~Mari kita pegang teguh nilai dan spirit Shaum Ramadhan
untuk 11 bulan berikutnya~
untuk 11 bulan berikutnya~
K
|
alender Hijriyah dihitung berdasarkan
tanggalan bulan (lunar, tanggalan Qomariyah), Jadi kenapa pada tanggal
16 Juli 2015 waktu Isya tidak lagi melakukan shalat taraweh seperti sehari
sebelumnya, tidak lain adalah karena begitu waktu Maghrib tiba disitulah 1 Syawal
1436 Hijriyah dimulai dan berakhirnya pada waktu Maghrib tanggal 17 Julinya.
Berlainan dengan tanggal Gregorian, tanggalan matahari (tanggalan Syamsiyah)
hari barunya dihitung mulai tengah malam 12:00 PM (24:00 atau waktu 00:00).
Ketika kita tidak melakukan sholat
taraweh lagi, maka umat Islam dari segala penjuru dunia mengumandangkan alunan
suara takbir, tasbih, tahmid dan tahlil menurut zona waktu setempat masing-masing. Praktis
secara global (kelima benua dunia - Asia, Afrika, Eropah, Amerika dan Australia) Umat
Islam ketika itu tidak henti-hentinya sambung-bersambung dari satu zona ke zona berikutnya bertakbir (bermalam takbiran). Hal ini sungguh
merupakan manifestasi kebahagiaan setelah berhasil memenangi ibadah puasa Ramadhan sebagai
bentuk ungkapan rasa syukur kita kepada Allah Subhana Wa Ta’ala atas kemenangan besar yang telah kita peroleh dari
menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Sebagaimana firman
Allah Subhana Wa Ta’ala yang artinya:
●“Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur.”
Dan Rasulullah Shalalallahu Alayhi Wasalam
bersabda yang artinya:
●“Hiasilah hari rayamu dengan takbir.”
Takbir yang dilakukan itu adalah sebagai pengakuan atas
kebesaran dan keagungan Allah ‘Azza wa Jalla. Kalimat tasbih kita tujukan untuk
mensucikan atas kesempurnaan segala sesuatu yang diciptakan-Nya dan yang
ditetapkan-Nya. Ditambah lagi kalimat tahmid sebagai puji syukur yang kita tujukan
atas ke-Rahman-an dan ke-Rahim-an-Nya yang tidak pernah pilih kasih kepada
seluruh hamba-Nya. Sementara tahlil kita lantunkan untuk memperkokoh keimanan
kita bahwa Dialah Dzat Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa.
Makna Hari Raya Idul Fitri.
Hari raya Idul Fitri adalah puncak
dari pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan. Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan erat
dengan tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa itu sendiri yaitu
menjadi manusia yang bertaqwa. Secara etymology (ilmu bahasa) kata Id
berdasar dari akar kata āda – yaūdu yang artinya kembali. Sedangkan Fitri bisa berarti buka puasa untuk
makan dan bisa berarti suci. Adapun Fitri yang berarti buka puasa,
pengertian ini diambil dari akar kata ifthar (sighat mashdar dari aftharo
– yufthiru).
Hal ini bersesuaian hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam yang artinya, “Dari
Anas bin Malik: “Tidak sekali pun Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alayhi Wasalam pergi
(untuk shalat) pada Hari Raya Idul Fitri tanpa makan beberapa kurma
sebelumnya." Dalam Riwayat lain,"Nabi Shalallahu ‘Alayhi Wasalam makan
kurma dalam jumlah ganjil." [HR Bukhari].
Dengan demikian, makna Idul Fitri
berdasarkan uraian di atas adalah hari raya dimana umat Islam untuk kembali
berbuka atau makan. Oleh karena itulah salah satu sunah sebelum melaksanakan
shalat Idul Fitri adalah makan atau minum walaupun sedikit. Hal ini untuk
menunjukkan bahwa Hari Raya Idul Fitri 1 syawal itu waktunya berbuka dan haram
untuk berpuasa.
