Kelebihan dan Kekurangan Manusia
M
|
anusia disamping mempunyai kelebihan (daya akal,
daya kognitif juga) bersamaan dengan itu mempunyai kelemahan (dhaif). Dalam kedhaifannya itu sering termakan dengan rayuan-rayuan atau imajinasi
yang menggiurkan yang notabene adalah ulah dan memperturutkan hawa nafsu (nafsu
negatif) manusia. Kecenderungan negatif itu diperhebat lagi oleh bisikan syeitan
atau iblis yang pekerjaannya selalu menggoda atau menyesatkan manusia. Kalau
inisiatif jahat tidak timbul dari diri sendiri, maka iblis membisikkannya.
Begitu mengancamnya perbuatan iblis itu (simak kisah Adam dan Hawa di Surga
pada surat Al-A’rāf 7:19-25).
Untuk keselamatan hidup manusia di planet bumi
ini, kelak juga di hari-kemudian, maka Tuhan telah melengkapi pada diri manusia
peralatan yang kita tidak sadari sangat canggih (malah menurut
psikologi-eksperimen melebihi kemampuan otak) berupa komponen ‘bio-spiritual’
yang tidak terdapat pada makhluk-makhluk lain yaitu berupa consciousness (kesadaran) atau dalam istilah agama disebut ‘hati’
atau boleh juga disebut ‘hati-nurani’ atau ‘qalbu’ (’kalbu’). Manifestasi dari
hati-nurani atau qalbu ini keluar dalam bentuk adanya kesadaran tentang moral,
integritas, kesadaran baik, menimbang mana yang baik dan mana yang buruk
kemudian mengikuti yang baiknya, inilah yang disebut akhlak. Dengan kesadaran
akhlak ini manusia selalu terbimbing dengan baik.
Hati atau kalbu adalah indera dari ‘akal-batin’.
Yaitu suatu visi yang mampu menangkap kebenaran, rasa keadilan dan nilai-nilai
baik atau hakikat-hakikat yang baik dan benar. Tahu diri itu datangnya dari
sini. Sesuatu yang terbaik dan benar inilah motivasinya dalam bekerja.
Motivasinya massif, melebihi kemampuan akal-otak. Kalau kita menyebutkan hati
atau hati-nurani atau kalbu, maka para psikolog menyebutnya ‘EI’ (baca i-ai).
Yaitu kependekan dari ‘Emotional
Intelligence’ yang lebih ampuh dari ‘IQ’ (baca ai-kyuw) yaitu kependekan
dari ‘Intelligence Quotient’ artinya
derajat kecerdasan. Jadi para pakar psikologi modern kini beralih dari
kekagumannya kepada ‘ai-kyuw’ kini beralih kepada ‘i-ai’, makna mana
bersesuaian dengan al-Qur’an. Kalbu mampu membedakan mana yang moral dan
a-moral, jujur dan curang, korupsi dan yang jujur, kriminal dan budi baik.
Akal-Otak, tidak tahu nilai. Sedang
Akal-Hati, tahu.
Ketika Tuhan hendak mencipta manusia dengan teknologi ‘bio-ruh’ yang super super super canggih, berkatalah para
malaikat kepada Tuhan: “Kenapa hendak Engkau jadikan lagi makhluk di muka bumi?
Pertanyaan yang sangat esensial ini dijawab-Nya dengan pasti dan mantap serta
penuh wibawa kebesaran-Nya yang artinya:
“Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” [21]
Pertanyaan para malaikat itu timbul berdasarkan
pengalaman selama ini menyaksikan makhluk Tuhan yang lainnya, dimana sering
terjadi pertumpahan darah. Jelas disini ketika itu adalah bukan ‘manusia’ yang
sedang Tuhan akan ciptakan. Ada yang menyebutkan makhluk jin. Tapi boleh jadi
makhluk Homo sebelum Sapiens dan Homo Sapiens yang sudah punah pula. Namun ditemukan dalam bentuk ‘fossil’ oleh para arkeologi. Sementara manusia
yang sekarang ini adalah “Homo Deus” lebih tepatnya Manusia Khalifah dari pada Manusia
(yang menyerupai) Tuhan.
