinsip-prinsip etika yang didasarkan pada sistim keuangan Islam dapat membawa bank lebih dekat kepada nasabah
mereka dan sungguh semangat ‘sistim keuangan
Islam’ ini seharusnya
menjadi
contoh bagi setiap layanan keuangan,” (Sumber: Suratkabar
resmi Vatikan Osservatore Romano).
Sebelumnya,
buku-buku tentang sejarah ekonomi yang ditulis para sejarawan ekonomi atau ahli
ekonomi, sama sekali tidak memberikan perhatian kepada pemikiran ekonomi Islam.
Begitu pula apresiasi para sejarawan dan ahli ekonomi terhadap kemajuan kajian
ekonomi Islam, sangat kurang dan bahkan terkesan mengabaikan dan menutupi
jasa-jasa intelektual para ilmuwan muslim.
Buku
Perkembangan Pemikiran Ekonomi
[1] tulisan Deliarnov misalnya, sama sekali tidak memasukkan pemikiran
para ekonom muslim di abad pertengahan, padahal sangat banyak ilmuwan muslim
klasik yang memiliki pemikiran ekonomi yang amat maju melampaui ilmuwan-ilmuwan
Barat dan jauh mendahului pemikiran ekonomi Barat tersebut. Demikian pula buku
sejarah Ekonomi tulisan Schumpeter History of Economics Analysis.
Satu-satunya ilmuwan muslim yang disebutnya secara sepintas hanyalah Ibn
Khaldun di dalam kompendium dari Schumpeter. [2] Buku Sejarah Pemikiran
Ekonomi (terjemahan), tulisan penulis Belanda Zimmerman, juga tidak
memasukkan pemikiran ekonomi para pemikir ekonomi Islam. Dengan demikian sangat
tepat jika dikatakan bahwa buku-buku sejarah pemikiran ekonomi (konvensional)
yang banyak ditulis itu sesungguhnya adalah sejarah ekonomi Eropa,
karena hanya menjelaskan tentang pemikiran ekonomi para ilmuwan Eropa.
Sejarah
membuktikan, bahwa Ilmuwan muslim adalah ilmuwan yang sangat banyak menulis
masalah ekonomi. Mereka tidak saja menulis dan mengkaji ekonomi secara
normatif dalam kitab fikih, tetapi juga secara empiris dan ilmiah dengan
metodologi yang sistimatis menganalisa masalah-masalah ekonomi. Salah satu
intelektual muslim yang paling terkemuka dan paling banyak pemikirannya tentang
ekonomi adalah Ibnu Khaldun (1332-1406).
Ibnu Khaldun adalah ilmuwan muslim yang memiliki
banyak pemikiran dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, politik dan
kebudayaan. Salah satu pemikiran Ibnu Khaldun yang sangat menonjol dan amat
penting untuk dibahas adalah pemikirannya tentang ekonomi. Pentingnya
pembahasan pemikiran Ibnu Khaldun tentang ekonomi karena pemikirannya memiliki
signifikansi yang besar bagi pengembangan ekonomi Islam ke depan. Selain itu,
tulisan ini juga ingin menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah Bapak dan ahli
ekonomi yang mendahului Adam Smith, Ricardo dan para ekonom Eropa lainnya.
Ibnu
Khaldun: Bapak Ilmu Ekonomi
I
|
bnu Khaldun adalah raksasa intelektual paling
terkemuka di dunia. Ia bukan saja Bapak sosiologi tetapi juga Bapak ilmu
Ekonomi, karena banyak teori ekonominya yang jauh mendahului Adam Smith
dan Ricardo. Artinya, ia lebih dari tiga abad mendahului para pemikir
Barat modern tersebut. Muhammad Hilmi Murad telah menulis sebuah
karya ilmiah berjudul Abul Iqtishad: Ibnu Khaldun. Artinya Bapak
Ekonomi: Ibnu Khaldun. [3] Dalam
tulisan tersebut Ibnu Khaldun dibuktikannya secara ilmiah sebagai penggagas
pertama ilmu ekonomi secara empiris. Tulisan ini menurut Zainab Al-Khudairi,
disampaikannya pada Simposium tentang Ibnu Khaldun di Mesir pada tahun 1978.