Sedangkan kata Fitri yang berarti
suci, bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, keburukan berdasarkan dari
akar kata fathoro-yafthiru. Hal ini bersesuaian hadits
Rasulullah Shalallahu ‘Alayhi Wasalam yang artinya “Barang siapa yang berpuasa
di bulan Ramadhan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap ridho
Allah, maka diampuni segala dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaq
‘alayh). Barang siapa yang shalat malam di bulan Ramadhan dengan didasari iman
dan semata-mata karena mengharap ridho Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu. (Muttafaq ‘alayh). Dari penjelasan ini dapat disimpulkan pula bahwa
Idul Fitri bisa berarti kembalinya kita kepada keadaan suci, atau keterbebasan
dari segala dosa dan noda sehingga berada dalam kesucian (fitrah).
Jadi yang dimaksud dengan Idul Fitri dalam konteks ini berarti kembali kepada asal kejadiannya yang suci dan mengikuti petunjuk Islam yang benar. Bagi umat Islam yang telah lulus melaksanakan Ibadah puasa di bulan Ramadhan akan diampuni dosanya sehingga menjadi suci kembali seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan Ibunya. Sebagaimana Sabda Nabi Shalallahu 'Alayhi Wasalam yang Artinya: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci.”
Rangkuman Makna Idul Fitri
Dari
uraian diatas dapat kita lihat bahwa makna Idul Fitri itu di kalangan para ulama
ada tiga pengertiannya sebagai berikut:
●Ada yang mengartikan Idul Fitri dengan
kembali kepada kesucian. Artinya setelah selama bulan Ramadhan umat Islam
melatih diri menyucikan jasmani dan ruhaninya, dan dengan harapan pula
dosa-dosanya diampuni oleh Allah Subhana Wa Ta’ala, maka memasuki hari Raya 1
Syawal mereka telah menjadi suci lahir
dan batin.
●Ada yang mengartikan Idul Fitri dengan
kembali kepada fitrah atau naluri religius. Hal ini sesuai dengan Al-Quran
surah Al-Baqarah ayat 183, bahwa tujuan puasa adalah agar orang yang
melakukannya menjadi orang yang taqwa atau meningkat kualitas religiusitasnya.
●Ada pula yang mengartikan bahwa Idul Fitri
yaitu kembali kepada keadaan dimana umat Islam diperbolehkan lagi makan dan
minum di siang hari seperti biasa - diluar bulan Ramadhan.
Dari ketiga makna tersebut dapat disimpulkan
bahwa dalam memasuki Idul Fitri umat Islam diharapkan mencapai kesucian lahir
batin dan meningkat kualitas religiusitasnya. Salah satu ciri manusia religius
adalah memiliki kepedulian terhadap nasib kaum yang sengsara. Dalam surah
Al-Ma’un ayat 1 sampai 3 disebutkan bahwa, “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan
agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong mereka
memberi makan orang miskin.”
Penyebutan anak yatim dalam ayat ini merupakan
representasi dari kaum (anak atau orang yang masih perlu diasuh – karena
belum dapat mandiri) yang sengsara (karena tidak ada yang menanggungnya dan
belum mampu menanggung dirinya sendiri).
Oleh
karena itu dapat kita pahami, bahwa umat Islam yang mampu, wajib memberikan
zakat fitrah kepada kaum fakir miskin, pemberian zakat tersebut paling lambat
sebelum pelaksanaan shalat idul fitri. Aturan ini dimaksudkan agar pada waktu
umat Islam yang mampu bergembira ria merayakan Idul Fitri, orang-orang miskin
pun dapat merasakan hal yang sama.
Agama
Islam sangat menekankan harmonisasi hubungan antara si kaya dan si miskin.
Orang-orang kaya diwajibkan mengeluarkan zakat mal (harta) untuk dibagikan
kepada kaum fakir miskin. Dan dapat dilihat dari ayat di atas bagaimana
penekanan untuk menghindari adanya kesenjangan sosial, dimana ketika
menyebutkan anak yatim dan orang miskin. Dapat dilihat bahwa anak yatim dan
orang miskin tidak hanya untuk orang Islam tapi seluruh manusia yang menyandang
yatim dan kemiskinan.
Dari uraian di muka dapat disimpulkan, bahwa
Idul Fitri (yang sebelumnya didahului melakukan shaum – puasa Ramadhan) merupakan
puncak dari suatu metode pendidikan mental yang berlangsung selama satu bulan Ramadhan
untuk mewujudkan profil manusia yang suci lahir dan batin, memiliki kualitas
keberagamaan yang tinggi, dan memelihara hubungan sosial yang harmonis.