Adapun kemudiannya ada seperti yang disinyalir
oleh malaikat, itu berarti nafsu-khewan homo sebelum sapiens dan homo sapiens
telah ditirunya baik sadar atau tidak. Nilai-nilai kekhewanan homo sapiens telah
menjadi panutannya, sedangkan nilai-nilai manusia-khalifah yang pada dirinya
ada kalbu telah tidak disadarinya atau mungkin disadari tapi diabaikan (simak
pertikaian anak Adam AS antara Habil dan Qabil, suatu peristiwa tragis kali
pertama dalam sejarah manusia terjadi pembunuhan yang membawa korban kematian. [22]
Padahal Tuhan telah memberikan fasilitas perangkat keras kepada manusia berupa
kalbu-hatinurani. Seandainya itu digunakan dengan baik dalam mengendalikan atau memerangi
‘hawanafsu’. Hawanafsu negatif yang perlu dibersihkan. Caranya, membersihkan
‘kalbu’ melalui ‘Tazkiyatun Nafs” -
Membersihkan Jiwa/Kalbu. [23] [24] Maka ia betul-betul akan mampu mengemban
amanahnya itu sebagai ‘manusia khalifah’. Pada diri manusia ada kekuatan akal-otak
(rasio, intelligence quotient) dan akal-rohani (kalbu, emotional intelligence). Kalau saja
otak-rohani yang bersumber dari ruh (buatan langsung dari) Tuhan digunakan
untuk mengontrol akal-otak, maka jadilah manusia berkekuatan tinggi (human super power, insanul kamil) sebagaimana firman-Nya menyebutkan yang artinya:
“Setelah
Aku sempurnakan bentuknya (jasad yang berasal dari saripati tanah di bumi yang
dilengkapi dengan instink, nafsu, panca indra, akal-otak) dan Aku tiupkan
kepadanya ruh-Ku (buatan Allah yang sangat istimewa yang berasal dari langit
berupa ruh-jiwa yang mengandung pula akal-ruhani”. [25]
Artian dari ayat diatas didukung dari firman-Nya
juga yang artinya:
“Kemudian
dibentuk-Nya dan ditiupkan ke dalam (cangkang badan, casing) sebagian dari ruh-Nya. Dan dijadikanya untuk kamu
pendengaran, penglihatan dan hati [26].” [27]
Kehidupan manusia penuh misteri itu, mengundang
banyak tanya dari rasa keingintahuannya, malah mengundang perdebatan sengit
dikalangan ahli filsafat manusia (mencari kebenaran dengan akal otak semata terutama
kalangan sekuler/barat) dan ahli ilmu biologi dan ahli-ahli yang bertalian
dengan life sciences. Padahal YANG
MAHA TAHU telah menurunkan KITAB-NYA sebagi rujukan yang lengkap dan menyeluruh
- comprehensive dalam mengarungi
lautan kehidupan agar selamat dari pangkalan dunia menuju pelabuhan akhirat.
Penutup
D
|
ari uraian dengan pengungkapan seperti tersebut diatas,
jelaslah kini siapakah kita sebenarnya? Oleh karena peranan manusia itu tidak
main-main. Juga ada tantangan, rintangan dan musuh, ‘the matter of life and dead’. Sukses atau tidaknya kita dalam hidup
ini. Baik diri sendiri, keluarga dan masyarakat, bahkan negara dan dunia,
disamping kita telah diciptakan dengan sempurna dengan adanya akal-otak (IQ, ai-kyuw)
dan akal-rohani (EI, i-ai) sebagi perangkat keras kita. Tuhan, Rabbin Nās, secara tidak
tanggung-tanggung dalam membina dan memelihara manusia [28] telah pula
menurunkan piranti lunak (software)
berupa al-Quran (dan Al-Hadits), malah tidak jarang Tuhan telah memberikan
petunjuk berupa hidayah atau ilham. Tidak jarang pula setelah orang membaca
al-Qur’an memohon kepada-Nya diberi petunjuk dan hidayah agar mengetahui makna
yang dikandung al-Qur’an.
Tilka āyātul kitābil hakīm
Inilah
ayat-ayat [29] dalam Kita yang penuh hikmah [30]
Hudaw wa rahmatal lil mukhsinīn
Menjadikan
(Kitab itu sebagai) pimpinan [31] dan rahmat [32] untuk mukhsinin [33]. [34]
Demikian Tuhan telah menciptakan manusia dengan
tujuan sebagai khalifah di muka bumi. Manusia memperolehnya tergantung dari
usaha manusia sendiri [35] Berusaha yang terbaik itu adalah usaha berjamaah
dalam organisasi [36] [37] dengan berbekal ilmu dan teknologi. [38]
Last
but not least, Dr. George Sarton (1884-1956) seorang chemist dan historian of science mengatakan:
“Greek Civilisation end in failure, not
because of the lack of intelligence. But because of the lack of morality, of
character.”
