Thursday, July 2, 2015

Sejarah Lailatul Qadar




“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” “ Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu” “ Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan.”

“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril, dengan izin Allah untuk mengatur semua urusan.” “Dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan.”  “ Malam itu (penuh) dengan kesejahteraan sampai terbit fajar.” [QS Al-Qadr 97:1-5]



Di dalam Kitab Durrul Mantsur terdapat sebuah hadits dari Anas ra, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ”Lailatul Qadar 1 telah dikaruniakan kepada ummat ini (umatku) yang tidak diberikan kepada umat-umat sebelumnya.”


T
erdapat beberapa pendapat mengenai alasan dikaruniakannya Lailatul Qadar. Menurut beberapa hadits, di antara sebabnya adalah sebagai berikut, Rasulullah  Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah merenungkan usia rata-rata umat-umat terdahulu yang jauh lebih panjang daripada usia umatnya yang pendek. Beliau pun bersedih karena mustahil ummatnya dapat menandingi amal ibadah umat-umat terdahulu. Oleh sebab itu, Allah Subhana Wa Ta’ala dengan kasih sayangnya yang tidak terhingga mengaruniakan Lailatul Qadar kepada umat Islam.

Hal ini bermakna bahwa apabila ada seseorang yang memperoleh kesempatan beribadah selama sepuluh malam Lailatul Qadar pada bulan Ramadhan dan mendapatkan keberkahan malam-malam tersebut, maka ia akan mendapatkan pahala beribadah selama 1000 bulan – setara dengan 83 tahun 4 bulan, bahkan lebih.

   Riwayat lain mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bercerita kepada para shahabatnya tentang kisah seorang yang sangat sholeh dari kalangan Bani Israel yang telah menghabiskan waktu selama 1000 bulan untuk berjihad fii sabilillah. Mendengar kisah nyata ini, para shahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam merasa ingin seperti itu. Terhadap hal ini, Allah Subhana Wa Ta’ala mengaruniakan kepada para shahabat, Lailatul Qadar sebagai ganti dari beribadah selama 1000 bulan tersebut.

   Ada juga riwayat lainnya yang menyatakan bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah menyebutkan 4 nama nabi dari Bani Israel, yang masing-masing telah menghabiskan waktu 80 tahun untuk mengabdi dan berbakti kepada Allah Subhana Wa Ta’ala tanpa pernah mendurhakai-Nya sekejap pun. Mereka adalah Nabi Ayyub as, Zakariyya as, Hizkiel as, dan Yusya’ as. Mendengar hal ini, para shahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam merasa takjub dan timbul pula adanya keinginan seperti itu pula. Lalu Jibril as datang dan membacakan surat Al Qadar yang mewahyukan tentang keberkahan malam yang istimewa ini.

  Masih ada riwayat-riwayat lainnya yang menerangkan tentang asal mula dikaruniakannya malam Lailatul Qadar. Meskipun dalam satu masa, perbedaan ini secara umum disebabkan oleh keadaan yang berbeda yang mengakibatkan ayat ini turun. Oleh karena itu, penafsirannya dikaitkan dengan kejadian pada masa tersebut.

   Terlepas dari riwayat mana yang kita terima, yang penting Allah Subhana Wa Ta’ala telah mengaruniakan kepada ummat ini malam Lailatul Qadar sebagai nikmat yang besar. Lailatul Qadar adalah karunia Allah Subhana Wa Ta’ala dan hanya orang-orang yang mendapatkan taufik dan hidayah yang dapat beramal di dalamnya. Betapa beruntung orang-orang bertaqwa yang tidak pernah meninggalkan ibadah pada malam Lailatul Qadar semenjak mereka baligh.

   Tentang penentuan jatuhnya malam Lailatul Qadar ini, terdapat sekitar 50 variasi pendapat di kalangan alim ulama. Di sini tidak akan diuraikan semua pendapat itu, tetapi hanya yang paling masyhur saja. Kitab-kitab hadits banyak membahas keistimewaan dan keutamaan malam Lailatul Qadar ini melalui berbagai riwayat.

Karena Al-Qur’an sendiri telah menyebutkan tentang malam tersebut dalam sebuah surat yang khusus, kita akan memulainya dari penjelasan mengenai penafsiran surat Al-Qadar tersebut, yang diambil dari tafsir Bayanul Qur’an susunan Syaikh Asyraf Ali Tsanwi rah.a dan beberapa tambahan dari kitab-kitab lainnya.


“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.”