Begitulah pentingnya silaturahim (social
relationship within care each other) sebagaimana Sabda Rasulullah Shalallahu
‘Alayhi Wasalam yang artinya “Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat
tangan melainkan keduanya akan diampuni (dosanya) sebelum mereka berpisah.” [HR
Daud, Tirmidzi & Ibnu Majah].
Kini kita dengan rasa suka cita dan
senang karena kita menyambut hari kemenangan. Bersamaan dengan itu pula kita merasakan
sedih yang bercampur dengan linangan air mata bahagia. Last but not lease, kita kemudiannya di tinggalkan bulan Ramadhan
yang penuh berkah, maghfiroh dan Rahmat Allah Subhana Wa Ta’ala. Banyak
pelajaran dan hikmah, faedah dan fadhilah yang kita dapatkan. Kini bulan
Ramadhan telah berlalu, tapi satu hal yang tidak boleh meninggalkan kita dan
harus tetap bersama kita yaitu spirit dan akhlakiyah puasa Ramadhan, sehingga 1
Syawal harus menjadi Imtidad lanjutan Ramadhan dengan tetap mempertahankan
kebiasaan baik dalam ibadah dan kebiasaan interaksi dalam bermasyarakat dalam
bingkai kesalehan sosial. Sebab Kata Syawwal itu sendiri artinya peningkatan. Inilah yang harus mengisi
sebelas bulan ke depan dalam perjalanan hidup kita nantinya.
Hikmah Hari Raya Idul Fitri
Seorang muslim yang kembali kepada fitrahnya dia akan memiliki beberapa sikap atau perilaku (attitude):
Pertama: Dia
tetap istiqomah memegang agama tauhid yaitu Islam, dia tetap akan berkeyakinan
bahwa Allah itu Maha Esa dan hanya kepada-Nya kita memohon.
Kedua: Dalam
kehidupan sehari-hari dia akan selalu berbuat dan berkata yang benar, walau
kāna murron meskipun perkataan itu pahit.
Ketiga: Dia
tetap berlaku sebagai abid, yaitu hamba Allah yang selalu
taat dan patuh kepada perintah-Nya sebagai contoh kita harus menghormati kedua
orang tua kita baik orang tua kandung maupun mertua, jikalau sudah meninggal
berziarahlah ketempat makam mereka untuk mendoakan agar dilapangkan kuburannya
dan diampuni segala dosanya.
Selanjutnya, dalam bersosial
kemasyaraktan mesti berlaku adil
kepada siapapun; Amanah dalam
menjalankan tugas yang dibebankan; Memenuhi
janji apabila berjanji dan bersumpah akan hal itu; Bertanggung Jawab dan Jujur
dalam melaksanakan tugas; Tidak
melakukan perbuatan keji, mungkar dan permusuhan. Hal-hal yang disebutkan
itu berdasarkan panduan kehidupan bersosial kemasyarakatan yang telah digariskan
dengan sangat jelas oleh Allah ‘Azza Wa Jalla sebagai berikut:
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu): ●Berlaku adil dan ●Berbuat kebajikan, ●Memberi bantuan kepada kerabat, Dia
melarang (melakukan): ●Perbuatan keji, ●Kemungkaran, dan ●Permusuhan. Dia memberi: ●Pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran." [QS An-Nahl 16:90]
"●Dan tepatilah janji dengan Allah
apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan,
sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu).
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. [QS An-Nahl 16:91]
Mudah-mudahan berkat ibadah kita selama bulan Ramadhan yang dilengkapi
dengan menunaikan Zakat Fitrah, Insya Allah kita termasuk orang-orang yang
kembali kepada fitrahnya, karena ibadah puasa Ramadhan berfungsi sebagai tazkiyatun
nafs yaitu mensucikan jiwa. Sedangkan Zakat Fitrah berfungsi sebagai Tazkiyatul
Badan, yaitu mensucikan badan. Maka setelah selesai ibadah puasa dan
menunaikan zakat, seorang muslim akan kembali kepada fitrahnya yaitu suci
jiwanya dan suci badannya.