“Berakhirnya
peradaban Yunani karena suatu kesalahan yang bukan karena tidak adanya akal
dari orang-orang pandainya - akal-otak. Tetapi karena tidak adanya moral
integritas - akal-rohani.
Dengan uraian yang sangat padat ini kiranya
cukup menjadi terang bagi kita kini - ‘Siapa Kita’. Allāhu A’lam bish-Shawab, billahit
Taufiq wal-Hidayah. □ AFM
Catatan Kaki:
[1] Dan berpegang eratlah kamu dengan hublillāh (tali Allah,
Al-Qur’an). (QS Āli ‘Imrān 3:103). Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka
berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allah, dan tali
(perjanjian) dengan manusia. (QS Āli ‘Imrān 3:112)
[2] Tidak ada paksaan dalam agama, (karena)
sesunggunya telah jelas jalan yang benar dan jalan yang salah, dan siapa yang
tidak percaya kepada ‘tahagut’, [3] dan percaya kepada Allah, sesungguhnya dia
telah berpegang kepada tali Allah yang teguh dan tidak akan putus. (QS
Al-Baqarah 2:256)
[3] Thagut artinya berhala, syeithan dan juga
penganjur-penganjur kejahatan dan kesesatan.
[4] Frederich Nietzsche (1844-1900), filsuf
Jerman, seorang pemikir yang sangat mempengaruhi alam pikiran moderen. Kritik terhadap
alam masyarakat barat tempat dimana dia berasal dan hidup banyak dilakukannya,
terutama terhadap kebudayaan, agama Kristen, konformisme, nasionalisme dan rasa
dendam mewarnai isi renungannya.
[5] Albert Camus (1913-1960), pengarang Perancis
berhaluan eksistensialis. Kesia-siaan hidup (absurditas) menjadi inspirasi
penulisan novel-novelnya. Tahun 1957 mendapat hadiah Nobel untuk kesusasteraan.
[6] Manusia Multi Dimensional, sebuah renungan
filsafat, M. Sastrapratedja, editor, PT Gramedia, Jakarta, 1982. Halaman xi.
[7] “Dan Kami lebihkan mereka (anak-anak
keturunan Adam AS) dari kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan, dengan kelebihan
yang sempurna.” [QS Al-Isrā’ 17:70]
[8] Dan ketika Tuhan menyatakan kepada malaikat:
Aku menempatkan khalifah di muka bumi. (QS Al-Baqarah 2:30]
[9] Allah telah menjanjikan kepada orang-orang
di antara kamu yang beriman dan mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi,…[QS An-Nūr 24:55]
[10]”…Dia menciptakan kamu dari bumi, dan
meramaikan di dalamnya..” Dalam tafsir Buya Hamka Juz 12 mengenai surah Hūd
halaman 82 disebutkan bahwa kata meramaikan (was-ta’marakum) yaitu menyubur-makmurkan bumi. [QS Hūd 11:61]
[11] Yaitu konsep ta’aruf dalam ajaran Islam sebagai berikut:
“Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu ta’aruf
(saling kenal mengenal). [QS Al-Hujurāt 49:13]
Ta’aruf, artinya kemauan orang yang siap hidup bersama dengan orang atau
bangsa lain dalam ‘perbedaan’. Perbedaan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti,
kalau mengerti akan konsep ta’aruf.
Lebih jelas lagi dalam penjabaran prinsip ta’ruf ini meliputi: Ta’aruf;
Tafahum; Ta’awun dan Itsar.
Maknanya adalah (T) Ta’aruf yakni
saling mengenal; (T) Tafahum yakni
saling memaklumi latar belakang hidup, keyakinan dan pandangan hidup; namun
dapat melakukan (T) Ta’awun yakni
kerja sama dalam masalah hubungan sesama manusia; (I) Itsar yakni tidak saling bertengkar, tidak saling memusuhi, tidak
saling memerangi melainkan pacifist -
damai.
[12] https://rumaysho.com/13101-ilmu-dunia-engkau-lebih-paham.html
[13] Abu
al-Qasim Abbas ibn Firnas ibn Wirdas al-Takurini, juga dikenal sebagai Abbas
ibn Firnas, adalah seorang polymath Andalusia: seorang penemu, dokter, ahli
kimia, insinyur, musisi Andalusia, dan penyair berbahasa Arab. [14]
[14] https://en.wikipedia.org/wiki/Abbas_ibn_Firnas
[15] Wright Bersaudara yang
terdiri dari dua orang kakak beradik, Orville
Wright (19 Agustus 1871 - 30 Januari 1948) dan Wilbur Wright (16 April 1867 - 30 Mei 1912), secara umum dihargai
atas desain dan perancangan pesawat terbang efektif pertama, dan membuat
penerbangan terkendali pertama menggunakan pesawat terbang bermesin yang lebih
berat daripada udara, bersama dengan pendirian tonggak sejarah lainnya dalam
bidang era dirgantara.