Ayat di atas telah menyebutkan suatu kenyataan bahwa pada malam istimewa itu, Al-Qur’an telah diturunkan dari Lauh al Mahfudz ke langit dunia. Kenyataan ini cukup memperkuat bukti kemuliannya, yaitu Al-Qur’an yang begitu agung diturunkan pada malam ini. Keberkahan dan keutamaan lainnya juga tertulis di dalam surat ini. Pada ayat berikutnya, agar menarik perhatian kita, maka diajukanlah sebuah pertanyaan:

“ Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu”

Dengan kata lain, pertanyaannya adalah ,”Tahukah kamu betapa besar dan penting malam ini? Tahukah kamu akan besarnya nikmat dan karunia pada malam ini?” Ayat berikutnya menerangkan keagungan malam tersebut:

“ Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan.”
Artinya, pahala beribadah pada malam itu lebih baik dan lebih besar daripada pahala beribadah selama seribu bulan. Dan kita tidak tahu seberapakah yang dimaksud lebih besar itu.

“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril, dengan izin Allah untuk mengatur semua urusan.”

Sebuah penjelasan yang indah mengenai ayat ini telah dikemukakan oleh Imam Razi rah.a yang berkata bahwa ketika manusia pertama diturunkan ke Bumi, para malaikat melihatnya dengan penuh keprihatinan, sehingga mereka bertanya kepada Allah Subhana Wa Ta’ala,” Mengapa Engkau jadikan (khalifah) di bumi, orang yang akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah?” 2 Sebagaimana halnya jika ibu bapak memperhatikan asal usul manusia, yaitu dari setetes air mani, 3 mereka akan memandangnya dengan rasa jijik sehingga dianggap sebagai sesuatu yang mengotori pakaian dan perlu dicuci.

Namun, ketika dari air mani itu, Allah Subhana Wa Ta’ala menjadikan seorang bayi yang cantik, mereka pun menyayanginya dan mencintainya. Demikian pula, jika seseorang beribadah kepada Allah Subhana Wa Ta’ala dan memuji-Nya pada malam kemuliaan (Lailatul Qadar), maka para malaikat akan turun kepada mereka, meminta maaf atas ucapannya dahulu tentang manusia.

   Dalam ayat ini disebutkan lafazh war rūhu (dan ruh). Yang dimaksud adalah Jibril as yang turun ke bumi pada malam tersebut. Para ahli tafsir memberikan beragam penafsiran mengenainya. Kebanyakan di antara mereka sepakat bahwa yang dimaksud ruh di sini adalah Jibril as.

   Menurut Imam Razi rah.a, inilah makna yang paling tepat. Pertama Allah Subhana Wa Ta’ala menyebutkan para malaikat, lalu Jibril as, sebab ia memiliki kedudukan khusus di antara para malaikat, sehingga ia disebut secara terpisah. Sebagian mufassirin berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ruh di sini adalah malaikat yang begitu besar sehingga jika dibandingkan langit dan bumi, maka keduanya laksana sesuap makanan saja.

   Mufassir yang lain berpendapat bahwa ruh di sini maksudnya adalah sekelompok malaikat yang jarang muncul. Malaikat itu hanya muncul pada malam Lailatul Qadar (Malam Kemuliaan) dan hanya dapat disaksikan oleh malaikat lainnya pada malam tersebut. Dan masih banyak penafsiran lainnya.

   Imam Baihaqi rah.a meriwayatkan hadits dari Anas ra bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ”Pada malam Lailatul Qadar, Jibril turun bersama sekumpulan malaikat dan berdoa memohon rahmat untuk setiap orang yang ditemukan tengah sibuk beribadah pada malam itu.”

“Dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan.”

Mereka turun dengan membawa kebaikan. Penyusun kitab Mazhahiril Haq menulis bahwa pada malam inilah, dahulu kala, malaikat diciptakan, lalu Adam pun diciptakan dan pepohonan surga ditanam. Menurut beberapa hadits, pada malam ini, doa-doa dikabulkan. Begitu pula dalam sebuah hadits di Kitab Durrul Mantsur, disebutkan bahwa pada malam ini Nabi Isa as diangkat ke langit. Dan pada malam itu juga, taubat Bani Israel diterima.

“ Malam itu (penuh) dengan kesejahteraan sampai terbit fajar.”

Malam itu penuh dengan kesejahteraan. Para malaikat turun secara berduyun-duyun dan bergelombang untuk menyampaikan salamnya kepada orang-orang yang beriman secara bergiliran seperti tentara. Jika sekelompok malaikat naik ke langit, maka digantikan oleh kelompok malaikat lainnya.

