Sunday, January 6, 2019

Mendirikan Madinatul Masjid




Kata Pengantar

Today it looks like a dream, but tomorrow Insya Allah it will become true.”


T
ulisan dengan tajuk seperti tersebut diatas ditulis 25 tahun yang lalu,  beberapa bulan sebelum IMAAM - Indonesian Muslim Association in America didirikan. IMAAM baru wacana, pembicaraan yang intens, sejak tahun 1989 ketika para orang tua menunggu anak-anak selesai dari  Sunday School / Madrasah yang terletak di kawasan Seven Lock, Montgemory County, Maryland. Terakhir lobby ke KBRI Washington, D.C.

Bahannya diambilkan sebagian dari isi khutbah Jum’at penulis selaku Khatib Jum’at di Mushola KBRI Washington, D.C. pada bulan Agustus atau September 1993.

Setelah Jum’atan selesai beberapa jamaah menyalami dan mendukung apa yang dikhutbahkan itu. Dari sini penulis menyusun tulisan yang lebih rinci dan sistematis, kemudian dimuat di Buletin Jama’ah Jum’at KBRI, Washington D.C. No: 28, yang diterbitkan tanggal 22 Rabial Akhir 1414 AH, bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1993 CE.

Tulisan ini sudah diedit seperlunya. Ditayangkan dalam blog ini guna mengenang, memperingati, mensyukuri 25 tahun berdiri IMAAM. Kegiatan madrasah IMAAM telah diadakan sejak berdirinya IMAAM dengan menyewa ruangan gedung public school sampai saat ini. Kegiatan shalat Jum’at yang diselenggarakan IMAAM dimulai 4 tahun sebelum ada Mesjid IMAAM Center dengan menyewa ruang di Jalan Randolph, Montgemory County yang bersebelahan dengan Wheaton High School.

21 tahun kemudian, IMAAM baru memiliki sendiri Masjid IMAAM Center. Pada tanggal 26 September 2014, diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, yang akrab dipanggil Pak SBY.





Alhamdulillah, telah terwujud sebagaimana do’a yang dituliskan di halaman terakhir “Today it looks like a dream, but tomorrow Insya Allah it will become true.” □ AFM




MENDIRIKAN “MADINATUL MASJID”
DI AMERIKA SERIKAT, MUNGKINKAH?
Oleh: A. Faisal Marzuki


Hai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, kayubakarnya adalah manusia dan batu-batu. (Surat At-Tahrīm 66:6)

Tetapi orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya. (Surat Al-Insyiqāq 84:25)



PENDAHULUAN

S
udah lama dikandung maksud untuk mendirikan sebuah masjid. Namun belum terwujud sampai saat ini. Mesjid yang dimaksud bukan hanya sebagai tempat untuk melakukan shalat saja, tapi lebih dari itu. Mesjid idealnya seperti mesjid Rasulullah SAW di Madinah.

Tiga belas tahun Rasul SAW melakukan syiar Islam di Makkah.  13 tahun pula Rasul berusaha meng-“make up” jiwa, hati dan fikiran masyarakat Makkah untuk ber-Tauhid. Ketika itu Ka’bah masih dikuasai kaum musyrikin. Rasul SAW tidak diperkenankan melakukan kegiatan. Beliau melakukan tugas kerasulannya pada waktu itu secara “bergerilya” di rumahnya dan di tempat lain. Cara ini dirasakan belum efektif untuk menghadapi masyarakat Makkah yang sangat resisten dalam menerima ajaran  yang dibawa beliau. Hasilnya dipermukaan menampakkan beliau perlu hijrah ke Madinah begitu pula pengikut-pengikut setianya yang belum begitu banyak.

Setibanya di Yatrib - nama asal yang kemudian disebut Madinah, berjarak 435 km dari Makkah.  Sebelumnya singgah di Quba yang berjarak 6 km dari Madinah, beliau mendirikan mesjid Quba. Rasulullah SAW berada di Quba beberapa hari, sebagai pelepas lelah dari perjalanan jauh di tengah sengatan panas padang pasir. Perjalanan yang menegangkan dari buruan oleh kaum musyrikin yang hendak membunuhnya. Sesampainya di Madinah didirikanlah Masjid dan menetaplah Rasul SAW di sini sampai wafatnya.