Pada
pukul 10:35 pagi (10:35 WIB malam) dalam cuaca dingin yang mendung pada tanggal
17 Desember 1903, Wright Bersaudara menerbangkan untuk pertama kalinya pesawat
udara berkendali sejauh empat mil di dekat wilayah berbukit pasir di Kitty
Hawk, North Carolina. Mereka menyaksikan pesawat Wright Flyer dikemudikan
oleh Orville, mengangkasa selama 12 detik. Kemudian pesawat tersebut turun
kembali setelah mencapai 37 meter dari tanah. Penerbangan tersebut merupakan
penerbangan pesawat yang pertama dalam sejarah. Pesawat tersebut pada awalnya
dinamai Wright Flyer, tetapi sekarang lebih populer dengan nama
"Kitty Hawk". Pesawat Flyer yang asli kini terdapat di Museum
Dirgantara di Washington. D.C., Amerika Serikat. [16]
[16] https://en.wikipedia.org/wiki/Wright-brothers
[17] QS Al-Ahzāb 33:72
[18] QS Al-Baqarah 2:30
[19] Homo
Deus, A Brief History of Tomorrow. Buku itu ditulis oleh Prof. Dr. Yuval
Noah Harari, Guru Besar di Israel, aslinya dalam bahasa Ibrani, kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Sebelumnya, Profesor ini menulis buku
lain berjudul, Homo Sapiens, A Brief History of Human Kind. Dalam Homo Sapiens
ia melukiskan bagaimana manusia berusaha menguasai planet ini dengan kemampuan
otaknya. Otak dan kemampuan manusia katanya, terus berkembang tanpa batas.
Ia
malah menyebutkan Homo Sapiens sebagai makhluk yang mengalami revolusi kognitip
(the cognitive revolution).
Sebagaimana kita tahu, setidak-tidaknya menurut teori evolusi Darwin,
manusia sekarang (“modern”) adalah perkembangan maha panjang dari jenis-jenis
spesis manusia dari “sederhana” hingga ke “modern”. Kita mengenal misalnya
“Pithecontropus Erectus” yaitu monyet yang berdiri di atas kedua kakinya,
ditengarai sebagai nenek-buyut paling purba dari makhluk manusia. Lalu ada
makhluk “Homo Neanderthalensis” yang merupakan saingan makhluk “Homo Sapiens”.
Dalam persaingan itu “Homo Sapiens” unggul. Tentu saja proses perkembangan ini
memakan waktu jutaan tahun. Begitulah teorinya.
Menurut
Hariri, dalam sejarahnya manusia mengalami tiga tantangan yang bisa
membinasakannya yaitu kelaparan, penyakit dan peperangan. Ketiga persoalan
fundamental ini, katanya sudah dapat diatasi. Dalam hal kelaparan misalnya,
manusia mati justru karena terlalu banyak makan, kegemukan.
Kalau
semuanya sudah diatasi, lalu apa target manusia selanjutnya? Menurut Hariri, “…the next targets are likely to be
immortality, happiness and divinity.” - “target selanjutnya adalah keabadian, kebahagiaan dan
keilahian.” Maka sekarang katanya, manusia berusaha mengatasi usia tua
dan bahkan kematian itu sendiri. Bahkan ada kecenderungan manusia “mengupgrade” dirinya sebagai tuhan. Dari
“Homo Sapiens” manusia beralih menjadi “Homo Deus”- Manusia (yang menyerupai)
Tuhan.
Sebagai
Homo Sapiens, manusia dengan segala kemampuan Ipteknya telah berhasil
menaklukkan tiga persoalan utama tadi. Sebagai Homo Deus, manusia akan makin
bersandar pada ilmu dan teknologi dengan cara lebih eksplisit dan lebih rinci.