Sebelum
Ibnu Khaldun, kajian-kajian ekonomi di dunia Barat masih bersifat normatif,
adakalanya dikaji dari perspektif hukum, moral dan adapula dari perspektif
filsafat. Karya-karya tentang ekonomi oleh para ilmuwan Barat, seperti ilmuwan
Yunani dan zaman Scholastic bercorak tidak ilmiah, karena pemikir zaman
pertengahan tersebut memasukkan kajian ekonomi dalam kajian moral dan hukum.
Sedangkan
Ibnu Khaldun mengkaji problem ekonomi masyarakat dan negara secara empiris. Ia
menjelaskan fenomena ekonomi secara aktual. Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqy,
menuliskan poin-poin penting dari materi kajian Ibnu Khaldun tentang ekonomi.
Ibnu
Khaldun has a wide range of discussions on economics including the
subject value, division of labour, the price system, the law of supply and
demand, consumption and production, money, capital formation, population
growth, macroeconomics of taxation and public expenditure, trade cycles,
agricultural, industry and trade, property and prosperity,
etc. He discussses the various stages through which societies pass
in economics progress. We also get the basic idea embodied in the
backward-sloping supply curve of labour. [4]
Artinya: Ibn Khaldun membahas aneka ragam
masalah ekonomi yang luas, termasuk ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja,
sistem harga, hukum penawaran dan permintaan, konsumsi dan produksi, uang,
pembentukan modal, pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari pajak dan
pengeluaran publik, daur perdagangan, pertanian, indusrtri dan perdagangan, hak
milik dan kemakmuran, dan sebagainya. Ia juga membahas berbagai tahapan yang
dilewati masyarakat dalam perkembangan ekonominya. Kita juga menemukan paham
dasar yang menjelma dalam kurva penawaran tenaga kerja yang kemiringannya
berjenjang mundur.
Sejalan
dengan Shiddiqy Boulokia dalam tulisannya Ibn Khaldun: A Fourteenth Century
Economist”, menuturkan:
Ibnu
Khaldun discovered a great number of fundamental economic
notions a few centuries before their official births. He discovered the
virtue and the necessity of a division of labour before Smith and the
principle of labour value before Ricardo. He elaborated a theory of
population before Malthus and insisted on the role of the state in the
economy before Keyneys. But much more than that, Ibnu Khaldun used these
concepts to build a coherent dinamics system in which the economic mechanism
inexorably led economic activity to long term fluctuation…..[5]
Artinya: Ibn Khaldun telah menemukan
sejumlah besar ide dan pemikiran ekonomi fundamental, beberapa abad sebelum
kelahiran “resminya” (di Eropa). Ia menemukan keutamaan dan kebutuhan
suatu pembagian kerja sebelum ditemukan Smith dan prinsip tentang nilai kerja
sebelum Ricardo. Ia telah mengolah suatu teori tentang kependudukan sebelum
Malthus dan mendesak akan peranan negara di dalam perekonomian sebelum Keynes.