Mesjid Madinah sebagai tempat shalat juga sebagai “center” atau pusat kegiatan masyarakat Madinah. Di mesjid ini ajaran-ajaran Islam diperkenalkan, didiskusikan, diterima dan dikembangkan serta diterapkan kedalam kehidupan sehari-hari. Salah satu penerapan ajaran itu adalah membuat tata-tertib kehidupan yang teratur dan damai di kota Madinah seperti yang tercantum dan diatur dalam Piagam Madinah. Ketika itu penduduk Madinah bukan hanya kaum Muslimin saja. Hak-hak dari kaum non-Muslim pun ditegakkan. Keadaan agama lain tidak dilarang. Kerukunan agama dipelihara oleh Rasulullah SAW. Malah ketika kota Madinah diserang oleh kaum musyrikin Makkah, semua warga kota tidak terkecuali yang beragama lain ikut mempertahankan dari serangan tersebut.

Semua penduduk Madinah terayomi dengan baik dan penduduk kota ini pun berkembang. Islam berkembang pesat melebihi dari ketika beliau berada di Makkah. Bahkan, setelah itu, melewati batas-batas jazirah Saudi Arabia. Ke sebelah Selatan menyebar sampai Yaman. Ke Timur sampai ke Persia dan pemukiman sekitar teluk Persia dan India. Ke Barat sampai ke Afrika Utara Maroko, Tunisia, Lybia, Aljazair, Mesir.  Iraq, Syria, Palestina. Bahkan Sisilia dan Itali bagian Selatan. Ke Utara, sampai ke Eropa, Spanyol-Portugal yang berbatasan dengan Prancis. Bahkan Turki dan sekitarnya. Dan sekarang ini bumi yang terdiri dari lima benua dipenuhi oleh Muslim di mana Islam sebagai agama yang kedua terbesar di dunia. Kalau kita simak maka kunci dari kesuksesan ini tidak terlepas dari adanya Mesjid Madinah yang berperan sebagai center of exellence dengan kegiatan seperti tersebut di atas.


LATAR BELAKANG PEMIKIRAN KEMBALI

P
emikiran kembali  - mendirikan “Madinatul Masjid” - ini melihat kepada telah bertambah banyaknya warga Indonesia yang berada di Amerika Serikat baik sebagai mahasiswa, pegawai yang ditempatkan oleh pemerintah atau instansi serta pendatang yang menetap di sini.

Ciri khusus dari masyarakat ini yaitu umumnya adalah orang-orang pilihan. Sekedar gambaran dapat disebutkan disini bahwa untuk masuk perguruan tinggi disini harus lulus dari ujian-ujian yang ada, begitu pula dengan pegawai-pegawai yang juga mempunyai prestasi-prestasi tertentu baru dapat ditempatkan disini.

Kebanyakan populasi masyarakatnya adalah generasi muda. Sebahagian telah berkeluarga dan kelahiran anak Indonesia di Amerika Serikat cukup pesat. Ini semua membutuhkan sarana pembinaan yang terarah, terpadu dan teroganisir.

Tahun duaribuan, atau abad ke-21 menurut para cendekiawan dan pakar ilmu pengetahuan disebut era informasi. Suatu era dimana ilmu pengetahuan dan teknologi (selanjutnya disebut iptek) menjadi tulang punggung pembangunan dan kemajuan.

Suatu bangsa yang tidak menguasai iptek, disebut bangsa terbelakang. Hidupnya ditentukan oleh bangsa yang mempunyai iptek. Bangsa yang hanya menjadi “pelengkap dan penderita” yang memenuhi angka penduduk dunia. Bangsa ini sebagai ajang tempat pensuplai bahan mentah yang sangat rendah sekali nilainya dibanding hasil jadi. Bangsa ini umumnya juga sebagai pen-suplai tenaga kerja yang murah (ingat TKW) dan pasar pelemparan produk negara maju.

Bangsa yang mengk0nsumsi produk-produk negara maju, nilai tambah ekonomi oleh para ekonom menyebut “value added”- nilai tambah hanya berada di negara maju. Maka lengkaplah cerita bahwa kenapa mereka menjadi kaya, makmur, berjaya sebagai “penguasa dunia”.