Khususnya ilmu biologi dan ilmu komputer akan makin mendapat perhatian,
termasuk cabang-cabang dan ranting-rantingnya seperti ilmu syaraf, ilmu-ilmu
pengetahuan tentang kehidupan (life
sciences), dan intelijensi buatan (artificial
intelligence). Maka semakin berkembang ilmu-ilmu ini, maka makin
disingkapkan tabir yang selama ini penuh rahasia, yaitu cara kerja otak
manusia, proses berpikir dan mekanisme subyektivisme manusia yang meliputi
perasaan, jiwa, dan kesadaran. Ini disebutnya, “sapiens black box” - “kotak hitam sapiens” .
Manusia,
kata Hariri telah menemukan, bukan jiwa, atau kehendak bebas, bahkan diri,
melainkan hanyalah gen-gen, hormon, dan jaringan-jaringan syaraf yang tunduk
kepada hukum-hukum/kaidah-kaidah fisika dan kimia yang selama ini juga mengatur
realitas-realitas di sekitar kita.
Kira-kira begitu pandangan dalam buku
Hariri ini. Apakah itu pendapatnya sendiri? Atau ia mengkonstatirnya saja?
Tentu kita harus membaca buku ini dengan teliti. Tetapi yang jelas kita
mendapat kesan, bahwa soal kehidupan tidak lebih dari persoalan teknis
semata-mata. Kita mendapat kesan, bahwa yang disebutnya kemampuan algoritma dalam
komputer dan ilmu-ilmu tentang kehidupan (life
sciences) bakal berkembang begitu rupa sehingga bahkan melampaui kemampuan
kognisi manusia dalam setiap bidang kehidupan.
Pertanyaan yang muncul tentu, kalau
jaringan algoritma pada komputer berkembang begitu rupa pada satu pihak, dan
pada pihak lain berkembang juga ilmu-ilmu tentang kehidupan dan jaringan
syaraf, apakah yang terjadi ketika keduanya bertemu?
Hariri
menjawab, keduanya akan bergabung untuk pada akhirnya tercapailah kesatuan
sistem kognitip yang sama. Pada titik ini katanya, Homo Sapiens “will disintegrate from within” - “akan hancur dari dalam”, dan
bukannya musnah seperti halnya Homo Neanderthalensis. Pada saat inilah, kata
dia Homo Sapiens bermetamorfosis (berubah bentuk atu bertranformasi) menjadi Homo
Deus, Manusia (yang menyerupai) Tuhan.
Demikian
jalan pikiran singkat Sang Guru Besar ini. Mungkin pandangan ini mengejutkan
bagi sebahagian. Mungkin juga bagi sebahagian dianggap sebagai perkembangan
yang tidak terhindarkan sejalan dengan “makin dewasa”nya makhluk manusia. Hariri sendiri mengingatkan bahwa yang ditulisnya ini bukan
prediksi, apalagi nubuat. Ini adalah probabilitas, katanya. Sebagai demikian,
ia bisa terjadi, tetapi bisa juga tidak. [20]
[20] https://www.suarakristen.com/2018/05/03/homo-deus-ketika-manusia-bermain-sebagai-tuhan/
[21] QS Al-Baqarah 2:30
[22] QS Al-Mā’idah 5:27-32
[23] Tazkiyatun
nafs terdiri dari dua kata: ‘at-tazkiyah
dan an-nafs’. At-tazkiyah bermakna ‘at-tath-hīr’, yaitu penyucian atau pembersihan. Karena itulah zakat, yang satu
akar dengan kata at-tazkiyah disebut zakat karena ia kita tunaikan untuk
membersihkan/menyucikan harta dan jiwa kita. Adapun kata an-nafs (bentuk jamaknya: anfus
dan nufus) berarti jiwa atau nafsu.
Dengan demikian tazkiyatun nafs
berarti penyucian jiwa atau nafsu kita.
Namun at-tazkiyah tidak hanya memiliki makna penyucian.
At-tazkiyah juga memiliki makna an-numuww, yaitu tumbuh. Maksudnya, tazkiyatun
nafs itu juga berarti menumbuhkan
jiwa kita agar bisa tumbuh sehat dengan memiliki sifat-sifat yang baik/terpuji.
Dari
tinjauan bahasa diatas, bisa kita simpulkan bahwa tazkiyatun nafs itu pada dasarnya melakukan dua hal. Pertama, menyucikan jiwa kita dari
sifat-sifat (akhlaq) yang buruk/tercela (disebut pula takhalliy – pakai kha’), seperti kufur, nifaq, riya’, hasad, ujub,
sombong, pemarah, rakus, suka memperturutkan hawa nafsu, dan sebagainya. Kedua, menghiasinya jiwa yang telah kita
sucikan tersebut dengan sifat-sifat (akhlaq)
yang baik/terpuji (disebut pula tahalliy
– pakai ha’), seperti ikhlas, jujur, zuhud, tawakkal, cinta dan kasih sayang,
syukur, sabar, ridha, dan sebagainya.