Bahkan lebih dari itu, Ibn Khaldun telah menggunakan konsepsi-konsepsi ini
untuk membangun suatu sistem dinamis yang mudah dipahami di mana mekanisme
ekonomi telah mengarahkan kegiatan ekonomi kepada fluktuasi jangka panjang…”
[6]
Oleh karena besarnya sumbangan Ibnu Khaldun
dalam pemikiran ekonomi, maka Boulakia mengatakan, “Sangat bisa
dipertanggung jawabkan jika kita menyebut Ibnu Khaldun sebagai salah seorang
Bapak ilmu ekonomi.” [7] Shiddiqi juga menyimpulkan bahwa Ibn Khaldun
secara tepat dapat disebut sebagai ahli ekonomi Islam terbesar (Ibnu Khaldun
has rightly been hailed as the greatest economist of Islam). [8]
Sehubungan
dengan itu, maka tidak mengherankan jika banyak ilmuwan terkemuka kontemporer
yang meneliti dan membahas pemikiran Ibnu Khaldun, khususnya dalam bidang
ekonomi. Doktor Ezzat menulis disertasi tentang Ibnu Khaldun
berjudul Production, Distribution and Exchange in Khaldun’s Writing [9] dan Nasha’t menulis “al-Fikr
al-iqtisadi fi muqaddimat Ibn Khaldun (Economic
Though in the Prolegomena of Ibn Khaldun). [10] Selain itu kita memiliki
sumbangan-sumbangan kajian yang berlimpah tentang Ibnu Khaldun. Ini menunjukkan
kebesaran dan kepeloporan Ibnu Khaldun sebagai intelektual terkemuka yang telah
merumuskan pemikiran-pemikiran briliyan tentang ekonomi. Rosenthal
misalnya telah menulis karya Ibn Khaldun the Muqaddimah: An Introduction to
History, [11] Spengler
menulis buku Economic Thought of Islam: Ibn Khaldun, [12] Boulakia menulis Ibn Khaldun: A Fourteenth Century
Economist, [13] Ahmad Ali menulis Economics of Ibn Khaldun-A Selection,
[14] Ibn al Sabil menulis Islami ishtirakiyat fi’l Islam, [15] Abdul
Qadir Ibn Khaldun ke ma’ashi khayalat” (Economic Views of Ibn Khaldun), [16] Rifa’at menulis Ma’ashiyat
par Ibn Khaldun ke Khalayat” (Ibn
Khaldun’s Views on Economics), [17] Somogyi menulis buku Economic Theory
in the Classical Arabic Literature
[18] Tahawi al-iqtisad al-islami madhhaban wa nizaman wa dirasah
muqaranh (Islamic Economics - a School of Thought and a System, a Comparative
Study), [19] T.B. Irving menulis Ibn Khaldun on Agriculture”, [20]
Abdul Sattar menulis buku Ibn Khaldun’s Contribution to Economic
Thought” in: Contemporary Aspects of Economic and Social Thingking in
Islam. [21]
Spengler
[22] membandingkan dan mempertentangan teori Ibnu Khaldun tentang daur
peradaban dengan teori Hick mengenai daur perdagangan. Abdul Sattar mengatakan
bahwa teori perkembangan ekonomi lewat tahapan-tahapan berasal dari Ibn
Khaldun. [23] Kita mendapatkan perdagangan ekonomi makro “bahwa pada tiap kota
terdapat keseimbangan antara pendapatan (income) dan pengeluaran (expenditure)
….. dan bila keduanya (pendapatan dan pengeluaran) bertambah besar,
berarti kota itu berkembang”. Shiddiqy mencatat, Ibnu Khaldun juga membahas
pentingnya sisi permintaan (demand), terutama pengeluaran negara dalam
mengatasi kelesuan bisnis dan mempertahankan perkembangan ekonomi. [24] T.B.