Beberapa riwayat menyebutkan bahwa malam ini penuh dengan kesejahteraan dan keamanan dari segala kejahatan dan keburukan. Rahmat dan berkah pada malam itu selalu turun sepanjang malam sampai terbit fajar, tidak terbatas pada sebagian malam saja.

Sebenarnya setelah mengetahui keutamaan Lailatul Qadar melalui surat ini telah mencukupi tanpa harus mengutip haditsnya. Tetapi karena banyak hadits yang menyebutkan fadhilahnya, maka di sini akan disajikan beberapa.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,” Barangsiapa berdiri sholat pada malam Lailatul Qadar karena Iman dan Ihtisab (suatu tahapan keyakinan yang sempurna dan harapan ikhlas untuk memperoleh pahala), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari, Muslim- Kitab At Targhib)

Penjelasan:

Maksud berdiri di sini adalah shalat, juga meliputi bentuk ibadah lainnya seperti dzikir, tilawah dan sebagainya. Kata-kata Mengharap Pahala maksudnya adalah agar niat seseorang ikhlas dan jauh dari niat-niat buruk atau riya’. Seseorang hendaknya berdiri di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala dengan tawadhu’ semata-mata mengharap ridha dan pahala-Nya. Menurut Khathabi rah.a, maksud kalimat itu adalah agar seseorang benar-benar meyakini janji Allah lalu berdiri di hadapannya dengan senang hati, bukan dengan berat hati.

Kita tahu bahwa jika seseorang berkeinginan dan berkeyakinan kuat untuk mendapatkan pahala yang besar, maka ia akan mudah bersungguh-sungguh dalam beribadah, bahkan semua itu akan terasa ringan baginya. Inilah alasannya mengapa para muqarrabin merasa ringan dalam meningkatkan dan memperbanyak ibadah mereka.

Dalam hadits di atas penting untuk diperhatikan mengenai dosa-dosa yang akan diampuni. Alim ulama mengatakan bahwa yang diampuni adalah dosa-dosa kecil saja, sebab setiap ayat Al Qur’an yang menyebutkan tentang dosa-dosa besar selalu disertai dengan lafazh Kecuali yang bertaubat. Berkenaan dengan hal ini, alim ulama sepakat bahwa dosa-dosa besar tidak akan diampuni kecuali dengan Taubat, sehingga bila ada hadits yang menyatakan tentang dosa-dosa yang diampuni, mereka berpendapat bahwa yang diampuni adalah dosa-dosa kecil saja.

   Maulana Yahya (ayah Maulana Zakariyya rah.a) menjelaskan bahwa ada 2 sebab sehingga lafazh ‘dosa-dosa kecil’ tidak disebutkan dalam beberapa hadits tentang pengampunan dosa.

Pertama, seorang muslim yang taat, mustahil berbuat dosa besar. Kalaupun ia melakukan dosa besar, maka ia tidak akan tenang hingga ia bertaubat kepada Allah Subhana Wa Ta’ala.

Kedua, ketika seorang muslim mengharap pahala ibadah pada malam Lailatul Qadar, maka hatinya akan menyesali dosa-dosanya. Secara tidak langsung, dia akan benar-benar bertaubat dan berniat tidak akan mengulangi melakukan perbuatan dosa tersebut. Orang yang telah berbuat dosa besar, hendaknya benar-benar bertaubat dengan penuh keikhlasan dengan diikrarkan secara lisan, yaitu pada malam Lailatul Qadar atau pada saat-saat doa makbul, sehingga rahmat Allah tercurah kepadanya dan dosa-dosanya yang kecil atau besar akan diampuni oleh Allah Subhana Wa Ta’ala. AFM


Catatan Kaki:

1Lailatul Qadar diartikan Malam Kemuliaan, karena setengah dari arti qadr itu ialah kemuliaan. Dan boleh juga diartikan Lailatul Qadar ialah Malam Penentuan, karena pada waktu itulah mulai ditentukan khittah atau langkah yang akan ditempuh Rasul-Nya di dalam member petunjuk bagi umat manusia. [Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar Juz 30 hal. 219]

2Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi”. Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedang kami bertasbih, memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” [QS Al-Baqarah 2:30]

3Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).  Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat; lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging; dan segumpal daging itu lalu kami jadikan tulang belulang; lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain - manusia. Mahasempurna Allah, Pencipta yang paling baik. [QS Al-Mu’minun 23:12-14] □□□

Sumber:
https://dzikir20.wordpress.com/2015/06/29/malam-lailatul-qadar/

Blog Archive