HIKMAH DAN MANFAAT
PUASA RAMADHAN
Oleh: A. Faisal Marzuki.
Yā ayyuhal ladzīna āmanu kutiba ‘alaykumush shiyāmu kamā kutiba ‘alal
ladzīna min qablikum la’allakum tattaqūn. - Artinya: “Wahai orang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa,
sebagaimana diwajibkan pada umat umat sebelummu, agar kamu menjadi orang yang
bertaqwa.” [QS Al-Baqarah 2:183]
B
|
ulan Ramadhan sudah diambang pintu. Bulan
Ramadhan dikenal juga dengan ‘Saum’, karena selama bulan itu ummat Islam melakukan salah satu
dari Rukun Islam yang lima. Rukun mana disebut dalam bahasa Inggris: ‘The Five
Pillars of Islam’ atau dalam bahasa Arabnya disebut sebagai Ārkān al-Islām (Rukun atau Tiang Islam) atau Ārkān al-Dīn
(Rukun atau Tiang Agama) yang keempat. Puasa (Saum) yaitu “Fasting
and self-control during the blessed month of Ramadhan”- Puasa sebagai (latihan) kontrol (pengendalian) diri selama bulan Puasa yang penuh berkah. Dengan melakukan
Puasa umat muslim berarti telah menegakkan salah satu tiang (pilar) keber-Islam-annya
seperti yang dimaksud dalam Arkān al-Islām atau Arkān al-Dīn. (Hadits
Jibril).
Puasa (Saum)
yang artinya menahan diri dari tidak makan dan tidak minum atau hal-hal lain
yang dapat membatalkan dan merusak puasa dari waktu sebelum fajar (imsak) sampai waktu maghrib tiba, dengan
niat karena Allah Subhāna Wa Ta’ālā.
Dilakukan pada bulan Ramadhan. Hukumnya adalah wajib dilaksanakan oleh setiap
orang Islam (Muslim dan Muslimah) sebagaimana firman-Nya:
Yā ayyuhal ladzīna āmanu kutiba ‘alaykumush shiyāmu kamā kutiba
‘alal ladzīna min qablikum la’allakum tattaqūn.
Artinya:
“Wahai orang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa, sebagaimana
diwajibkan pada umat umat sebelummu, agar kamu menjadi orang yang bertaqwa.” (QS
Al-Baqarah 2: 183)
APA ARTI “TAQWA” atau “BERTAQWA”
Apa arti agar kamu menjadi orang yang “bertaqwa” pada umumnya, khususnya dengan melakukan
ibadah puasa di bulan Ramadhan ini?
Taqwa
berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah
yang artinya memelihara. “Memelihara diri dalam
menjalani hidup sesuai petunjuk (tuntunan) Allah.” Adapun dari asal
bahasa yang dipahami oleh Arab Quraish taqwa lebih dekat dengan kata waqa. Sedang kata waqa
bermakna: Melindungi sesuatu. Maksud kata
‘melindungi sesuatu’ itu adalah: Memelihara dan melindunginya dari berbagai hal
yang membahayakan dan merugikan. Dengan itu
kata waqa ini adalah taqwa yang bisa
di artikan berusaha memelihara diri dengan mengikuti ketentuan (peraturan)
Allah, dan melindungi diri dari dosa larangan-Nya. Sebagaimana halnya mengikuti
petunjuk atau ‘manual operating’ dari
booklet yang dilampirkan di kotak karton dari mesin atau alat yang dibeli.
Dengan itu kita bisa secara baik dan benar menggunakan mesin atau alat itu.
Dalam kehidupan manusia artinya adalah: Berhati
hati dalam menjalani hidup, agar sesuai petunjuk dan aturan dari-Nya
sebagaimana layaknya mengemudi kendaraan. Yaitu mengikuti aturan lalu lintas di
jalan raya, baca:
(klik) Rambu
Rambu Ramadhan. Kalau tidak maka bukan hanya akan terjadi kekacau balauan lalu
lintas tetapi lebih dari itu ‘merusak’ segala apa saja yang dilanggar oleh
kendaraan yang dikemudikannya itu.
