Monday, June 9, 2014

Tatanan Masyarakat Dalam Al-Qur'an (VI)





TATANAN MASYARAKAT
DALAM AL-QUR'AN (VI)
Terbentuknya Bangunan Suatu Masyarakat
Oleh: A. Faisal Marzuki


KEADAAN MASYARAKAT
YANG PERLU DI AWASI

A
yat 92 dari Surah An-Nahl dibawah ini adalah gambaran metaphor atau kiasan yang merupakan keadaan suatu masyarakat, ● “wa lā takūnū kāllatī naqadhat ghaz lahā mimba’di quwwatin inkā tsān ● tattakhidzūna aymā nakum dakhalām baynakum ● an takūna ummatun hiya arbā min ummatin ● innamā yablūkumul lāhu bihī ● wa layubayyinanna lakum yawmal qiyāmati mā kuntum fīhi takhtalifūna”.

Artinya: ● Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali. Kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, ● disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, ● dan pasti pada hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. [QS An-Nahl 16:92]




BAGAIMANA MEMBANGUNAN
MASYARAKAT YANG KOKOH


P
enggal pertama surat An-Nahl ayat 92 ini, terjemahan kedalam bahasa Indonesia diambilkan dari Alfatih, yaitu “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali”.

Sementara Buya Hamka dalam penggal pertama ayat “wa lā takūnū kāllatī naqadhat ghaz lahā mimba’di quwwatin inkā tsān”  menerjemahkannya “Dan janganlah kamu menjadi seperti perempuan yang merombak tenunannya selembar-selembar sesudah selesai.

Untuk menjadi ‘kain’ diperlukan ‘benang’. Tanpa ‘benang’, ‘kain’ tidak ada. Hidup bermasyarakat artinya hidup individu (benang) dalam ikatan (ditenun) menjadi ‘kain’ (masyarakat). Masyarakat adalah kesatuan yang teguh dari manusia-manusia yang bergabung dalam masyarakat itu. Bersatu kita teguh, bercerai kita lemah. Masyarakat atau bangsa yang lemah menjadi bulan-bulanan atau mangsa masyarakat atau bangsa yang kuat.

Pekerjaan menenun bukanlah pekerjaan yang mudah. Menenun benang menjadi kain diperlukan ketekunan, tekad dan janji. Dalam masa kampanye, para calon pemimpin berjanji akan membawa konstituennya (rakyat, warga, citizen yang diharapkan memilihnya) menjadi hidup aman dan sejahtera. Pekerjaan membangun kehidupan aman dan sejahtera tidaklah mudah, setidak mudahnya menenun kain dengan tangan sendiri. Ketika Pemimpin ini terpilih, dia tidak laksanakan janjinya itu maka dinamakan melanggar sumpah (janji). Inilah yang dimaksudkan dengan penggal berikutnya dari surat An-Nahl ayat 92 ini.


Ayat pada penggal kedua “tattakhidzūna aymā nakum dakhalām baynakum” Artinya: Kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu.

Setelah selesai tenunan (mendapat dukungan) itu dirombaknya sehelai demi sehelai, sehingga terbuang percuma saja janji-janji yang dibuat selama ini. Yaitu kamu jadikan sumpah-sumpah kamu sebagai tipudaya di antara kamu. Untuk melepaskan diri, tidak merasa berat melanggar janji yang telah diikat.


Ayat penggal ketiga “an takūna ummatun hiya arbā min ummatin”. Artinya: disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain.

Oleh karena satu golongan lebih banyak dari satu golongan yang lain.” Untuk itu, tidak segan-segan mengikat pula perjanjian yang baru dengan golongan yang lain yang lebih besar, lebih kuat, lebih banyak orangnya dan lebih kaya, karena mengharapkan keuntungan materi bagi diri pemimpin itu. Padahal perjanjian dengan yang dahulu belum habis waktunya, tapi mereka setia menjalankan janji dengan yang lebih kuat ini. Mereka telah meninggalkan golongannya kecil, karena keuntungan yang diharapkan daripa golongan kecil itu tidak seberapa.