Pentingnya tazkiyatun
nafs adalah, karena perumpamaan tazkiyatun
nafs adalah seperti membersihkan dan mengisi gelas. Jika gelas kita kotor,
meskipun diisi dengan air yang bening, airnya akan berubah menjadi kotor. Dan
meskipun diisi dengan minuman yang lezat, tidak akan ada yang mau minum karena
(gelasnya) kotor. Tetapi jika gelasnya bersih, diisi dengan air yang bening
akan tetap bening. Bahkan bisa diisi dengan minuman apa saja yang baik-baik:
teh, sirup, jus, dan sebagainya.
Demikian pula
dengan jiwa kita. Jika jiwa kita bersih, siap menampung kebaikan-kebaikan.
Tetapi jika jiwa kita kotor, tidak siap menampung kebaikan-kebaikan sebagaimana
gelas kotor yang tidak siap disi dengan minuman yang baik dan lezat. [24]
[24] http://menaraislam.com/akhlaq/makna-dan-pentingnya-tazkiyatun-nafs
[25] QS Al-Hijr 15:29
[26] Hati yang dimaksudkan disini boleh jadi
sama dengan apa yang disebutkan para akhli psikologis sebagai ESP. ESP abbrev. for Extra Sensory Perception;
knowledge or feeling about outside, past or future things, obtained without the
use of ordinary five sense. Yaitu pengetahuan atau perasaan, mengenai
hal-hal yang lalu, masa datang yang didapat tanpa menggunakan pancaindra yang
biasa. Jadi adanya ESP adalah sebagai extra alat kelengkapan manusia dari
karunia Allah disamping pancaindra yang sehari-hari biasa kita gunakan. [27]
[27] QS As-Sajdah 32:29
[28] QS An-Nās 114:1
[29] Ayat-ayat: Nash-nash / teks al-Qur’an yang
tertulis
[30] Hikmah
dalam bahasa Inggrisnya disebut ‘wisdom’,
artinya pelajaran (learning),
pengetahuan (knowledge). Juga berarti
pengajaran yang dalam (wise discourse or
teaching). Juga berarti penilaian dan mengambil kebijakan - setelah
mempelajari dulu keadaan yang ada maka atas dasar pengetahuan, pengalaman, dan
pengertian yang ada dan tujuan yang hendak dicapai dari kebijakan yang diambil
(the quality being wise; the power of
judging rightly and the following the soundest course of action, base of
knowledge, experience, understanding, etc. Lihat Webster’s New World
Dictionary of the American Language, The World Publishing Company, College
Editiom, Cleveland and New York, 1955.
[31] Huda
artinya petunjuk, pedoman, tempat merujuk, operating
manual, reference.
[32] Rahmat
artinya: Karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan kepada kehidupan manusia.
[33] Muhsinin
artinya orang yang berbuat kebajikan. Orang yang berkarya (achieve) atau orang yang melakukan pekerjaan yang berfaedah (ada
nilai tambahnya, added value)
[34] QS Luqmān 31:2-3
[35] “…...mereka memperoleh apa yang mereka
usahakan, dan kamu memperoleh apa yang kamu usahakan, ...” [QS Al-Baqarah
2:134]
“Sesungguhnya Kami ciptakan manusia dalam
perjuangan bersusah payah” (QS Al-Balad 90:4)
[36] Sesungguhnya Allah itu mencintai (sangat
suka) orang-orang yang berperang (berjuang, bekerja keras) di jalan Allah,
dalam ‘barisan yang teratur bagai bangunan yang teguh. (QS Ash-Shaff 61:4) [37]
[37] Sama maksudnya dengan dimenej yaitu:
terencana, terorganisir, terlaksana, terkoordinasi (team work) dan terkendali (disiplin, dan dimonitor teus menerus
agar berjalan seperti yang dimaksudkan atau direncanakan atau sesuai dengan
tujuan - feedback system)
[38] Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat
untuk manusia; dan tidak ada yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu. (QS Al-
Ankabūt 29:43)
Niscaya Allah
akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS Al-Mujādilah
58:11)
Wahai
golongan jin dan manusia! jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit
dan bumi, maka tembuslah.Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan
kekuatan (memiliki ilmu dan teknologi). (QS Ar-Rahmān 55:33) □□