Demikianlah makna kata taqwa. Taqwa tidak cukup
diartikan dengan ‘takut’ saja, sebagaimana sering orang menyebutkannya dalam
kesempatan dalam khutbah Jum’at. Adapun arti praksis dari kata taqwa adalah: (1).
Melaksanakan segala perintah-Nya; (2).
Menjauhkan diri dari segala yang dilarang-Nya; (3). Ridho (menerima dan ikhlas)
dengan hukum-hukum dan ketentuan Allah. Dengan mengikuti segala perintah-Nya
dan menjauhi segala larangan-Nya, berarti kita (dan orang lainpun) akan selamat
dan bahagia karena sampai ketujuan yang dimaksud.
Demikianlah halnya bagi Muslimin yang
melaksanakan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan akan mendapatkan ‘manfaat’ dari
bertaqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla
seperti yang dimaksudkan dengan kata ‘taqwa’ yang diuraikan seperti diatas.
APA HIKMAH DIBALIK PUASA RAMADHAN ITU?
Ajaran Islam tidak pernah mensyariatkan sesuatu
kecuali pasti ada hikmah (dan manfaatnya) di belakangnya, baik itu berbentuk
perintah (do
it, untuk dilakukan) ataupun
larangan (don’t
do it, untuk tidak dilakukan). Begitu
juga halnya dengan puasa Ramadhan yang akan kita laksanakan. Berdasarkan firman
Allah Subhana wa Ta’ala dan hadits
Nabi Shalallāhu ‘Alaihi Wasallām
mengandung banyak sekali hikmahnya, di antaranya:
Pertama, Puasa
Ramadhan sarana untuk menyiapkan manusia menjadi orang yang bertakwa dalam arti
yang sesungguhnya, sebagaimana dimaksudkan Firman-Nya dalam Surah Al-Baqarah yang
artinya:
“Wahai orang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa,
sebagaimana diwajibkan pada umat umat sebelummu, agar kamu menjadi orang yang
bertaqwa.” (QS Al-Baqarah 2:183)
Menjadi
orang yang bertaqwa disini yaitu, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya berarti
kita (dan orang lainpun) akan selamat dan bahagia karena sampai ketujuan yang
dimaksud.
Kedua,
Mensucikan jiwa dengan menaati perintah Allah Subhāna Wa Ta’ālā dan meninggalkan larangan-Nya, serta
melatih jiwa untuk kesempurnaan dengan mengendalikan diri dari kejahatan dan
kebiasaan-kebiasaan yang tidak terpuji semata-mata karena mengharapkan
keridhaan Allah Subhāna Wa Ta’ālā.
Rasulullah Shalallāhu
‘Alaihi Wasallām bersabda yang artinya: “Demi
jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya sungguh bau mulut orang yang berpuasa
lebih wangi di sisi Allah daripada wanginya misk
(kasturi), ia meninggalkan makan, minum dan nafsu hanya karena Aku. Setiap
amalan anak cucu Adam adalah untuknya sendiri, kecuali puasa, sesungguhnya ia
adalah untuk-Ku dan Aku akan memberikan ganjaran (pahala)nya.” (HR
Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Ketiga: Memperoleh
kebahagian berganda sesuai sabda Nabi Shalallāhu
‘Alaihi Wasallām yang artinya: “Orang yang
berpuasa mempunyai dua kebahagiaan yang menyenangkan, yaitu ketika berbuka
puasa, ia bahagia dengan buka puasanya, dan ketika berjumpa dengan Tuhan, ia
bahagia karena (pahala) puasanya.” (HR Bukahri dan Muslim dari Abu
Hurairah)
Keempat, Menguatkan
kesabaran. Puasa adalah satu cara yang paling efektif untuk itu, sehingga
Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallām
sendiri menamakan bulan Ramadhan dengan bulan kesabaran seperti tersebut dalam
sabdanya yang artinya: “Berpuasa pada bulan
kesabaran dan tiga hari dari setiap bulan menghilangkan kegundahan di dalam
dada.” (HR Al Bazzar dari Ali dan Ibnu Abbas)
Kelima, Menjadi
perisai dari api neraka, sesuai sabda Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallām yang artinya: “Puasa
adalah perisai dari api neraka seperti perisai dalam peperangan” (HR
Ahmad dll dari Usman bin Abul’Ash).