Ayat penggal keempat “innamā yablūkumul lāhu bihī”. Artinya: “Allah hanya menguji kamu dengan hal itu”.

Lain tidak, Tuhan Allah Yang Mahabijak dan Tegas hendak menguji kamu dengan peluang-peluang semacam itu. Manakah yang kamu pentingkan antara harga integritas (akhlak, moral ikatan janji) atau keuntungan materi (yang mengorbankan janji yang telah dibuat itu)? Keuntungan (materi) besar dengan tidak memperdulikan janjikah, atau keuntungan kecil (tapi menegakkan moral integritas) tetapi setia memegang janji? Sampai hatikah kamu merombak janji dengan semena-mena, hanya karena mengharapkan keuntungan (materi) yang lebih besar untuk diri sendiri, padahal ia bekerja untuk kepentingan seluruh rakyat. Dengan perilaku tersebut kamu mendapat kerugian dalam hal harga iman dalam hubungan sesama manusia?

Penggal kelima atau penggal terakhir, ayat “atawa layubayyinanna lakum yawmal qiyāmati mā kuntum fīhi takhtalifūna”. Artinya: dan pasti pada hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. Dalam terjemahan Tafsir Buya Hamka menyebutkan: “Dan niscaya akan diterangkan-Nya kepada kamu di hari kiamat dari hal apa yang kamu perselisihkan.” (ujung surat An-Nahl ayat 92)


PENUTUP 

D
apatlah ditarik pelajaran dari ayat 92 Surah An-Nahl ini bahwa merombak apa yang telah dijanjikan dengan cara yang demikian itu - karena mengharapkan dengan membuat janji dengan yang lebih kuat dan lebih banyak, sehingga tidak lagi memperdulikan nilai sopan-santun integritas dalam bermasyarakat atau berbangsa. Perangai itu adalah perangainya orang jahiliyah yang tidak mempunyai pokok-pokok moral kepercayaan, maka tidaklah sepatutnya dilakukan oleh seorang muslim atau kelompok muslimin yang semestinya mempunyai akhlak yang tinggi sebagaimana sebuah Hadits Rasul saw menyebutkan: “Innama buitstu li-utamimma makarimal akhlak” Artinya: Sesungguhnya aku diutus, untuk menyempurnakan akhlak - budipekerti, moral, integritas - manusia.

Sebab itu maka diberilah perumpamaan dalam ayat itu dengan suatu ungkapan yang halus sekali atas ketercelaan perbuatan yang demikian itu, sebagaimana perempuan bertenun kain, kemudian setelah jadi dirombaknya. Pada umumnya yang melakukan tenun kain itu adalah pekerjaan perempuan, sepertihalnya penulis lihat sendiri mereka menenun kain songket di Palembang, Sumatra Selatan. Hasilnya begitu luar biasa, Anyaman serta kombinasi warna tenunannya yang mengundang decak lidah, tanda kagum.

Kemudian setelah selesai menenun pekerjaan yang bagus dan mulia itu lalu dirombaknya kembali. Suatu pekerjaan yang sia-sia. Sudah dibangunnya susah payah, kemudian diruntuhkannya. Terbuang percumalah usaha dan upaya yang selama ini dilakukan dengan tidak ada sebab yang lain, hanya karena fikirannya galau, gara-gara materi dan kekuasaan semata. Tentunya sebagai anggota masyarakat yang cerdas dan menngunakan akalsehat tidak akan mau berbuat seperti itu.

Jadi bangunan masyarakat yang telah dibangun kokoh dan kuat sebagai mana perempuan yang cerdas dalam menggunakan tangannya ketika menenun benang menjadi kain (dalam hal ini metahpor bagaimana membangun masyarakat) harus kita jaga betul. Hal semacam inilah yang pantas kita pelihara terus.