Irving juga mencatat, bahwa menurut Ibn Khaldun, “pajak” mempunyai segi
pengembali mengecil, dan menyuntikkan keuangan adalah perlu untuk menjaga agar
dunia usaha berjalan lancar”. [25]
Abdul
Qadir [26] mencatat bahwa tenaga kerja menempati posisi sentral dalam teori Ibn
Khaldun, Abdul Sattar mengatakan teori kerja tentang nilai berasal dari Ibn
Khaldun, [27] Somagyi [28] secara tepat mengemukakan bahwa Ibn Khaldun
mendahului Adam Smith dalam beberapa hal. Abdul Qadir menganggapnya
sebagai pelopor kaum merkantalis, karena pandangannya mengenai pentingnya
posisi emas dan perak dalam perdagangan. [29] Ia menyoroti titik berat yang
diletakkan Ibn Khaldun atas faktor-faktor ekonomi dalam penafsiran sejarah dan
usahanya untuk menghubungkan kemajuan ekonomi dengan stabilitas politik. [30]
Ibn al Sabil menganggap Ibn Khaldun sebagai perintis (pelopor) yang jauh
mendahului Karl Marx, Proudhon, dan Engels, tentang pandangan Ibnu Khaldun
mengenai kemiskinan dan sebab-sebabnya. [31]
Rifa’at
juga menunjukkan fakta historis bahwa Ibn Khaldun telah mendahului
analisa-analisa dari ilmuwan Barat yang datang belakangan, seperti
teorinya tentang utility (manfaat). [32] Selanjutnya Ibnu Khaldun
membahas tentang fungsi uang. Menurutnya uang memiliki dua fungsi, yaitu
sebagai ukuran (alat) pertukaran (standart of excange) dan sebagai
penyimpan nilai (store of value). [33] Rifa’t memperbandingkan teori Ibn
Khaldun dan teori Malthus mengenai kependudukan. Di sini Rifat menemukan
sejumlah kesamaan antara keduanya, walaupun Ibn Khaldun tidak menyebutkan
tentang pengawasan preventif. [34]
Dalam
pembahasannya yang mendasar mengenai Ibn Khaldun, Tahawi [35] menjelaskan
bagaimana kependudukan dan kemajuan ekonomi berhubungan erat satu dengan yang
lainnya di dalam modelnya. Ibn Khaldun juga memperingatkan campur tangan negara
dalam perekonomian dan beranggapan bahwa pasar bebas lebih menjamin terciptanya
distribusi yang adil/wajar. [36] Tahawi selanjutnya meringkaskan pandangan Ibnn
Khaldun mengenai penentuan harga oleh hukum permintaan (demand) dan penawaran (supply), mengenai uang, nilai dan gunanya serta
prinsip-prinsip mengenai perpajakan dan pengeluaran pemerintah.
Boulakia
mencatat penekanan Ibn Khaldun atas pentingnya organisasi kemasyarakatan dalam
produksi, yang faktor utamanya adalah kerja manusia. Kemudian menyusul peranan division
of labour (pembagian tenaga kerja) secara internasional yang lebih didasarkan
pada keterampilan penduduk di berbagai daerah daripada sumber-sumber kekayaan
alamnya. [37] Teori Ibn Khaldun mengandung embrio dari teori perdagangan
internasional, disertai suatu analisa tentang syarat pertukaran antara negara
kaya dengan negara-negara miskin, tentang kecendrungan alamiyah untuk impor dan
ekspor, tentang pengaruh instruktur ekonomi atas pembagunan dan tentang
pentingnya modal intelektual (intelektual capital) di dalam proses
pertumbuhan”. [38]
Berdasarkan
paparan di atas yang didasarkan pada analisa ilmiah para ilmuwan terkemuka,
maka dapat disimpulkan dan dipastikan bahwa Ibnu Khaldun adalah Bapak ekonomi
dunia, sedikitpun hal itu tidak diragukan. Pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun
dalam bidang ekonomi sebagaimana disebut di atas secara ringkas, akan
dieleborasi pada pembahasan berikut ini.
Urgensi
Ekonomi Menurut Ibnu Khaldun
I
|
bn Khaldun berpendapat bahwa antara satu
fenomena sosial dengan fenomena lainnya saling berkaitan. Fenomena-fenomena
ekonomis, memainkan peran penting dalam perkembangan kebudayaan, dan mempunyai
dampak yang besar atas eksistensi negara (daulah) dan perkembangannya.
Pendapat-pendapat Ibn Khaldun yang begitu unik tentang hal ini akan dibahas
dalam sub tulisan ini.
Gaston
Bouthoul dalam karyanya mengatakan bahwa untuk memahami filsafat sejarah Ibn
Khaldun, tidak boleh tidak harus menaruh perhatian terhadap dua macam realitas
yang dikajinya. Pertama,
realitas ekonomis (dan geografis). Kedua,
realitas psikis (mental-spiritual). [39] Pendapat Gaston tersebut dapat
dibenarkan, karena Ibn Khaldun, seperti akan diuraikan nanti,
menginterpretasikan sejarah secara ekonomis, yakni ia memandang faktor ekonomi
sebagai faktor terpenting yang menggerakkan sejarah.