Era globalisasi ini sekaligus menciptakan peluang untuk kita maju. Kesempatan ini tidak dibiarkan berlalu begitu saja. Ini dapat kita lihat dari generasi-generasi muda Indonesia yang di kirim ke sini baik melalui BPPT-nya Bapak Habibie, Departemen Keuangan, Departemen Agama, Departemen Perindusterian, dan tidak kalah penting swadaya dari mahasiswa itu sendiri melalui orang tuanya atau badan-badan yayasan beasiswa lainnya untuk belajar di Amerika Serikat.

Banyak ayat Al-Qur’an menyebutkan bahwa Allah SWT meninggikan beberapa derajat bagi orang yang beriman dan berilmu. Sekarang kita mendapat kesempatan menimba ilmu dan pengalaman di negara maju khususnya Amerika Serikat.


PERWUJUDAN KONSEPSI PEMIKIRAN

P
emikiran ini mempunyai visi jauh ke depan dan berusaha mengantisipasinya kedalam bentuk sebuah konsep pemikiran dan rencana kerja yang konkrit. Pemikiran ini di lobby-kan dan disambut baik oleh tokoh-tokoh masyarakat di sini. Namun karena ini adalah untuk kemashlahatan umat kiranya pantas diketengahkan di bulletin Taqwa ini untuk diketahui bersama.

Kita ketahui bahwa ummat Islam Indonesia di Amerika Serikat dari tahun ke tahun bertambah meningkat. Kita ketahui pula bahwa sebahagian penduduk tidak menetap secara permanen. Setidak-tidaknya adalah selama empat tahun.

Menurut catatan dari pengurus Mushola KBRI yang bershalat Jum’at di Mushola KBRI Washington, D.C. berjumlah antara 50 sampai 70 orang. Sedang di waktu shalat Idul Fitri atau Idul Adha ada 10 kalinya atau sekitar lebih dari 700 orang.

Delapan puluh lima persen warga Indonesia ini melakukan kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan. Belum lagi yang memang menjalankan kewajiban Islam secara semestinya. Ditempat mana kita “menyaringnya” agar dapat meningkatkan ketaqwaan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.

Amerika Serikat suatu negara maju, moderen dan adi kuasa. Lingkungan Hidup dan kelestarian alam sangat diperhatikan. Menejemen organisasi bagian dari sikap kerja. Kebersihan dan gizi makanan ditegakkan. Kita maklum karena usia kemerdekaannya sudah melebihi 200 tahun. Warga Indonesia datang membawa harapan dari tanah air, mengharapkan kemajuan, rizeki dan ilmu. Berbekal motivasi itulah kita tinggal di sini.

Disamping itu di tanah air mengharapkan cendikiawan-cendikiawan muda yang telah menamatkan studinya di sini membangun tanah air dengan bekal iptek yang telah diperolehnya. Imej dan harapan ini jangan dikecewakan. Jangan sampai sebaliknya sebagai pengimport budaya dan moral yang bertentangan dengan agama dan Pancasila.

Sementara itu kita ketahui negara tempat tinggal kita sekarang ini tidak melulu dipenuhi hal-hal positif saja. Negara ini adalah negara sekuler dan penduduk Islam adalah minoritas di sini. Ada budaya yang kita kategorikan “negatif” bagi ajaran Islam yang berlaku, di sini dianggap wajar.

Melihat keadaan seperti tersebut di atas baik dari segi positif dan negatifnya maka diperlukan suatu “center” yang dapat memperkuat daya tahan keimanan, nasionalisme (ke-Indonesia-an), budaya bangsa untuk mengimbangi arus negatif tadi.


DASAR FILOSOFIS UMMAT INDONESIA

A
dapun landasan filosofis dari motivasi tersebut adalah bagian yang integral dari fitrah manusia itu sendiri. Manusia Indonesia yang memproklamasikan kemerdekaannya dari belenggu penjajahan tanggal 17 Agustus 1945, bertepatan pada bulan suci Ramadhan dan jatuh pada hari Jum’at. Manusia sebagai ciptaan Allah adalah khalifah di muka bumi, berhak menuntut ilmu di mana saja, berhak mencarai nafkah di mana saja yang kebetulan dipilih tanah Amerika Serikat ini. Namun kewajiban menjaga iman, meningkatkan ketaqwaan kepada Allah, menegakkan shalat dan mensyiarkan Islam perlu dibina terus. Mempertahankan nama bangsa. Melestarikan budaya bangsa yang Islami dan Pancasilais, menjaga citra bangsa, memberikan sumbangan kemajuan bagi tanah air dan dunia.