Dengan itu tidak mustahil (kalau itu dijalankan dengan benar) masyarakat akan kokoh dan tumbuh kuat. Apa yang kita cita-citakan sebagai masyarakat yang adil dan makmur benar-benar dapat dicapai. Yaitu dimulai menciptakan rasa aman masyarakatnya (karena ada lapangan pekerjaan) menjadi stabil yang dinamis dan 'pd' - percaya dirinya kuat, tidak was-was lagi,

Ada jaminan yang ditegakkan dengan integritas yang profesional dari setiap petugas penegak hukum yang tidak saja tajam kebawah tapi juga keatas (tidak pandang bulu). Rencana pembangunan ekonomi yang handal dan pengusaha yang profesional, menjamin tersedianya lapangan pekerjaan dengan gaji atau upah yang cukup layak untuk hidup sebagaimana mestinya di setiap daerah wilayah negara. Kemudian ada jaminan sosial, kesehatan dan hari tuanya. Jaminan mana tidak dapat secara gratis, tapi diambilkan dari setiap pendapatan yang didapatnya (karena gaji atau upah yang cukup). Baru setelah itu masyarakat akan dapat tenang dan damai bekerja baik menurut profesi dan keahlian masing-masing. Cara semacam inilah yang dilakukan negara maju, dimana penulis berdomisili sekarang ini.


Moral Integritas sebagai jaminan hubungan
dan keamanan berbangsa dan berantarbangsa
yang di ajarkan Islam

Ada suatu riwayat, ketika Mu’awiyah berkuasa. Beliau telah membuat perjanjian dengan Raja Romawi, tidak akan ada serang menyerang (perjanjian damai) selama suatu waktu tertentu. Maka tatkala telah dekat habis masa perjanjian itu Mu’awiyah membawa tentaranya ke dekat perbatasan wilayah Kerajaan Romawi, dengan maksud menyerbu tiba-tiba apabila waktu perjanjian itu kadaluarsa. Yaitu memanfaatkan peluang yang nantinya dengan tiba-tiba sudah siap menyerangnya dengan kekuatan penuh.

Mendengar maksud yang demikian itu, berkatalah ‘Amir bin ‘Anbasah kepada Mu’awiyah: “Allāhu Akbar, ya Mu’awiyah! Pegang teguhlah janji yang telah diperbuat, jangan dikhianati. Sebab saya mendengar dari Rasulullah saw bersabda: “man kāna baynahu wa bayna qawmi ajalun falā yuhillanna ‘uqdatan hattā yanqadhiya amadu hā”. Artinya: Barangsiapa ada di antaranya dengan suatu kaum suatu janji, maka janganlah dia buka sendiri buhul ikatan janji itu sebelum habis waktunya.” 

Mendengar teguran ‘Amir bin ‘Anbasah itu, mundurlah Mu’awiyah dengan tentaranya, dan tidak jadi menyerang secara tiba-tiba ke wilayah Kerajaan Romawi. Sebab yang demikian itu adalah mungkir janji dan culas. Sesuatu yang tercela dan dilarang dalam ajaran Islam. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. [Bersambung]. □ AFM



Tatanan Masyarakat Dalam Al-Qur’an
(klik->)   (I)   (II)   (III)   (IV)   (V)   (VI)   (VII)



Bahan Bacaan:
1. Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur'an (Di Bawah Naungan Al-Qur'an), Jilid 7, Gema Insani Press,  Jakarta, 2003.
2. Prof. Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (HAMKA), Juz 14, Penerbit Pustaka Panjimas, Jakarta 1987.
3. ALFATIH, Al-Qur’an Tafsir Perkata Di Sarikan Dari Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Alfatih.
4. Sirah Nabawiyyah, Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, Pustaka Al-Kautsar, 1997. □□

Blog Archive