Ibn Khaldun telah mengkhususkan bab kelima kitab
al-Muqaddimah untuk mengkaji “penghidupan dengan berbagai segi
pendapatan dan kegiatan ekonomis”. Selain itu, ia juga mengkhususkan
kajian-kajian ekonomi pada beberapa pasal, pada bab-bab ketiga dan keempat.
Muhammad
Hilmi Murat, dalam makalahnya “Abu al-Iqtishad: Ibn Khaldun” yang
disampaikan dalam simposium tentang Ibn Khaldun, mengatakan bahwa Ibn Khaldun
adalah pengasas (peletak dasar) ilmu ekonomi. Adapun karya-karya tentang
masalah ekonomi sebelumnya bernada kurang ilmiah, karena para pemikir Yunani,
Romawi dan para pemikir zaman pertengahan memasukkan masalah-masalah ekonomi
dalam kajian-kajian moral atau hukum, dan tidak ada seorang pemikir pun sebelum
Ibn Khaldun, baik Muslim maupun bukan, yang menaruh perhatian terhadap ekonomi
politik sebagai ilmu yang mandiri. Sebelum Ibn Khaldun, fenomena-fenomena
ekonomis dikaji dalam kaitannya dengan ekonomi rumah tangga dan dikaji
dari tinjauan hukum atau filsafat. Atau dengan kata lain masalah-masalah
ekonomis selalu dikaji secara normative. Sementara Ibn Khaldun mengkaji
masalah-masalah tersebut dengan jalan mengkaji sebab-sebabnya secara empiris,
memperbandingkannya, untuk kemudian mengikhtisarkan hukum-hukum yang
menjelaskan fenomena-fenomena tersebut. [40]
Pendapat
Muhammad Hilmi Murat di atas senada dengan pendapat Muhammad ‘Ali Nasy’at dalam
karyanya al-Fikr al-Iqtishadi fi Muqaddimah Ibn Khaldun. Menurut
Muhammad ‘Ali Nasy’at, Ibn Khaldun dalam kajiannya terhadap fenomena-fenomena
ekonomis mempergukana metode induksi dan analogi, juga tidak mengabaikan
desuksi. Dengan demikan ia dapat dipandang sebagai orang yang pertama-tama
mengasas aliran ekonomi secara ilmiah. Dengan kenyataan ini ia lebih dahulu
ketimbang Adam Smith, (seorang ahli ekonomi Inggris yang, oleh orang yang tidak
mengetahui kontribusi Ibn Khaldun di bidang ini, dipandang sebagai tokoh yang
pertama-tama meninjau ekonomi secara ilmiah melalui karyanya The Wealth of
Nations). Lebih jauh
lagi Muhammad ’Ali Nasy’at manambahkan bahwa tulisan Ibn Khaldun dalam masalah
ekonomi bukanlah merupakan sejumlah pengetahuan atau pikiran yang
terpencar-pencar dalam berbagai pasal di dalam al-Muqaddimah,
tetapi merupakan sejumlah pengetahuan atau pikiran yang teratur dan ranci dalam
pasal-pasal yang sebagian besar terdapat dalam bab-bab ketiga, keempat dan
kelima al-Muqaddimah. Oleh karena itu, apa yang dikemukakan Ibnu Khaldun
dalam Al-Muqaddimah, dapat disebut dengan ilmu dengan pengertian yang
luas. [41]
Sebagaimana
disebut dia atas, bahwa tak diragukan lagi, Ibn Khaldun adalah seorang perintis
dan penggagas di dalam bidang ekonomi, pendapat-pendapatnya dalam bidang
ekonomi sosial ternyata juga menarik sekali. Tokoh ini telah menyadari adanya
dampak besar faktor-faktor ekonomi terhadap kehidupan sosial dan politik.
Menurut Ibn Khaldun, perbedaan sosial di antaranya yang timbul karena perbedaan
aspek-aspek kegaitan produksi mereka. [Bersambung ke-2]