Keenam, Cara
terbaik untuk mengendalikan gejolak hawa nafsu seksualitas, sesuai sabda
Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallām
yang artinya: “Wahai para pemuda, siapa di antara
kamu yang telah memiliki ba’ah
(nafkah nikah) maka hendaklah segera menikah, karena nikah dapat menjaga mata
dan memelihara nama baik. Dan siapa-siapa yang belum mampu maka hendaklah ia
berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah perisai baginya.” (HR
Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)
Ketujuh, Untuk
mendapat ampunan dosa, sabda Nabi Shalallāhu
‘Alaihi Wasallām : yang artinya “Barangsiapa
yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan perhitungan maka akan
diampunkan dosa-dosanya yang terdahulu... dan barang siapa yang menegakkan
Ramadhan dengan penuh keimanan dan perhitungan maka akan diampunkan
dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Kedelapan, Menumbuhkan
rasa cinta sesama (kemanusiaan) dan sosial yang tinggi, sehingga Nabi Shalallāhu ‘Alaihi Wasallām menyebutnya
sebagai bulan tolong menolong. Seperti dalam riwayat Ibnu Khuzaimah yang
artinya: “Nabi menyebutkan bulan Ramadhan sebagai
bulan tolong menolong”. (Hadits Shahih dari Salman Al-Farisi).
Dalam hadis lain Nabi Shalallāhu ‘Alaihi Wasallām bersabda yang artinya: “Siapa-siapa yang memberikan makanan untuk berbuka kepada
orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti pahala orang yang berpuasa
tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun.”
(HR Ahmad, Turmizi dll)
Kesembilan, Bulan
puasa adalah bulan di turunkannya Al-Qur’an, sebagaimana sebuah buku ‘manual
operating’ kehidupan manusia sesama makhluk secara horizontal, dan dengan
Khaliq yang menciptanya secara vertical. Pada bulan ini Al-Qur’an sering
dibaca. Bahkan dikhatamkan 30 juz selama bulan Ramadhan. Baru membacanya saja
telah mendapat pahala yang berlipat ganda (apalagi menghafalnya,
mentadaburinya, dan mengamalkan ajarannya) sebagaimana Rasulullah Shalallāhu ‘Alaihi Wasallām bersabda
yang artinya: “Barang siapa yang membaca satu huruf
dari KitabulLah (Al-Qur’an) maka baginya satu kebaikan, dan kebaikan itu akan
dilipatkan sepuluh kali pahala. Tidak aku katakana bahwa ‘Alif Lam Mim’ itu
satu huruf, akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, Mim satu huruf.”
[HR At-Tirmidzi]
Kesepuluh, Bulan
puasa adalah bulan shalat. Dimana pada bulan itu dikerjakan pula shalat Tarawih
dan Witir, bahkan dikerjakan pula shalat Qiyamul Lail. Makna praksis dari
shalat itu adalah mencegah berbuat kejahatan dan selalu mengingat Allah (dekat
dengan-Nya) sebagaimana firman Allah Subhana
wa Ta’ala menyebutkan yang artinya: “…Laksanakanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan
(ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (dalam keutamaanya).”
(QS Al-‘Ankabūt 29:45)
Dengan mengetahui gambaran manfaat dan hikmah
puasa Ramadhan ini, tentu hendaknya kita akan lebih khusyuk dan tawadhu’
dalam melaksanakan ibadah puasa dalam bulan Ramadhan ini. Seandainya tidak
diwajibkan, kita pun akan mengajukan permohonan do’a agar Allah ‘Azza wa Jalla mewajibkannya ke atas
kita, karena pasti dan sungguh tergiur atas kemanfaatannya. Lagi pula hati kita
telah benar-benar terpaut kepada-Nya, Dia Yang Mahabesar lagi Mahamulia. Janji
Allah Mahabenar.