Kemoderenan kita bukan berarti mengabaikan nilai-nilai ajaran Al-Qur’an, malah sebaliknya pondasi kemoderenan ini disediakan Al-Qur’an sebagai sumber ajaran yang Islami. Iptek adalah produk manusia modern yang bercikal bakal dari Peradaban Islam, baca juga (klik---> Bagaimana Penemu Muslim Mengubah Dunia. Iptek adalah hasil dari penggunaan akal. Ciri manusia modern adalah menggunakan akal dalam berencana dan bertindak. Al-Qur’an selalu menganjurkan menggunakan akal. Banyak ayat yang menyebutkan itu. Al-Qur’an menghargai sekali akal. Ajaran tauhid adalah ajaran yang masuk akal. Al-Qur’an mengakomodasi kemoderenan, karena nilai Al-Qur’an adalah untuk seluruh manusia, abadi dan berlaku sepanjang jaman.

Al-Qur’an membenarkan kitab-kitab sebelumnya yang dibawa oleh Rasul-Rasul terdahulu. Al-Qur’an sumber pemersatu masyarakat Indonesia dan dunia. Al-Qur’an sebagai sumber perdamaian. Umat Islam adalah umat-tengah, umat yang adil, sebagaimana yang disebutkan dalam ajaran Islam dalam Al-Qur’an.


“MADINATUL” MESJID

U
ntuk mewujudkan cita-cita masyarakat Islam Indonesia di Amerika Serikat seperti tersebut diatas terutama warga yang berada di Washington, D.C. dan sekitarnya termasuk Maryland dan Virginia maka dikandung maksud untuk mendirikan “Madinatul” Masjid, Masjid seperti yang didirikan Rasulullah SAW di Madinah, sebagai sarana kegiatan masyarakat Islam Indonesia yang berdiaspora di Amerika Serikat ini.

Madinatul Masjid idealnya direncanakan mempunyai manajemen dan fasilitas gedung dengan ruang serba guna yang didirikan secara bertahap mengingat dana yang diperlukan cukup besar dan disesuaikan dengan “cashflow” swadaya masyarakat di sini. Diharapkan dana dari luar Amerika Serikat dapat diperoleh.

Gedung ini digunakan untuk kegiatan-kegiatan shalat; Pengajian anak-anak, remaja dan dewasa; Pengkajian Islam dan penterjemahan buku-buku, perpustakaan, pusat informasi; Tempat tinggal sementara para pelajar dan masyarakat yang baru datang ke Amerika Serikat; Kegiatan-kegiatan diskusi, kuliah mingguan, pesantren kilat (summer camp), training, P-4; Seni bela diri, oleh raga dan balai pertemuan.


PENUTUP

K
ita semua berkeyakinan bahwasanya dengan do’a restu dan partisipasi aktif baik moril maupun materil dari kita semua. Insya Allah akan bisa terwujud. Sebagaimana kata pepatah kita. “Ringan sama dijinjing, berat sama-sama dipikul”. Hayo, berlomba-lombalah berbuat kebajikan mewujudkan cita-cita luhur ini.

Penulis akhiri tulisan ini dengan mengutip firman Allah SWT yang disebutkan dalam surat An-Najm yang terjemahannya sebagai berikut:

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”, (QS An-Najm 53:39).

Cita-cita ini dapat terwujud tergantung kita mau atau tidak. Kalau kita mau ya harus kita kerjakan! Tunggu apalagi, bukan begitu? “Today it looks like a dream, but tomorrow Insya Allah it will become true.” Billahit Taufiq wal-Hidayah. □ AFM



Sumber:

Buletin Jama’ah Jum’at KBRI, Washington D.C. No: 28, 22 Rabial Akhir 1414 AH – 8 Oktober 1993 CE. □□

Blog Archive