Seorang muslim yang kembali kepada fitrahnya selain sebagai abid
(hamba Allah) yang bertaqwa, dia juga akan memiliki kepekaan sosial yang tinggi
seperti peduli kepada lingkungannya sebagaimana yang digariskan-Nya. Itulah
beberapa indikator dari gambaran seorang yang kembali kepada fitrahnya setelah
selesai menunaikan ibadah shaum Ramadhan sebulan lamanya, dan itu akan tampak pada
dirinya setelah selesai puasa Ramadhan, mulai satu Shawwal dan seterusnya sampai bulan Ramadhan berikutnya.
Namun sebaliknya (mudah-mudahan tidak demikian), bila ketiga ciri
fitrah tersebut tidak tampak pada diri seorang muslim mulai hari ini dan
hari-hari berikutnya, maka berarti latihan dan pendidikan puasa Ramadhan yang
telah dilakukannya selama sebulan tidak berhasil, karena dia tidak mampu
kembali kepada fitrahnya.
Semoga semua warga masyarakat muslim di negara tempat tinggal masing-masing ini
kembali kepada Fitrahnya, maka cita-cita Negara dalam berbangsa dan berantar bangsa dapat
menjadi Negara (dan Negara Global) yang Adil dan Makmur dibawah ridha Allah ‘Azza
wa Jalla dalam ungkapan firman-Nya “Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghoffur”.
Untuk itu, dalam kesempatan Hari Raya
Idul Fitri yang suci ini, mari kita satukan niat tulus ikhlas dalam sanubari
kita, kita hilangkan rasa benci, rasa dengki, rasa iri hati, rasa dendam, rasa
sombong dan rasa bangga dengan apa yang kita miliki hari ini. Mari kita ganti
semua itu dengan rasa kasih sayang dan rasa persaudaraan. Dengan hati terbuka,
wajah yang berseri-seri serta senyum yang manis kita ulurkan tangan kita untuk
saling bermaaf-maafan. Kita buka lembaran baru yang masih putih, dan kita tutup
halaman yang lama yang mungkin banyak terdapat kotoran dan noda seraya
mengucapkan Minal
‘Āidīn
wal Faizīn - Semoga kita
termasuk orang-orang yang kembali pada fitrah sejati manusia dan mendapatkan
kebahagian dunia dan akhirat.
Oleh karena itu marilah kita jadikan
Idul Fitri tahun 2015 ini lebih baik dari Idul Fitri di tahun-tahun sebelumnya.
Mari kita perkuat rajutan sebelumnya menjadi tumbuh dan berkembang maju dengan penuh vitalitas, dan mampu memaksimalkan dalam bersilaturahim. Untuk itu mari meminta maaf,
memberi maaf dan menjadi seorang pemaaf - karena kita tidak luput dari berbuat kesalahan. Jangan biarkan kedengkian dan
kebencian merasuk kembali ke dalam jiwa kita yang telah suci di Hari nan Fitri
ini.
"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia, dan berbuat baiklah (kepada semua orang dan lingkungan hidup) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan." [QS Al-Qashash 28:77]
Dengan tumbuh dan kuatnya paradigma hidup semacam itu. Insya Allah kedepan
- di mellinnium ketiga ini umat manusia umumnya dan muslim khususnya dapat
menjadikan kehidupan di muka bumi ini damai, selamat dan sejahtera. Damai, selamat
dan sejahtera di dunia, dan mendapatkani surga jannatu na’im bagi yang
beriman kepada-Nya dan melakukan kebajikan semasih hidup di dunia. Amīn Ya Rabb
Al-‘Ālamīn ♥ □
AFM
Bahan Bacaan:
●pustaka.abatasa.co.id, makna idul
fitri
●buletinmitsal,wordpress,com, idul
fitri
●rumahfiqih.com, Ahmad Sarwat, Lc., MA
●berjibaku.com, pengertian idul fitri
serta makna hari
●facebook.com, muhasabah dan doa
●nu.or.id, makna dan hikmah idul firi,
Hadi Mulyanto S, Pd, I
●kalenderindonesia2015.blogspot.com,makna
dan hikmah hari raya idul fitri 2015
●afaisalmarzuki.blogspot.com, tatanan
masyarakat dalam al quran □□□