PENUTUP
Semoga bermanfaatlah hendaknya uraian tulisan
ini bagi kita umat Muslimin terutama dalam menghadapi abad ke-21 yang serba
kompleks ini. Yang menjadi ‘krusial’ dalam melaksanakan ajaran Islam (sekarang
ini) dalam kehidupan manusia yaitu ada saat-saatnya kebenaran dan kebathilan berbedanya
seperti sebatas tipis rambut dibelah tujuh. Umat bingung, mana yang benar yang
akan dipilih itu. Untuk itu perlu kejelian ‘ilmu’ iman dan keteguhan ‘iman’
hati dan cara pandang yang ‘kaffah’ (tidak
setengah-setengah, diambil yang enak menurut hawanafsu manusia saja, dan pandangan Islam sebagai ajaran 'way of life' - dunia <-> akhirat.
Tapi yang sangat disayangkan ada sebagian yang
tergolong ‘cukup tahu masalah agama Islam’ yang semestinya membimbing ummat,
malah berada di ‘jalur tangan kiri’. Padahal kita tahu ‘jalur tangan kanan’ itu
adalah lebih baik. Oleh karena bulan Ramadhan adalah Bulan ‘barokah’ (the blessing month), maka yang
berpandangan dan memilih yang ‘keliru’ itu di tunjuki-Nya jalan yang lurus
jualah hendaknya. Sebelum ‘ketuk palu Allah’ terjadi sebagaimana firman-Nya
yanga artinya:
“Kami turunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk: ● menjelaskan segala
sesuatu ● dan
petunjuk ● serta
rahmat ● dan
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (QS An-Nahl 16:89)
“Inilah (Al-Qur’an) ●
suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia,
● dan menjadi
petunjuk ● serta
pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS Āli ‘Imrān 3:138)
“Allah menganugrahkan al-hikmah (kepahaman yang dalam
tentang Al-Qur’an dan As-Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang
siapa yang dianugerahi al-hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang
banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran
(dari firman Allah)” [QS Al-Baqarah 2:269]
“Dia yang mengadakan pendengaran, penglihatan dan hati
untuk kamu”. [QS Al-Mu’minūn 23:78]
“Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari
kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki HATI, tetapi tidak dipergunakannya
untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka memiliki MATA (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai TELINGA (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak,
bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” [QS
Al-A’rāf 7:179]
Mari kita tutup uraian ini dengan
berdo'a:
“Rabbanā lā tuzigh qulūbanna ba'da idz-hadaitanna wahab
lanā mil ladunka rahmatan, innaka antal wahhāb.”
Artinya:
Ya Tuhan kami! Jangan Engkau jadikan hati kami condong kepada
kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami. Karuniakanlah kepada
kami rahmat dari sisi Engkau, karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi
(karunia).
Teriring dari penulis permohonan maaf lahir dan
bathin kepada sidang pembaca blog ini kalau-kalau ada terselip dari kata hati
penulis yang maksudnya baik tapi terasa tidak pada tempatnya (menyinggung).
Kalau itu ada adalah kesalahan penulis sendiri. Kalau itu benar datangnya dari
Dia Yang Mahakasih lagi Mahasayang serta Mahapengampun bagi hamba-Nya yang hina
dina ini.
Selamat Berpuasa!
Semoga amalan-amalan yang kita kerjakan selama
bulan Ramadhan ini diterima-Nya, Āmīn Allāhumma Āmīn. Billāhit Taufiq wal-Hidāyah. Gaithersburg, MD, USA 06/26/2014. □ AFM
Referensi:
Dari berbagai sumber.
Arti dalam
menerjemahkan ayat-ayat Al-Qur’an berpedoman kepada buku ALFATIH, Al-Qur’an
Tafsir Per Kata Di Sarikan Dari Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka ALFATIH. □□